"Gila.." Zora menatapnya dengan cibiran. "Sudah, aku mau tidur, besok akan ada pesanan lagi. Sebaiknya kamu gak terlalu mempromosikan outlet baru itu agak kita bisa bersantai."Affandra terkekeh, "Kalau begitu bagaimana aku akan untung? Tidak ada makan siang gratis nona. Kehidupanmu di surga telah berakhir.""Ya.. ya.." Zora mengabaikan dengan melambaikan tangan, terus berjalan meninggalkan manusia yang sangat terobsesi padanya itu.Zora menguap lebar dan merasakan seluruh tubuhnya pegal. Ini kali pertamanya bekerja dengan kekuatan. Tapi otaknya begitu santai dan tak memiliki beban seperti saat mengambil alih Forte sebeblumnya.Diumurnya 24 tahun, dan lulus sebagai sarjana bisnis dengan nilai sempurna, membuatnya mahir dalam pengelolaan uang untuk menjadi uang yang lebih banyak. Tapi ternyata saat kamu tidak punya uang, hidup belum tentu memberimu kesempatan yang sama. Semua ini juga karena Forte sebagai perusahaan besar. Semakin kau kaya, semakin mudah menghasilkan uang.Malam ini Zo
Wanita itu terus memeluk Zora dengan erat. "Apa kabar sayang." Dan bulir-bulir itu tak lagi mampu terbendung.Zora melepaskan pelukan dengan lembut, "Mama jangan nangis, aku baik baik aja. Aku happy ko." Ucapnya sambil menghapus air mata ibunya."Kamu gak kangen sama mama ya." "Ya, kangen tapi aku gak bisa pulang."Perkataan itu seperti menusuk pada hati Nyonya Anita, dan meraih Zora kembali untuk masuk dalam pelukannya."Aku baik-baik aja mama, liat semua orang baik sama aku disini." Jelas Zora, menenangkan ibunya yang terlihat sangat merindukan anak semata wayangnya."Maaf ya mama baru nengokin Zora, Zora gak marah kan sama mama?" Sesal Nyonya Anita mengelus lembut pipi halus Zora yang mulai berkeringat karna bekerja di dapur."Ayo pergi sama mama sebentar. Kamu sibuk?"Zora menggeleng, "Aku belum bisa pergi mah, masih banyak banget pekerjaanku. Gimana kalo kita makan malam, aku ajak Julian."Kini Nyonya Anita yang menggeleng. "Affandra, ajak Affandra ya.."Zora mengendus tak berda
"Kata aku mah gantengan Affandra loh," bisik Okta tak bisa menahan kekagumannya pada sosok bos besarnya itu."Ssstt." Saut Naya takut menyinggung Zora.Zora yang mendengarnya hanya tertawa, dan membenarkan perkataan Okta. "Iya memang dia lebih ganteng, aku setuju. Tapi itulah hati ya Ta, udah kepalang kepincut Julian.""Aku dukung kamu seratus persen, seribu persen sama Julian, Zor, biar Affandra sama aku aja ya.." tatap Okta penuh harap. Yang di sambut tawa Zora yang lembut.Naya yang mendengarnya tidak tahan dan mendorong wanita gempal yang satu itu. "Haluu Mulu, ngebayangin ya aja aku gak bisa.""Gak apa-apa, saat kita gak punya apa-apa mimpi itu gratis, kamu harus belajar punya mimpi yang tinggi Naya.." Hibur Zora, dan Naya menyambutnya dengan senyuman sebelum Zora beranjak meninggalkan mereka.Affandra menyambutnya dengan lembut, senyumnya mengeluarkan aura manis ke seluruh ruangan, membuat dua wanita dapur itu tidak bisa tidak terpesona.Zora sudah mengabari Julian untuk tidak m
