"Jadi itu alasannya kenapa kamu mengkhianati pertemanan kita. Cuma gara-gara melihat suamiku kaya raya? Asal kamu tau Ras, seandainya nasib kita bisa ditukar lebih baik aku menjadi kamu saja," ungkapku penuh penekanan.Aku sedih ketika tau semua ini. Sahabatku satu-satunya malah iri padaku dengan kehidupan yang sesungguhnya amburadul ini."Maaf aku tidak punya banyak waktu, kalau mencintai Aditya, setidaknya kamu bicara dengannya tanpa merasa cemburu lagi padaku yang memang sudah bersuami," pamitku seraya pergi melenggang untuk pulang.Rasanya aku tidak begitu bahagia dengan nasibku yang sekarang. Lagi-lagi aku dikejutkan dengan dunia sandiwara.***"Bi nasi goreng buat aku sudah matang? Maaf ya Bi, aku lagi malas makannya nyusahin Bibi terus," kataku yang baru saja selesai mandi langsung di siapkan nasi goreng oleh Bi Euis."Gapapa Non, lagipula sudah kewajiban Bibi ini kok," papar Bi Euis.Baru saja sendok di isi nasi sudah mau mendarat di mulutku, aku dikejutkan oleh nada dering ben
Setelah aku pulang dan merebahkan tubuhku yang sudah terasa letih ini di atas ranjang. Teringat dengan perutku yang belum sempat ku isi sempurna. Kasihan juga nasi goreng buatan Bi Euis kalau tidak ku Makan.Akhirnya aku bangkit dari ranjang menuju dapur hanya untuk menepati janjiku tadi pada Bi Euis, yaitu memakan nasi goreng tersebut hingga habis.Saat ku buka tudung saja ternyata nasi goreng itu sudah dingin dan agar mengeras. Tapi tak apalah, semua itu tak membuatku ganti menu lagi."Non, nasi gorengnya sudah dingin. Bibi, buatkan lagi yang baru ya," ujar Bi Euis yang baru saja menghampiriku."Biarin aja Bi, aku sudah terlanjur lapar banget. Jadi lama lagi kalau harus dihangatkan, perutku keburu ngamuk minta makan," tampikku tak ingin merepotkan ya lagi.Setelah ku amati, aku baru tersadar bahwa keadaan di rumah ini sangat sepi dan hening tidak ada suara orang mana pun yang berbicara kecuali hanya suara Bi Euis yang terdengar."Bi orang-orang pada kemana? Kok sepi banget gini kay
Krieet!Kania membuka pintu lebar ia telah lancang masuk kedalam ruangan pribadiku."Katanya Lo sedang sakit ya? Pantas saja Lo gak ada pas sarapan pagi sama keluarga. Eh semalam gue 'kan sama suami gue makan bareng juga di restoran mewah, Lo tau gak semalam Dio so sweet banget sama gue loh. Bahkan dia menyuapi gue terus sampai habis. Dan asal Lo tau semua yang ngerencanain makan di luar itu Dio. Sengaja sih gak ngajak istri pertamanya karena … gak penting juga katanya. Jadi sekarang yang berarti di hidup Dio itu cuma gue. Jadi … siap-siap aja lon mundur alon-alon kalau Lo gak mau sakit batin Lo semakin parah," ujaran Kania sengaja ingin membuatku merasa kepanasan."Jangan banyak bacot Lo! Ngomong sana sama ember bocor punya Mang Warsini. Eneg gue dengernya, berita apaan kagak bermutu gitu. Denger ya baik-baik Kania sayang wanita cantik sedunia, gue gak akan pernah mau cerai dengan suami gue, biar Lo gak pernah bahagia," dengusku sambil menatapnya dengan penuh kegeraman.Pagi-pagi suda
"Maaf Kania aku tidak bisa tidur denganmu lagi, malam ini aku akan menemani Marisa sampai sembuh," ungkap pria yang mempunyai istri dua itu.Lelaki itu baru saja pulang dari kantornya karena habis kerja untuk menggantikan sang Ayah yang sudah tidak bisa berjalan lagi.Kania mencoba meraih dasi yang masih melingkar di leher Dio, namun tangan Dio dengan cekatan segera menepisnya, "Kamu tidak usah repot-repot biarkan aku saja yang melepas dasi ini," tampik Dio.Sepertinya ia tidak ingin istri keduanya ikut campur dalam melepaskan benda yang melekat pada tubuhnya sekalipun itu hanya dasi semata.Betapa Dio sangat khawatir dengan istri pertamanya yang saat ini masih belum juga terlihat keluar kamar."Kania apa kamu melihat Marisa mendingan hari ini?" tanya Dio seraya mengambil handuk dari lemari.Marisa menyentuh tangan Dio, wajahnyanya begitu dekat, tatapannya begitu menggoda, "Massa, sebenarnya Marisa emang pura-pura sakit, dia tidak terima karena kamu selalu denganku beberapa malam ini.
