Keesokan hari dokter visit sudah memeriksa dan menyatakan Zora sudah bisa pulang dan beristirahat di rumah. Nyonya Anita yang mendengarnya memohon untuk Zora pulang ke rumah bersama mereka. Tapi Zora tetap menolak. Akhirnya mereka mengantar mereka menuju kossan milik Affandra.
Julian datang untuk menjenguk, saat keluarga Zora sedang membantunya untuk pulang. Dimana Affandra mendorongnya dengan kursi roda dan membantunya naik ke mobil.Dengan jelas ia melihat, bagaimana pria itu sangat perhatian dari tatapannya. Dari kejauhan ia tidak bisa menerima, tapi saat ini keluarga Zora juga hadir dan tidak mungkin ia bersikap gegabah kecuali hanya menahan dan memperhatikan dari jauh. Sangat sia-sia berada di antara mereka.Julian mengekor hingga sampai di kosan. Ia pun turun dari mobil. Sangat ingin membantu Zora. Yang masih di bantu Affandra, dan kedua orang tua Zora terlihat membiarkannya. Ini jelas ada sesuatu yang salah. Sepertinya Affandra adalah orang yang menSebenarnya Zora masih merasa agak lelah, Affandra bersikeras menyuruhnya untuk tetap istirahat. Tapi Zora merasa lemahnya karna dia tidak beraktifitas. Mungkin dengan segera bekerja ia akan menemukan kembali energinya. Bukan Zora namanya bila dia juga tidak keras kepala.Ia melangkah lemah, menyusuri jalan dan naik ke lift untuk memencet tombol yang mengarah pada lantainya. Ternyata Yash sudah melihatnya dan buru-buru masuk ke lift yang sama. Ia melihat Zora masih agak pucat. "Kau masih pucat, kenapa sudah turun kerja?" Zora sempat kaget melihat siapa yang bicara padanya. "Oh Pak Yash, tidak masalah. Saya hanya bosan dan merasa lelah di rumah. Mungkin bertemu teman-teman bisa membuat energi agak meningkat." Jawabnya tersenyum dengan ramah. Yash hanya mengangguk. "Jangan terlalu lelah." Zora pun tersenyum berterima kasih atas perhatian bosnya.Di lift itu juga ada beberapa karyawan yang memperhatikan. Tentu rumor dengan cepat menyebar. Siapa yang tidak ken
Dengan kemarahan di hatinya, Celine membaca laporan yang di selesaikan Zora. Memang laporan ini rapih tapi hampir tidak ada bedanya dengan apa yang dikerjakannya selama ini. Semua ini hanya omong kosong untuk menendangnya.Tidak bisa di toleransi, dia mengatakan hal yang tidak-tidak sebagai kemarahannya. Sampai mengatakan pasti Zora sudah memberikan tubuhnya agar bisa ada di posisi ini. Kenapa Pak Yash begitu menyukainya?Seperti yang kita tau, rumor berkembang cepat dengan banyak asumsi negatif yang menyelimutinya, intinya orang-orang itu pasti iri dengan kepesatan karirnya. Hal yang tidak mungkin karyawan yang baru 6 bulan kerja sebagai karyawan biasa tiba-tiba naik ke jabatan sekertaris utama, memangnya sejenius apa orang itu? Bahkan teman-teman satu timnya tidak bisa percaya walau mereka melihat sendiri bagaimana Zora sangat lihai dan percaya diri. Ridwan tidak bisa menyembunyikan rumor, kalau dirinya sudah berjanji tidak akan memberi tahu rumor jahat
Zora masih diam mencerna semua yang terjadi, mencoba mengerti kenapa mereka bisa memikirkan hal ini."Kau yang omong kosong! Apa bila kesempatan itu datang padamu, kamu juga akan mengelak?!" Susan tak mengerti kenapa Karina membelanya, itu hal yang bisa saja benar. "Kalau memang itu tidak benar, tinggal dia jelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Bahkan dia masih diam saja." Susah menyerangnya dengan masif, sebenarnya ia hanya ingin mengetahui kebenaran, walau cara seperti ini benar-benar menyakitkan untuk Zora."Zora, biarkan aku memberi tahu mereka yang sebenarnya." Karina memohon, sangat tidak terima atas perlakuan teman setimnya kali ini."Aku tidak peduli, katakan semau kalian!" Zora pergi meninggalkan mereka dengan hati kesal, marah dan sedih menuju kamar mandi.Susan hanya tertawa mencibirnya, "Bila kamu melakukan itu, kau akan di cap benar-benar melakukannya, Zora."Tapi Zora sudah benar-benar tidak peduli.Karina segera me
