STATUS WA ADIK IPARKU 39Suara sirine mobil jenazah yang membawa mayat Vira dan bayinya mulai dihidupkan. Begitu juga lampu berputar di atasnya. Mobil sedan hitam itu mengikuti setelah menutup kaca jendelanya rapat-rapat, tak memberi celah padaku untuk mengamati lebih lamaMas Reno tak berkata apa-apa. Dia menarik tanganku, membawaku melangkah menuju parkiran depan dimana mobil kami berada. Kami melangkah dalam diam, dengan sejuta pertanyaan berkecamuk dalam benakku.Benarkah itu Vira? Aku tahu Mas Reno tak akan berdusta. Yang aku takutkan adalah seseorang memanipulasi kematiannya. Wanita yang mengaku sebagai ibu kandungnya jelas kaya raya. Mobil sedang hitamnya jenis Mercedes benz yang mahal harganya. Dan dengan uang berlimpah, ada banyak hal yang bisa dia lakukan.Mas Reno membantuku naik ke mobil. Perlahan kami meninggalkan parkiran rumah sakit. Wajah Mas Reno kaku. Ada kesedihan terpancar dari suaranya. "Itu sungguh-sungguh mayat Vira."Pandangan mata Mas Reno menerawang, menembu
Aku memeriksa catatan kehamilanku, dan mendadak berdebar mengingat bahwa HPL-ku dua minggu lagi. Usia kandungan ku sudah tiga puluh delapan minggu, sudah terasa sangat berat. Aku masih sering ke butik, tapi tak pernah naik ke lantai atas karena rasanya lelah sekali kalau harus naik turun tangga. Aku juga masih sering bolak balik ke rumah Ibu, bermain bersama Kayla, yang perlahan mulai jarang menangis jika teringat Mamanya. Kadang, Radit membawanya ke makam Riris, dan berkata bahwa Mamanya sedang tidur di rumah Allah. Sudah lebih dari dua bulan sejak kematian Vira, aku menepati janji pada Mas Reno untuk tak lagi bertanya, dan sejauh ini semua baik-baik saja. Tak ada apapun yang terjadi. Kasus Vira ditutup begitu kematiannya diumumkan, begitu juga kematian pria selingkuhan Riris yang bernama Luki itu. Kasusnya ditutup karena keluarganya meminta. Mereka menganggap itu kecelakaan biasa. Tiga kematian dalam waktu berdekatan, diantara orang yang saling mengenal dan berhubungan. Oh bukan ti
STATUS WA ADIK IPARKU 40Mobil itu melaju dengan tenang, meninggalkanku dengan dada yang berdebar kencang. Aku menatapnya, menyimpan nomor platnya dalam ingatanku. Setelah menutup pagar rumah, aku menghubungi seseorang."Andin?""Zi… aku butuh mencari tahu sesuatu."Suara seseorang menghela nafas panjang terdengar di seberang sana."Andin, tidaklah sebaiknya kau berhenti? Kau sedang hamil besar, hanya tinggal menunggu waktu. Berhentilah sejenak.""Aku hanya ingin tahu satu hal, Zi. Dan tak ada yang bisa membantuku selain dirimu.""Reno akan membunuhku kalau sampai tahu.""Sembunyikan ini dari dia. Aku mohon.""Apa lagi kali ini?""Tolong cari siapa pemilik mobil ini." Aku menyebut nomor platnya dengan cepat. "Aku tak akan melakukan apa-apa. Sungguh aku hanya ingin tahu."Sunyi. Dia diam saja, seperti biasa, tengah menyerap informasi yang baru saja kuucapkan, menyimpan dalam memorinya yang luar biasa."Telepon aku setengah jam lagi. Janji ini yang terakhir. Kau dan semua keingin tahuan
