Rayyan masih terus bermain dengan Ryu. Kini, dia mengajak Ryu bermain lego kesukaannya. Dia sudah yakin, kalau lelaki yang ada di hadapannya adalah Papi Ryu lelaki yang pernah menjadi ayah sambungnya.
"Boleh tidak Iyan memanggil Om dengan sebutan Papi?" tanya bocah tampan itu."Tentu saja boleh sayang, malah Om senang kamu memanggilku Papi, itu artinya, kamu menyayangiku sama seperti Daddy," jawab Ryu.Senja telah menjelang, Ryu harus pergi karena ada urusan yang penting. Sebenarnya, dia masih senang bermain dengan Rayyan dan Revan hanya saja, ada hal yang tidak bisa dia tinggal saat ini.Rehan baru saja tiba saat malam menjelang. Dia segera menuju ke kamar mandi untuk mandi dan berganti baju karena di rumah sakit tempat berbagai virus, dan dia tidak ingin kedua putranya sampai terkena virus itu."Hai sayang, kamu lagi apa?" tanya Rehan pada putra sulungnya."Lagi baca buku Pa," jawabnya seraya menunjukkan buku yang dia baca."Sayang, sejak kapan kamu sudPerang dingin antara Rehan dan Leona masih berlangsung. Ini adalah hari ketiga Rehan mendiamkan istrinya. Leona yang sudah tidak tahan mencoba mengajak Rehan bicara."Kenapa kamu terus mendiamkanku? Apakah kesalahanku begitu fatal hingga kamu tidak bisa memaafkannya?" ujar Leona dengan nada lembut tapi penuh penekanan.Dia tidak ingin bertengkar di hadapan putranya, tapi dia tidak sanggup jika harus terus menerus diabaikan.Rehan hanya diam, matanya terus menatap laptop tanpa mengindahkan ucapan sang istri."Rehaan! Jawab aku," Leona mulai meninggikan ucapannya.Lelaki itu hanya diam. Leona yang kesal hanya bisa menghela nafas panjang. "Oke, jika ini mau kamu, akan aku turuti, aku tidak akan lagi menyiapkan semua kebutuhanmu sampai kamu mau mengajakku bicara," batin Leona.Esoknya, Leona sengaja bangun terlambat meski tahu lelaki itu ada operasi pagi itu. Dia sengaja tidak membangunkan sang suami. Hingga dering di gawai suaminya berbunyi kencang."Ada apa
Rehan langsung menarik Leona dengan kasar ke dalam kamar. Dia memegang erat bahu sang istri kemudian dia hempaskan ke ranjang."Kak, Kakak mau ngapain?" tanya Leona ketakutan saat Rehan mulai melepas sabuknya dengan senyum menyeringai."Menghukummu," jawab Rehan singkat.Lelaki itu pun mulai mencambukkan sabuknya di sekujur tubuh Leona."Aaakhhh, sakit Kak, hentikaaan, sakiit," teriak Leona.Mendengar teriakan sang Mami, Rayyan langsung membuka pintu kamar Maminya. Bocah kecil itu shock bukan main melihat wanita yang paling dia cintai dipukuli secara brutal oleh sang Ayah."Hentikan Dad, kasihan Mami," teriak Rayyan mencoba menarik tubuh Ayah kandungnya."Heh! Kamu anak kecil ikut campur saja, urusan orang dewasa. Pergi!!" bentak Rehan.Lelaki itu pun menggendong tubuh Rayyan, kemudian menaruhnya di luar. Dia lalu mengunci pintu kamarnya, supaya aktifitasnya tidak terganggu."Dad, pkease, jangan pukul Mami Dad, pukul saja Iyan. Mami tidak salah Da
"Dok, pasien mengalami pendarahan hebat," teriak perawat itu.Dokter segera berlari menuju ke dalam. Mereka berusaha menyelamatkan nyawa Leona.Ryu langsung meninggalkan semua pekerjaannya mendengar kabar keadaan Leona dari Yujin. Lelaki yang kini duduk di kuris roda itu segera menuju ke rumah sakit tempat Leona dirawat.Ryu langsung menggendong sang putra yang mukanya sudah membiru karena terlalu lama menangis."Kenapa dia?" tanya Ryu pada Yujin."Aku tidak bisa menenangkannya, dia terus saja menangis," jawab Yujin.Ajaibnya, beberapa detik di gendongan Ryu, bayi itu berhenti menangis, meski masih sesegukan."Bagaimana keadaan Leona?" tanya Ryu."Seperti yang aku bilang tadi. Dia mengalami luka di sekujur tubuhnya. Dan sekarang, dia mengalami pendarahan," jawab Yujin."Ya Tuhan, bagaimana bisa lelaki itu tega berbuat seperti itu pada wanita?" gumam Ryu."Entahlah, mungkin, dia memiliki darah psikopat," jawab Yujin asal."Pantas saja Leona
