"Auww, Papi, perut Mami sakit Pi," desis Leona.
Ryu yang masih tertidur karena lelah setelah mengempur sang istri langsung terbangun mendengar desisan sang istri."Kamu kenapa sayang?" tanyanya dengan wajah panik."Tidak tahu Pi, tiba tiba perut aku sakit," lirihnya.Ryu pun mengambil handuk kecil kemudian dia celupkan dengan air hangat. Lalu dia tempelkan pada perut sang istri."Bagaimana rasanya? Apakah masih sakit?" tanyanya.Leona hanya mengangguk sambil menahan perutnya yang terasa kencang."Kita ke dokter ya?" ajak Ryu.Leona menggelengkan kepalanya. Dia lalu memgambil tangan suaminya lalu menempelkannya di perut. Ajaibnya, begitu tangan itu mengusap usap perutnya, rasa sakit itu sedikit demi sedikit mulai berkurang."Tadi kencang, sekarang tidak," kata Ryu.Leona mengangguk."Apa sekarang, dia baik baik saja?" tanya Ryu"Tidak apa Papi, hanya sedikit kram tadi," jawab Leona."Apa Papi terlalu kasar? Sehingga membuat dia kes"Bagaimana? Sudah kau siapkan semuanya?" tanya lelaki disana."Sudah Tuan, siang nanti, mereka akan pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungan istrinya," jawab anak buah lelaki itu."Bagus, buat seolah itu kecelakaan alami, pastikan wanita hamil dan juga balita itu selamat. Lalu culik mereka," titah lelaki yang memakai kacamata hitam itu."Baik Tuan," sahut anak buah lelaki itu.Kediaman Ryu."Sayang, bukankah hari ini kamu waktunya kontrol?" tanya Ryu pada istrinya."Iya Papi, tapi kenapa? Rasanya Mami malas sekali keluar, Mami ingin tidur saja dipeluk sama Papi," rengek Leona."Bagaimana kalau Mami ikut Papi ke Shibuya? Kita bisa jalan jalan sekaligus memeriksakan kandungan Mami," usul Ryu."Memangnya, Papi ada acara apa di Shibuya?" tanya Leona."Papi ada seminar di sebuah kampus disana. Acaranya malam kok, kita bisa berangkat siang sambil jalan jalan dulu," jawab Ryu sambil mengusap usap perut sang istri yang sudah seperti balon itu.
"Apa Pak? Remnya blong?" ulang Ryu.Sopir itu pun mengangguk. Ryu memandang sang istri. Bagaimana nasib anak dan istrinya jika mobil mereka mengalami kecelakaan?"Jangan panik, turunkan gigi secara bertahap," titah Ryu pada sang sopir."Sudah Tuan," sahut sopir itu."Pinggirkan mobil, cari pohon atau apa yang tidak terlalu bahaya jika kita berbenturan," ucapnya seraya melihat ke arah sang istri. "Didepan ada pohon Tuan, kita benturkan disana saja ya?" tanya sopir itu."Iya hati hati Pak," jawab Ryu."Sayang, pakai sabuk pengaman ya. Kakak sini, duduk di belakang Papi," titah Ryan pada anak dan istrinya.Namun naas, sebuah mobil tengah menyalip berbarengan dengan mobil Ryu yang menyeberang ke kiri. Dan tabrakan pun tak bisa dihindari. Bruak Ryu langsung memeluk erat putra dan juga istrinya saat mobil mereka terbalik. Rayyan, satu satunya orang yang selamat karena berada di pelukan kedua orang tuanya."Mami … bangun Mami.""Papi, bangun,"
"Bagaimana keadaan ibu dan bayinya Dok?" tanya Rehan pada dokter yang mengoperasi Leona."Bayi dan ibunya sehat, hanya saja, akibat benturan yang hebat, kemungkinan dia kehilangan sebagian ingatannya, cuma … kami tidak tahu memori mana yang dia ingat, saat dia sudah menikah atau sebelum menikah, atau bisa juga dia lupa semuanya, jadi harap dokter lebih bersabar," kata dokter itu."Terima kasih Dok," jawab Rehan.Pihak rumah sakit ingin menguburkan Ryu disini tapi, Takeshi mengabarkan kalau dia akan datang dan membawa jenazah Ryu dan akan dikuburkan di dekat makam kedua orang tuanya.Kini, giliran Rehan memberi tahu dengan hati hati pada Rayyan perihal kematian sang Papi."Sayang, nama panggilanmu siapa?" tanya Rehan saat mereka menunggu Leona sadar."Iyan," jawabnya singkat."Iyan kan anak pintar, saat ini, Papi Iyan sudah berada di surga, nanti Om dan Iyan yang akan menjaga Mama dan juga dedek Iyan yang baru," terang Rehan hati hati."Apakah Papi Iya
