"Kenapa diam? Lu kagak bisa menjamin masalah ini kagak lu bahas lagi di depan Laura?"Karena Kenriki diam saja ketika ia melontarkan pertanyaan, Pasha mengulang pertanyaannya pada Kenriki hingga Kenriki menarik napas panjang mendengar itu diucapkan kembali padanya."Riki, rasa takut dan khawatir lu yang berlebihan itu yang bikin lu ntar kagak bisa sembuh, lu harus ingat, sebelum lu kenal Laura, apa lu bisa disentuh wanita? Kagak, kan? Bagaimana Laura yang yakin lu bisa sembuh, lu juga harus yakin macam Laura, jadi lu punya semangat untuk tetap berusaha sehat.""Kelihatannya memang kagak sulit, tapi entah kenapa sangat sulit.""Kenapa lu bisa bertahun-tahun menderita trauma dan ketika lu nikah sama Laura, baru lu bisa disentuh? Karena lu kagak berusaha untuk keluar dari rasa takut lu itu jadi lu selalu bersembunyi dan kagak lu sadari lu bahkan bikin diri lu semakin terjerumus dalam keterpurukan lu itu.""Iya, lu benar, cuma emang untuk bisa seperti sekarang, Laura udah berkorban terlal
Dokter Linda sedikit terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Kenriki, tidak menyangka saja Kenriki justru tahu bahwa ia sekarang sedang menyembunyikan sesuatu. Perempuan berambut sebahu itu menghela napas sesaat, sampai akhirnya...."Sebenarnya, aku tidak berniat berbohong padamu, aku hanya tidak mau menjawab sekarang untuk pertanyaan yang kamu ajukan itu, tapi nanti, aku akan menjawabnya dengan detail, ketika kamu sudah merasa semakin membaik, setidaknya, kamu tidak kepikiran karena itu akan mengganggu kondisimu, Riki...."Akhirnya, Dokter Linda bicara demikian pada Kenriki dan Kenriki berusaha untuk tersenyum arif mendengarnya meskipun sekarang hatinya justru gelisah."Tidak apa-apa, katakan sekarang saja, insya Allah, aku akan kuat mendengarnya," pinta Kenriki perlahan."Riki....""Dokter, katakan saja, aku berjanji tidak akan patah semangat, aku akan berusaha untuk antisipasi kalau memang ada yang harus aku antisipasi, kalau aku tidak tahu hal yang sebenarnya, bukankah nanti aku
"Aku, sudah banyak merepotkan orang untuk masalah tersebut, rasanya, merepotkan kamu dan istrimu lagi, aku sudah tidak punya kekuatan, aku sudah memutuskan untuk pasrah dan ikhlas saja, hanya menikmati hidup yang sekarang aku jalani dengan bahagia bersama istriku....""Tidak ada kemauan untuk mempertahankan kebahagiaan itu dengan berusaha mencari jalan keluar lepas dari segalanya?""Aku bukan tidak mau, aku hanya tidak ingin merepotkan lebih banyak orang lagi, dan juga semakin dipikirkan masalah itu semakin membuat aku tertekan, jadi aku benar-benar tidak mau hidupku hanya untuk tertekan saja, tapi terima kasih kamu mau berniat demikian untukku, menyoal penebusan kesalahan itu, tidak perlu dipikirkan, aku sudah melupakan semuanya, yang penting kamu sudah tahu, aku tidak seperti yang kau bayangkan.""Kau serius?""Ya.""Tapi, Riki, kenapa kamu tidak berusaha sekali lagi? Mungkin kamu merasa tidak enak sudah merepotkan banyak orang, tapi aku tidak merasa repot, aku justru senang bisa me
Mendengar permintaan yang diucapkan oleh Erna, Laura menghela napas. Ingin tidak mengiyakan, ia melihat wajah Erna terlihat sangat serius saat bicara demikian dengannya, tapi jika ia mengiyakan permintaan Erna, Laura khawatir kalau perempuan itu melakukan tindakan nekat yang bisa mencelakakan dirinya yang sedang hamil. Namun, bagaimana kalau ada hal penting yang akan disampaikan oleh Erna? Perempuan itu sampai melakukan penyamaran, artinya ada hal yang penting ingin disampaikan wanita itu padanya sebab, tidak memaksa untuk bertemu dengan Kenriki seperti sebelumnya."Kita duduk di teras?" tawar Laura akhirnya, dan tawaran itu membuat Erna tersenyum kecut."Kau ternyata tidak percaya kalau aku datang untuk niat yang baik, masuk ke rumah saja, kau tidak mengizinkan, tapi baiklah, aku tidak memaksa yang penting kita bisa bicara tapi tidak di sini."Laura tidak menanggapi perkataan sinis yang diucapkan oleh Erna padanya, yang penting perempuan itu sudah setuju dengan apa yang ia tawarkan,
Erna tersenyum kecut mendengar ancaman yang diucapkan oleh Laura padanya. Wajahnya tidak berubah sama sekali ekspresinya, meskipun sebenarnya wanita itu tidak suka mendengar apa yang diucapkan oleh Laura tadi padanya."Jadi, kau tetap kukuh mendukung Riki untuk tidak mau memilih salah satu tawaran yang aku berikan padanya?" tanya Erna beberapa saat kemudian."Ya.""Bagaimana kalau nanti resiko dari apa yang diputuskan Kenriki terjadi padanya, kau tidak bisa puas dengan dia secara batin karena dia sudah hilang keperkasaan, apakah kau akan meninggalkan dia?""Tidak, karena aku mencintai dia dengan tulus tanpa mengharapkan balasan apapun, meskipun keadaan dia tidak lagi sempurna sebagai seorang pria, aku tetap tidak akan meninggalkannya.""Kau bisa bicara seperti itu karena belum merasakan berpuasa tanpa melakukan hubungan intim, Laura, aku yakin setelah itu juga kau tidak akan kuat menjalani semuanya, dan pernikahan kalian akan berantakan hingga membuat Kenriki terpuruk semakin dalam."