"Apa sih papa!" Gebrak Zora dan segera bangkit dari kursinya."Papa, apa sih, mama kan udah bilang jangan bikin masalah. Kalo gini harusnya gak usah ikut aja.""Iya maaf-maaf." jawabnya tidak acuh masih fokus dengan para kepiting rebus.Affandra menariknya sebari mengisyaratkan bibirnya sssttt... Dan kembali untuk duduk dengan tenang. Zora sudah kehilangan selera makannya."Papamu emang gak tau aturan ya, pokoknya mama mau liat Zora makan yang banyak yaa.. Please sayang, mama janji lain kali gak akan bawa papamu."Zora menatap papanya dengan cemberut dan menghela nafasnya berat. Keluarga ini terus mengobrol dan Zora tidak sama sekali punya minat untuk bersautan dengan mereka. Ia memakan sup dengan sedikit nasi. Melihat Zora yang tidak nyaman, Affandra mencoba untuk menghibur, "Besok kamu libur kan Zora?" Yang di sahutnya hanya dengan anggukan dingin. "Ayo kita pergi ke tempat yang seru besok." Ajak Affandra, tapi Zora menggeleng lemah sambil mengaduk-aduk nasinya yang tinggal sedikit
Walau makan malam ini menyebalkan untuk Zora, untung saja Affandra bukan pribadi yang juga menyebalkan. Setelah sampai di kediaman, Zora berbalik pamit untuk segera tidur.Besok adalah hari liburnya, dia hanya punya libur 1 kali seminggu. Bukan weekend pula. Membuatnya tidak bisa menghabiskan akhir pekan yang nyaman bersama kekasihnya Julian. Rabu ini Julian sengaja cuti untuk pergi seharian dengannya. Setelah minggu-minggu kemarin mereka kelelahan dengan kesibukan masing-masing.Affandra sudah bersandar di kursi malas pagi ini dengan secangkir kopi panas yang masih mengepul ditemani pisang goreng kesukaannya. Rutinitas pagi di hari kerja, apa lagi selain menikmati secangkir kopi dan melihat berita dunia saat ini.Tepat saat ia meluruskan matanya ke arah gerbang wanita periang itu muncul melambaikan tangan dan mengedipkan matanya saat pandangan mereka bertemu, hanya sekelebat dan hilang di balik pagar hijau tua yang segera tertutup. Terdengar suara deru mobil yang membawanya.Perlahan
Dengan angin bertiup bersama danau yang memercikan embun di wajahnya. Nafas terus berhembus mengikuti irama degup jantung yang berpacu teratur, membutmu hidup dan menikmati setiap saatnya.Apa lagi yang mampu di nikmati, kecuali hirupan nafas, yang membuktikan bahwa dirimu masih hidup. Daun-daun jatuh di antara mereka yang jatuh cinta, seakan cinta tak akan pernah musnah apapun yang terjadi, 'Dan aku berjuang selama kepercayaan itu masih ada.' Batin Zora, menatap laki-laki yang menemaninya setahun ini dalam ketidak pastian.Alasannya mencintai laki-laki ini terlalu banyak, bukan hanya mampu membuatnya tertawa, ia merasa cukup hanya dengan kehadirannya. Suara ponsel menganggu keheningan mereka. Julian menengok siapa yang sedang mengganggu, dan segera mengabaikannya beberapa kali. Zora memintanya untuk mengangkatnya saja. "Gak perlu, aku cuti hari ini, tidak ingin di ganggu apapun. Biarin aku hilang untuk hari ini aja." Papar Julian menatap Zora penuh harap.Hari ini benar-benar penu
Tiffany menunggu tak bisa sabar untuk mengetahui apa yang terjadi padanya. Keluarganya baik - baik saja. Mereka sudah lama tidak bertemu sejak tumbuh dewasa dan mulai sibuk dengan semua kegiatan mereka.Tiffany tidak percaya dengan apa yang di dengarnya, kenapa Zora begitu beruntung dan begitu bodoh. "Kenapa kamu menolaknya, oh my God, Zora. Cobanya itu aku." Mengharapkan bahwa yang berjodoh dengan Affandra adalah dirinya."Laki-laki itu keras kepala, bagaimanapun aku menggodanya, ia selalu bilang sudah punya kekasih. Aku gak terima kalo itu ternyata dirimu Zora." Paparnya dengan kecewa, menghela nafas.Tiffany adalah putri dari salah satu orang terkaya di negri ini, dibanding kekayaan orang tua Zora, keluarga Tiffany ada di peringkat teratas keluarga terkaya. "Yaa, harusnya dia memilihmu Fan.." hibur Zora menepuk lembut tangan sahabat kecilnya.Berbeda dengan Zora yang melupakan Affandra. Walau sebaya, tapi Tiffany akan selalu mengingat Affandra sebagai cinta pertamanya, saat mereka
