Qeiza tertegun melihat pada kedua orangtua Arlando yang sedang berdiri melihat ke arah mereka berdua.
"Hello!" Arlando mengipaskan tangan di depan wajah Qeiza."Eh," Qeiza tersadar. "Apa itu kedua orangtuamu?!" tanyanya ambigu."Iya! Itu orangtuaku dari dulu sampai sekarang!" jawab Arlando bingung dengan pertanyaan Qeiza. "Jangan bilang kamu sudah lupa dengan kedua orangtuaku!"Qeiza langsung menggelengkan kepalanya. "Aku tidak lupa! Om dan Tante tidak pernah berubah, masih terlihat gagah dan cantik.""Dan juga bertambah tua!" Tiba-tiba tangannya memegang kening Qeiza. "Kamu sakit?!" Qeiza dengan cepat menepiskan tangan Arlando. "Jangan pegang-pegang. Aku tidak sakit!""Wajahmu pucat!" ucap Arlando. "Apa kamu gugup bertemu calon mertuamu?!" "Tidak!" jawab Qeiza tegas. "Kita berdua hanya bersandiwara! Tidak ada alasan aku harus gugup?!" sangkalnya, padahal jauh di dalam hati gugupnya luar biasa lalu perlahan Qeiza ke luar dari dalam mobil kemudian berdiri di samping Arlando."Good! Aku berharap, kamu tetap tenang dari awal sampai akhir!" Arlando tersenyum senang. "Agar lebih sempurna lagi sandiwara kita ...," bisik Arlando di depan telinga kemudian tangannya menggenggam tangan Qeiza. "Bersikaplah romantis dan ingat! Bersikap sewajarnya!"SEER!Aliran darah Qeiza terasa berdesir begitu kulit tangan Arlando menyentuh kulit tangannya. Entah berdesir karena gugup atau karena hal lain, tapi yang pasti jantung Qeiza seketika langsung berdetak kencang."Tarik napas dalam-dalam lalu keluarkan pelan-pelan biar kamu rileks." Kemudian Arlando menarik tangan Qeiza yang ada dalam genggaman tangannya. "Ayo! Sandiwara dimulai."Qeiza menuruti apa yang dikatakan Arlando, semua kegugupannya dikubur dalam-dalam lalu dengan penuh keyakinan melangkah bersama Arlando mendekati Tuan Theo Meshach dan istrinya yang tak lain adalah kedua orangtua Arlando yang mengharapkan putra semata wayangnya cepat menikah."Hello, Papi!" Arlando dengan penuh percaya diri menyapa dan berdiri di depan kedua orangtuanya. "Mam!"Tatapan kedua orangtua Arlando tertuju pada gadis cantik berponi yang berdiri di samping putranya lalu perlahan tatapan turun pada tangan yang saling menggenggam. "Om, Tante, apa kabar?!" tanya Qeiza ramah, melepaskan tangannya dari genggaman tangan Arlando. Kening Mami Arlando mengernyit, seperti sedang mengingat sesuatu. "Ini ... Qei bukan?! Qeiza!"Dengan cepat Qeiza mengangguk. "Iya Tante, ini aku, Qeiza!""OMG!" Mami melihat Qeiza dari atas sampai bawah. "Kamu sudah besar! Cantik pula!""Pasti sudah besar dong Mam! Aku saja sudah sebesar ini!" ucap Arlando. "Papi, ingat Qeiza bukan?!" tanya Mami melihat suaminya. "Bocah yang dulu sering nangis di rumah kita kalau dijailin si Arlando. Nangis sampai ingusnya kemana-mana."Papi mengangguk. "Iya, Papi ingat! Kamu bocah cengeng yang selalu nempel sama Arlando walau sering nangis karena dijahilin. Nangis sampai ingusmu kemana-mana."Dalam hati Qeiza menggerutu. "Apaan sih?! Kok yang diingat hal menjijikan begitu!"Arlando berdiri di sampingnya Qeiza nampak menahan tawa dengan apa yang dikatakan kedua orangtuanya. Mami langsung memeluk Qeiza. "Tante kangen dengan kamu. Apa kabarmu, Nak?!"Qeiza balas memeluk Mami. "Kabarku baik Tante. Sangat baik!" Lalu Qeiza gantian memeluk Papi.Arlando dalam hati