"Gimana Mar, keadaan kamu sekarang?" tanya Ayah Hadiman ketika aku menghampirinya untuk makan bersama keluarga."Sudah agak baikan Yah, hanya asal lambungku saja yang naik makannya aku lemas tidak mau makan," ujarku sambil duduk di dekat Dio. Namun, dia tak sedikitpun melirik bahkan menyapaku sama sekali. Lelaki itu benar-benar marah gara-gara kemarin."Memangnya sudah kamu periksa? Tau dari mana kalau asam lambungmu naik?" Ayah mertuaku mulai bawel. Namun, aku merasakan sedang. Hanya dialah yang selalu perhatian terhadapku."Kamu itu kaya wartawan saja sih banyak nanya! Orang lagi makan juga!" sergah Bu Sonia pada Ayah mertua. Aku hanya tertunduk sambil melihat nasi kok rasa mual itu tiba-tiba hadir lagi. Kalau saja mereka tau mual-mual pasti aku akan di ledek oleh Kania. Apalagi Bu Sonia sudah berharap banyak dulu dengan kehamilanku karena ia ingin segera mempunyai cucu baru.Aku harus menahannya sebisa mungkin, jangan sampai aku terlihat mual atau pusing."Kan kamu kapan sih ngas
"Pekerjaan apa yang harus ku kerjakan untukmu Kania? Apa aku harus membunuh seseorang? Atau memukuli seseorang, menculik, atau menakuti orang?" tanya pria yang saat ini sedang duduk bersama Kania dengan segelas alkohol yang saat ini sedang di minum Kania."Gue sedang tidak butuh itu semua Hendra," ungkap Kania pada lelaki yang di panggilnya Hendra.Hendra adalah pria yang selalu mengejar Kania pada saat Kania masih kuliah dulu. Rasa cintanya sampai saat ini masih melekat pada Kania. Hendra masih belum bisa menemukan lagi wanita yang diinginkan ya selain Kania."Gampang pekerjaan Lo, sangat nikmat pula," ujar wanita bersuami itu.Kania menikmati segelas alkohol yang saat ini menemaninya, setiap dirinya merasa sedang banyak beban di pikiran dia sering kesini untuk bersenang-senang juga menghilangkan semua masalah yang sedang menghadang.Setelah satu gelas alkohol yang di tangannya habis Kania masih menyucikan botol air keras tersebut kepada gelasnya."Gampang gimana sih Kania? Gue gak n
Pagi ini aku ingin tubuhku berkeringat walaupun hanya dengan membantu Bi Euih mengepel lantai ruang depan. Kasihan wanita paruh baya itu harus membereskan rumah sendiri. Dari pada duduk manis gak ada akhlak tidak salahnya kalau aku membantu aktifitas Bi Euis, sekalian semoga saja mertuaku jadi baik, ya walaupun baiknya hanya secuil saja untukku.Aku menghela nafas dengan lembut, baru saja mulai mengepel lantai ruang tamu rasanya aku sudah lelah begini. Tidak biasanya aku lemah seperti ini. Apa karena aku jarang melakukan aktivitas yang berat-berat akhir ini?Krieet!Musuhku sudah berada di hadapanku, mungkin baru saja pulang dari bermalamnya di rumah orang tuanya. Kania dengan lancang melangkahkan kaki sembarangan, sepatunya yang kotor sengaja di injakan pada lantai yang sedang ku pel.Hatiku sudah geram, ini memang kelakuannya yang kesekian kali, sudah tak terhitung lagi dia selalu leluasa melakukan hal yang tak sopan."Kania apa yang kamu lakukan. Lancang sekali kaki lo bergerak di