Saat sampai di kamar mandi Karina melihat dua orang wanita yang sedang menguping bilik toilet dengan suara Zora yang masih sesegukan. "Hei ngapain kalian. Tukan ngosip! Pergi sana!" Kedua wanita itu menatapnya dengan sinis lalu pergi."Zora kau baik-baik saja?" Karina sangat khawatir.Karina menunggunya sampai jam istirahat hampir selesai. Ia keluar dengan wajah sedih dan bengkak."Kenapa kau menangis seperti ini, nanti orang menertawakan mu""Aku benar-benar tak nyangka ada kejadian kaya gini Rin."Karina memeluknya lembut menepuk punggungnya untuk menguatkan. "Mereka cuma gak ngerti."Zora mengangguk. "Aku baru sadar gimana hidupku sangat mudah sebelumnya." Kini ia tersenyum menyeringai.Karina tidak tahan untuk memeluknya. "Kamu kuat kok!"Zora mengangguk setuju. Ini adalah pelajaran hidup yang berharga, semua terlihat nyata, tidak seperti kehidupannya sebelumnya yang penuh pujian tapi tipu muslihat
Setelah makan malam sederhana, disebuah rumah makan Padang, mereka hanya sedikit mengobrol soal hal hal kecil. Ternyata Pak Yash bukan orang yang pandai mencari topik pembicaraan. Zora juga memuji kelulusannya dari Harvard. Pria itu sedikit terkejut bagaimana wanita ini bisa tau. Dan semakin di lihat, senyum wanita ini semakin menawan mencairkan hatinya. Sepulangnya dari sana, sebuah kenyataan, Yash tidak bisa berhenti memikirkannya.Hingga keesokan hari seperti petir di siang bolong. Tepat di depan lobby gedung perkantoran mereka. Sebuah mobil yang tidak murah mengantar Zora. Dengan pria yang mengecup keningnya sebelum wanita itu turun. Yash menyeringai kesal, tidak percaya dengan pengelihatannya. Baru saja dia menginginkan wanita itu, sekarang dia sudah bersama lelaki kaya, tapi ia semakin menginginkannya.Ia mengambil ponselnya dan berbicara pada seseorang, "Cari tau siapa yang bersama Nona Zora hari ini."Yash bergegas untuk naik lift yang sama dengan Zora. Tapi kali ini pria itu b
Zora sudah bisa bergaul dengan banyak orang, hingga Celine pun menyerah, wanita itu benar-benar menunjukan dedikasi, bukan hanya kecantikan semata, dan semua orang setuju. Apa lagi dengan Yash yang semakin puas dengan hasil pekerjaannya."Kenapa kau ahli sekali memanipulasi karyawan untuk bekerja lebih baik?" Yash tertawa melihat perkembangan mereka.Zora tidak mungkin bilang bahwa ia mengerjakan semua karna ayahnya yang mengajarinya. Tapi sebenarnya Yash tau hal itu."Kali ini kita harus makan malam bersama lagi.""Emm..""Kau tidak boleh menolak bosmu!" Perintah Yash."Baik pak." Dia hanya bisa mengangguk lemah. Dan segera menghubungi Julian untuk tidak menjemputnya.Ternyata pria itu sedang menunggu dan baru saja tiba. Bila Zora hanya akan pergi bersama teman-temannya, pasti ia juga tidak segan mengajak Julian. Tapi kali ini tidak. Sejak hari pengangkatannya, ia sudah sangat cemburu, dan belum pernah melihat seperti apa sosok Yash Iskandar yang selalu di ceritakan kekasihnya.Tak l
