Alex dan Bebek saling berpandangan, di mana Alex belum naik ke motor dan masih berdiri di samping. Keduanya tentu merasa aneh dengan secarik kertas yang ditinggalkan Maida dan diberikan sembunyi-sembunyi pada Alex. Keduanya menoleh bersamaan ke pintu gerbang yang tertutup rapat.
"Aneh," gumam Bebek memecah kesunyian antara mereka.
Mata Alex beralih kembali menatap secarik kertas itu yang belum dia buka. Jujur saja, hatinya berubah gelisah dan cemas. Hatinya juga takut untuk membuka kertas itu dan membaca isinya. Melihat raut wajah Alex yang sedikit ragu membuat Bebek menepuk bahu dan menyadarkan Alex kembali dari lamunan sesaatnya.
"Kita cari tempat aman baru dibaca. Ada CCTV, Lex!" gumam Bebek
Membelah jalan ibu kota yang nampak ramai dan tak terlalu macet, Rena melajukan mobilnya perlahan menyusuri jalan menuju rumah yang dia huni bersama Jeff setelah resmi menikah. Rumah yang dibangun khusus oleh Jeff dan dia berikan untuk Rena sebagai hadiah pernikahan. Rumah yang jauh dari hiruk pikuk keramaian dan dikelilingi taman yang ditumbuhi aneka bunga dan pepohonan di mana pada teras belakang terdapat beberapa pohon buah cangkok yang sengaja ditanam dan dirawat oleh Rena untuk mengisi waktu luangnya. Sekitar jam 10 lewat, Rena akhirnya tiba di rumah. Mobilnya perlahan masuk setelah pintu gerbang dibuka oleh Bang Subur, penjaga pos rumah tersebut."Selamat malam, Neng!" ucap Bang Subur menyapa Rena yang membuka kaca jendela."Malam, Bang," jawab Rena melempar senyum manis yang tak pernah berubah di mata Bang Subur.Setelah mobil yang dikemudikan Rena masuk, Bang Subur menutup kembali pintu gerbang dan menguncinya. Mang Imun yang sedang duduk di pos jaga tak lepas menatap kepergian
Jeff menatap tajam dengan mata membulat. Saking bulatnya, bahkan tak sekali pun Rena melihat mata Jeff berkedip saat menatapnya. Tak ada cinta di matanya kini yang biasa dia tunjukkan selama ini. Rena tercekat menelan salivanya dengan kerongkongan yang teramat kering dan terasa sakit. Rasa sakit di hatinya yang telah menjalar hingga ke tenggorokan melihat pria yang dia cintai begitu benci memandangnya."K-kak!" panggil Rena lirih dan penuh rasa takut. Ya, Rena takut pada Jeff. Rena takut kehilangan cinta Jeff. Takut Jeff membenci dan meninggalkannya, meskipun dia sadar jika ulahnya tersebut memang bertujuan untuk hal itu."Begini caramu membalas semua cinta tulusku, huh?" kata Jeff geram tanpa memutus pandangannya pada Rena yang lagi-lagi tercekat dengan salivanya send
Terdengar suara seorang wanita dari pintu masuk dan begitu kencang. Secara bersamaan kepala Jeff dan Rena menoleh ke arah datangnya suara. Mereka mendapati sosok seorang wanita tengah melangkah menghampiri yang nampak berkerut kening. Sedangkan Jeff melempar tatapan datar pada sosok yang tak lain adalah Dilara, di mana dia berperan sebagai pendukung dalam rencana yang tengah berlangsung."Di sini rupanya kalian," ucap Dilara akhirnya tiba di ruangan itu dan mendapati Jeff yang tengah duduk di sofa serta Rena tengah duduk menatap kesal padanya terlihat begitu jelas.Mengabaikan raut wajah Rena yang memandangnya tak bersahabat, Dilara berlalu dan mendekati jeff yang bergeming serta nampak acuh tanpa mengurangi raut kesal di wajahnya kini. Matanya menelisik tajam pada Dil
Di sebuah warung kopi pinggir jalan yang nampak cukup ramai dan tak terlalu jauh dari rumah, Bebek menghentikan laju motornya dan menepi di sana bersama beberapa pengunjung warung itu yang terlihat sedang berbincang. Berhubung waktu sudah menunjukkan jam 9 malam, mereka memutsukan untuk santai di sana saja dan membatalkan untuk nongkrong di cafe langganan mereka di mana selalu ada live music setiap malam minggu. Alex turun dari motor dan diikuti Bebek yang mencabut kunci motor dan meenyimpannya di saku celana."Bang, kopi cucu dua kayak biasa!" teriak Bebek macam sedang di hutan."Eh, Duo Curut baru datang. Cucu peras atau cucu sachet, Bek?" tanya Bang Mancung memastikan lagi."Kalau cucu perawa
