Aku menatap koper berisi pakaian dan perhiasan yang diberikan Mas Luki. Sudah seminggu dia tak datang, rupanya istrinya telah curiga dan mulai mengawasinya. Siang ini juga, kuputuskan untuk pergi. Aku akan meninggalkan rumah ini, berikut kuncinya. Aku tak punya hak memiliki rumah ini. Tapi mobil dan perhiasan ini kubutuhkan untuk bertahan hidup.Di atas sajadah, aku merenung. Dua kali niat membunuhku ternyata didahului orang lain. Aku tak tahu Hendra mati oleh racun ku, atau tusukan pisau istrinya. Tapi polisi merilis berita bahwa kematiannya akibat kehabisan darah. Dan ada orang lain yang mendahuluiku menculik Lidya. Mungkinkah Tuhan ingin aku berhenti, melupakan dendam dan menyadari bahwa sesungguhnya, semua kemalangan ini terjadi karena ulahku sendiri?Dan orang yang menculik Lidya? Siapa dia? Mungkinkah seorang wanita yang selama ini diam melihat suaminya selingkuh dengan Lidya? Lalu ketika dia tiba pada puncak kemarahannya, dia tak punya cara lain selain melampiaskannya."Aku aka
STATUS WA ADIK IPARKU 32I KNOW WHAT YOU SAW A FEW DAYS AGOSelembar kertas bertuliskan satu kalimat itu berada di dalam kantong kertas tempat makan siangku diantar oleh kurir. Motel ini memang tak memberi layanan makan siang dan malam, pun sarapan pagi hanya sekedarnya. Maklum motel murah. Sesungguhnya aku tak berselera makan. Semua yang masuk ke perutku hanya demi menjaga tubuhku tetap bertenaga. Aku membutuhkannya, karena sejak malam itu, sejak aku melihat Lidya diseret masuk ke dalam mobil, aku merasa hidupku akan semakin terjal. Makanan itu sudah terlanjur kupesan, dan kini bayangan Lidya dimasukkan dalam kantong mayat terus terbayang.Aku dipindahkan ke gedung lain, disebelah, yang masih merupakan satu pekarangan dengan motel yang kini ditutup oleh kepolisian. Semua pengunjung diinterogasi, termasuk aku. Aku hanya bisa mencari aman dengan mengatakan tak tahu apa-apa. Aku terlalu lelah untuk mengamati dan mendengarkan orang lain. Untunglah, kemampuan aktingku masih mumpuni. Polis
Bab 32BRefleks, aku menoleh ke samping, tepat saat dia juga menoleh padaku. Aku membaca dengan jelas keterkejutan di matanya. Keterkejutan yang sama, yang pastinya dia baca dari mataku."Riris…""Mbak Andin?"Sungguh Allah maha besar!Aku mencarinya kesana kemari, melarung kan doa dalam setiap sujud panjang agar dia disadarkan dan kembali meniti jalan pulang. Ternyata begitu mudah bagi Allah menuntun kami agar bertemu kembali. Sygesaat tadi, aku menyadari bahwa dia menempati porsi yang sama besarnya dalam doaku. Dan kini, kami saling tatap, masih mengenakan mukena. Riris tampak cantik sekali dibalut mukena seperti itu. Matanya sembab dan ada sisa-sisa air di ujung ujung matanya.Kami kehilangan kata-kata. Mas Reno yang kemudian berbalik, ikut terkejut melihat siapa yang ada di belakangnya."Ayo kita pulang. Kayla menunggumu."Riris tersedu lagi. Dia beringsut menjauh dariku. Tak ingin kehilangannya, aku langsung meraih tangannya."Sebesar apapun kesalahanmu di masa lalu, jika kau sud