Menenteng sebuah bungkusan brand ternama memasuki gedung perkantoran tentu menjadi perhatian. Untuk membeli produk brand ternama seperti itu, karyawan biasa perlu mengumpulkan uang sampai satu tahun mungkin untuk sekedar membeli sepotong baju. Tapi Zora cuek saja dan benar-benar tidak memiliki pandangan yang aneh. Selama ini gayanya memang mencuri perhatian, tapi ia terus polos, karna dia benar-benar tidak mengerti apa yang orang-orang itu pikirkan. Seorang karyawan wanita menatapnya dengan sinis melihatnya dari ujung rambut hingga ujung kaki dan tersenyum meremehkannya.Begitu banyak rumor tentang Zora, bahkan hubungannya dengan Julian juga jadi bahan gosip. Apalagi kali ini ia menenteng sesuatu yang mahal.Zora sudah mulai terbiasa untuk membela diri sekarang, karna bila ia lemah ia akan di tindas, tidak terima dengan pandangan intimidasi seperti itu. "Apa yang kau lihat?" Wanita itu memutar bola matanya, "Pria kaya, produk branded, dan kesayangan Tuan Yash, entah wanita macam apa
Walau hampir setiap hari melihat Zora, tetap saja saat ia berpakaian berbeda rasanya selalu lebih indah. Gaun merah melekat di tubuh mungil dengan balutan blazer kerja yang masih di kenakan. Ia mencatok rambutnya dengan bergelombang membuat pipi yang chuby terlihat lebih imut dengan makeup tipis yang selalu membuatnya segar.Ia perlahan naik ke atas mobil dengan sepasang mata yang sudah tidak bisa melepaskan diri dari lekuk tubuhnya.Pria itu terus tersenyum sepanjang jalan. Sama saja dengan Zora. Yang masih bertanya-tanya akankan benar hari ini adalah hari yang selama ini mereka tunggu?Ketika pasangan ini masuk, sebuah musik romantis mewarnai sore mereka, dan hidangan segera di hidangkan.Zora tertawa, "Ini berlebihan.""Ini momen sakral." Julian menggodanya."Aku menunggu seharian untuk sampai di waktu ini. Kau membuatku menunggu.""Benarkah?" Julian tertawa. "Harusnya aku langsung saja ya?""Iya, tak perlu melakukan hal hal mahal seperti ini."Mereka menyantap makan malam yang ring
Affandra sangat bangga dan mengelus punggung tangannya lembut sambil mereka sering bertatapan penuh arti."Om Tante, aku pinjem Zora sebentar boleh?" Izin Affandra yang disambut baik kedua orang tua Zora.Affandra menggandeng tangan Zora untuk ikut bersamanya, ini hal yang baru ia lakukan lagi setelah sekian lama. Zora terus menatap tangannya yang di genggam orang yang selalu ia pikirkan setahun ini. Yang ia ingat terakhir kali memeluk tangannya saat ia demam malam itu. Dan kini genggaman itu kembali memberikan rasa aman.Affandra membawanya ke halaman tengah Villa mewah itu, dengan lampu-lampu redup, wajahnya bersinar."Aku sudah bilang untuk membuka blok di ponselmu." Kini Affandra cemberut."Aku sudah lama membukanya. Itu kamuu!""Mana ponselmu?" Affandra tak percaya karna ia masih tidak bisa menghubunginya.Ia membuka semua file block WhatsApp dan panggilan biasa. Ternyata ia masih menjadi daftar hitam dalam setingan ponsel. "Lihat?"Zora hanya tertawa, "Maaf, aku lupa soal yang i
Ia pulang dengan perasaan lega. Sepanjang jalan ia terus tersenyum. Sampai Tuan Arnold merasa heran. "Sepertinya ada sesuatu yang terjadi pada putri kita."Nyonya Anita langsung menoleh untuk melihat Zora yang tersipu malu. "Apa kau bertemu Affandra?"Zora mengangguk pelan dan tak ingin membahasnya, ia sangat malu. Sesampai di villa ia langsung masuk ke kamar dan menjadi gila. Sangat senang hingga tertawa sendiri. Tapi ponselnya belum juga berdering ia menunggu sampai malam dan tidak juga berdering. Menunggu membuatnya kecewa.Malam ini mereka makan malam di rumah, menunggu Affandra menghubunginya benar-benar membuatnya kesal. Jadi ia berhenti untuk menunggu dan pergi makan malam.Tepat saat makanan di hidangkan, bel berbunyi, ada seseorang yang datang, jadi Nyonya Anita membukanya."Halo Affandra." Sambut Nyonya Anita senang. Zora sudah duduk di meja makan mendengar nama itu disebut ia memejamkan mata dan seketika malu sekali.Tuan Arnold melihat expresi Zora yang berubah menjadi kep