Kebahagiaan tengah menyelimuti keluarga kami. Kehadiran Aksa, bayiku yang tampan dan gembul, membuat aura rumah terasa berbeda. Mama memintaku pulang ke rumahnya, sementara Ibu juga ingin mendapatkan kesempatan merawatku. Akhirnya, demi menjaga agar tak ada yang cemburu, aku pulang ke rumahku sendiri. Tapi tetap saja, Mama dan Ibu nyaris datang setiap hari. Aku tak lagi perlu memasak karena mereka berdua selalu datang dengan tangan penuh tentengan. "Kenapa nggak telepon Mas, Andin?"Aku meringis, waktu itu aku hanya tak ingin mengganggunya. Tapi itu malah membuat Mas Reno cemberut. Dia ingin menyaksikan kelahiran Aksa."Ya nggak akan sempat juga Mas. Radit dan Nayla yang nggak terlalu jauh dari rumah aja datang pas Aksa dan lahir."Mas Reno manyun, meraih ponselku yang sudah dua hari tak kusentuh dan memberikannya padaku. Malam baru saja naik, kedua nenek yang berbahagia sudah pulang ke rumahnya masing-masing. Sebenarnya Kayla ingin menginap disini, tapi Ibu membujuknya karena aku bu
STATUS WA ADIK IPARKUPoV VIRA"Lihat anak yang kau manjakan selama ini, Pa. Tingkahnya sudah seperti Puteri saja. Mobilnya itu masih baru, belum ada dua bulan dan dia minta ganti lagi!"…"Pa! Dengar Mama dong kalau lagi ngomong!""Ya sudahlah, Ma. Jual mobilnya, tambah pakai uang Mama, belikan yang baru. Nanti Papa ganti."Kudengar kemudian Mama mendecak kesal."Reno saja tak pernah seperti itu. Padahal dia anak kita satu-satunya."Aku terkejut, langsung menekap dada yang terasa berdetak kencang."Sstt… pelankan suaramu, Ma. Bagaimana kalau Vira dengar? Dia akan sedih.""Ahh, mungkin memang sudah waktunya dia tahu. Dia sudah besar. Toh Papa tetap tak bisa menjadi wali nikahnya kelak.""Ma?""Sudahlah, Pa. Aku lagi kesal. Memang salah Mama mungut anak pelacur!"Terasa langit runtuh di atas kepalaku. Aku gemetar, nyaris jatuh karena tubuhku tiba-tiba saja limbung. Dunia terasa berputar dan seakan telah bersiap menimpaku. Apa kata Mama tadi? Aku bukan anak kandung mereka? Aku anak sia
Namamu sekarang Tania. Ingat baik-baik kalau Vira sudah mati.""Dimana anakku?" Untuk pertama kalinya aku membuka mulut. Wanita itu tersenyum. Sudut sudut bibirnya tertarik ke samping, menciptakan lengkung yang mengerikan."Bayi itu hanya akan membuatmu susah. Lagi pula, apa ayahnya menginginkannya?"Bima. Aku menggigit bibir. Lelaki yang telah menghamiliku itu telah kabur ke luar negeri. Sementara lelaki yang menikahiku karena uang sogokan dari Papa, langsung kabur pula saat tahu aku masuk penjara. Dua lelaki pengecut."Tania, kau akan menjalani hidupmu yang baru disini. Apapun yang kau inginkan, aku akan memberi, termasuk, jika kau ingin membalaskan dendammu pada orang-orang yang telah membuatmu seperti ini."Aku terbelalak. Kami bertatapan sekian lama, dan saat itulah wajah-wajah mereka melintas. Riris, Mbak Andin, Bima… dan Mas Reno. Maka kuputuskan menikmati saja menjadi anaknya, meski tak sedikitpun getaran itu kurasa. Kami tinggal di rumah mewah berlantai dua, hanya ditemani s
STATUS WA ADIK IPARKU 42Aku menekan gas secepat mungkin, melesat meninggalkan tempat itu. Dadaku berdegup kencang, dan suara Bang Reno memanggil namaku tadi, seakan terus menggema di telinga. Setelah cukup jauh, aku menghentikan mobil di bawah sebuah pohon akasia. Nafasku terengah-engah. Mami benar, seharusnya aku tak kemana-mana dengan wajah ini. Wajahku terlalu mudah dikenali bagi orang-orang yang pernah dekat denganku.Tapi, operasi plastik berikut proses pemulihannya, membutuhkan waktu lama. Aku rasanya tak sabar lagi melihat mereka berpisah. Ya. Aku akan membuat mereka berpisah. Jika aku tak bisa memiliki Bang Reni, maka tak seorangpun boleh memilikinya. Dan jika mereka begitu sulit dipisahkan, mungkin, malaikat maut lah yang bisa melakukannya.Aku mengemudi kembali pulang ke rumah. Rumah ini terlalu besar untuk kami tinggali berdua. Menurut gosip para pembantu, Mami punya dia anak tiri dari almarhum suaminya. Kedua anak itu kini ada di luar negeri. Entah, sesungguhnya aku tak