tertawa girang, rencananya bisa berjalan mulus begitu melihat kedua orangtuanya dengan tangan terbuka menyambut kehadiran Qeiza. Sekarang tinggal rencana selanjutnya untuk bilang Qeiza adalah calon menantu mereka berdua."Apa?!" tanya Papi begitu mendengar putranya mengatakan tujuan dirinya membawa Qeiza."Tunggu! Tunggu!" Mami ikut bicara dengan wajah terkejut. "Jelaskan dengan sejelas-jelasnya biar Papi dan Mami mengerti."Arlando berdeham sebelum memulai bicara. Sekarang mereka berempat telah duduk di ruang tamu. "Ehm!" Qeiza yang duduk disampingnya segera dipeluk bahunya. "Qeiza Noura, calon istriku dan itu artinya Qeiza Noura, calon menantu kalian.""Apa?!" Kembali Tuan Theo dan istrinya terkejut kemudian tatapannya begitu tajam melihat Qeiza yang tertunduk menatap lantai di bawah sepatu.Jantung Qeiza langsung berdetak kencang, kedua tangannya terlihat gemetar. "Ya Tuhan, kupikir akan segampang itu, tapi ternyata rasanya seperti ini. Aku jadi takut," hati kecil Qeiza bicara sendiri begitu melihat sorot mata Tuan Theo menatapnya tajam."Arlando! Jangan main-main!" tegur Mami tak percaya. "Ini tentang pernikahan!"Tangan Arlando langsung menggenggam tangan Qeiza begitu melihat tangannya gemetaran. "Aku tidak main-main. Apa yang aku katakan sangat serius!" ucap Arlando menautkan jari jemarinya di tangan Qeiza untuk memberi ketenangan."Papi tidak percaya! Kamu pikir, kita berdua bisa kamu bohongi!" ucap Papi meledek. "Untuk apa kita berdua berbohong?!" sanggah Arlando. "Ini perkara menikah, Papi. Masa kita berdua bohong untuk hal seperti itu?!" Mami dan Papi saling melempar tatapan, apa yang dikatakan Arlando ada benarnya, tapi bukankah mereka berdua sudah lama tidak pernah bertemu? "Aku heran dengan kalian berdua," ucap Arlando mulai bermain kata. "Memintaku untuk segera menikah, tapi begitu aku membawa calon istriku malah tidak percaya.""Qeiza!" Mami menatap tajam pada gadis yang duduk di samping putranya dengan tangan saling bertaut. "Jawab dengan jujur! Apa yang dikatakan Arlando itu benar?!" "I-iya, Tante," jawab Qeiza dengan suara tersekat ditenggorokan. Kedua alis Papi terangkat. "Benar?!" tanyanya, tetap tidak percaya melihat pada dua orang yang ada di depannya.Qeiza sudah membuka bibirnya mau menjawab, tapi dengan cepat Arlando mendahului. "Papi tidak percaya dengan kita berdua?!"Papi malah terkekeh. "He-he-he. Pintar sekali kalian berdua bersandiwara!" Qeiza menelan ludah, tenggorokannya terasa kering begitu kedua bola matanya bertabrakan dengan iris mata Mami yang menatapnya tajam. "Kenapa jadi horor begini? Apa batalin saja kesepakatan yang telah aku buat, tapi Arlando pasti ngamuk kalau aku mundur. Bagaimana ini?!" hati kecil Qeiza bicara sendiri meratapi langkahnya yang telah setuju dengan keinginan Arlando."Arlando, jawab yang jujur! Apa kamu serius ingin menikah dengan Qeiza?!" tanya Papi menatap tajam putranya."Iya!" Arlando langsung menjawab dengan tegas. "Aku akan menikahi Qeiza Noura!""Menikah bukan karena ancaman Papi?!" tanya Tuan Theo menatap tajam putranya.Arlando langsung menelan ludah sebelum menjawab. "Ancaman apa?! Aku tidak mengerti!" ucapnya pura-pura. "Lalu, bagaimana dengan kedua orangtua Qei sendiri?!" tanya Papi. "Apa kamu sudah bicara dengan mereka?!"Arlando sejenak tertegun sebelum menjawab. "Itu masalah gampang, setelah minta restu di sini, aku dan Qei akan minta restu di sana."Qeiza langsung melihat Arlando. "Luar biasa si Arlando aktingnya. Andai ada penghargaan berbohong, pasti dia sudah jadi juara! Hi-hi-hi," hati Qeiza terkikik sendiri."Arlando, putra kesayangan kita berdua," ucap Mami. "Bagaimana mungkin, kami bisa percaya kalian ingin menikah? Bukankah selama ini, kalian tidak pernah bertemu! Bagi kami, itu hal yang lucu!"DEG!Arlando dan Qeiza terte