"Tidak, Om Dokter bohong, Om Dokter bukan Papaku," teriak Rayyan dengan deraian air mata.Rehan langsung menggendong putra kesayangannya keluar dari ruangan Leona. Dia tidak ingin Rayyan berkata yang sebenarnya."Sayang, Om Dokter tidak bohong, coba kamu lihat ini," kata Rehan sambil menunjukkan foto pernikahannya dengan Leona.Rayyan mengamati foto itu dengan seksama. Dia memang tahu kalau wanita yang ada di foto itu adalah Maminya, tapi, kenapa Maminya memakai kursi roda?"Ini Mami?" tanyanya tak percaya."Iya sayang, ini Mami. Om Dokter akan cerita semua masa lalu Mami dan Om Dokter. Iyan dengarkan baik baik ya," tekannya dengan nada sehalus mungkin."Dulu, Mami dan Om Dokter menikah, saat itu, Mamimu sakit hingga harus duduk di kursi roda. Hingga suatu saat, Om Dokter melakukan kesalahan fatal lalu Mami pergi dari rumah saat Mami sedang mengandung kamu," cerita Rehan."Lalu, kenapa Mami bisa menikah dengan Papi Ryu?" tanya Rayyan.Balita itu, mesk
"Sayang, aku mencarimu kemana mana, ternyata kamu disini," ujar seorang wanita cantik yang juga jas putih seperti Rehan.Kedua orang itu pun langsung melihat ke arah pintu. Leona langsung mendorong tubuh Rehan ketika melihat seorang wanita seksi mencari dirinya."Hehehe, maaf dokter, saya salah kamar, saya pikir dokter Daichi ada disini," ujar wanita itu sambil meringis.Leona langsung menutup wajahnya dengan tangan."Bawa Rayyan pergi makan!" titah Leona.Lelaki itu menghela nafas panjang, sepertinya dia harus memarahi Daichi karena kekasihnya yang salah masuk kamar. Leona pasti marah padanya."Ayo sayang, kita cari makan dulu," ajak Rehan pada sang putra.Dia menggandeng balita itu menuju ke kantin. Rehan dengan telaten menyuapi Rayyan membuat balita itu merasa senang. Setelah makan, Rehan membawa sang putra kembali ke kamar. Rehan melihat sang istri sedang mendesis sambil memegangi kepalanya."Sayang kamu kenapa?" tanya Rehan."Tidak tahu
"Ya Tuhan cobaanmu ini begitu berat," batinnya.Leona memandang suaminya yang begitu gelisah melihatnya."Kenapa Daddy melihatku seperti itu? Apa ada yang salah?" tanyanya."Tidak, aku keluar dulu," jawabnya gelagapan.Rehan pun segera keluar dari ruangan Leona, dia ingin mengalihkan perhatiannya dengan menelepon sang mertua. Lelaki itu ingin mengambil simpati dari kedua orang tua Leona."Pagi Pa," sapa Rehan saat lelaki itu meneleponnya."Ada apa Rehan?" tanya Papa Leona.Meski putrinya telah bercerai dari Rehan. Dia tidak membenci Rehan. Lelaki itu berpikir, kalau jodoh putrinya sudah habis dengan Rehan."Maaf Pa. Rehan bawa kabar buruk. Saat ini, Leona mengalami kecelakaan. Dia dan bayinya selamat. Sementara Ryu, lelaki itu tak dapat diselamatkan," Rehan mengawali ceritanya."Ya Tuhan, Leona," tangis sang ayah."Papa akan segera kesana.""Emmhh, begini Pa. Leona mengalami amnesia. Saat ini, dia tidak mengingat siapapun termasuk aku dan Rayyan. Jika kami memaksanya untuk mengingat, di
"Jadi, benar, Mami meninggalkan Daddy karena Tante itu?" ulang Rayyan.DegJantung Rehan berdetak kencang, dia lalu memandang sang putra yang menuntut jawaban darinya."Sayang, kamu ini masih kecil, tidak baik bicara seperti itu," elak Rehan."Daddy, umur Iyan memang masih 3 tahun, tapi Iyan bisa melihat kalau perawat itu suka sama Daddy," ujar Iyan."Dia suka atau tidak, itu bukan urusan Daddy, yang jelas, Daddy cuma cinta sama Mami kamu," tegas Rehan."Awas, kalau Daddy ketahuan Iyan deket deket sama Tante Tante centil. Iyan akan bawa Mami pergi jauh dari Daddy," ancam Rayyan."Tidak, Daddy tidak akan berani," ujar Rehan.Mereka pun kembali ke kamar Leona. Melihat Leona yang sedang tidur dengan Revan membuat hati lelaki itu menjadi tentram. Dia berjanji akan menjaga mereka dengan seluruh jiwa dan raganya.Tiga hari sudah Leona berada di rumah sakit, hari ini, dia sudah diperbolehkan pulang. Meski Leona sama sekali tidak mengingat Rehan, tapi per