"Mas kamu sudah janji kalau hari ini mau menjemput adikmu lagi untuk pulang kesini, mumpung sekarang kamu sudah pulang kerja. Ayo kita berangkat sekarang Mas," rengekku ketika aku menagih janji suamiku yang akan melihat keadaan adik laki-laki Mas Dio."Baiklah ayo kita berangkat, tidak punya waktu lagi mumpung waktu masih sore. Sambil jalan-jalan saja sama Tasya."Akhirnya Dio menyetujui keinginanku yang sederhana bagimu namun, terasa berat baginya.Setelah itu aku mendandani Tasya dengan baju bagus dan akupun mengganti pakaianku dengan yang lebih bersih. Entah kenapa aku malas sekali dandan. Dan rasa mualku juga tiba-tiba kini ngilang. Mungkin dugaanku benar kalau asam lambungku sedang tidak sehat kemarin makannya aku mual-mual."Ayo Mar kita berangkat," seru Dio dari balik pintu."Mas kamu kemana sudah rapi begini? Kamu gak ngajak aku apa?" tanya Kania di sela-sela akan keberangkatan kami."Aku ada urusan sama Marisa jadi sekarang aku tidak bisa mengajakmu Kania. Sebentar kok, nanti j
Melihat tindakan Kania itu membuat Bu Sonia iba memandang air matanya yang tidak henti mengucur deras.Hampir saja Bu Sonia memaafkan Kania namun dengan tiba-tiba Salsa datang bersama pria yang saat itu bersama Kania, yaitu Hendra."Jangan biarkan Ibu memaafkan dia Bu, air mata Kania tidak tulus sama sekali. Itu hanyalah sandiwara semata," sahut Salsa."Diam kamu Salsa kamu tidak apa-apa dengan urusanku!" sentak Kania pada Salsa.Kania tercengang kala melihat Hendra sudah berada di samping Salsa. 'Mengapa Hendra ada disini? Untuk apa dia bersama Salsa?' batin Kania bertanya seraya ada rasa cemas di benaknya."Jangan kamu bilang aku tidak tau urusanmu Kania. Jelas aku sangat tahu betul siapa kamu dan anak siapa yang kamu kandung itu, dulu kamu menghancurkan hidup aku dengan memfitnah berselingkuh dengan Diki, sekarang tak akan ku biarkan kamu melakukan itu lagi pada siapapun Kania!" tunjuk Salsa pada perut Kania.Aku dan Mas Dio juga mertuaku merasa heran. Apa yang dimaksud Salsa sebe
"Mama." Suara seruan anak kecil membuyarkan lamunan Salsa yang sedang termenung duduk di kursi halaman rumahnya.Salsa menoleh ke arah suara anak yang memanggilnya Mama barusan."Tasya," sahut Salsa. Bibir wanita itu membentuk senyuman manis di bibirnya. Tak terkira sama sekali di benaknya bahwa dia akan di panggil Mama oleh anak yang selama ini di tinggalkannya bertahun-tahun.Tasya berlari untuk memeluk sang Mama. Begitu Salsa merentangkan tangan seraya memeluk dengan erat Sanga anak."Nak Mama kangen padamu," bisiknya kala memeluk Tasya. Air matanya begitu deras mengucur membasahi pipi.Dio sungguh terharu tatkala melihat Tasya dan Salsa saling berpelukan. Ternyata tidak ada yang bisa memisahkan ibu dan anak kandung. Berdosakah Dio kerana terlalu melarang Marisa untuk mendekatkan Salsa dan Tasya."Ma, jangan tinggalin Salsa lagi ya, Mama mending tinggal bareng aja sama Papa Dio dan Tasya disana juga ada Ibu Marisa. Pasti Mama betah." Keinginan anak itu begitu polos."Mama tidak bis
Ketika Salsa memilih pulang saja karena Tasya sudah dibawa pergi oleh Bu Sonia. Begitu kejamnya wanita paruh baya itu hingga kini dia masih membenciku dan tidak mau memaafkan ku. Padahal aku dulu di jebak oleh Kania bukan keinginanku untuk berselingkuh dengan Diki -adik ipar Dio.Di tengah perjalan Salsa begitu lesu, anak kandungnya kini malah menjauh akibat dijauhkan oleh mertuanya itu. Bahkan Tasya pun tak merespon sama sekali pada Salsa.Entah harus melakukan apa lagi agar anak semata