PoV ANDINSetelah isya, rumah kembali sepi. Kami tinggal bertiga saja setelah seharian ini semua keluarga berkumpul. Mama dan Ibu, juga kadang Nayla dan Radit yang semakin dekat. Jangan lupakan Kayla yang begitu bahagia karena punya adik baru. Mereka datang untuk membantuku, memasak, membersihkan rumah dan menjaga Aksa. Aku istirahat seharian, bangun hanya jika Aksa lapar. Namun, lama kelamaan, aku merasa bahwa ini semua tidak benar. Mereka terlalu memanjakanku. Aku takut jika pada akhirnya aku akan terlalu terbiasa bergantung pada orang lain."Mas, besok bilang Mama, kalau lelah nggak usah setiap hari datang. Aku sudah kuat kok, Mas. Sudah bisa masak dan beres-beres."Aku menimang Aksa yang tengah asyik memainkan bibirnya sendiri, seolah olah masih menyusu. Tapi lalu aku tersadar saat tak ada suara yang menjawab kata-kataku. Aku menoleh dan mendapati Mas Reno tengah melamun sambil menatap layar ponselnya."Mas…""Eh, apa?"Dia terkejut, menandakan bahwa dirinya tadi tak menyimak kata
"Selamat Bu Andin. Usia kandungan sudah dua belas minggu ya. Wah, nantinya pasti akan jadi ramai nih. Seru banget."Dokter Budi, dokter Sp.OG langganan ku, memberi selamat. Dia adalah saksi perjuanganku mendapatkan buah hati saat bersama Mas Reno dulu. Dan kini, aku datang bersama Mas Ziyan. Sang dokter tak banyak bertanya. Dia profesional. Kebahagiaan pasiennya adalah fokus dirinya. Di luar itu bukan merupakan urusannya. Prinsip yang sangat kuhargai."Benar Dok. Allah ternyata begitu sayang padaku."Aku datang ke praktek dokter Budi dengan Formasi lengkap. Mas Ziyan, Aksa, dan juga ketiga gadis kecilku yang cantik. Tentu saja kami menjadi perhatian banyak orang. Dengan keempat anak yang masih kecil, dan aku kembali datang untuk periksa kehamilan.Aku hanya tersenyum membalas pandangan heran orang-orang. Tak perlu menjelaskan karena aku tak kenal mereka. Juga, tak perlu menjelaskan, karena ukuran kebahagiaanku dan mereka pasti berbeda.Ya. Aku bahagia, membayangkan masa tua bersamanya
STATUS WA ADIK IPARKU (ekstra part)Sahabat menjadi cinta. Apakah itu mungkin terjadi pada kami?Setahun lagi sudah berlalu. Semuanya baik baik saja. Aku bahagia tinggal bertiga bersama Ibu di rumah peninggalan Ayah. Radit dan Nayla bersikeras membayar harga rumah lamaku dengan Mas Reno untuk mereka tempati bertiga Kayla. Tadinya aku tak mau. Aku mempersilahkan mereka tinggal sampai kapan saja. Tapi Radit tak mau, sebagai lelaki, dia ingin memberi tempat tinggal bagi istrinya dengan cara membeli, bukan menumpang. Aku akhirnya setuju setelah melihat rumahku yang kutinggalkan berdebu. Rumah yang selama lima tahun menjadi istanaku.Aku memang tak pernah datang lagi setelah memindahkan semua barang yang kurasa perlu ke rumah Ibu. Setiap membuka pintunya, semua kenangan bersama Mas Reno Menghantam, membuat dadaku terasa sesak. Terutama ketika Aksa yang mulai pandai bicara ikut ikutan memanggil Radit Papa. Sedih tentu saja, karena aku tak bisa memberikan keluarga yang utuh pada putraku sa