Takeshi mendengarkan dengan seksama penyebab jantung Ryu berhenti berdetak dari dokter di rumah sakit Tokyo."Jadi, bukan karena kesalahan prosedur operasi?" tanya Takeshi."Bukan Dokter, apa yang dilakukan oleh dokter sebelumnya sudah benar," jawabnya."Baik Dokter terima kasih," sahut Takeshi."Tapi Dokter, ada suatu hal yang pasti membuat Anda tercengang," kata dokter itu."Apa itu Dok?" tanya Takeshi.Dokter itu berbicara hampir berbisik dengan Takeshi. Benar saja, lelaki bermata sipit itu pun menutup mulutnya saking terkejutnya.Apartemen RehanTengah malam, Leona terbangun karena mimpi buruk. Dia bahkan sampai menangis karena takut."Sayang, kamu kenapa?" tanya Rehan."Aku tidak tahu, aku bermimpi aku mengalami kecelakaan saat aku hamil besar, dan di-situ, aku melihat banyak darah," jawab Leona.Rehan segera memeluk istrinya. "Tenang, itu hanya mimpi buruk. Biar aku bikinkan coklat hangat supaya perasaanmu lebih tenang," kata Re
"Ayra … Nevan … apa yang kalian lakukan?" teriak Raina penuh amarah.Kedua orang itu pun langsung menjauh. Mereka sama sama menunduk karena takut dimarahi oleh sang mama."Maafkan kami Ma. Tolong jangan salah paham. Nevan cuma pamit aja tadi. Dan itu, ciuman perpisahan," jujur Ayra.Nevan merutuki kebodohannya yang tak bisa menahannya tadi. Harusnya dia tidak melakukan itu."Maaf Ma. Nevan yang salah. Bukan Ayra. Kami tidak ada hubungan apa-apa kok," aku Nevan.Raina pun menyuruh kedua remaja itu duduk. Dia pun menjelaskan kemungkinan yang terjadi kalau mereka berhubungan. Dan dia tidak ingin, apa yang dia alami dengan Rehan dan Revan, terulang kembali pada Ayra dan juga Nevan."Sekarang kalian paham kan maksud Mama?" tanya Raina pada dua remaja di hadapannya ini.Keduanya pun mengangguk secara bersamaan. Mereka pun kembali ke kamar masing-masing. Di kamar, Raina mendengus kesal pada sang suami. Lelaki tampan itu tersenyum sambil melambaikan tangannya. Dia menyuruh sang istri duduk di
"Lah, kok malah pingsan," gumam Revan.Lelaki itu tidak terlihat panik saat sang istri jatuh pingsan. Dia dengan santainya menggendong tubuh istrinya kemudian menidurkannya di ranjang.Beberapa jam kemudian, Raina sadar. Dia melihat putra sulungnya ada di sampingnya sambil tersenyum manis."Ngapain kamu senyum-senyum?" Kesal Raina."Hehehe, akhirnya, adik Varo udah jadi. Ternyata, tak sia-sia aku kemarin meminta Papa membuat Mama hamil," celetuk remaja tampan itu.Raina pun bangkit dan menjewer telinga sang putra. "Jadi, semua ulah kamu dan Papa ya. Gara-gara kalian, Mama hamil lagi. Kalian pasti yang menukar obat yang biasa Mama minum," omelnya."Aduh Ma, ampun, sakit Ma. Bukan Varo yang melakukan itu. Varo cuma menyuruh Papa supaya Mama bisa hamil," aku remaja itu."Sama saja, kalian telah bersekongkol rupanya," kesal Raina.Wanita itu pun melepaskan tangannya. Dia juga tak tega menyakiti putranya. Mungkin, memang sudah takdirnya harus memiliki anak lagi. Namun, dia masih harus meng