"Ya Tuhan, apa yang sudah aku lakukan? Aku telah membunuh anak kandungku sendiri," isak Rehan sambil tergugu di lantai.Ya, surat dari kepolisian tadi memerintahkan Rehan untuk tidak mendekati mantan istri dan juga kedua anaknya selama 2 bulan karena telah melakukan KDRT sehingga menyebabkan mantan istrinya keguguran. Hati Rehan seolah teriris tapi tak berdarah saat mengetahui sang istri hamil kembali."Kenapa aku tidak bisa mengontrol emosiku kemarin? Hingga aku harus melakukan kesalahan yang sama," racaunya sambil memegangi surat dari kepolisian tadi."Sekarang, kemana lagi aku harus mencari mereka? mana aku sudah dihukum tidak boleh mendekat lagi," gumam Rehan.Lelaki itu segera bangkit, dia tidak boleh terlalu lama terpuruk, dia harus segera mencari tahu keberadaan istri dan anaknya. Rehan segera menghubungi anak buahnya."Cari tahu dimana anak dan istriku?" titahnya.Hampir satu jam menunggu, tapi masih belum juga ada kabar dari anak buahnya. Lelaki itu pun menelepon rumah sakit
"Hani, kaukah itu?" ulangnya membuat sang suami sadar."Kamu mengingatku?" Ryu kembali bertanya.Leona mengangguk. Ryu pun menggeser bokongnya, supaya dia bisa duduk di ranjang sang istri. Dia pun memeluk tubuh istrinya setelah sekian lama dia rindukan. Tangis haru mewarnai pagi itu."Syukurlah kamu sudah sembuh," ujar Ryu seraya membelai wajah sang istri.Mendengar suara tangisan membuat kedua bocah kecil itu terbangun. Rayyan langsung berhambur memeluk tubuh sang Mami."Mamiii," teriaknya diiringi isak tangis.Leona membelai putra sulungnya."Sudah, laki laki, tidak boleh menangis, nanti tidak ganteng lagi dong. Sekarang, Iyan sama dedek mandi dulu ya sama suster, nanti boleh peluk Mami lagi, oke," ujr Ryu.Rayyan pun mengangguk, mereka pun masuk ke dalam kamar mandi ditemani oleh suster mereka masing masing.Begitu kedua putranya tak terlihat. Wajah Leona kembali murung, bayangan kejadian kemarin terus menghantuinya, dia merasa bersalah telah mengkhianati sang suami. Tanpa dia sad
"Ketemu Kau?" gumamnya setelah lelaki itu mengorek keterangan dari perawat yang dia goda tadi."Lalu, bagaimana kita bisa masuk dan menculiknya? Kamu lihat sendiri, penjagaan di depan pintu itu begitu ketat," ujar lelaki berkacamata itu."Kita lihat saja dulu sampai beberapa hari, jangan sampai kita salah informasi, bisa bisa kita di-dor, sama Tuan," ujar lelaki berambut kriwil itu sambil memeragakan kepalanya ditembak dengan tangannya.Ryu bukan tidak tahu kalau sedari tadi ada yang mengintai kamar sang istri, tapi dia membiarkannya saja. Toh istrinya tidak keluar ruangan, jadi tidak mungkin mereka bisa masuk ke dalam karena 2 penjaganya sudah stand by di luar ruangan.Berhari hari mereka menunggu momen yang pas. Namun, tak kunjung menemukannya, bahkan sekarang, ruangan itu telah kosong."Sus, pasien yang ada di ruangan ini kemana ya?" tanya lelaki berambut kriwil itu."Sudah pulang Pak, tadi malam," jawab perawat itu.Kedua lelaki itu saling pandang. Bisa habis dirinya kalau sampai k
Di tengah kegamangannya, Rehan mendapatkan kabar dari anak buahnya, kalau Leona sekarang tinggal di dekat rumah kedua mertuanya. Namun, ada satu hal yang membuat dia berpikir dua kali untuk kembali mendekati Leona yaitu, kembalinya ingatan Leona."Apakah kamu membenciku sayang? Aku hampir membuatmu meregang nyawa, bahkan aku juga membuat anak kedua kita meninggal? Maafkan aku sayang," sesal Rehan diiringi isak tangis.Setelah berpikir panjang lebar, Rehan memutuskan untuk pulang dan meminta maaf pada Leona. Toh, dia dan Leona masih suami istri. Dia akan mencoba untuk mengetuk kembali hati Leona. Meskipun dia tahu, itu sangat sulit.Sementara itu, di Indonesia, Ryu sedang menggoda Leona, supaya wanita itu mau diajak bermesraan."Papi ngapain sih, Mami ngantuk nih," rengek Leona tak ingin diganggu.Saat Ryu akan mendekatkan wajahnya, terdengar ketukan pintu kamarnya. Rupanya Revan menangis mencari dirinya. Leona segera membukakan pintu dan menggendong putra bungsunya."Kenapa dedek menan