Tak ada yang lebih membahagiakan melihat adikku akhirnya menikah lagi. Radit mengucapkan ijab kabul dengan tenang meski suaranya bergetar. Aku tahu dia mungkin teringat pada Riris dan pernikahan seumur jagungnya yang berakhir tragis. Kulihat mata Ibu berkaca-kaca. Apalagi setelah ijab kabul selesai, Nayla langsung menggendong Kayla, menciumi nya. Tapi peduli gaunnya yang cantik itu kusut.Keluarga Nayla yang turun temurun merupakan keluarga dokter, menerima kami dengan sangat baik. Mereka tak pernah mempermasalahkan status Radit yang duda beranak satu. Atau Ibu yang hanya hidup dengan pensiunan Ayah dan warung sembako nya. Atau aku yang janda tanpa status, yang saat ini masih menabung untuk membangun kembali butik. Mereka keluarga dokter yang kaya raya tapi bersahaja. Tak sekalipun kudengar kata-kata yang membuat kami berasa berbeda. Adik Nayla yang masih kuliah, seorang gadis cantik dan periang, bahkan langsung akrab dengan Kayla dan Aksa.Aku bahagia, tentu saja. Kebahagiaan orang-o
STATUS WA ADIK IPARKU 46Dia seorang wanita setengah baya berpakaian modis. Dengan setelan blazer putih dan tas branded yang dijinjing oleh kedua tangannya. Rambut pendeknya yang ikal kemerahan disisir dengan rapi, begitu juga make up yang pastinya ditata oleh penata rias profesional. Meski begitu, segala make up itu tampaknya tak mampu menutupi tanda-tanda penuaan di wajahnya. Saat aku tiba, dia tengah diinterogasi polisi. Sikapnya tenang, sama sekali tak gampak gentar meski telah terbukti dia lah penyebab kematian suaminya sendiri."Saya tidak pernah bermaksud membunuh suami saya, Pak. Yang seharusnya mati saat itu Riris, selingkuhnya. Bukan suami saya."Aku berdiri di belakangnya, mendengar dia bicara seperti tanpa merasa bersalah."Bapak bayangkan saja, suami saya memelihara wanita muda, menghamburkan uang untuknya. Siapa istri yang tak akan marah?""Harusnya Riris yang mati saat itu. Tapi tak masalah, toh dia akhirnya menemui ajal dengan cara yang tak kalah tragis. Putri saya Zha
Adek! Adek Aksa!"Suara Kayla yang ceria terdengar dari luar, lalu langkah kaki kecilnya yang melompat-lompat itu mulai mendekat. Tak lama, wajah mungil muncul dari balik pintu."Adek Aksa tidur?"Dia bertanya sambil berbisik. Aku menggelneg sambil tersenyum. "Nggak, kan baru habis mandi. Kayla dari mana?" Aku bertanya sambil menakainkan Aksa kaus kaki, lalu menggendongnya dan berjalan ke depan. Ada Nayla yang tengah mengukur tensi darah Ibu.Ah, kasihan Ibu. Masalah Radit dan Riris yang menguras air mata Ibu baru saja selesai. Baru saja kering mata tua itu, kini, aku hendak menambahinya lagi dengan masalah."Tensi Ibu agak rendah Mbak."Aku mendesah, merasa bersalah karena sudah lama justru Ibu yang mengurusku.Aku memperhatikan mata Radit yang tak lepas dari tangan cekatan Nayla. Setelah menyimpan lagi alat pengukur tensi, Nayla mengusap usap lengan Ibu."Jangan banyak pikiran Bu. Semua akan baik-baik saja."Aku terenyuh. Bagaimana Ibu akan baik-baik saja, jika satu anak menjadi du
STATUS WA ADIK IPARKU 45Bolehkah aku menangis lagi Ya Allah?Ternyata ada hal yang juga sama menyakitkannya dengan dikhianati, yaitu dibohongi. Pemakaman Vira sudah selesai, dan aku sama sekali tak mau menghadirinya. Bukan karena dendam, tapi karena aku tak ingin melihat wajah Mas Reno yang amat berduka. Pantas saja dulu, Mas Reno tampak biasa saja saat Vira dimakamkan. Tentu karena dia tahu yang dimakamkan bukanlah Vira, tapi bayinya. Aku bisa mengerti karena Vira dulunya adalah adik yang sangat dia sayangi. Tapi kebohongan terakhir yang dia lakukan, yaitu menutupi kematian Vira akibatnya sangat fatal. Aku masih bersyukur Vira hanya membakar butikku. Sungguh tak bisa kubayangkan jika dia mencelakai Aksa. Mungkin saja aku bisa menjadi pembunuh."Andin, makan, Nak. Kau butuh tenaga dan juga ASI untuk Aksa."Ibu meletakkan sepiring makanan di depanku. Aku menghapus mataku yang basah, mengusap dada, mencoba menyembuhkan rasa nyeri di dalam hati. Sudah tiga hari Mas Reno di rumah Mama,