Sebuah mobil nyaris menabrak Erna hingga pemilik mobil itu menghentikan mobilnya secara mendadak. Bunyi decit ban beradu keras dengan aspal jalan terdengar memekakkan telinga tatkala mobil itu berusaha untuk mencegah kecelakaan terjadi. Mobil itu memang tidak menabrak Erna, namun cukup membuat pengemudi mobil shock karena insiden tersebut lalu ia segera keluar dari mobilnya untuk mendamprat Erna, karena berjalan tanpa melihat situasi kondisi.Akan tetapi, ketika ia keluar dan menghampiri Erna yang berdiri mematung seperti orang bodoh di tempatnya, pemilik mobil itu terkejut saat melihat siapa yang baru saja ingin ditabraknya."Erna!" katanya, sambil menarik tangan perempuan itu untuk menyingkir dari depan mobilnya.Erna mengangkat wajahnya, dan menatap pemilik mobil yang tidak lain adalah Sakti itu dengan senyum kecut terukir di bibirnya. "Kenapa enggak ditabrak sekalian? Aku nunggu, lho...."Mendengar apa yang diucapkan oleh Erna, Sakti semakin terkejut karena terlihat sekali Erna
Keterkejutan Sakti membuat pria itu mendorong spontan Erna. Dan itu membuat tubuh Erna tersentak ke belakang. Ini membuat Erna memalingkan wajahnya sendiri karena merasa wajahnya memanas, dan ia khawatir wajahnya menjadi merah dan Sakti melihat hal itu.Erna tidak tahu, bahwa, kondisi wajahnya itu juga dialami oleh Sakti. Wajah Sakti juga merah dan saat ini pria itu juga sedang memalingkan wajahnya ke arah samping seperti halnya Erna. Untuk beberapa saat, mereka saling diam, sampai akhirnya, Sakti yang berdehem beberapa kali agar situasi canggung mereka bisa musnah."Kenapa kau melakukan itu?" Cara bicara Sakti berubah kembali menjadi memakai aku dan kamu meskipun tadi sudah tidak lagi walaupun Erna meminta hal itu dilakukannya. Erna berpaling mendengar pertanyaan tersebut, terutama karena Sakti jadi merubah cara bicaranya seperti yang tadi diinginkannya."Ternyata benar...."Jawaban yang diberikan oleh Erna tidak membuat Sakti puas, bahkan bingung apa yang sebenarnya dimaksud oleh
"Ya.""Kamu serius?""Serius, tapi, bukannya kamu sekarang enggak suka lagi sama aku? Percuma aja, kan? Lupakan aja.""Aku selalu suka sama kamu, Erna, meskipun kamu tidak menyukaiku karena di hatimu hanya ada Riki, tapi buat aku kamu tetap seseorang yang aku sukai.""Kenapa? Aku sudah banyak membuat kesalahan, aku bikin hidup Kenriki rusak, aku juga membuat perusahaan orang tuanya bangkrut, aku, ah! Kamu akan malu kalau kamu bersama dengan aku.""Asalkan kamu berubah, aku tidak akan malu, kamu sudah menyerahkan obat penawar itu pada Riki, artinya, kamu sudah berubah dan sadar kesalahan, sekarang, tiba waktunya kamu belajar melupakan dia, karena masih ada seseorang yang tulus untuk kamu."Erna bungkam. Perasaan dan hatinya bergejolak, rasanya sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata, sampai akhirnya...."Kalau begitu, apakah sekarang kita jadian?" tanya Erna sambil berpaling dan menatap wajah Sakti dengan sorot mata penuh arti."Asalkan kamu berjanji untuk merelakan Riki dengan Laura.