"Kalau aku tidak mau?" tanya Rehan."Aku tidak akan memaafkanmu seumur hidupku. Meskipun kamu tidak menceraikan aku, aku tidak akan pernah mau bersamamu. Biarlah aku hidup di sini bersama kedua orang tuaku. Silahkan kamu kembali ke Jepang. Karena sampai mati pun aku tidak akan pernah memaafkanmu," tekan Leona.Rehan pun tergugu di lantai. Dia menyesali perbuatannya yang tidak sanggup mengontrol emosinya hingga dia harus kehilangan orang yang dia cintai."Apa tidak ada satu kesempatan lagi untukku?" tanya Rehan."Aku sudah memberimu kesempatan saat aku hilang ingatan. Namun, kamu tidak memanfaatkannya dengan baik. Kamu lagi, dan lagi menyakitiku dengan pukulan-pukulanmu. Maafkan aku Rehan ... Aku lelah dengan keadaan semua ini. Aku ingin hidup normal, tanpa adanya drama pemukulan lagi," pinta Leona dengan deraian air mata.Melihat tangisan orang yang dia cintai membuat hati Rehan seolah teriris. Dia tak ingin Leona trauma jika hidup dengannya. Dengan berat hati, Rehan akhirnya mengambil
"Ayra … Nevan … apa yang kalian lakukan?" teriak Raina penuh amarah.Kedua orang itu pun langsung menjauh. Mereka sama sama menunduk karena takut dimarahi oleh sang mama."Maafkan kami Ma. Tolong jangan salah paham. Nevan cuma pamit aja tadi. Dan itu, ciuman perpisahan," jujur Ayra.Nevan merutuki kebodohannya yang tak bisa menahannya tadi. Harusnya dia tidak melakukan itu."Maaf Ma. Nevan yang salah. Bukan Ayra. Kami tidak ada hubungan apa-apa kok," aku Nevan.Raina pun menyuruh kedua remaja itu duduk. Dia pun menjelaskan kemungkinan yang terjadi kalau mereka berhubungan. Dan dia tidak ingin, apa yang dia alami dengan Rehan dan Revan, terulang kembali pada Ayra dan juga Nevan."Sekarang kalian paham kan maksud Mama?" tanya Raina pada dua remaja di hadapannya ini.Keduanya pun mengangguk secara bersamaan. Mereka pun kembali ke kamar masing-masing. Di kamar, Raina mendengus kesal pada sang suami. Lelaki tampan itu tersenyum sambil melambaikan tangannya. Dia menyuruh sang istri duduk di
"Lah, kok malah pingsan," gumam Revan.Lelaki itu tidak terlihat panik saat sang istri jatuh pingsan. Dia dengan santainya menggendong tubuh istrinya kemudian menidurkannya di ranjang.Beberapa jam kemudian, Raina sadar. Dia melihat putra sulungnya ada di sampingnya sambil tersenyum manis."Ngapain kamu senyum-senyum?" Kesal Raina."Hehehe, akhirnya, adik Varo udah jadi. Ternyata, tak sia-sia aku kemarin meminta Papa membuat Mama hamil," celetuk remaja tampan itu.Raina pun bangkit dan menjewer telinga sang putra. "Jadi, semua ulah kamu dan Papa ya. Gara-gara kalian, Mama hamil lagi. Kalian pasti yang menukar obat yang biasa Mama minum," omelnya."Aduh Ma, ampun, sakit Ma. Bukan Varo yang melakukan itu. Varo cuma menyuruh Papa supaya Mama bisa hamil," aku remaja itu."Sama saja, kalian telah bersekongkol rupanya," kesal Raina.Wanita itu pun melepaskan tangannya. Dia juga tak tega menyakiti putranya. Mungkin, memang sudah takdirnya harus memiliki anak lagi. Namun, dia masih harus meng