STATUS WA ADIK IPARKU 33Tak ada yang lebih mengharukan dari pertemuan ibu dan anak yang telah terpisah meski hanya beberapa bulan lamanya. Kayla langsung melorot turun dari gendongan Nayla - yang aku tak tahu sejak kapan dia datang - dan berlari memeluk Mamanya. Riris menangis tersedu, menenggelamkan wajahnya di rambut Kayla."Mama kemana aja?"Riris terdiam, tak tahu hendak menjawab apa. Sementara Ibu yang berdiri di sudut ruang, menyusut mata dengan ujung lengan bajunya. Nayla sendiri tertegun, lalu mengundurkan diri dan berdiri di depanku. Aku tahu dia tengah mendekati Kayla, karena rasa sukanya pada Radit. Sejauh ini, mereka cukup akrab. Tapi tentu saja, Riris tak akan pernah bisa hilang dari hati Kayla.Aku menghampiri Ibu, sementara Nayla melangkah ke dapur, mungkin membuat minuman. Dia memang mulai akrab dengan rumah ini meski belum bertemu lagi dengan Radit. Kami duduk di sofa, membiarkan mereka berdua menuntaskan rindu."Dimana kau bertemu Riris, Nak?"Aku menceritakan penca
BAB 33B"Ndin, makanlah duluan. Kasihan bayimu. Mungkin Reno sedang ada halangan di jalan."Aku terdiam, mengusap perut, menenangkan bayiku yang sejak tadi bergerak gerak. Dia tampaknya mengerti kegelisahan hatiku. Bagaimana aku tak cemas? Kami jalan beriringan dari mushola. Mas Reno bilang hanya perlu mengisi bensin sebentar. Dan kini, sudah jam sembilan tiga puluh, dia belum juga tiba, sementara teleponlu tersambung tapi tak diangkatnya. Aku resah, bolak balik menatap ke jalan raya, berharap suamiku segera tiba."Ndin…"Mama berjalan dari dapur sambil membawa piring berisi nasi dan lauk lengkap. Beliau menyorongkannya padaku disertai tatapan mata yang tak ingin ditolak. Aku mendesah, menerima piring itu dan mulai makan. Duduk di seberang kursiku, Riris yang tengah memangku Kayla yang tertidur.Tadi, perlahan lahan, Riris menceritakan kemana saja dia selama ini. Sejak aku dan Radit meninggalkannya di rumah orang tuanya. Kedatangannya ke rumah Hendra, lalu terbangun di rumah bordil. J
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 34PoV EMILY"Em, ini beneran kamu punya hubungan sama Pak Arfan? Serius?""Ish, masih nanya. Masa nggak liat gimana bos kalau sama Emi."Bukan aku yang menyahut, tapi Riana. Dengan sadis, dia menyodok bahu Raya dengan sikutnya. Membuat si pemilik bahu meringis kesakitan. Aku tertawa, entah sejak kapan mereka sedekat ini. Tapi aku senang melihatnya. Keinginanku dulu agar Bang Arga jadi pacarnya Riana saja, sepertinya harus ku pupus. Cinta tak bisa dipaksakan. Aku justru selalu teringat pada Winda, yang sampai kini, nyaris sebulan lamanya tak juga ada kabar. Mas Arfan masih berusaha dan menyuruhku bersabar. Kami harus berhati-hati kalau tak ingin dikenakan pasal penculikan."Yaahh, benar-benar musnah harapan gue."Raya menyandarkan kepalanya di sandaran kursi dengan ekspresi sedih yang berlebihan. Riana melotot."Kan ada gue."Raya melirik dengan sadis. "Males lah. Ntar lo bucin sama gue, kelar idup gue."Aku tertawa sementara Riana mencubit Raya tak terima. Se
Mobil berhenti di depan sebuah rumah mungil bercat putih bersih. Halamannya kecil, hanya muat satu mobil saja. Tapi meski begitu, beragam pot bunga tertata dengan apik di teras, sehingga teras kecil ini terlihat segar dan enak di pandang mata."Ini rumah siapa, Mas?"Mas Arfan tidak menyahut. Dia menarik tanganku masuk ke dalam rumah yang tak terkunci. Ruang tamunya kecil, dengan satu set sofa minimalis yang berwarna putih bersih. Aku tertegun sejenak mendapati rumah sepi sekali. Kakiku kaku, tak mau diajak bergerak. Aku menatap punggung Mas Arfan yang menarik tanganku, tapi tertahan karena aku tak mau bergerak."Kenapa?"Aku menarik tanganku dengan sekali sengak."Mau apa Mas ngajak aku kesini? Aku… aku memang mencintai Mas. Tapi aku bukan cewek murahan."Matanya melebar sesaat. Lalu tak lama, tawanya berderai. "Ya Tuhan, jadi kamu pikir…?"Aku menatapnya, lalu memandang pintu depan yang tertutup, dengan hati tak menentu. Aku rasa, kalau dia macam-macam, aku bisa lari dan kabur dari