wayangnya itu tau dan aku menerima Salsa sebagai ibu kandungnya."Aku menyesal Nak, dulu telah meninggalkanmu dengan nenekmu yang jahat ini. Tapi kalau aku bawa kamu pergi dengan Mama. Aku takut tidak bisa merawatnya dan tidak bisa membahagiakannya. Setelah orang tuaku meninggal aku tidak tau harus bagaimana. Aku menyesal!" ungkap Salsa di sela perjalanan ia menangis histeris.Namun Salsa terus saja melangkah walaupun langkahnya begitu berat. Pada saat akan mengembang jalan Salsa melihat Sang anak yan
"Mas, a-aku boleh minta sesuatu dari kamu lagi?" ucap Kania ketika melihat Dio yang telah sibuk dengan laptop di hadapannya."Minta apa? Kalau untuk minta uang maaf aku tidak bisa kasih," sergah Dio.Belum juga Kania berbicara tapi Dio sudah terus terang berbicara seperti itu, seolah sudah tahu kalau Kania akan meminta uang."Mas, tapi aku sangat butuh uang itu sekarang, bolehkan aku minta lagi," bujuk Kania ketika Dio tidak mau memberinya."Kania, kemarin kamu minta uang. Dan sekarang kamu minta uang lagi, kamu pikir gampang cari uang tinggal manjat gitu, aku juga harus kerja keras untuk mendapatkan uang banyak!" gerutu Dio."Mas kok kamu pelit banget sih, aku ini sedang hamil anak kamu! Pengeluaran aku banyak harusnya kamu mengerti dengan keadaan aku yang saat ini berbadan dua!" Kania kembali menggerutu Dio balik."Pokoknya Mas sekarang tidak mau memberimu uang lagi, pengeluaran kamu sekarang semakin banyak tapi Mas tidak tahu uang itu kamu pakai untuk apa?!""Ya untuk keperluan aku
"Mana sih tuh orang jam segini masih belum datang juga! Katanya butuh duit! Malah gue yang harus nunggu!" gerutu Kania pada Hendri. Pria yang di tunggunya belum kunjung datang juga.Wanita itu terus saja celingukan sambil sesekali melirik ponsel untuk melihat jam.Salsa tak sengaja lewat melihat Kania sedang gelisah menunggu seseorang. Akhirnya Salsa berniat menemui Kania yang berada di restoran tersebut."Panik bener wajahnya," sindir Salsa ketika menghampiri Kania yang telah duduk di kursi dalam restoran tersebut.Kania menyimpan ponsel yang baru saja ia ambil. Kania menoleh ke arah Salsa. Wanita itu nampak kesal saat yang di tunggu Hendra yang datang malah musuh bebuyutannya."Heh ngapai Lo disini? Kasihan banget gak diakui sama anak sendiri emangnya enak. Makannya Lo jagain anak Lo dari bayi, biar gak di gondok sama si Marisa. Lo tu insaf jangan mesum mulu. Jadinya begini anak sendiri aja gak mau mengakui kalau Lo adalah ibu kandung yang udah ngelahirin dia. Kasihan, kasihan, kasi
Ting! Benda pipih yang yang tergeletak di atas meja terus saja berbunyi, namun tak ada satupun orang yang mengangkatnya. Entah ponsel siapa? Ku hampiri ponsel yang tersimpan di atas meja itu, memastikan. Dan ternyata adalah ponsel maduku sendiri.Awalnya aku tak ingin mengambilnya, apalagi harus diantarkan pada Kania, rasanya malas sekali. Namun suara deringan ponsel itu tak berhenti membuat berisik.Tak ada pilihan lain, tak ada salahnya kalau aku berikan ponsel miliknya Kania itu. Siapa itu memang telepon penting."Kania, Kania," seruku di balik pintu, namun tak ada sahutan sama sekali. Entah di mana keberadaan wanita itu. Kebetulan pintu kamarnya tidak tertutup rapat, apakah mungkin di dalam kamar mandi. Lalu ku memberanikan diri masuk ke dalam bilik kamarnya."Kalau ku angkat, takutnya penting. Apalagi nomornya dari nomor baru, tapi kalau dibiarkan suara dering nya cukup mengganggu," gumamku seraya mencari keberadaan maduku.Saat mata ini tak sengaja melihat ke halaman belakang
