Di kantor Beauty Corporation, Julie dan Daniel terjebak di dalamnya. Julie tidak berani keluar karena para pencari berita masih berkumpul di depan gedung bertingkat itu.
"Nona Julie, ayo kita pulang?" ajak Daniel pada wanita cantik yang sejak tadi melirik jam yang melingkar di tangannya. "Anda juga pasti sedang ada janji dengan orang lain bukan?" tebak Daniel."Bagaimana caranya keluar? Saya tidak bisa mengklarifikasi masalah ini tanpa persetujuan Tuan Jason."Julie terlihat putus asa. Padahal ia sudah berjanji pada kedua orang tuanya untuk pulang cepat karena calon mertuanya akan datang ke rumah.'Saya harus memberitahu Ibu dulu kalau saya terlambat pulang,' gumamnya dalam hati. Lalu mengirimkan pesan kepada ibunya."Kamu tinggal bilang ya atau tidak. Saya akan membawamu keluar dari kantor ini," kata Daniel sambil mengetuk-ketuk meja kerja sang sekretaris."Apa kamu yakin ingin membantu saya?" Julie yakin kalau Daniel memiliki"Nona Julie, kamu mau pulang tidak?" Daniel kembali melihat jam di tangannya. "Ini sudah lewat dari jam kerja kamu."Julie melihat jam di ponselnya, lalu bangun dari duduknya. "Tuan Daniel, bisakah anda mengantar saya pulang sampai rumah? Saya sedang terburu-buru, calon suami saya akan datang malam ini.""Astaga, saya harus mengantar pulang calon pengantin orang lain," gerutu Daniel sambil bangun dari duduknya."Kalau anda tidak bisa juga tidak apa-apa." Julie melangkah lebih dulu meninggalkan Daniel yang hendak membuka mulut untuk menjawab pertanyaan sekretaris cantik itu."Tunggu dulu, Nona!" Daniel berjalan cepat menyusul Julie. "Untung saja dia calon pengantin orang lain," gumamnya sambil tersenyum membayangkan kesialan laki-laki yang menjadi suaminya.Daniel menyejajarkan langkahnya dengan Julie yang berjalan cepat."Kakimu pendek, tapi langkahmu cepat sekali."Julie tidak menanggapi ucapan Daniel yang terdenga
Perlahan mereka mundur dan memberi jalan untuk Daniel dan Julie. Sejak tadi Julie hanya diam saja tanpa mau berbicara, bahkan ia terus menyembunyikan wajahnya pada dada bidang Daniel."Nona Julie, sekarang sudah aman, cepatlah masuk ke dalam mobil!" Daniel tersenyum karena Julie sejak tadi terus menyembunyikan wajahnya padahal para pencari berita itu tidak lagi mengikutinya. Julie mendongakkan wajahnya, menoleh ke kiri dan ke kanan. "Terima kasih, Tuan Daniel."Daniel tersenyum mendengar ucapan tulus dari wanita cantik itu."Masuklah, saya akan mengantar kamu sampai rumah." Daniel membuka pintu mobil untuk Julie. Julie tersenyum, lalu masuk ke dalam mobil asisten CEO itu. Daniel menutup pintunya, lalu berjalan ke sisi lainnya."Di mana ...."Sebelum Daniel menyelesaikan ucapannya Julie mengulurkan tangan memberikan ponsel yang menunjukkan alamat rumahnya."Ikuti ini saja!" titahnya."Apa ka
"Saya hanya mengecup anda sebentar, tidak sampai melumat apalagi menghisap." Julie menyangkalnya dengan kesal."Ternyata kamu menikmatinya juga, jadi saya tidak sepenuhnya bersalah," kata Daniel sambil tertawa geli. "Terima kasih calon istri orang, bibirmu sangat manis, jika diberi kesempatan saya ingin melakukannya lagi denganmu."Julie menarik napas dalam-dalam untuk menahan amarahnya. Dia mencoba beranggapan kalau Daniel hanya membalas perbuatannya dulu. "Terima kasih," ucapnya dengan ketus sambil membuka pintu mobil.Daniel mencekal tangan Julie sembari tersenyum. "Terima kasih untuk apa? Tumpangannya apa ciumannya?"Laki-laki itu senang sekali menggoda sekretaris kekasih tuannya. Julie mengembuskan napasnya dengan kasar. "Terima kasih sudah mengantar saya sampai rumah."Setelah mengucapkan terima kasih, Julie segera turun dari mobil, lalu membuka pagar rumah yang lumayan tinggi itu."Apa ini mobil calon m
Daniel dan Leon bergegas pergi ke lokasi di mana Jessi berada. Ia tidak mau menyia-nyiakan waktunya.Kurang dari dua jam mereka sudah sampai di tempat tujuan. Daniel dan Leon tiba di hotel berbintang yang diduga tempat Jessi menginap."Saya pesan kamar dulu, Tuan.""Cari tahu juga apa Jessica menginap di sini?" titah Leon pada asistennya. "Walau ia tahu kalau Jessica pasti tidak akan menggunakan namanya."Baik, Tuan." Daniel masuk ke dalam hotel, sementara Leon berkeliaran di luar untuk bertanya pada pegawai yang ada di hotel itu."Pak, apa anda pernah melihat wanita ini?" Leon bertanya pada orang yang bekerja di hotel itu sambil menunjukkan wajah Jessi yang nampak pada layar ponselnya."Maaf, Tuan, saya tidak pernah melihatnya," jawab laki-laki muda itu."Baiklah, terima kasih."Leon kembali ke lobi, kemudian menelepon nomor Jessica, tapi sudah tidak aktif lagi. "Liebe, kamu di mana?" gumam