Kenapa? Kenapa dia selalu melakukan ini? Bukankah pria itu kali ini datang, seperti keinginannya sebelumnya?Affandra masih mematung disana menatap punggung Zora yang menjauh.'ini adalah kesempatanmu bicara, setidaknya minta maaf atas perbuatannya yang sudah menyia-nyiakannya. Kau tidak boleh marah Zora, bila ia akhirnya bahagia dengan orang lain, harusnya kau ikut bahagian untuknya.' batin dirinya pada hatinya sendiri. Menghentikan langkah kakinya dan membuatnya menoleh ke belakang. Pria itu masih disana, menatap pantulan langit di lautan dan terpaku diam.Zora kembali berjalan menuju padanya, hingga pria itu sadar, Zora sudah ada di sisinya dan menoleh tanpa expresi."Aku sudah membuat banyak kesalahan kan?"Tanya Zora padanya.Affandra hanya meliriknya sekali, tidak ingin menjelaskan apapun. "Harusnya, aku ikut bahagia bila kau sudah menemukan hatimu untuk orang lain, karna ini kesalahanku sendiri," Zora menatapnya yang masih mendengarkan dengan tatapan lurus menatap horison."Ak
Ia segera membuang pandangan dari pria itu, bodoh sekali, apa dia melihatnya menangis? Itu sangat memalukan. Walau sudah mengakui perasaannya, di hadapan Affandra ia tidak ingin membuatnya besar kepala, ia tidak mau terlihat sedang merindukannya.Tapi sampai acara selesai, Affandra tidak sama sekali mengunjunginya. Ini adalah hal yang harus ia bayar, Zora melihat Affandra sedang mengobrol dan hendak menyapanya lebih dulu. Baru saja ia melangkah beberapa langkah, seorang anak umur 3 tahun berlari padanya, "Daddy, Daddy.." dengan sigap ia menggendong pria kecil tampan di pelukannya, mengecup pipi dan memberikannya sesuatu di tangannya. Seorang wanita cantik segera muncul juga menghampirinya, dan tertawa bersama, Zora mengenalnya, dia Amanda, salah satu putri dari teman ayahnya yang juga kaya raya, kabarnya ia Janda, dan akan segera menikah.Amanda mengobrol dengannya dengan lembut membersihkan sisa kue yang di makan putranya di jas milik Affandra dengan perhatian.Zora hanya merasa ten
Sering kali, ia mulai ingat, bagaimana Affandra adalah salah satu orang yang membuatnya menjalani hari-hari ini dengan baik. Bagaimana ia telah membimbing Zora menjadi lebih baik dalam memandang kehidupan yang sepenuhnya ia tidak mengerti. Entah dimana ia kali ini.Akhirnya Zora kembali ke Forte Grup, dengan sambutan semua orang. Rahasia Zora di Gavin Tect lalu terbongkar dan membuat gempar karyawan mereka, ternyata selama ini, orang yang sudah mereka tindas adalah putri seorang konglomerat."Gak mungkin. Gak mungkin." Nadya dari divisi keuangan Gavin Tect tidak percaya saat mendengar kabar itu. Wajahnya pucat apa dia sudah membuat kesalahan? Tapi Zora sama sekali tidak pernah mengungkit mereka , Zora yang semula selalu digosipkan hal-hal miring, untuk kali ini ia menerima banyak pujian. Ia sesekali berkunjung ke Gavin Tect yang menjadi salah satu perusahaan sahabat dalam berinovasi, semua orang dengan sopan memuji dan menyanjung.Kesuksesannya kali ini lebih dari kesuksesannya sebelu