Ting nong!Suara bel rumah berbunyi, aku yang sedang mengepel lantai melenggang untuk membuka pintu tersebut, Kania yang saat ini sedang berasama mertuaku ikut serta akan membuka pintu, namun segera ku tahan. "Biar aku saja Kania," cegahku pada Kania yang hendak akan melenggang juga."Ya sudah sana Lo buka!" titah Kania sambil mendelikan mata.Kania serta Bu Sonia duduk kembali sambil melanjutkan perbincangannya. Aku segera melenggang untuk membuka pintu."Siapa ya?" gumamku seraya membuka pintu.Pada saat itu aku di kejutkan dengan kedatangan Salsabila, wanita itu berdiri di ambang pintu."Siang Mar? Tasya ada di rumah?" tanyanya."Ada kok, ada Bil. Kamu masuk saja kerumah, aku antarkan ke kamarnya," kataku sambil mempersilahkan wanita itu masuk kedalam rumah.Kami berjalan di depan serta Salsa mengikuti dari belakang. Ketika melihat Salsa Bu Sonia serta Kania terperangah. Reaksi mereka begitu susah diartikan. Mereka sepertinya amat kesal ketika melihat Salsa menginjakan kaki di ruma
"Ada apa Mas?""Bila mengapa kamu selalu muncul dimanapun aku berada," ungkap Dio."Mas bolehkah aku jujur padamu, sebenarnya aku mencarimu di setiap waktu. Aku mencari Tasya juga, karena bagaimanapun dia adalah anakku Mas, aku yang melahirkannya." Tatapan Bila begitu tulus.Aku dikejutkan dengan hal itu, ternyata Salsa mantan istri Mas Dio adalah Bila sahabat aku sendiri."Mas, jadi kalian…" ungkapku begitu terkejut tatkala melihat semua itu.Dio dan Salsa menoleh ke arahku bersamaan. Tak ada satu patah kata pun yang menjawab ungkapanku.Aku memberanikan diri untuk menghampiri kediaman Mas Dio dan Salsa, tangan mereka masih saling berpegangan."Mas Bila ini mantan istri kamu yang kamu bilang sudah mati itu?!" tanyaku membuat Bila seketika tercengang."Apa Mas, jadi selama ini kamu anggap aku ini sudah mati," kata Salsa menunjuk dirinya sendiri."Bil, jadi yang kamu maksud suami kamu yang entah dimana itu adalah Mas Dio suamiku juga?" Tebakku tercengang.Kami semua menjadi bimbang dan
"Tapi Bu, aku tidak tau apa-apa. Bahkan Bi Euis juga tahu aku tidak kemasukan bangkai cicak itu pada dalam rujak, mungkin bisa saja bangkai cicak itu terjatuh ketika aku dan Bi Euis sedang sibuk mengerjakan hal lainnya," elakku, semoga saja mertuaku tidak terlalu menyalahkan diri ini. Kalau saja dia tau bahwa aku sengaja, bisa-bisa aku lebih dibenci olehnya."Bohong! Jangan banyak ngelak kamu Marisa! Mana mungkin cicak ini jatuh sendiri tanpa dibantu oleh tangan seseorang. Saya tidak mau tau kamu harus dihukum seberat-beratnya. Hukuman yang pantas untukmu kamu lebih baik minggat dari rumah ini!" Telunjuk mertuaku mengarah jelas padaku.Sungguh aku terbelenggu tatkala mendengar ancaman itu, baru kali ini mertuaku semarah ini."Bu, tidak segampang itu. Aku tidak setuju kalau ibu mengusir Marisa dari sini, dan jika saja ibu mengusir istri pertamaku, maka aku sebagai suaminya akan ikut kemanapun Marisa pergi." Suara pria itu terdengar lantang. Mas Dio tak setuju jika aku pergi dari rumah