"Astaga Nevan? Kenapa kamu bisa ada di kamar Papa? Kenapa tidak ketuk pintu dulu saat masuk?" amuk Revan.Bocah kecil itu langsung menundukkan kepalanya. Dia tidak pernah dibentak oleh Mamanya. Maka dari itu, dia takut saat mendengar suara Revan yang meninggi.Raina yang mengerti pikologis Revan langsung menyenggol lengan suaminya.Raina pun menarik selimut sampai menutupi tubuhnya. "Sayang, maaf, Mama belum sempat bicara sama Papa. Sekarang, kamu tunggu Papa dan Mama di luar. Setelah ini, kami akan mengantarkanmu mendaftar sekolah," ujar Raina penuh kelembutan.Bocah kecil itu pun mengangguk, lalu keluar masih dengan kepala menunduk. Raina menghela nafas panjang."Pa, jangan terlalu keras sama Nevan. Dia itu belum pernah dibentak sama Nayumi. Wanita itu mungkin terlalu menyayanginya hingga tak pernah memarahinya. Kita didik dia secara perlahan. Nayumi tidak memiliki suami, tentu dia bisa dengan bebas masuk kamar mamanya," nasehat Raina."Ahh iya, aku lupa. Nanti aku akan meminta maaf
"Siapkan alat pacu jantung," titah Revan pada perawatnya.Lelaki itu pun menempelkan alat itu pada dada sang putra. Dua kali kejut, tubuh Revan masih belum menunjukkan reaksi. Padahal, Revan sudah dua kali menaikkan tenaga listriknya."Sus, naikkan lagi," titahnya."Dok, ini sudah yang paling tinggi," ucap perawat itu.Revan pun mengangguk. "Kita coba sekali lagi," ujarnya.Revan akhirnya bernafas lega, saat terlihat garis halus di layar monitor jantung. Tubuhnya pun merosot ke lantai, karena tak sanggup lagi menahan bebannya. Andai dia bisa, dia ingin menggantikan putranya yang sedang terbaring lemah itu.Raina pun membantunya berdiri. Wanita itu terus mengusap punggung sang suami, supaya lelaki itu lebih kuat."Kita tunggu Nevan di sana ya," bujuk sang istri sambil menggiring suaminya ke sofa.Revan pun menurut, lelaki itu membenamkan kepalanya di bahu sang istri. Tangisnya kembali pecah, karena dia mengetahui, kemungkinan sembuh putranya sangat kecil."Sabar Kak, kita doakan saja y
"Hai Boy, gimana kabarmu?" tanya Revan saat dia berada di ruangan sang putra."Baik Pa," jawab bocah kecil itu dengan lesu.FlashbackBegitu mereka turun dari bandara, Revan sudah menunggunya dengan ambulan. Dan langsung dia bawa ke rumah sakit tempat Raina dirawat.Dahi lelaki itu mengerut saat membaca laporan kesehatan yang dilampirkan oleh dokter dari rumah sakit sebelumnya."Kenapa sudah sampai separah ini Nayumi tidak memberi tahunya. Apa wanita itu sudah tidak menganggapnya lagi?" batin Revan kesal.Lelaki itu pun mencari dokter terbaik untuk Nevan. Dia bahkan mencari donor hati, seandainya Nevan memerlukannya.Flashback off"Papa sangat merindukanmu Boy," ucap Revan."Nevan juga Pa. Sekarang, Nevan bahagia, bisa di sini bersama Papa," ucap bocah itu.Tak lama, pintu terbuka, datang Raina sambil menggendong putranya didorong oleh sang mami."Sayang, kenapa kemari? Apa kamu sudah baikan?" tanya Revan khawatir.Melihat raut wajah sang papa yang berubah saat kedatangan wanita canti
"Papa ….""Ayo Mami, semangat. Papa di sini menemani Mami," bisik lelaki itu.Revan terus menciumi kening istrinya sebagai penyemangat sang istri. Setelah meraup oksigen. Raina akhirnya mengejan hingga terdengarlah suara tangisan bayi yang melengking.Oweek oweek oweekRevan tersenyum bahagia saat melihat putranya lahir dalam keadaan sehat dan selamat."Mami hebat! I Love You Mami," bisiknya.Tak lama, Raina pun memejamkan matanya. Tenaganya sudah habis hingga membuat dia tak sanggup untuk membuka mata."Sus, istri saya kenapa? panik Revan saat melihat sang istri yang hanya terdiam.Dokter itu pun memeriksa keadaan Raina. Wanita itu kembali tersenyum dan berkata, "Ibu hanya kelelahan Pak. Nanti juga bangun."Revan bernafas lega. Dia sudah berpikir yang tidak tidak tadi. Sungguh, dia tak sanggup jika harus kehilangan orang yang dia cintai untuk kedua kalinya.Raina sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Revan terus menggenggam tangan sang istri. Sesekali dia menciumnya."Mi, ayo bangun!