Arlando mencoba menenangkan diri. Perlahan, dia duduk di samping tubuh Qei yang telentang. Tanpa sadar, Arlando kemudian mengelus pipi mulus Qeiza."Mmm ,,,," Qeiza menggerakkan tangan dan membalikkan tubuh menghadap Arlando."Eh," Arlando kaget karena tangan Qeiza malah memeluk pinggangnya. Arlando diam tak bergerak, dilihatnya tangan Qeiza yang melingkar manis dipinggangnya. "Astaga, bagaimana ini?!" Kemudian Arlando perlahan melepaskan diri dari pelukan Qeiza, tapi yang ada tangan Qeiza malah semakin erat memeluk pinggangnya disertai kepala yang menyelusup ke perut. "Ya ampun!" Arlando jadi tertegun karena posisi kepala Qeiza tepat berada di atas juniornya.Air dari ujung rambut Arlando yang basah jatuh tepat di kening Qeiza sehingga membuat Qeiza terbangun. "Mmm ...," perlahan mata Qeiza terbuka, tapi detik berikutnya Qeiza terkaget karena posisi kepalanya sangat di luar dugaan, dengan cepat segera duduk. "Kenapa?!" tanya Arlando mengangkat kedua alis tebalnya. "Aku ...," dengan
"Apa kabar Tante?" tanya Arlando dengan penuh hormat pada Mamanya Qeiza."Kamu ...," wajah Mama seperti sedang mengingat sesuatu. "Arlando?!" Qeiza menarik tangan Arlando agar berdiri di sampingnya. "Iya, ini Arlando!""OMG! Mama pikir yang datang selebritis." Mama melihat dari atas sampai bawah. "Kamu ganteng banget nak dan juga sangat tinggi."Qeiza terkekeh. "He-he-he. Mungkin di luar negeri, Arlando makannya pohon bambu makanya jadi tinggi begini.""Hush!" tegur Mama pada Qei kemudian memanggil suaminya. "Pa, ke sini Pa! Kita kedatangan tamu."Tak lama seorang pria berumur limapuluh tahunan datang. "Ada apa Ma?!" tanya Papa."Lihat Pa, kita kedatangan tamu. Apa Papa masih ingat dengan dia?!" tanya Mama pada suaminya.Kening Papa mengernyit menatap wajah Arlando. "Dia ini ..."Dengan segera Arlando menyalami pria yang akan menjadi mertuanya. "Hello Om Bram.""Arlando! Kamu Arlando bukan?!" tanya Om Bram.Arlando mengangguk. "Iya Om!""Sampai pangling Om melihatmu." Om Bram kemudi
Wajah Arlando langsung berubah kecut. "Sialan, si brengsek itu tidak mau melepaskan Qei! Akan kuberi pelajaran dia!" dalam hati Arlando meluapkan marahnya. "Aku dan Damar sudah putus!" ucap Qei kesal. "Tidak ada urusan lagi!""Sudah putus?!" Mama kaget. "Apa putus karena kalian ...."Qeiza langsung memotong. "Ma! Tidak seperti apa yang Mama pikirkan!"Tuan Bram menepuk pelan punggung tangan istrinya. "Ssttt, dengarkan dulu mereka bicara.""Tapi Pa, ini terlihat aneh. Kita tahu, Qei dan Damar itu sedang ...."Lagi-lagi sang suami menepuk punggung tangan istrinya agar berhenti bicara.Setelah terdiam beberapa saat, Arlando kembali membuka pembicaraan. "Om, Tante. Pertama-tama saya minta maaf, mungkin dengan niat baik saya ini telah membuat Om dan Tante terkejut dan bingung.""Tentu saja kita berdua bingung," ucap Mama Qei. "Tidak ada hujan, tidak ada angin tiba-tiba membicarakan pernikahan."Arlando melirik sebentar pada Qei. "Tapi asal Om dan Tante tahu, saya benar-benar tulus ingin m
