"Saya hanya mengecup anda sebentar, tidak sampai melumat apalagi menghisap." Julie menyangkalnya dengan kesal.
"Ternyata kamu menikmatinya juga, jadi saya tidak sepenuhnya bersalah," kata Daniel sambil tertawa geli. "Terima kasih calon istri orang, bibirmu sangat manis, jika diberi kesempatan saya ingin melakukannya lagi denganmu."Julie menarik napas dalam-dalam untuk menahan amarahnya. Dia mencoba beranggapan kalau Daniel hanya membalas perbuatannya dulu."Terima kasih," ucapnya dengan ketus sambil membuka pintu mobil.Daniel mencekal tangan Julie sembari tersenyum. "Terima kasih untuk apa? Tumpangannya apa ciumannya?"Laki-laki itu senang sekali menggoda sekretaris kekasih tuannya.Julie mengembuskan napasnya dengan kasar. "Terima kasih sudah mengantar saya sampai rumah."Setelah mengucapkan terima kasih, Julie segera turun dari mobil, lalu membuka pagar rumah yang lumayan tinggi itu."Apa ini mobil calon mDaniel dan Leon bergegas pergi ke lokasi di mana Jessi berada. Ia tidak mau menyia-nyiakan waktunya.Kurang dari dua jam mereka sudah sampai di tempat tujuan. Daniel dan Leon tiba di hotel berbintang yang diduga tempat Jessi menginap."Saya pesan kamar dulu, Tuan.""Cari tahu juga apa Jessica menginap di sini?" titah Leon pada asistennya. "Walau ia tahu kalau Jessica pasti tidak akan menggunakan namanya."Baik, Tuan." Daniel masuk ke dalam hotel, sementara Leon berkeliaran di luar untuk bertanya pada pegawai yang ada di hotel itu."Pak, apa anda pernah melihat wanita ini?" Leon bertanya pada orang yang bekerja di hotel itu sambil menunjukkan wajah Jessi yang nampak pada layar ponselnya."Maaf, Tuan, saya tidak pernah melihatnya," jawab laki-laki muda itu."Baiklah, terima kasih."Leon kembali ke lobi, kemudian menelepon nomor Jessica, tapi sudah tidak aktif lagi. "Liebe, kamu di mana?" gumam
"Semoga saya tidak jatuh cinta," balas Daniel. "Ternyata jatuh cinta tidak seindah yang dibayangkan.""Tidak mungkin. Semua orang akan merasakan jatuh cinta, tapi kapan itu? Tidak ada yang tahu," balas Leon. "Saya juga dulu berpikir seperti itu, tapi siapa sangka saya malah jatuh cinta kepada musuh sendiri. Tidak ada yang bisa kita rencanakan tanpa persetujuan Tuhan, hanya Dia lah yang berhak merencanakan hidup kita."Leon merebahkan dirinya di kasur berlapis sprei berwarna putih itu. Lalu menoleh pada asistennya."Tidurlah Daniel, jaga kesehatanmu, saya sangat membutuhkanmu untuk membantu mengatasi masalah saya.""Baik, Tuan." Daniel membuka jasnya, lalu merebahkan tubuhnya yang sudah terasa sangat lelah.Hingga larut malam Daniel masih terjaga, ia khawatir tuannya nekad melakukan hal yang tidak diinginkan.Leon terbangun saat tenggorokannya terasa kering. Ia melihat sang asisten masih terjaga sambil memandangi layar ponselnya.
"Kalau Tuan tahu pasti marah," kata Daniel.“Hans tidak akan mau meminumnya jika tahu kalau itu obat penenang, pasti dia akan marah karena kita mengira dia sudah gila.”Jacob sudah tahu bagaimana watak sahabatnya. Untuk itu ia akan mencari cara supaya Leon meminum obat itu supaya sahabatnya tidak depresi karena terlalu larut dalam kesedihan.“Lalu bagaimana cara memberikan obat itu?” “Tenang saja. Saya akan mengganti vitaminnya dengan obat penenang itu untuk sementara waktu. Walau bagaimanapun dia sahabat saya. Dan saya tidak mau mempunyai sahabat yang gila karena cinta, itu sangat memalukan.”Bukan hanya sebagai dokter pribadinya saja, tapi Jacob juga merupakan sahabat yang cukup dekat.“Terserah anda saja Dokter Jacob." Daniel pasrah, yang terpenting baginya sang tuan baik-baik saja."Daniel segera menutup teleponnya. Kemudian membeli makanan dan minuman untuk temannya bergadang. Setelah membeli semuanya, ia segera ke
Bibi Delma menaruh piring makan itu di nampan, lalu memeluk Renata. Membiarkan pundaknya sebagai sandaran untuk wanita muda itu. “Menangislah, buang semua kesedihanmu."Hingga satu jam lamanya Renate menangis, kini ia sedikit lebih tenang. Bibi Delma melepas pelukannya, lalu mengusap air mata Renate. “Apa kamu sudah merasa lebih baik?”Renate mengangguk sambil mengusap air matanya. “Terima kasih Bibi.”Bibi Delma tersenyum, kemudian memberikan segelas air putih kepada Renata. “Minumlah, setelah itu kamu tidur ya, Sayang.”Renate mengangguk, lalu meminum segelas air putih itu sampai habis.Bibi Delma menaruh gelas itu di nampan. Kemudian bangun dan berdiri. “Bibi mau menaruh ini dulu.”“Iya, Bi. Terima kasih banyak. Maaf, aku sudah merepotkan.” Renate mengulas senyum bahagia karena masih dikelilingi orang-orang baik.“Sayang, jangan bicara seperti itu. Bibi senang kamu tinggal di sini," ucapnya sambil membelai wajah Renat