STATUS WA ADIK IPARKU 35PoV RIRISAku menunggu sampai acara pemakaman selesai, menelusup di antara para pelayat yang luar biasa banyaknya. Satpam dan para penghuni rumah ini tak ada yang menyadari. Aku ikut ke pemakaman, ikut menangis dari balik bahu orang lain, menunduk menyembunyikan air mata. Bagaimana aku tak menangis? Lelaki ini, meski perkenalanku dengannya amat singkat, memberi banyak perubahan dalam hidupku. Dia melepaskanku dari sangkar Mami Dewi, memberiku hidup layak meski belum bisa memberi hidup yang terhormat. Melimpahiku dengan uang. Uang yang banyak, yang aku yakin menjadi alasan istrinya ingin membunuhku.Pukul lima sore, rumah mulai sepi. Para pelayat, saudara dan teman yang datang telah pergi. Mas Luki berusia empat puluh tahun. Dua anaknya sedang kuliah di luar negeri sehingga rumah ini hanya dihuni Nyonya Arlene istrinya dan beberapa pelayan. Sangat banyak pelayan berseragam. Saat sang tuan rumah sibuk bersalaman dengan tamu-tamu yang pamit usai mengucapkan bela
"Selamat Bu Andin. Usia kandungan sudah dua belas minggu ya. Wah, nantinya pasti akan jadi ramai nih. Seru banget."Dokter Budi, dokter Sp.OG langganan ku, memberi selamat. Dia adalah saksi perjuanganku mendapatkan buah hati saat bersama Mas Reno dulu. Dan kini, aku datang bersama Mas Ziyan. Sang dokter tak banyak bertanya. Dia profesional. Kebahagiaan pasiennya adalah fokus dirinya. Di luar itu bukan merupakan urusannya. Prinsip yang sangat kuhargai."Benar Dok. Allah ternyata begitu sayang padaku."Aku datang ke praktek dokter Budi dengan Formasi lengkap. Mas Ziyan, Aksa, dan juga ketiga gadis kecilku yang cantik. Tentu saja kami menjadi perhatian banyak orang. Dengan keempat anak yang masih kecil, dan aku kembali datang untuk periksa kehamilan.Aku hanya tersenyum membalas pandangan heran orang-orang. Tak perlu menjelaskan karena aku tak kenal mereka. Juga, tak perlu menjelaskan, karena ukuran kebahagiaanku dan mereka pasti berbeda.Ya. Aku bahagia, membayangkan masa tua bersamanya
STATUS WA ADIK IPARKU (ekstra part)Sahabat menjadi cinta. Apakah itu mungkin terjadi pada kami?Setahun lagi sudah berlalu. Semuanya baik baik saja. Aku bahagia tinggal bertiga bersama Ibu di rumah peninggalan Ayah. Radit dan Nayla bersikeras membayar harga rumah lamaku dengan Mas Reno untuk mereka tempati bertiga Kayla. Tadinya aku tak mau. Aku mempersilahkan mereka tinggal sampai kapan saja. Tapi Radit tak mau, sebagai lelaki, dia ingin memberi tempat tinggal bagi istrinya dengan cara membeli, bukan menumpang. Aku akhirnya setuju setelah melihat rumahku yang kutinggalkan berdebu. Rumah yang selama lima tahun menjadi istanaku.Aku memang tak pernah datang lagi setelah memindahkan semua barang yang kurasa perlu ke rumah Ibu. Setiap membuka pintunya, semua kenangan bersama Mas Reno Menghantam, membuat dadaku terasa sesak. Terutama ketika Aksa yang mulai pandai bicara ikut ikutan memanggil Radit Papa. Sedih tentu saja, karena aku tak bisa memberikan keluarga yang utuh pada putraku sa
