Bab 6 Siapa yang Sebenarnya Berselingkuh?

Sudut pandang Nikita:

Dua hari kemudian, aku sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit.

Sebenarnya, aku sudah bisa pulang di hari saat aku pertama kali bertemu keempat saudaraku, tetapi mereka bersikeras aku harus menginap satu hari lagi.

Ketika sudah saatnya aku keluar, aku terkejut karena di luar ruanganku, ada banyak pria berpakaian hitam berdiri tegak.

"Apa ada pasien VIP yang dirawat di lantai ini?" tanyaku kepada Yeni. Dia tertawa dan berkomentar, "Kakak-kakakmu udah gila."

Kemudian, dia memegang pegangan kursi roda untuk mendorongku keluar dari ruang rawatku.

Saat tiba di pintu masuk rumah sakit, aku terkesima melihat deretan mobil yang tampak serupa terparkir di luar. Ketika kakak-kakakku melihat kami, mobil pertama melaju sampai berhenti di hadapanku, lalu diikuti oleh mobil-mobil lain setelahnya.

Aku tidak percaya dengan apa yang kulihat. "Astaga! Jangan bilang mobil ini untukku?" tanyaku pada keempat pria itu. Aku paham sekarang. Semua mobil ini adalah milik mereka dan para pria berjas tadi adalah anak buah mereka.

"Satu-satunya yang terbaik untuk ratu kecil kita," umum Markus sebelum dia menekukkan lengannya dan menyikutku dengan lembut.

Aku memahami maksudnya dan menggenggam lengan yang dia tawarkan. Sementara itu, di sisiku yang lain, Fino melakukan hal yang sama. Pada akhirnya, aku bergerak maju dengan diapit oleh mereka di kedua sisiku.

Kami berjalan ke arah mobil pertama tadi, mobil BMW berwarna merah. "Ini mobilmu," jelas Markus sebelum membantuku naik ke mobil.

Diapit oleh kedua kakakku di jok belakang mobil itu, aku mendengar suara pintu dibuka dan ditutup secara bersamaan. Ini yang dinamakan suara kemewahan!

"Mulai sekarang, kamu bakal diperlakukan kayak ratu. Anggap ini sebagai penebusan kami karena udah ngabaiin kamu dulu, Nikita," kata Markus, lalu mengedipkan mata.

Dari rumah sakit, kami langsung menuju bandara. Pesawat yang mereka sewa sudah menunggu kami di sana.

Begitu kami sampai dan masuk, mataku terbelalak melihat isi pesawat, aku tidak terbiasa dengan kemewahan ini. Kami memanfaatkan delapan jam penerbangan itu untuk membangun kedekatan satu sama lain. Mereka pun menceritakan semua yang terjadi pada keluarga kami.

Saat sedang asyik mengobrol, tiba-tiba ponselku berdering, Hilda, teman baikku, menelepon.

"Nikita, apa itu benar?" Suara Hilda terdengar seperti dia sedang menangis.

"Apa yang kamu dengar?" tanyaku, menganggap bahwa penghinaan yang aku alami dari Noah dan pamannya telah menyebar ke luar batas.

"Noah udah ceraiin kamu, 'kan? Dia juga yang memecatmu dan mengusirmu."

Aku terdiam karena aku sudah memantapkan hati untuk melupakan hal itu, tetapi tetap saja, aku membiarkan diriku mengingat kembali kejadian di hari yang penting itu, hari di mana aku menderita secara emosional, menanggung malu dan penghinaan yang diberikan Noah padaku.

"Ya, aku dan dia udah cerai," kataku mengakui.

Temanku berusaha menahan suara tangis yang ingin keluar.

"Kamu tahu nggak? Ada rumor yang beredar kalau kamu selingkuh dari Noah dan orang-orang di Perusahaan Adhitama sedang menggosipkannya."

Dadaku serasa sesak. Noah tidak pernah memberiku kesempatan untuk memulihkan reputasiku di hadapan komunitas kami. Justru, dia lebih ingin menghancurkannya sampai tidak bersisa.

"Itu semua bohong," ujarku meyakinkannya seraya berusaha keras menenangkan diriku.

"Kamu di mana? Apa kamu baik-baik saja? Aku mau ketemu kamu. Bisa, 'kan?" tanya Hilda dengan cemas. Merasa tersentuh dengan perhatiannya, aku memejamkan mataku, berusaha menahan air mata ini agar tidak terjatuh.