Malam ini mereka bertemu di salah satu restoran mewah yang sudah di booking oleh Dania.Julian menunggunya sebentar, tak lama sebuah mobil mini Cooper datang dengan wanita yang berdandan sangat cantik.Malam ini Dania mengenakan gaun gold ketat yang membungkus tubuh sexy nya, tubuh berisi dengan pinggul besar dan perut yang rata. Dadanya terekspos sempurna untuk setiap tatapan lelaki yang menatapnya. Ia berdandan tidak terlalu tebal dan terlihat sempurna. Andai itu pertemuan pertama mereka mungkin akan lain ceritanya.Melihat wanita menawan itu menghampirinya membuat matanya tak bisa terlepas dari lenggak lenggok tubuh itu dengan bagian dada yang membuatnya terhipnotis.Melihat pria itu memandangnya tak berkedip membuatnya sangat puas. Dan tersenyum dengan manja, "Hai Lian, sudah lama menunggu?" Tanya nya basa basi, Julian menyambutnya dan sebuah kecupan mendarat di pipinya membuat hatinya semakin tidak menentu. Sebelumnya wanita ini sama sekali tidak membuatnya tertarik.Sebisa mung
Affandra sangat bangga dan mengelus punggung tangannya lembut sambil mereka sering bertatapan penuh arti."Om Tante, aku pinjem Zora sebentar boleh?" Izin Affandra yang disambut baik kedua orang tua Zora.Affandra menggandeng tangan Zora untuk ikut bersamanya, ini hal yang baru ia lakukan lagi setelah sekian lama. Zora terus menatap tangannya yang di genggam orang yang selalu ia pikirkan setahun ini. Yang ia ingat terakhir kali memeluk tangannya saat ia demam malam itu. Dan kini genggaman itu kembali memberikan rasa aman.Affandra membawanya ke halaman tengah Villa mewah itu, dengan lampu-lampu redup, wajahnya bersinar."Aku sudah bilang untuk membuka blok di ponselmu." Kini Affandra cemberut."Aku sudah lama membukanya. Itu kamuu!""Mana ponselmu?" Affandra tak percaya karna ia masih tidak bisa menghubunginya.Ia membuka semua file block WhatsApp dan panggilan biasa. Ternyata ia masih menjadi daftar hitam dalam setingan ponsel. "Lihat?"Zora hanya tertawa, "Maaf, aku lupa soal yang i
Ia pulang dengan perasaan lega. Sepanjang jalan ia terus tersenyum. Sampai Tuan Arnold merasa heran. "Sepertinya ada sesuatu yang terjadi pada putri kita."Nyonya Anita langsung menoleh untuk melihat Zora yang tersipu malu. "Apa kau bertemu Affandra?"Zora mengangguk pelan dan tak ingin membahasnya, ia sangat malu. Sesampai di villa ia langsung masuk ke kamar dan menjadi gila. Sangat senang hingga tertawa sendiri. Tapi ponselnya belum juga berdering ia menunggu sampai malam dan tidak juga berdering. Menunggu membuatnya kecewa.Malam ini mereka makan malam di rumah, menunggu Affandra menghubunginya benar-benar membuatnya kesal. Jadi ia berhenti untuk menunggu dan pergi makan malam.Tepat saat makanan di hidangkan, bel berbunyi, ada seseorang yang datang, jadi Nyonya Anita membukanya."Halo Affandra." Sambut Nyonya Anita senang. Zora sudah duduk di meja makan mendengar nama itu disebut ia memejamkan mata dan seketika malu sekali.Tuan Arnold melihat expresi Zora yang berubah menjadi kep
