"Tidak! Maksudku bukan seperti itu. Aku hanya bertanya saja Renate karena aku ingin membelikan kacamata baru untukmu dari gaji pertamaku."Willy memang ingin membelikan kacamata baru karena kacamata tebal milik Renate terlihat kusam. Ia tidak tahu kalau Renate sengaja memakai barang-barang yang sederhana."Terima kasih, Willy, tapi itu tidak perlu. Aku memakai kacamata ini karena ini adalah kacamata peninggalan nenekku yang sangat bernilai bagiku, walau di matamu ini sangat jelek."Renate tahu maksud Willy ingin membelikan kacamata baru untuknya yang lebih bagus dan cantik."Aku tidak bilang kacamata itu jelek. Aku hanya ingin membelikan kacamata yang baru supaya kamu bisa berganti-ganti memakainya." Willy berpikir kalau Renate memakai kacamata dengan model baru atau menggunakan lensa kontak, pasti kecantikan Renate yang tersembunyi akan terpancar."Simpan uangmu untuk masa depan. Jika kamu sudah berkeluarga, kamu akan membutuhkan banyak uang. Bijaklah dalam menggunakannya."Andai sa
Bibi Delma menyusul Willy dan Renate. Mereka makan bersama sembari bercerita tentang pengalaman Willy sebelumnya yang pernah bekerja di kota.Willy harus kembali bekerja di kota, walaupun dia tidak rela meninggalkan Renate yang tengah hamil, tapi dia harus pergi. Dia tidak ingin menjadi benalu dalam kehidupan sang kakak.Setelah selesai makan mereka berbincang-bincang di taman belakang, sedangkan Alexa dan Bibi Delma baru bergabung setelah membersihkan alat makan."Sayang, apa tubuhmu mudah lelah?" Bibi Delma merasa khawatir kepada Renate. "Kalau ada keluhan, jangan sungkan." "Tidak, aku baik-baik saja. Pergerakan anakku membuatku kuat dan tetap bersemangat untuk melanjutkan hidupku."Gerakan kecil yang dilakukan anaknya membuat Renate bersemangat untuk menata masa depannya bersama dengan sang anak. Ia tidak mau hidup dalam bayang-bayang masa lalu lagi."Bagus, Sayang. Bibi yakin setelah bayimu lahir, semua masalah yang kamu khawatirkan selama ini akan lenyap begitu saja setelah meli
"Kenapa?" Renate kebingungan."Kalau aku menemuimu lebih dulu bisa-bisa aku tidak jadi berangkat ke kota," jawab Willy sambil tertawa."Baiklah, terserah kamu saja Willy. Hati-hati di sana, ingat pesanku tadi!""Baik, Kakak cantik. Aku akan selalu mengingat pesanmu. Willy dan Viktor berpamitan kepada Bibi Delma dan Paman Timo, kemudian mereka pergi meninggalkan rumah itu."Bibi aku mau ke kamar dulu. Aku ingin merebahkan tubuhku, rasanya aku sangat lelah." Renate berdiri sambil meregangkan otot-otot tangannya."Silakan, Nak, tapi jangan tidur dulu ya, ada kejutan untukmu sebentar lagi.""Kejutan?" Renate kembali duduk. "Kejutan apa?" tanya Renate penasaran. "Ayo katakan Bibi, jangan membuatku semakin penasaran.""Tunggu sebentar lagi!" sahut Paman Timo."Aku semakin penasaran. Jadi, tidak sabar. Aku tunggu di sini saja," kata Renate.Renate tidak bisa menerka-nerka kejutan apa yang akan diberikan kedua orang tua yang sudah dia anggap keluarga sendiri itu."Sayang, kamu istirahat saja
"Ada apa tiba-tiba Paman ke sini? Apa Mami dan papiku baik-baik saja?" Renate yakin ada sesuatu yang penting yang ingin dibicarakan oleh Paman Felix.Ia tahu betul kalau laki-laki itu tidak ingin menginjakkan kakinya di rumah yang banyak kenangan tentang istrinya karena ia selalu sedih jika teringat dengan sang istri yang sudah meninggalkannya lebih dulu dari dunia ini."Orang tuamu baik-baik saja, tapi ayah dari anak yang di kandungmu, dia tidak baik-baik saja." Tuan Felix memerhatikan Renate yang tiba-tiba menunduk saat ia menyebutkan ayah dari anaknya.Renate hanya diam saja saat mendengar kabar tentang Leon, ia tidak tahu harus berkata apa-apa. "Paman tahu kamu sangat membencinya, tapi Paman yakin di lubuk hatimu, kamu masih mencintai Leon."Renate terus menundukkan kepalanya. Memang benar apa yang dikatakan sang paman, benci dan cinta bersemayam di hatinya.Melihat Renate tidak melarangnya saat menceritakan Leon, Felix kembali melanjutkan ucapannya."Beberapa minggu yang lalu, d