"Astaga Nevan? Kenapa kamu bisa ada di kamar Papa? Kenapa tidak ketuk pintu dulu saat masuk?" amuk Revan.Bocah kecil itu langsung menundukkan kepalanya. Dia tidak pernah dibentak oleh Mamanya. Maka dari itu, dia takut saat mendengar suara Revan yang meninggi.Raina yang mengerti pikologis Revan langsung menyenggol lengan suaminya.Raina pun menarik selimut sampai menutupi tubuhnya. "Sayang, maaf, Mama belum sempat bicara sama Papa. Sekarang, kamu tunggu Papa dan Mama di luar. Setelah ini, kami akan mengantarkanmu mendaftar sekolah," ujar Raina penuh kelembutan.Bocah kecil itu pun mengangguk, lalu keluar masih dengan kepala menunduk. Raina menghela nafas panjang."Pa, jangan terlalu keras sama Nevan. Dia itu belum pernah dibentak sama Nayumi. Wanita itu mungkin terlalu menyayanginya hingga tak pernah memarahinya. Kita didik dia secara perlahan. Nayumi tidak memiliki suami, tentu dia bisa dengan bebas masuk kamar mamanya," nasehat Raina."Ahh iya, aku lupa. Nanti aku akan meminta maaf
"Siapkan alat pacu jantung," titah Revan pada perawatnya.Lelaki itu pun menempelkan alat itu pada dada sang putra. Dua kali kejut, tubuh Revan masih belum menunjukkan reaksi. Padahal, Revan sudah dua kali menaikkan tenaga listriknya."Sus, naikkan lagi," titahnya."Dok, ini sudah yang paling tinggi," ucap perawat itu.Revan pun mengangguk. "Kita coba sekali lagi," ujarnya.Revan akhirnya bernafas lega, saat terlihat garis halus di layar monitor jantung. Tubuhnya pun merosot ke lantai, karena tak sanggup lagi menahan bebannya. Andai dia bisa, dia ingin menggantikan putranya yang sedang terbaring lemah itu.Raina pun membantunya berdiri. Wanita itu terus mengusap punggung sang suami, supaya lelaki itu lebih kuat."Kita tunggu Nevan di sana ya," bujuk sang istri sambil menggiring suaminya ke sofa.Revan pun menurut, lelaki itu membenamkan kepalanya di bahu sang istri. Tangisnya kembali pecah, karena dia mengetahui, kemungkinan sembuh putranya sangat kecil."Sabar Kak, kita doakan saja y
"Hai Boy, gimana kabarmu?" tanya Revan saat dia berada di ruangan sang putra."Baik Pa," jawab bocah kecil itu dengan lesu.FlashbackBegitu mereka turun dari bandara, Revan sudah menunggunya dengan ambulan. Dan langsung dia bawa ke rumah sakit tempat Raina dirawat.Dahi lelaki itu mengerut saat membaca laporan kesehatan yang dilampirkan oleh dokter dari rumah sakit sebelumnya."Kenapa sudah sampai separah ini Nayumi tidak memberi tahunya. Apa wanita itu sudah tidak menganggapnya lagi?" batin Revan kesal.Lelaki itu pun mencari dokter terbaik untuk Nevan. Dia bahkan mencari donor hati, seandainya Nevan memerlukannya.Flashback off"Papa sangat merindukanmu Boy," ucap Revan."Nevan juga Pa. Sekarang, Nevan bahagia, bisa di sini bersama Papa," ucap bocah itu.Tak lama, pintu terbuka, datang Raina sambil menggendong putranya didorong oleh sang mami."Sayang, kenapa kemari? Apa kamu sudah baikan?" tanya Revan khawatir.Melihat raut wajah sang papa yang berubah saat kedatangan wanita canti
"Papa ….""Ayo Mami, semangat. Papa di sini menemani Mami," bisik lelaki itu.Revan terus menciumi kening istrinya sebagai penyemangat sang istri. Setelah meraup oksigen. Raina akhirnya mengejan hingga terdengarlah suara tangisan bayi yang melengking.Oweek oweek oweekRevan tersenyum bahagia saat melihat putranya lahir dalam keadaan sehat dan selamat."Mami hebat! I Love You Mami," bisiknya.Tak lama, Raina pun memejamkan matanya. Tenaganya sudah habis hingga membuat dia tak sanggup untuk membuka mata."Sus, istri saya kenapa? panik Revan saat melihat sang istri yang hanya terdiam.Dokter itu pun memeriksa keadaan Raina. Wanita itu kembali tersenyum dan berkata, "Ibu hanya kelelahan Pak. Nanti juga bangun."Revan bernafas lega. Dia sudah berpikir yang tidak tidak tadi. Sungguh, dia tak sanggup jika harus kehilangan orang yang dia cintai untuk kedua kalinya.Raina sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Revan terus menggenggam tangan sang istri. Sesekali dia menciumnya."Mi, ayo bangun!