Mama menatap heran. "Ya sudah kalau tidak mau, kita batalkan pertemuan keluarga malam ini!" ujar Mama pergi ke luar kamar. "Kalau bisa dibikin gampang, ngapain dibikin susah?!""Batalkan?!" gumam Qeiza. "Eh, Mama! Tunggu!" panggilnya teriak, bergegas ke luar menyusul Mamanya. Papa hampir saja tabrakan dengan Qeiza begitu ke luar dari kamar. "Astaga!""Sorry, Pa!""Bikin kaget saja!" ucap Papa melihat punggung putrinya semakin pergi menjauh.Di dapur, Mama sedang bicara dengan si Mbak Sum. "Ma," panggil Qeiza langsung berdiri di samping Mamanya."Ada apa lagi?!""Acara nanti malam jangan dibatalkan," jawab Qei. Mama melangkah pergi. "Bukankah tadi kamu sendiri yang bilang, tidak mau ada acara pertemuan lagi dengan keluarga Arlando? Mama sekedar mengikuti keinginan mu itu."Qeiza sejenak menghela napas sebelum mengikuti Mama dari belakang. "Bukan begitu maksudku. Mama jangan salah paham!" Mama berhenti melangkah, membalikkan tubuh menatap tajam wajah putrinya. "Qeiza Noura! Ini pern
"Selamat atas pernikahan mu!" Damar berdiri depan Qeiza mengulurkan tangan untuk memberi selamat. "Nyonya Meshach!""K-kamu," gugup bercampur kaget langsung menyelimuti Qeiza. "Kamu ada di sini?!"Damar tersenyum sinis. "Kamu lupa siapa aku?!"Qeiza baru ingat kalau Damar bukan orang sembarangan, begitu-begitu juga Damar anak pemilik perusahaan yang bapaknya cukup disegani. Sudah pasti, keluarga Meshach yang mengundang orangtua Damar karena mereka tidak tahu."Aku cukup kaget ketika mendengar kabar kamu akan menikah," ucap Damar. "Tidak menyangka sama sekali. Jangan-jangan ...," Damar berbisik di telinga Qeiza. "Suamimu itu hanya pelarian saja. He-he," bisiknya meledek. "Karena kamu sakit hati telah aku selingkuhi."Darah Qeiza berdesir hebat, andai tidak banyak orang di sekitarnya, sudah ditonjok wajah si Damar yang menyebalkan itu. "Tapi ngomong-ngomong," Damar melihat Qeiza dari atas sampai bawah. "Kamu sangat cantik. Jujur, aku sangat iri dengan si Arlando itu!"Tangan Qeiza terk
Qeiza menggeliat, "mmm,,,," perlahan matanya mengerjap beberapa kali. Suasana gelap menyelimuti kamar.Terdiam beberapa detik untuk mengumpulkan kesadarannya, Qeiza menggeliat lagi. "mmm,,,," sampai tangannya menyentuh sesuatu yang empuk dan hangat. "Apa ini?!"Wajah blasteran tidur dengan nyenyaknya di samping Qeiza."Aku di mana?" Qeiza melihat ke seluruh ruangan yang nampak temaram hanya dibantu pencahayaan lampu tidur.Qeiza kembali melihat wajah Arlando. "Suamiku? Hi-hi-hi," cekikikan kecil terdengar dari bibir Qeiza setelah ingatannya kembali sempurna. "Nyonya Meshach? Bagus juga status baru yang ku sandang."Kedua bola mata Qeiza tak lepas menatap wajah Arlando. "Tampan juga, hidungnya tinggi kayak gunung Everest, alisnya juga sangat tebal. Beruntung sekali wanita yang bisa menaklukan hatinya." Rasa penasaran menggelayuti Qeiza ingin memegang hidung Arlando yang menjulang tinggi. "Kira-kira bangun atau tidak kalau ku pegang? Hi-hi-hi.""Sudah puas melihat wajahku?!" tanpa di