Masih jelas di ingatannya senyum ceria saat lelaki itu berlutut di hadapannya untuk kembali melamarnya."Maafkan Mami Dad. Hanya saja, Mami takut dan trauma dengan kehilangan. Dan sekarang, Daddy malah pergi meninggalkan Mami, Selamat Jalan Dad. Cinta Mami untuk Daddy akan tetap ada di sini," batin Raina.Sementara gadis kecil itu, hanya menangis sesenggukan di samping makam sang ayah."Daddy, maafkan Ay. Ay sayang sama Daddy. Meski kebersamaan kita tidak lama. Namun kasih sayang Ay pada Daddy sangat besar. I Love You Dad," lirihnya.Saat Rayyan hendak membantu tubuh Raina berdiri, wanita itu mendadak limbung dan tak sadarkan diri.Rayyan lalu menggendong tubuh adiknya ke dalam mobil. Ryu memeriksanya, setelah sang ayah mengangguk. Mereka pun membawanya pulang ke rumah.Raina sudah membuka matanya, tangisnya kembali pecah kala mengingat apa yang dia alami saat ini. Rasanya, baru kemarin lelaki itu tersenyum bersamanya. Kini, dia harus kehilangan senyum itu.Raina baru menyadari kalau c
"Daddy, berdiri," ujar Raina setengah berbisik."Tidak, aku tidak akan berdiri sebelum kamu menerimaku," kekeh Rehan.Raina berdecak. "Baiklah, aku menerimamu, sekarang berdirilah," ujar Raina.Sorak sorai bergema di taman kolam renang itu. Senyum menghiasi wajah Rehan. Namun, senyum itu pudar saat mendengar ucapan dari mantan istrinya."Daddy, aku menerimamu hanya karena tidak ingin kamu merasa malu di hadapan mereka. Daddy kan tahu, aku tidak ingin menikah lagi."Rehan hanya mengangguk saja. Benar kata Raina, dia pasti akan malu kalau wanita itu menolaknya mentah-mentah.Acara pun dilanjutkan kembali. Yang laki-laki memilih membakar daging, ayam, sosis dan juga pentol. Sementara yang wanita menyiapkan saus dan makanan lainnya.Semua bahagia hari itu, kecuali Rehan. Lelaki yang hari ini bertambah usia itu hanya bisa menghela nafas panjang mengingat ucapan Raina tadi. Ayra duduk di samping sang ayah. Gadis itu seolah tahu kegundahan hati ayah kandungnya."Dad, kenapa murung gitu?" tany
Entah berapa lama Raina tak sadarkan diri. Wanita itu bangun kala adzan subuh telah terdengar. Raina segera melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.Selepas salam, dia ingin membantu sang mama membuat sarapan. Namun tiba-tiba tubuhnya mendadak limbung. Dunia terasa berputar-putar. Hingga wanita itu pun kembali tak sadarkan diri.Wanita itu terbangun, dia menghembuskan nafas kasar kala melihat dirinya berada di rumah sakit kembali. Raina melirik ke samping. Makin kesal lagi saat dia melihat mantan suaminya ada di samping."Apa tidak ada orang lain? Kenapa mesti menyuruh dia menungguku di sini?" gerutu Raina dalam hati.Wanita itu pun membalikkan tubuhnya. Melihat ranjang yang bergetar membuat Rehan membuka matanya."Rai, kamu sudah sadar?" tanyanya."Huumm," jawab Raina singkat."Ada yang kamu inginkan?" tanya Rehan lagi."Aku ingin pulaaang. Kenapa aku dibawa kesini lagi? Kalau di rumah, kan aku bisa melihat semua barang peninggalan kak Revan, hiks, hiks," tangis Raina."Rai,