Tak ada yang lebih membahagiakan melihat adikku akhirnya menikah lagi. Radit mengucapkan ijab kabul dengan tenang meski suaranya bergetar. Aku tahu dia mungkin teringat pada Riris dan pernikahan seumur jagungnya yang berakhir tragis. Kulihat mata Ibu berkaca-kaca. Apalagi setelah ijab kabul selesai, Nayla langsung menggendong Kayla, menciumi nya. Tapi peduli gaunnya yang cantik itu kusut.Keluarga Nayla yang turun temurun merupakan keluarga dokter, menerima kami dengan sangat baik. Mereka tak pernah mempermasalahkan status Radit yang duda beranak satu. Atau Ibu yang hanya hidup dengan pensiunan Ayah dan warung sembako nya. Atau aku yang janda tanpa status, yang saat ini masih menabung untuk membangun kembali butik. Mereka keluarga dokter yang kaya raya tapi bersahaja. Tak sekalipun kudengar kata-kata yang membuat kami berasa berbeda. Adik Nayla yang masih kuliah, seorang gadis cantik dan periang, bahkan langsung akrab dengan Kayla dan Aksa.Aku bahagia, tentu saja. Kebahagiaan orang-o
STATUS WA ADIK IPARKU 46Dia seorang wanita setengah baya berpakaian modis. Dengan setelan blazer putih dan tas branded yang dijinjing oleh kedua tangannya. Rambut pendeknya yang ikal kemerahan disisir dengan rapi, begitu juga make up yang pastinya ditata oleh penata rias profesional. Meski begitu, segala make up itu tampaknya tak mampu menutupi tanda-tanda penuaan di wajahnya. Saat aku tiba, dia tengah diinterogasi polisi. Sikapnya tenang, sama sekali tak gampak gentar meski telah terbukti dia lah penyebab kematian suaminya sendiri."Saya tidak pernah bermaksud membunuh suami saya, Pak. Yang seharusnya mati saat itu Riris, selingkuhnya. Bukan suami saya."Aku berdiri di belakangnya, mendengar dia bicara seperti tanpa merasa bersalah."Bapak bayangkan saja, suami saya memelihara wanita muda, menghamburkan uang untuknya. Siapa istri yang tak akan marah?""Harusnya Riris yang mati saat itu. Tapi tak masalah, toh dia akhirnya menemui ajal dengan cara yang tak kalah tragis. Putri saya Zha
Adek! Adek Aksa!"Suara Kayla yang ceria terdengar dari luar, lalu langkah kaki kecilnya yang melompat-lompat itu mulai mendekat. Tak lama, wajah mungil muncul dari balik pintu."Adek Aksa tidur?"Dia bertanya sambil berbisik. Aku menggelneg sambil tersenyum. "Nggak, kan baru habis mandi. Kayla dari mana?" Aku bertanya sambil menakainkan Aksa kaus kaki, lalu menggendongnya dan berjalan ke depan. Ada Nayla yang tengah mengukur tensi darah Ibu.Ah, kasihan Ibu. Masalah Radit dan Riris yang menguras air mata Ibu baru saja selesai. Baru saja kering mata tua itu, kini, aku hendak menambahinya lagi dengan masalah."Tensi Ibu agak rendah Mbak."Aku mendesah, merasa bersalah karena sudah lama justru Ibu yang mengurusku.Aku memperhatikan mata Radit yang tak lepas dari tangan cekatan Nayla. Setelah menyimpan lagi alat pengukur tensi, Nayla mengusap usap lengan Ibu."Jangan banyak pikiran Bu. Semua akan baik-baik saja."Aku terenyuh. Bagaimana Ibu akan baik-baik saja, jika satu anak menjadi du
STATUS WA ADIK IPARKU 45Bolehkah aku menangis lagi Ya Allah?Ternyata ada hal yang juga sama menyakitkannya dengan dikhianati, yaitu dibohongi. Pemakaman Vira sudah selesai, dan aku sama sekali tak mau menghadirinya. Bukan karena dendam, tapi karena aku tak ingin melihat wajah Mas Reno yang amat berduka. Pantas saja dulu, Mas Reno tampak biasa saja saat Vira dimakamkan. Tentu karena dia tahu yang dimakamkan bukanlah Vira, tapi bayinya. Aku bisa mengerti karena Vira dulunya adalah adik yang sangat dia sayangi. Tapi kebohongan terakhir yang dia lakukan, yaitu menutupi kematian Vira akibatnya sangat fatal. Aku masih bersyukur Vira hanya membakar butikku. Sungguh tak bisa kubayangkan jika dia mencelakai Aksa. Mungkin saja aku bisa menjadi pembunuh."Andin, makan, Nak. Kau butuh tenaga dan juga ASI untuk Aksa."Ibu meletakkan sepiring makanan di depanku. Aku menghapus mataku yang basah, mengusap dada, mencoba menyembuhkan rasa nyeri di dalam hati. Sudah tiga hari Mas Reno di rumah Mama,