Arlando masuk begitu saja ke dalam rumah tanpa menghiraukan istrinya. "Kenapa cepat-cepat pulang?!" tanya Mami pada menantunya."Arlando banyak pekerjaan," jawab Qeiza memberi alasan. "Aku juga besok harus ke butik, ada beberapa desain baju rancanganku yang harus aku ambil di rumah."Mertua dan menantu itupun masuk. Setelah berbincang sekedar basa basi, Qeiza pergi ke kamar Arlando."Aku akan pulang ke rumah," ucap Qeiza."Jangan pulang malam!" Arlando mengingatkan. "Aku pulang dari kantor, kamu sudah harus ada di rumah!"Qeiza hendak ke luar kamar, kembali memutar tubuhnya ke belakang. "Kamu tidak bisa mengaturku!"Arlando berdiri di depan Qeiza. "Itu salah satu point' yang ada dalam perjanjian kontrak pernikahan kita," bisiknya di depan telinga Qeiza.DEG!Jantung Qeiza seakan berhenti sejenak, disertai bulu kuduk yang meremang, begitu Arlando berbisik di telinga. Wangi parfum maskulin langsung menyeruak masuk ke penciuman."Ingat itu baik-baik!" sambung Arlando tersenyum manis men
Setelah puas saling melepas rindu. Arlando dan Qeiza duduk. Tak sedikitpun Arlando melepaskan tangan Qeiza. "Aku seperti mimpi kamu datang ke sini," ucap Arlando memandang lekat wajah Qeiza. "Kamu tahu, aku sangat merindukanmu." "Kalau kamu begitu sangat merindukan ku, kenapa tidak pernah datang atau telepon?!" "Keadaan yang membuatku tidak bisa menghubungi kamu," jawab Arlando. "Tapi diluar itu semua, aku memang sengaja tidak menghubungi kamu untuk menguji perasaanku." "Maksudnya?!" "Aku ingin memastikan perasaanku sendiri. Apa aku ini mencintai kamu atau perasaanku ini hanya karena kita terikat pernikahan kontrak itu?!" jelas Arlando. "Lalu, sekarang bagaimana perasaanmu?!" tanya Qeiza. Arlando semakin memegang erat jari jemari lentik tangan istrinya. "Aku takut kehilangan kamu. Dengan kita terpisah beberapa hari ini, aku seperti kehilangan arah. Tidak tahu lagi tujuanku ini sebenarnya apa." Qeiza tersenyum, hatinya sangat senang mendengar kata-kata yang begitu tu
Qeiza berbaring ditempat tidur. Wajahnya semakin pucat. "Qei," mama masuk dengan tangan membawa sesuatu.Qeiza tidak menjawab. "Apa bulan ini kamu datang bulan?!" tanya mama."Datang bulan?!" Qeiza tertegun dengan pikiran mengingat-ingat sudah dapat atau belum bulan ini."Ini!" Mama memberikan test pack. "Coba kamu cek."Qeiza perlahan bangun. "Cek apa?!" "Kapan terakhir kali kamu datang bulan?!" tanya mama.Qeiza terdiam, mengingat-ingat tapi tidak ingat. "Entahlah, aku tidak ingat."Mama duduk di tepi tempat tidur. "Apa kamu dan Arlando pernah ,,,"Dengan cepat Qeiza mengambil test pack yang ada di tangan mama. "Biar aku coba!" lalu dengan terburu-buru turun dari atas tempat tidur menuju kamar mandi.Di dalam kamar mandi, Qeiza sejenak berdiri termangu bersandar pada daun pintu. "Apa mungkin aku hamil? Kalau benar berarti aku mengandung anaknya Arlando," gumam Qeiza memegang perutnya yang masih rata. Qeiza melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk menguji keakuratan test pac