"Aku udah pergi dari Kota Luminair. Nggak usah khawatirin aku. Aku bakal baik-baik saja," kataku, berusaha menenangkannya.

"Maaf aku nggak ada di sampingmu saat kamu butuh."

"Ini bukan salahmu. Lagi pula, aku juga nggak mau repotin kamu."

Hilda baru saja kembali dari perjalanan bisnis ke luar negeri. Dia tidak mungkin tahu kalau ini akan terjadi.

Setelah itu, kami pun sama-sama terdiam.

Aku tahu seharusnya aku tidak menanyakan ini, tetapi aku tidak bisa menahan diri. "Bagaimana keadaan Perusahaan Adhitama sekarang?"

Aku mendengar Hilda menarik napas panjang dari ujung telepon.

"Perusahaannya baik-baik saja. Cuma aku rasa ada yang beda dari perusahaan itu tanpa adanya kamu dan Noah."

Setelah mendengar pernyataannya, aku merasa ada sesuatu yang bergejolak di hatiku.

"Apa yang terjadi padanya?" tanyaku dengan napas tersengal-sengal. Sekalipun dia sudah memperlakukanku dengan tidak baik, aku tetap merasa khawatir.

Bertahun-tahun sudah kuberikan cintaku pada Noah. Meski dia menyakitiku, rasa cinta ini tidak akan hilang dalam sekejap. Cinta itu akan memudar seiring waktu dan aku tahu suatu hari, cinta itu akan mati, hanya saja bukan sekarang.

"Hilda ...," desakku.

"Matthew Millano ditunjuk sebagai pejabat sementara."

"Bagaimana dengan Noah." tanyaku, jantungku berdebar kencang.

Aku bisa merasakan ekspresi kedua kakakku berubah saat mereka mendengar nama Noah, tetapi aku tidak menghiraukannya. Bagaimanapun, aku ingin tahu apa yang terjadi. Tanpa sadar, tanganku menekan perutku.

"Aku dengar Noah pergi ke luar negeri untuk memulihkan diri," katanya padaku. "Beritanya udah tersebar luas."

Kami mengakhiri panggilan dan aku kembali ke tempat dudukku. Kakak-kakakku pasti mengerti bahwa aku butuh waktu sendiri, jadi mereka membiarkanku.

Aku mengambil ponsel dari tas dan mulai mencari. Pertama, aku memeriksa berita tentang Perusahaan Adhitama. Aku menemukan laporan yang mengonfirmasi apa yang dikatakan Hilda padaku.

[ Dewan direksi memilih Matthew Millano sebagai pejabat sementara, memberikan waktu pada Noah Adhitama selaku CEO perusahaan tersebut untuk meratapi kepergian kedua orang tuanya. ]

Laporan berita itu menyebutkan bahwa Noah merasa sangat terpukul dan berduka begitu mengetahui tentang kematian orang tuanya. Menurut berita, kesedihannya itu diperparah ketika dia terbangun dan mengetahui bahwa istrinya berselingkuh.

Aku hanya bisa tersenyum saat membacanya. Begitu mudahnya mereka menggambarkan diriku dengan citra buruk tanpa bukti.

Berita itu juga menyebutkan bahwa perjalanan ini bertujuan untuk membantu Noah menenangkan pikirannya dan memulihkan diri secara emosional dari trauma kehilangannya.

Aku hampir menutup halaman itu ketika aku melihat berita lain yang lebih singkat dan disertai dengan gambar. Berita ini menyebutkan bahwa Noah Adhitama terlihat di Bandara Internasional Kota Luminair bersama model internasional, Bella Welas.

Begitu membaca namanya dari artikel dan melihatnya bersama Noah, aku tersenyum sinis.

'Jadi, inilah yang dilakukannya. Sekarang aku udah tahu apa alasan dia bersikeras untuk bercerai denganku. Noah ingin bersatu kembali dengan mantan tunangannya.' Pikiran pahit ini membuatku ingin muntah.

Setelah memastikan dia menghancurkan semangat dan hidupku menjadi berkeping-keping, dia berusaha membangun hidup baru dengan cinta sejatinya. Sekarang, siapa yang sebenarnya berselingkuh?