Masih jelas di ingatannya senyum ceria saat lelaki itu berlutut di hadapannya untuk kembali melamarnya."Maafkan Mami Dad. Hanya saja, Mami takut dan trauma dengan kehilangan. Dan sekarang, Daddy malah pergi meninggalkan Mami, Selamat Jalan Dad. Cinta Mami untuk Daddy akan tetap ada di sini," batin Raina.Sementara gadis kecil itu, hanya menangis sesenggukan di samping makam sang ayah."Daddy, maafkan Ay. Ay sayang sama Daddy. Meski kebersamaan kita tidak lama. Namun kasih sayang Ay pada Daddy sangat besar. I Love You Dad," lirihnya.Saat Rayyan hendak membantu tubuh Raina berdiri, wanita itu mendadak limbung dan tak sadarkan diri.Rayyan lalu menggendong tubuh adiknya ke dalam mobil. Ryu memeriksanya, setelah sang ayah mengangguk. Mereka pun membawanya pulang ke rumah.Raina sudah membuka matanya, tangisnya kembali pecah kala mengingat apa yang dia alami saat ini. Rasanya, baru kemarin lelaki itu tersenyum bersamanya. Kini, dia harus kehilangan senyum itu.Raina baru menyadari kalau c
"Daddy, berdiri," ujar Raina setengah berbisik."Tidak, aku tidak akan berdiri sebelum kamu menerimaku," kekeh Rehan.Raina berdecak. "Baiklah, aku menerimamu, sekarang berdirilah," ujar Raina.Sorak sorai bergema di taman kolam renang itu. Senyum menghiasi wajah Rehan. Namun, senyum itu pudar saat mendengar ucapan dari mantan istrinya."Daddy, aku menerimamu hanya karena tidak ingin kamu merasa malu di hadapan mereka. Daddy kan tahu, aku tidak ingin menikah lagi."Rehan hanya mengangguk saja. Benar kata Raina, dia pasti akan malu kalau wanita itu menolaknya mentah-mentah.Acara pun dilanjutkan kembali. Yang laki-laki memilih membakar daging, ayam, sosis dan juga pentol. Sementara yang wanita menyiapkan saus dan makanan lainnya.Semua bahagia hari itu, kecuali Rehan. Lelaki yang hari ini bertambah usia itu hanya bisa menghela nafas panjang mengingat ucapan Raina tadi. Ayra duduk di samping sang ayah. Gadis itu seolah tahu kegundahan hati ayah kandungnya."Dad, kenapa murung gitu?" tany
Entah berapa lama Raina tak sadarkan diri. Wanita itu bangun kala adzan subuh telah terdengar. Raina segera melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.Selepas salam, dia ingin membantu sang mama membuat sarapan. Namun tiba-tiba tubuhnya mendadak limbung. Dunia terasa berputar-putar. Hingga wanita itu pun kembali tak sadarkan diri.Wanita itu terbangun, dia menghembuskan nafas kasar kala melihat dirinya berada di rumah sakit kembali. Raina melirik ke samping. Makin kesal lagi saat dia melihat mantan suaminya ada di samping."Apa tidak ada orang lain? Kenapa mesti menyuruh dia menungguku di sini?" gerutu Raina dalam hati.Wanita itu pun membalikkan tubuhnya. Melihat ranjang yang bergetar membuat Rehan membuka matanya."Rai, kamu sudah sadar?" tanyanya."Huumm," jawab Raina singkat."Ada yang kamu inginkan?" tanya Rehan lagi."Aku ingin pulaaang. Kenapa aku dibawa kesini lagi? Kalau di rumah, kan aku bisa melihat semua barang peninggalan kak Revan, hiks, hiks," tangis Raina."Rai,