Tuan Meshach masih memandang heran pada putranya. Kopi begitu wangi kenapa dibilang bau busuk. Arlando bersandar pada sandaran sofa yang ada di sudut ruangannya. "Ada apa pi, pagi-pagi sudah keruanganku?! Memangnya papi tak ada pekerjaan lain.""Ada sekretaris, ada asisten pribadi, ngapain papi masih repot-repot urus pekerjaan," jawab Tuan Meshach sekenanya. "Juga ada kamu."Arlando mendelik. "Sombong!"Papi duduk di samping putranya. "Bagaimana istri kontrakmu? Papi sudah lama tidak mendengar kabarnya. Apa kalian berdua sering bertemu?!""Telepon saja sendiri. Kalian semua yang memisahkan aku dan istrik!" jawab Arlando kesal. "He-he," papi malah terkekeh melihat putranya. "Makanya jangan main-main dengan kami. Tahu sendirikan akibatnya apa?! Menikah kok kontrak, kayak rumah saja dikontrak," ledek papi.Arlando lagi-lagi mendelik. "Semuanya juga gara-gara papi yang keras kepala! Kalau papi tidak memaksaku, tidak mungkin pernikahan kontrak itu terjadi!""Lho, kok jadi papi yang disal
"Tidak usah ma!" karena kesal dengan mama, Qeiza tanpa sadar mengencangkan suaranya. "Aku sedang menyetir ma. Jangan mengganggu konsentrasiku!""Ok!" Setelah itu, Mama tidak bicara apa-apa lagi. Qeiza menghela napas, berurusan dengan mama lebih menjengkelkan dari berurusan dengan para pelanggan di butik yang minta diubah gaunnya menjadi ini itu ini itu.Rumah kediaman Qeiza sudah depan mata. Setelah melewati pintu pagar dan parkir depan rumah, Qeiza segera turun dari mobil. "Dasar bocah!" gumam Mama melihat putrinya hampir saja jatuh terantuk lantai keramik saking tergesa-gesanya melangkah masuk ke dalam rumah."Nyonya!" panggil Mang Ujang."Lho kok Mang Ujang ada di rumah. Bukannya tadi suruh ke bengkel betulin mobil.""Mobilnya masih di bengkel," Mang Ujang lalu mengeluarkan secarik kertas dari dalam saku celana panjangnya. "Apa ini?!" tanya Mama Qeiza mengambil kertas yang diberikan Mang Ujang. "Nota.""Belum juga dibenerin mobilnya sudah minta nota! Aneh!" gerutu Mama Qeiza ma
Qeiza rasanya ingin menghilang saat itu juga supaya bisa menghindari tatapan semua orang yang sekarang sedang menatapnya. "Ya Tuhan, kenapa masalahnya jadi seperti ini? Aku merasa jadi seorang terdakwa kelas kakap yang akan dihukum vonis mati."Baik Arlando maupun Qeiza tidak bisa menghindari keinginan kedua orangtua masing-masing memisahkan mereka berdua karena buktinya cukup kuat yakni pernikahan kontrak mereka satu tahun. Qeiza pergi dengan mamanya meninggalkan rumah kediaman Meshach tanpa bisa Arlando cegah. Semuanya jadi rumit apalagi Arlando tidak bisa menjelaskan alasan apa sampai mereka berdua bisa terikat pernikahan kontrak. Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, Qeiza lebih banyak diam. Tatapannya tak beralih melihat ke luar jendela mobil. Mama Qeiza duduk disampingnya sampai tak berani untuk mengajak putrinya bicara.Tak membutuhkan waktu lama dalam perjalanan, Qeiza telah sampai di rumah. Kamar yang telah berbulan-bulan ditinggalkan sekarang ditempati kembali oleh pemilik
Pagi-pagi Qeiza sudah siap-siap berangkat ke butik. Walau semalam tidur sangat larut malam, tapi pagi-pagi sekali Qeiza sudah bangun. "Arlando!" Qeiza menepuk kaki suami kontraknya. "Bangun! Ini sudah siang!"Respon Arlando hanya menggeliat kecil, matanya sulit sekali untuk terbuka.Qeiza menggoyangkan tubuh Arlando. "Bangun! Katanya mau pergi ke kantor pagi-pagi."Ditunggu beberapa saat, tapi Arlando tidak bangun juga akhirnya Qeiza pergi ke luar dari kamar.Mami baru saja ke luar dari kamar. Setiap hari mami memang selalu bangun pagi untuk menyiapkan sarapan suaminya."Qeiza!" panggil mami melihat menantunya sedang menuruni tangga."Iya mi," jawab Qeiza berhenti ditengah-tengah tangga, melihat mertuanya."Mami ingin bicara denganmu!" Deg!Jantung Qeiza langsung berdetak cepat. Apalagi melihat mami begitu serius menatap pada dirinya."Kamu pasti sudah tahu tentang permasalahan yang sekarang terjadi," ucap Mami tanpa basa basi."Masalah apa mi?!" tanya Qeiza pura-pura.Tatapan mami