Dia lantas menunjuk makam di sebelahnya."Di dalam sini, bayiku terkubur. Aku harus menjadi orang lain gara-gara kalian!""Kau memanipulasi kematianmu. Itu sebuah kejahatan."Vira tersenyum culas. "Itu bukan urusan kalian.""Jelas jadi urusanku karena kau pasti tahu sebabnya sampai butikku terbakar."Gadis itu menelan ludah. Dia mundur hingga kakinya menabrak nisan. Ternyata dia hanya bisa mengubah wajahnya, tapi tidak cara berpikirnya yang ceroboh itu. Mas Reno menatap adik angkatnya itu dengah pandangan sedih."Ayo ikut, kau harus bertanggungjawab atas perbuatanmu."Lalu tiba-tiba, kurasakan benda dingin menempel di kepalaku. Disertai sebuah suara berat."Tidak ada yang boleh membawa Nona Tania pergi."…"Kalian salah. Semua pelaku kejahatan harus berakhir di penjara."Seperti adegan film, dimana kami semua adalah pemerannya. Aku berbalik begitu mendengar suara Zi. Kini di hadapanku, tampak seorang lelaki, mengangkat tangannya setelah menjatuhkan pisaunya ke tanah. Sementara di bel
STATUS WA ADIK IPARKU 44Rumah itu megah sekali, besar dan sangat mewah. Pagarnya saja sepertinya cukup untuk membangun satu rumah sederhana, belum lagi pilar-pilarnya yang tinggi. Jarak antara pagar dan teras cukup jauh sehingga aku tak dapat melihat pintu berukir yang pasti sama mahalnya. Halamannya ditanami rumput Jepang, dengan bunga-bunga yang tak semuanya tumbuh di Indonesia. Dan di sudut halaman, ada kandang berisi burung-burung yang cantik. Begitu mobil kami berhenti di depan pos satpam, seorang lelaki berseragam coklat langsung berlari menghampiri. Dia berdiri di balik pagar mewah itu, menatap dengan curiga. Tubuh tegap dan rambut cepak membuatku menduga bahwa mungkin dia mantan tentara. "Cari siapa?""Apa benar ini rumah Nyonya Arlene?"Lelaki itu menatap Mas Reno cukup lama."Benar. Ada keperluan apa dengan Nyonya?""Kami ingin bertemu putri Nyonya yang baru datang dari luar negeri. Namanya Vira."Wajah itu langsung berubah. Jika dia tadi tampak curiga, kini dia menampilka
Kau bilang waktu itu bahwa kau tak mengenalnya, Ndin.""Zi. Dia ibu kandung Vira. Dia yang membawa jenazah Vira. Aku curiga dia memalsukan kematian Vira. Vira masih hidup!"Di seberang sana, kudengar suara Zi mendesah. Aku tahu dia tak suka mendengarku seperti ini karena akan membuatku berada dalam bahaya. Tapi sungguh aku tak bisa diam saja. Jika Vira masih hidup, maka kemungkinan besar aku tahu siapa yang bertanggung jawab membakar butikku. 'Nikmati saja hidupmu saat ini, kebahagiaan yang kau miliki saat ini. Tunggulah, aku akan membuat kejutan untukmu.'Kata-kata Vira saat aku menemuinya di tahanan waktu itu kembali terngiang. Inikah kejutan yang dia maksud? Atau… ini hanya peringatan dan dia telah menyiapkan kejutan yang lebih besar lagi?"Zi, tolong cari alamat Nyonya Arlene. Ini pasti bukan hal sulit untukmu.""Memang, tapi akan menyulitkan hidupmu. Biar aku bicara dengan Reno. Kau baru saja melahirkan.""Sudah lewat seminggu, Zi. Aku sudah sembuh.""Keras kepala."Aku meringis