Dia lantas menunjuk makam di sebelahnya."Di dalam sini, bayiku terkubur. Aku harus menjadi orang lain gara-gara kalian!""Kau memanipulasi kematianmu. Itu sebuah kejahatan."Vira tersenyum culas. "Itu bukan urusan kalian.""Jelas jadi urusanku karena kau pasti tahu sebabnya sampai butikku terbakar."Gadis itu menelan ludah. Dia mundur hingga kakinya menabrak nisan. Ternyata dia hanya bisa mengubah wajahnya, tapi tidak cara berpikirnya yang ceroboh itu. Mas Reno menatap adik angkatnya itu dengah pandangan sedih."Ayo ikut, kau harus bertanggungjawab atas perbuatanmu."Lalu tiba-tiba, kurasakan benda dingin menempel di kepalaku. Disertai sebuah suara berat."Tidak ada yang boleh membawa Nona Tania pergi."…"Kalian salah. Semua pelaku kejahatan harus berakhir di penjara."Seperti adegan film, dimana kami semua adalah pemerannya. Aku berbalik begitu mendengar suara Zi. Kini di hadapanku, tampak seorang lelaki, mengangkat tangannya setelah menjatuhkan pisaunya ke tanah. Sementara di bel
STATUS WA ADIK IPARKU 44Rumah itu megah sekali, besar dan sangat mewah. Pagarnya saja sepertinya cukup untuk membangun satu rumah sederhana, belum lagi pilar-pilarnya yang tinggi. Jarak antara pagar dan teras cukup jauh sehingga aku tak dapat melihat pintu berukir yang pasti sama mahalnya. Halamannya ditanami rumput Jepang, dengan bunga-bunga yang tak semuanya tumbuh di Indonesia. Dan di sudut halaman, ada kandang berisi burung-burung yang cantik. Begitu mobil kami berhenti di depan pos satpam, seorang lelaki berseragam coklat langsung berlari menghampiri. Dia berdiri di balik pagar mewah itu, menatap dengan curiga. Tubuh tegap dan rambut cepak membuatku menduga bahwa mungkin dia mantan tentara. "Cari siapa?""Apa benar ini rumah Nyonya Arlene?"Lelaki itu menatap Mas Reno cukup lama."Benar. Ada keperluan apa dengan Nyonya?""Kami ingin bertemu putri Nyonya yang baru datang dari luar negeri. Namanya Vira."Wajah itu langsung berubah. Jika dia tadi tampak curiga, kini dia menampilka
Kau bilang waktu itu bahwa kau tak mengenalnya, Ndin.""Zi. Dia ibu kandung Vira. Dia yang membawa jenazah Vira. Aku curiga dia memalsukan kematian Vira. Vira masih hidup!"Di seberang sana, kudengar suara Zi mendesah. Aku tahu dia tak suka mendengarku seperti ini karena akan membuatku berada dalam bahaya. Tapi sungguh aku tak bisa diam saja. Jika Vira masih hidup, maka kemungkinan besar aku tahu siapa yang bertanggung jawab membakar butikku. 'Nikmati saja hidupmu saat ini, kebahagiaan yang kau miliki saat ini. Tunggulah, aku akan membuat kejutan untukmu.'Kata-kata Vira saat aku menemuinya di tahanan waktu itu kembali terngiang. Inikah kejutan yang dia maksud? Atau… ini hanya peringatan dan dia telah menyiapkan kejutan yang lebih besar lagi?"Zi, tolong cari alamat Nyonya Arlene. Ini pasti bukan hal sulit untukmu.""Memang, tapi akan menyulitkan hidupmu. Biar aku bicara dengan Reno. Kau baru saja melahirkan.""Sudah lewat seminggu, Zi. Aku sudah sembuh.""Keras kepala."Aku meringis