"Kalau kamu belum siap, jangan memaksakan diri!" Paman Felix mengusap lembut rambut Renate.Renate menoleh sembari tersenyum. "Paman, bagaimana kabar Mami dan Papi, apa mereka sehat-sehat saja?"Renate belum bisa mengambil keputusan, ia masih bimbang. Di sisi lain ia masih sangat mencintai Leon, tapi di lain sisi ia teringat dengan pengkhianatan laki-laki itu."Orang tuamu sehat-sehat saja dan mereka mengerti tentang kamu. Mereka sangat berharap ingin bertemu denganmu."Felix mengerti kegundahan hati Renate. Ia tidak akan mengatakan apa-apa lagi tentang Leon padanya. "Aku juga ingin bertemu dengan mereka, Paman, tapi aku belum siap," balas Renate. "Oh ya Paman, bagaimana kabar Julie, dia baik-baik saja kan?"Renate teringat dengan sekretaris yang selalu setia padanya. "Dia sangat baik dan dia juga wanita pekerja keras seperti dirimu. Julie sangat merindukanmu, Re.""Aku juga merindukannya," balas Renate. "Paman, bagaimana keadaan perusahaan dan para pegawaiku?""Perusahaanmu baik-ba
"Maafkan, Bibi, sebenarnya Bibi dan Paman sudah tahu tentang kecelakaan itu, tapi kami menutupinya. Paman Felix melarangmu menonton televisi supaya kamu tidak mendengar tentang berita kecelakaan laki-laki itu.""Lalu aku harus bagaimana, Bi?""Ikuti kata hatimu!" Bibi Delma mengusap-usap lengan Renate sembari tersenyum. "Ini tentang perasaanmu padanya, Bibi tidak bisa melarangmu atau menyuruhmu karena hatimu lebih tahu apa yang harus kamu lakukan.""Aku mencintainya, tapi juga membencinya," kata Renate. "Tapi, anakku tidak mungkin kan membencinya? Jika dia bertanya tentang ayahnya kelak, apa yang harus aku katakan?""Kalau kamu ingin tahu pendapat Bibi, pergilah temui dia, walau bagaimanapun dia adalah ayah dari anak yang kamu kandung.""Apa aku akan baik-baik saja jika bertemu dengannya lagi?" Renate khawatir dirinya tidak bisa menahan amarah kepada laki-laki itu seperti saat ia tahu kalau Leon telah menjebaknya. "Jangan temui dia sebagai kekasih, tapi temuilah dia sebagai ibu dari
"Itu tidak akan terjadi, Tuan. Saya akan menepati janji," ucap Daniel meyakinkan.Tuan Felix dan Renate segera pergi ke kota untuk menjenguk Leon. Di sepanjang perjalanan Renate hanya diam saja tanpa berbicara sedikit pun kepada Tuan Felix. Laki-laki tua itu membiarkan Renate bergelut dengan pemikirannya sendiri.Tuan Felix teringat dengan kelicikan Daniel dan Leon, ia menoleh pada wanita hamil yang duduk di samping kemudi."Renate, sebaiknya ubah penampilanmu! Kembalilah sebagai Jessica.""Tapi, Paman, semua orang akan mengenaliku kalau aku membuka penyamaran ini. Bagaimana kalau ada orang-orang yang tahu keberadaanku?""Kalau Daniel tahu penyamaranmu sebagai Renate dia akan mudah mengenalimu jika setelah ini dia dan Leon mencari keberadaanmu. Mereka pernah melakukan hal yang licik, tidak menutup kemungkinan mereka akan melakukannya kembali. Kita harus waspada."Renate menoleh. "Lalu aku harus menutupi wajahku pakai apa?""Kita ke rumahmu dulu. Pakailah kacamata hitam dan syal untuk
Jessica masuk ke dalam ruang ICU tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada Daniel. Ia berjalan pelan mendekati ranjang laki-laki yang terbaring lemah dengan mata terpejam. Rambut yang tumbuh di sekitar dagu dan pipi belakangnya sudah terlihat memanjang. Alat-alat bantu medis terpasang di tubuh CEO D. R Corporation itu.Hati Jessica merasa hancur melihat laki-laki yang ia cintai terbaring lemah tak berdaya. Kebenciannya seakan sirna melihat Leon seperti mayat hidup.Wanita hamil itu melepas kacamata hitamnya, lalu membuka syal yang menutupi kepalanya. "Selamat siang, Leon. Apa kamu masih mengingat suaraku?"Jessica menggenggam tangan laki-laki yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit, hingga tak terasa air matanya menetes pada punggung telapak tangan Leon. "Leon, Liebe-mu datang. Bangunlah!" ucap Jessi sambil terisak. "Aku memang membencimu, tapi rasa cintaku kepadamu lebih besar dari rasa benci itu. Aku tidak mau anakku lahir tanpa seorang ayah."Jessica mengangkat tangan Leon da