Alex dan Bebek menikmati susu perawan favorit mereka dalam keadaan sudah dingin. Keterkejutan dan kebingungan membuat keduanya seketika lupa dengan minuman dan jajanan yang tersedia di meja karena mereka termenung dengan pikiran masing-masing."Akan jadi petualangan berat buat kita dalam menjalankan misi berbahaya ini, Lex!" kata Bebek yang sudah kembali dari lamunan cukup panjangnya.Alex menatap serius pada Bebek yang seketika hilang wajah menyebalkannya. Alex menghela nafas panjang dan tangan kanan meraih gelas, lalu meminumnya hingga tersisa setengah. Matanya kembali menatap Bebek yang belum merubah raut wajahnya dan menunggu tanggapan Alex."Yang jelas kita harus turuti ucapan Kak Maida aga
Waktu sudah menunjukkan jam 11 malam. Dilara masih belum ada tanda-tanda untuk segera pergi dan justru sedang bergelayut manja di samping Jeff yang duduk dengan wajah dingin dan masih bungkam. Matanya menatap layar TV yang tengah menayangkan pertandingan sepak bola dan untuk pertama kalinya dia tak tertarik dengan olah raga kesukaannya itu."Ini gurita ganjen ngapain lendat-lendot lagi dan bukannya pulang!" gerutu Jeff dalam hati yang risih dengan tingkah Dilara dan tak ada tanda segera pergi dari hadapannya."Bicaralah, Jeff. Kau tidak usah sedih dengan istri jalang macam Rena. Kalau aku wajar saja melihat perubahannya, secara dia orang miskin dan tak ada orang tua yang mendidiknya selama ini. Jadi, tentu prilaku dia meman
Setelah kepergian Dilara, Jeff melangkahkan kakinya menuju kamar di mana dia dan Rena tidur. Bik Narsih yang sejak tadi diam-diam menyimak tengah berdiri menatap Jeff yang berjalan pelan menaiki anak tangga. Dia menghela nafas panjang dengan raut wajah prihatin."Ular itu mulai menunjukkan jati dirinya. Semoga Den Jeff dan Neng Rena bisa melewati semua. Sepertinya aku harus membantu mereka agar rencana jahat itu bisa dihentikan," gumam Bik Narsih dengan suara pelan.Di tengah pikiran yang terus berkecamuk, tiba-tiba Bik Narsih terhenyak karena ada sebuah tangan yang mendarat di bahunya dari arah belakang."Semvak! Eh, semvak!" latah Bik Narsih kaget dan justru membuat pria yang mengagetkannya te
Keesokkan paginya, Rena bangun kesiangan dan Jeff sudah berangkat ke kantor. Dia menatap suasana kamar yang tak ada tanda-tanda jika semalam Jeff tidur seranjang dengannya. Rena menghela nafas kecewa karena tersadar jika hubungan mereka sudah berakhir. Senyum kecut terukir di wajah Rena kini."Mana mungkin Kak Jeff mau tidur seranjang dengan wanita kotor sepertiku," gumam Rena pelan dengan wajah sulit diartikan. Kembali Rena terdiam. Dia mengangkat tangan kiri dan mendaratkannya pada ujung bibir yang terdapat lebam karena tamparan Anin kemarin."Akh!" rintih Rena karena luka iti masih terasa sakit dan seketika matanya melotot karena menyadari sesuatu.
Hari pun terus berlalu. Tanaya dan Dilara resmi mendekam di penjara dengan semua kejahatan yang telah mereka lakukan. Sedangkan Anin telah resmi menikah dengan Kimoy tanpa restu dari Tanaya dan hidup sederhana serta membuka rumah makan yang cukup ramai berkat keahlian Kimoy meracik bumbu dan pintar masak selama ini. Anin sudah mengetahui apa yang telah menimpa Tanaya dan sudah berkunjung ke penjara menjenguknya beberapa kali. Tangis dan sesal ditunjukkan oleh Tanaya dan Dilara setelah mendekam di penjara untuk menebus semua kejahatan yang dilakukan mereka, meskipun hukuman yang diberikan kepada Dilara jauh lebih ringan, tapi tetap saja membuat dia begitu sedih dan menyesali perbuatannya selama ini. Jeff dan Rena pun beberapa kali berkunjung ke pen
Tubuh Tanaya seketika menegang melihat apa yang ada di hadapannya kini. Matanya menelisik satu-persatu tiap orang yang ada di depannya dalam keadaan duduk dan terdiam serta memandang tajam ke arahnya. Berkali-kali Tanaya menelan salivan karena tenggorokannya yang mendadak tercekat. Lututnya seolah lemah dengan kepalanya yang mendadak sakit dan berharap bahwa apa yang dialami saat ini hanyalah sebuah halusinasi saja akibat sedang kesal dengan perbuatan yang Anin lakukan. "Astaga, sepertinya aku ben
Mendengar jawaban yang diberikan oleh Hakan dan terlihat begitu santai, Tanaya memincing curiga ke arahnya serta menelisik saksama. Dia pun menatap sekeliling dan terlihat suasana rumah yang begitu tenang. Hal itu membuat kening Tanaya berkerut banyak karena merasa aneh dan tak biasa."Sejak kapan kau berada di sini? Apa kau belum pulang sejak semalam?" tanya Tanaya menatap tajam pada Hakan yang duduk berseberangan dengannya.