Kenapa? Kenapa dia selalu melakukan ini? Bukankah pria itu kali ini datang, seperti keinginannya sebelumnya?Affandra masih mematung disana menatap punggung Zora yang menjauh.'ini adalah kesempatanmu bicara, setidaknya minta maaf atas perbuatannya yang sudah menyia-nyiakannya. Kau tidak boleh marah Zora, bila ia akhirnya bahagia dengan orang lain, harusnya kau ikut bahagian untuknya.' batin dirinya pada hatinya sendiri. Menghentikan langkah kakinya dan membuatnya menoleh ke belakang. Pria itu masih disana, menatap pantulan langit di lautan dan terpaku diam.Zora kembali berjalan menuju padanya, hingga pria itu sadar, Zora sudah ada di sisinya dan menoleh tanpa expresi."Aku sudah membuat banyak kesalahan kan?"Tanya Zora padanya.Affandra hanya meliriknya sekali, tidak ingin menjelaskan apapun. "Harusnya, aku ikut bahagia bila kau sudah menemukan hatimu untuk orang lain, karna ini kesalahanku sendiri," Zora menatapnya yang masih mendengarkan dengan tatapan lurus menatap horison."Ak
Ia segera membuang pandangan dari pria itu, bodoh sekali, apa dia melihatnya menangis? Itu sangat memalukan. Walau sudah mengakui perasaannya, di hadapan Affandra ia tidak ingin membuatnya besar kepala, ia tidak mau terlihat sedang merindukannya.Tapi sampai acara selesai, Affandra tidak sama sekali mengunjunginya. Ini adalah hal yang harus ia bayar, Zora melihat Affandra sedang mengobrol dan hendak menyapanya lebih dulu. Baru saja ia melangkah beberapa langkah, seorang anak umur 3 tahun berlari padanya, "Daddy, Daddy.." dengan sigap ia menggendong pria kecil tampan di pelukannya, mengecup pipi dan memberikannya sesuatu di tangannya. Seorang wanita cantik segera muncul juga menghampirinya, dan tertawa bersama, Zora mengenalnya, dia Amanda, salah satu putri dari teman ayahnya yang juga kaya raya, kabarnya ia Janda, dan akan segera menikah.Amanda mengobrol dengannya dengan lembut membersihkan sisa kue yang di makan putranya di jas milik Affandra dengan perhatian.Zora hanya merasa ten
Sering kali, ia mulai ingat, bagaimana Affandra adalah salah satu orang yang membuatnya menjalani hari-hari ini dengan baik. Bagaimana ia telah membimbing Zora menjadi lebih baik dalam memandang kehidupan yang sepenuhnya ia tidak mengerti. Entah dimana ia kali ini.Akhirnya Zora kembali ke Forte Grup, dengan sambutan semua orang. Rahasia Zora di Gavin Tect lalu terbongkar dan membuat gempar karyawan mereka, ternyata selama ini, orang yang sudah mereka tindas adalah putri seorang konglomerat."Gak mungkin. Gak mungkin." Nadya dari divisi keuangan Gavin Tect tidak percaya saat mendengar kabar itu. Wajahnya pucat apa dia sudah membuat kesalahan? Tapi Zora sama sekali tidak pernah mengungkit mereka , Zora yang semula selalu digosipkan hal-hal miring, untuk kali ini ia menerima banyak pujian. Ia sesekali berkunjung ke Gavin Tect yang menjadi salah satu perusahaan sahabat dalam berinovasi, semua orang dengan sopan memuji dan menyanjung.Kesuksesannya kali ini lebih dari kesuksesannya sebelu