“Tentu saja, kami akan menganggapnya sebagai anak kami juga,” kata Alexa yang sudah kembali ceria. “Iya kan Viktor?” Viktor mengangguk sambil tersenyum. “Tentu saja.”“Suamimu mana Renate?” tanya Alexa sambil celingukan mencari pasangan wanita hamil itu.“Aku tidak mempunyai suami,” jawab renate pelan sambil terisak karena teringat rencana pernikahannya dengan Leon.Alexa memeluk Renate. “Maaf sudah membuatmu sedih.”“Sepertinya tugas dari Bibi Delma untuk kita hari ini membuat Renate bahagia dan melupakan kesedihannya,” kata Viktor sambil tersenyum.“Bagaimana kalau kamu ikut ke rumahku. Aku akan memasak makanan enak untuk teman baruku.” Alexa melingkarkan tangannya di lengan Renate. “Aku juga mempunyai pohon apel di depan rumahku, kamu pasti akan menyukainya.”“Benarkah? Aku tidak sabar ingin memetik buah apel.” Renate terlihat sangat bersemangat. “Apa rumahmu jauh dari sini?”“Itu rumahku?” tunjuk Alexa pada
"Daniel, apa saya bisa melihat wajah Liebe untuk terakhir kalinya? Saya ingin meminta maaf padanya dan anak kami." "Maaf, Tuan, jasad Nona Jessica hancur, bukan hanya tubuhnya, tapi wajahnya juga sudah tidak bisa dikenali karena Nona terpental jauh ke jurang."Daniel yakin tuannya tidak akan sanggup melihat tubuh kekasihnya yang sudah tidak utuh lagi.Leon tidak bisa berkata-kata lagi. Dengan langkah yang gontai ia mendekati peti mati Jessica dan bersimpuh di sampingnya."Liebe, maafkan saya," ucap Leon pelan. "Junior, maafkan Papa, Nak. Semua ini karena Papa. Berbahagialah bersama Mama di surga."Mendengar ucapan Leon, Tuan Jason melepas pelukannya pada peti mati anaknya."Apa maksudmu? Apa Jessi sedang hamil?"Leon hanya bisa mengangguk. Ia tidak bisa berkata-kata lagi. Dadanya terasa sesak menahan tangis. Rasa bersalah pada kekasih dan calon anaknya membuat Leon semakin frustrasi.Daniel mencoba membangunkan
"Nona Jessica meninggal dunia karena kecelakaan," kata Julie sambil terisak. "Kami baru mendengar kabar itu barusan dari pihak keluarga Nona.""Saya sudah tahu sejak pagi karena saya berada di daerah yang sama dengan lokasi kecelakaan itu," jawab Daniel. "Saya turut berduka atas kematian Boss anda, Nona Julie.""Kantor sudah ditutup, kami akan menghadiri acara pemakaman Nona Jessica. Kenapa anda ke sini? Apa anda tidak ingin menghadiri acara pemakaman?""Apa kamu akan pergi ke rumah Tuan Jason, Nona?" Daniel tidak menjawab pertanyaan wanita cantik itu, ia malah balik bertanya."Saya mau pulang dulu," jawab Julie. "Setelah itu baru pergi ke rumah duka," lanjutnya sambil terisak.Ia masih syok mendengar kematian boss-nya yang begitu mendadak. "Mari saya antar!" Daniel bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Julie karena ia juga merasakan sakit saat melihat tuannya terlihat seperti orang depresi.Julie mengangguk, lalu meng
“Kasihan sekali Tuan Leon." Julie merasa prihatin kepada Leon, walau masih membencinya. “Dia memang sangat mencintai Nona Jessi. Saya tahu itu."Julie adalah saksi ketulusan cinta Leon dan Jessi. Walau diawali dengan kebohongan, tapi ia yakin kedua orang itu saling mencintai terlepas dari status mereka yang ternyata dari dua kubu yang bermusuhan.“Kamu benar. Tuan Hans memang sangat mencintai Nona Jessica,” kata Daniel. “Melihat mereka seperti itu saya jadi takut jatuh cinta.”Daniel berharap dirinya tidak akan pernah mengalami hal yang mengerikan seperti tuannya. Untuk itu ia tidak mau jatuh cinta supaya terhindar dari kesialan, menurutnya.“Apa anda belum pernah jatuh cinta?” tanya Julie terdengar seperti sebuah ejekan.“Kalau saya sudah pernah jatuh cinta, tidak mungkin saya sewaras ini," kata Daniel sambil menyunggingkan salah satu sudut bibirnya. “Apa anda pikir jatuh cinta itu membuat orang menjadi tidak waras?” Julie tida