Setelah memerintahkan Maida untuk memberikan sarapan kepada Rena, Tanaya akhirnya pamitan untuk pulang sebentar ke kediamannya sekedar melihat apakah Anin pulang ke rumah atau tidak. Namun, sesampainya di rumah dia masih tidak menemukan keberadaan Anin dan hari itu kembali membuat darah tingginya kumat. Dia duduk di ruang keluarga sambil memijit pelipisnya yang terasa sakit. Tak berapa lama, dia meraih handphone yang ada dindalam handbag berwarna hitam miliknya untuk menghubungi Dilara karena sejak semalam dia berpamitan untuk makan malam di rumah Jeff hingga kini masih belum memberi kabar, meskipun hanya berupa pesan. Berulang kali Tanaya menghubungi Dilara, tapi tak kunjung diangkat. Dia pun merasa aneh kenapa Dilara tak mengangkat panggilannya
Keesokan harinya, Rena terbangun dengan tubuh yang terasa begitu sakit karena dia dikurung di sebuah gudang tak jauh dari kebun belakang. Dia tertidur hanya beralaskan sebuah koran bekas. Ruangan tersebut tak ada penerangan sama sekali, kecuali cahaya lampu yang masuk dari jendela. Selain itu, ruangan tersebut memang cukup luas, di mana barang-barangnya tidak terlalu penuh dan kebanyakan diisi oleh buku-buku serta elektronik yang sudah tak digunakan. Rena meregangkan otot yang terasa kaku serta tubuhnya yang sedikit menggigil karena semalaman dia tidur di lantai. Dia menatap ke jendela dan berpikir untuk menebak sekiranya sudah jam berapa saat itu. Ketika dia sedang menerka, tiba-tiba terdengar perutnya yang berbunyi menandakan bahwa dia kelaparan
Di kediaman Jeff, Dilara terkejut ketika mendengar kalimat yang diucapkan oleh Jeff karena tak menyadari dan terbuai dengan khayalan kotornya sendiri. Dengan cepat, dia melepaskan tangannya dari payudara yang dia remas sendiri sejak tadi, sehingga memicu gairah. Merasa terciduk, wajah Dilara seketika merona karena malu dilihat oleh Jeff yang tak disadarinya sudah keluar dari kamar mandi. "Dasar bodoh! Kenapa aku tak dengar dia keluar kamar mandi, sih! Benar-benar memalukan!" kata Dilara dalam hati
Di Jalan Raflesia, Maida yang berada di kamar Evran saat kejadian diseretnya Rena untuk dikurung seperti mereka tentu terkejut karena tak menyangka bahwa Rena akan kembali ke rumah itu. Evran yang tentu mendengar dengan jelas teriakan Rena hanya bisa melotot tak percaya mendengar teriakan menantunya karena diseret paksa oleh penjaga rumah diiringi bentakan dari Tanaya. Hatinya tentu sangat geram karena tindakan Tanayaa yang sudah melampaui batas dan benar-benar ingin menyingkirkan orang yang dia cintai. Bahkan, Evran yakin Tanaya akan melenyapkan dia beserta Rena dan jika sudah mendapatkan hartanya, dia pun yakin Tanaya akan menyingkirkan Jeff. Maida bisa melihat betapa Evran berbaring gelisah di ranjang. Tahu apa yang telah dilakukan Fanaya kali
Sekitar jam 6 sore, akhirnya Jeff tiba di kediamannya. Pikiran dia masih tertuju pada Rena yang saat ini berada di Jalan Raflesia dan terkurung bersama Evran. Dia berjalan lunglai masuk ke dalam rumah dan terkejut ketika disambut oleh sosok wanita dengan pakaian seksi serta make up tebal yang tak lain adalah Dilara. Terhenyak sebentar, pikiran waras Jeff akhirnya kembali dan sadar bahwa siang tadi Dilara sudah memberikan pesan kepadanya bahwa malam ini dia akan datang ke rumah untuk makan malam bersama. Sadar akan hal itu, dia menarik nafas panjang. Matanya menatap malas pada Dilara yang berjalan mendekat untuk menyambut kepulangannya.
Kimin dan Codet seketika mendekati Rena yang terkejut dan mundur untuk menghindar, tapi mereka menarik tangannya demi melaksanakan tugas yang diperintahkan oleh Tanaya. "Tidak! Jangan sentuh aku! Lepaskan kubilang!" teriak Rena berusaha menolak kedua penjaga itu yang tentu dengan mudah meringkus Rena.