Zora pulang dengan lesu, ini baru pukul 2 siang, tapi dia sangat butuh tidur, jadi begitu sampai dirumah ia langsung melempar diri ke tempat tidur dan memejamkan mata hingga magrib menjelang."Non, udah magrib, non" Bi Ima dengan lembut membangunkannya. Zora berbalik menggaruk wajahnya dan matanya masih rapat seolah lengket. "Non ayo solat dulu, terus makan malem sama tuan dan nyonya di bawah."Zora hanya mengangguk angguk tapi ia terlelap lagi. Kamar ini seolah punya daya magis yang selalu membuatnya nyaman.15 menit kemudian, Bi Ima kembali naik untuk membangunkannya lagi. Jadi dengan susah payah ia bangun dengan mata lengket. Bergegas mandi, solat magrib dan turun untuk makan malam.Hidangan rumahan yang lama tidak ia nikmati, jadi setiap pulang kerumah selalu merindukan masakan ibunya. Zora terlihat sangat menikmati hidangan yang membuat ibunya terus lebih sehat, Nyonya Anita juga jadi lebih mensyukuri kehadiran putrinya yang hilang hampir 2 tahun ini."Kau sudah kembali ke rumah
Yash mengawali hari yang baik, cuaca cukup cerah walau agak berangin memasuki bulan November, sarapan sesuatu yang lezat dan merasa hari ini harus ia lewati dengan baik.Dengan semangat paginya, ia menyapa beberapa karyawan dengan senyum hangat.Sampai ia masuk di ruangannya sendiri, melihat sekertarisnya sangat jelek dengan kantong mata di wajahnya yang lebih suram lagi bila terus di pandang."Apa ada sesuatu yang salah denganmu?" Bertanya heran dengan kecewa.Zora menatapnya bingung. Dan bertanya, "Apa terlihat ada yang salah?""Bercermin lah lihat seberapa buruk itu." Yash berdecak sambil memperhatikannya. "Pergi berdandan sana! Aku memulai hari yang sempurna, jadi jangan rusak dengan semua masalah di wajahmu. Sana!" Lalu melengos pergi menuju kantornya.Zora langsung melihat cermin, dan melihat riasannya baik-baik saja. Apa kurang tebal? Jadi dia bergegas ke kamar mandi untuk memperbaiki riasannya. Kantung mata memang terliha
Nyonya Anita tidak percaya ia menutup mulutnya yang terbuka karna terkejut. "Ada apa? Pasti Zora sangat menyinggungnya, anak ini benar-benar keras kepala!" Ada sedikit kemarahan yang tidak bisa disembunyikan diwajahnya. "Yang aku tau mereka sangat dekat Kak Dona, bahkan Affandra sangat sabar menunggu Zora. Kami bahkan makan malam bersama dan mereka sangat dekat."Dona berdeham, memperbaiki suaranya. "Aku benar-benar tidak mengerti, tapi beberapa hari ini tempramennya sangat buruk. Dia selalu diam. Mungkin kau bisa bicara pada Zora, tantang apa yang sebenarnya terjadi?"Anita mengangguk setuju. "Aku akan bicara padanya.""Sebenarnya, hari ini juga Affandra akan berpamitan untuk kembali ke San Fransisco bersama Kinan.""Bahkan ia memutuskan untuk pergi?" Anita sangat sedih mendengar kabar ini."Aku sangat tau bagaimana Affandra mencintai putrimu, walau sebenarnya aku sempat tidak rela mendengar kabar Zora yang selalu menolaknya." Dona menat
Akhirnya Nyonya Anita pun sudah mulai pulih dari sakitnya, dan dipersilakan untuk pulang. Direktur Fernando yang melayaninya sendiri."Tetap jaga kesehatan dan makanlah lebih banyak sayuran Nyonya." Ramahnya pada Nyonya Anita sambil mengantarnya ke lobi rumah sakit.Kali ini, Zora juga menemani ibunya untuk pulang dan sudah meletakan semua barang-barangnya dirumah."Zora ikut mama pulang kan?" Di dalam mobil, Nyonya Anita menyentuh punggung tangan putrinya lembut seraya memohon dan tersenyum."Aku sudah pindah dari kemarin, jadi aku akan menjaga mama mulai sekarang." Zora berkata lembut membalas senyum ibunya.Nyonya Anita menghela nafas. "Kenapa Affandra gak keliatan ya?""Mungkin sibuk mah, udah gak usah mikirin dia." Zora tersenyum pahit.Hari sudah siang, Tuan Arnold tidak bisa menjemput kali ini karna meeting penting dengan konsultan dari Filipina. Jadi Zora bertanggung jawab atas ibunya.Memasuki rumah bes