Zora pulang dengan lesu, ini baru pukul 2 siang, tapi dia sangat butuh tidur, jadi begitu sampai dirumah ia langsung melempar diri ke tempat tidur dan memejamkan mata hingga magrib menjelang."Non, udah magrib, non" Bi Ima dengan lembut membangunkannya. Zora berbalik menggaruk wajahnya dan matanya masih rapat seolah lengket. "Non ayo solat dulu, terus makan malem sama tuan dan nyonya di bawah."Zora hanya mengangguk angguk tapi ia terlelap lagi. Kamar ini seolah punya daya magis yang selalu membuatnya nyaman.15 menit kemudian, Bi Ima kembali naik untuk membangunkannya lagi. Jadi dengan susah payah ia bangun dengan mata lengket. Bergegas mandi, solat magrib dan turun untuk makan malam.Hidangan rumahan yang lama tidak ia nikmati, jadi setiap pulang kerumah selalu merindukan masakan ibunya. Zora terlihat sangat menikmati hidangan yang membuat ibunya terus lebih sehat, Nyonya Anita juga jadi lebih mensyukuri kehadiran putrinya yang hilang hampir 2 tahun ini."Kau sudah kembali ke rumah
Yash mengawali hari yang baik, cuaca cukup cerah walau agak berangin memasuki bulan November, sarapan sesuatu yang lezat dan merasa hari ini harus ia lewati dengan baik.Dengan semangat paginya, ia menyapa beberapa karyawan dengan senyum hangat.Sampai ia masuk di ruangannya sendiri, melihat sekertarisnya sangat jelek dengan kantong mata di wajahnya yang lebih suram lagi bila terus di pandang."Apa ada sesuatu yang salah denganmu?" Bertanya heran dengan kecewa.Zora menatapnya bingung. Dan bertanya, "Apa terlihat ada yang salah?""Bercermin lah lihat seberapa buruk itu." Yash berdecak sambil memperhatikannya. "Pergi berdandan sana! Aku memulai hari yang sempurna, jadi jangan rusak dengan semua masalah di wajahmu. Sana!" Lalu melengos pergi menuju kantornya.Zora langsung melihat cermin, dan melihat riasannya baik-baik saja. Apa kurang tebal? Jadi dia bergegas ke kamar mandi untuk memperbaiki riasannya. Kantung mata memang terliha
Nyonya Anita tidak percaya ia menutup mulutnya yang terbuka karna terkejut. "Ada apa? Pasti Zora sangat menyinggungnya, anak ini benar-benar keras kepala!" Ada sedikit kemarahan yang tidak bisa disembunyikan diwajahnya. "Yang aku tau mereka sangat dekat Kak Dona, bahkan Affandra sangat sabar menunggu Zora. Kami bahkan makan malam bersama dan mereka sangat dekat."Dona berdeham, memperbaiki suaranya. "Aku benar-benar tidak mengerti, tapi beberapa hari ini tempramennya sangat buruk. Dia selalu diam. Mungkin kau bisa bicara pada Zora, tantang apa yang sebenarnya terjadi?"Anita mengangguk setuju. "Aku akan bicara padanya.""Sebenarnya, hari ini juga Affandra akan berpamitan untuk kembali ke San Fransisco bersama Kinan.""Bahkan ia memutuskan untuk pergi?" Anita sangat sedih mendengar kabar ini."Aku sangat tau bagaimana Affandra mencintai putrimu, walau sebenarnya aku sempat tidak rela mendengar kabar Zora yang selalu menolaknya." Dona menat
Akhirnya Nyonya Anita pun sudah mulai pulih dari sakitnya, dan dipersilakan untuk pulang. Direktur Fernando yang melayaninya sendiri."Tetap jaga kesehatan dan makanlah lebih banyak sayuran Nyonya." Ramahnya pada Nyonya Anita sambil mengantarnya ke lobi rumah sakit.Kali ini, Zora juga menemani ibunya untuk pulang dan sudah meletakan semua barang-barangnya dirumah."Zora ikut mama pulang kan?" Di dalam mobil, Nyonya Anita menyentuh punggung tangan putrinya lembut seraya memohon dan tersenyum."Aku sudah pindah dari kemarin, jadi aku akan menjaga mama mulai sekarang." Zora berkata lembut membalas senyum ibunya.Nyonya Anita menghela nafas. "Kenapa Affandra gak keliatan ya?""Mungkin sibuk mah, udah gak usah mikirin dia." Zora tersenyum pahit.Hari sudah siang, Tuan Arnold tidak bisa menjemput kali ini karna meeting penting dengan konsultan dari Filipina. Jadi Zora bertanggung jawab atas ibunya.Memasuki rumah bes