"Iya, saya sangat setuju jeng!" seru Mama Qei. "Saya juga akan mencari tahu, kenapa putriku bisa-bisanya bertindak sampai sejauh itu. Sampai sekarang saya tak habis pikir, apa maksudnya Qeiza melakukan semua kebohongan ini." "Sama jeng, saya juga tak habis pikir dengan putraku itu. Kok bisa bohongi kita semua. Tapi terlepas dari itu semua, sebaiknya kita mencari tahu alasan yang sebenarnya kenapa sampai bisa terjadi pernikahan kontrak.""Jeng," Mama Qeiza menurunkan volume suara. "Qeiza dan putramu melakukan pernikahan kontrak, tapi mereka tidur dalam satu kamar. Bagaimana itu jeng?!"Mami Arlando tertegun. Apa yang dikatakan besannya benar, bahkan tadi pagi saat membangunkan putra dan menantunya mereka sedang tidur berpelukan. Lalu ,,, lalu, kepala mami jadi tambah pusing."Jeng," panggil Mama Qei melihat besannya hanya diam tertegun. "I-iya ,,,.""Mereka tidur dalam satu tempat tidur. Bagaimana jeng?" Mama Qeiza jadi khawatir. "Apa mereka telah ,,,,""Aduh, saya jadi tambah bingun
Arlando menggosok kedua mata. "Siapa sih yang buka jendela? Silau!" ucapnya bersuara serak ciri khas orang bangun tidur.Qeiza yang terlebih dahulu menyadari akan kehadiran mami segera menyenggol tubuh Arlando. "Mami ,,,"Mendengar kata mami, kesadaran Arlando langsung terkumpul sempurna. "Mami?!" Qeiza bangun. "Selamat pagi mami,' sapanya basa basi."Sudah siang masih tidur! Kalian tidak pergi bekerja?!" tanya mami."I-iya mam," jawab Qeiza gugup langsung turun dari atas tempat tidur dan bergegas ke kamar mandi. Sementara Arlando kembali menarik selimut. "Aku masih mengantuk."Mami menarik selimut yang menutupi tubuh Arlando. "Bangun, ini sudah siang! Mami juga ingin bicara tentang pernikahan kontrakmu itu!"Deg!Jantung Arlando kaget. "Gawat! Pernikahan kontrak lagi yang mami bahas! Aku harus cari akal untuk menghindari mami," hati kecilnya bicara."Mami ingin bicara denganmu! Cepat bangun Arlando!" "Apa sih mami ini?! Pagi-pagi sudah marah-marah. Nanti kulitnya cepat keriput," u
Kediaman keluarga Meshach nampak sepi ketika Arlando dan Qeiza pulang. "Jam berapa?!" tanya Qeiza pada suaminya. "Sudah lewat dari tengah malam," bisik Arlando."Semua orang sudah tidur.""Baguslah," gumam Qeiza berjalan sangat hati-hati karena lampu ruang yang temaram.Klik!Lampu ruangan berubah terang, Qeiza hampir saja meloncat kaget. "Tuan muda, nyonya muda? Bibi pikir siapa," suara bibi memecah kesunyian. "Aduh bibi! Bikin kaget saja! Hampir copot jantungku!" "He-he, maaf nyonya. Bibi tidak bisa melihat dengan jelas, takutnya ada maling," bela bibi."Lampunya matiin lagi bi!" pinta Arlando kemudian menarik tangan Qeiza agar melanjutkan lagi langkahnya menuju kamar.Di dalam kamar, Qeiza langsung melepas sepatu high heelsnya. "Lelah banget, ingin cepat mandi dan tidur.""Aku duluan yang mandi!" Arlando buru-buru masuk ke kamar mandi. Qeiza menghempaskan tubuh di sofa. "Badan cape pikiran juga cape. Kenapa jadi seperti ini?!" gumamnya teringat kembali dengan pernikahan kontr