"Semoga saya tidak jatuh cinta," balas Daniel. "Ternyata jatuh cinta tidak seindah yang dibayangkan.""Tidak mungkin. Semua orang akan merasakan jatuh cinta, tapi kapan itu? Tidak ada yang tahu," balas Leon. "Saya juga dulu berpikir seperti itu, tapi siapa sangka saya malah jatuh cinta kepada musuh sendiri. Tidak ada yang bisa kita rencanakan tanpa persetujuan Tuhan, hanya Dia lah yang berhak merencanakan hidup kita."Leon merebahkan dirinya di kasur berlapis sprei berwarna putih itu. Lalu menoleh pada asistennya."Tidurlah Daniel, jaga kesehatanmu, saya sangat membutuhkanmu untuk membantu mengatasi masalah saya.""Baik, Tuan." Daniel membuka jasnya, lalu merebahkan tubuhnya yang sudah terasa sangat lelah.Hingga larut malam Daniel masih terjaga, ia khawatir tuannya nekad melakukan hal yang tidak diinginkan.Leon terbangun saat tenggorokannya terasa kering. Ia melihat sang asisten masih terjaga sambil memandangi layar ponselnya.
"Kalau Tuan tahu pasti marah," kata Daniel.“Hans tidak akan mau meminumnya jika tahu kalau itu obat penenang, pasti dia akan marah karena kita mengira dia sudah gila.”Jacob sudah tahu bagaimana watak sahabatnya. Untuk itu ia akan mencari cara supaya Leon meminum obat itu supaya sahabatnya tidak depresi karena terlalu larut dalam kesedihan.“Lalu bagaimana cara memberikan obat itu?” “Tenang saja. Saya akan mengganti vitaminnya dengan obat penenang itu untuk sementara waktu. Walau bagaimanapun dia sahabat saya. Dan saya tidak mau mempunyai sahabat yang gila karena cinta, itu sangat memalukan.”Bukan hanya sebagai dokter pribadinya saja, tapi Jacob juga merupakan sahabat yang cukup dekat.“Terserah anda saja Dokter Jacob." Daniel pasrah, yang terpenting baginya sang tuan baik-baik saja."Daniel segera menutup teleponnya. Kemudian membeli makanan dan minuman untuk temannya bergadang. Setelah membeli semuanya, ia segera ke
Bibi Delma menaruh piring makan itu di nampan, lalu memeluk Renata. Membiarkan pundaknya sebagai sandaran untuk wanita muda itu. “Menangislah, buang semua kesedihanmu."Hingga satu jam lamanya Renate menangis, kini ia sedikit lebih tenang. Bibi Delma melepas pelukannya, lalu mengusap air mata Renate. “Apa kamu sudah merasa lebih baik?”Renate mengangguk sambil mengusap air matanya. “Terima kasih Bibi.”Bibi Delma tersenyum, kemudian memberikan segelas air putih kepada Renata. “Minumlah, setelah itu kamu tidur ya, Sayang.”Renate mengangguk, lalu meminum segelas air putih itu sampai habis.Bibi Delma menaruh gelas itu di nampan. Kemudian bangun dan berdiri. “Bibi mau menaruh ini dulu.”“Iya, Bi. Terima kasih banyak. Maaf, aku sudah merepotkan.” Renate mengulas senyum bahagia karena masih dikelilingi orang-orang baik.“Sayang, jangan bicara seperti itu. Bibi senang kamu tinggal di sini," ucapnya sambil membelai wajah Renat
“Tentu saja, kami akan menganggapnya sebagai anak kami juga,” kata Alexa yang sudah kembali ceria. “Iya kan Viktor?” Viktor mengangguk sambil tersenyum. “Tentu saja.”“Suamimu mana Renate?” tanya Alexa sambil celingukan mencari pasangan wanita hamil itu.“Aku tidak mempunyai suami,” jawab renate pelan sambil terisak karena teringat rencana pernikahannya dengan Leon.Alexa memeluk Renate. “Maaf sudah membuatmu sedih.”“Sepertinya tugas dari Bibi Delma untuk kita hari ini membuat Renate bahagia dan melupakan kesedihannya,” kata Viktor sambil tersenyum.“Bagaimana kalau kamu ikut ke rumahku. Aku akan memasak makanan enak untuk teman baruku.” Alexa melingkarkan tangannya di lengan Renate. “Aku juga mempunyai pohon apel di depan rumahku, kamu pasti akan menyukainya.”“Benarkah? Aku tidak sabar ingin memetik buah apel.” Renate terlihat sangat bersemangat. “Apa rumahmu jauh dari sini?”“Itu rumahku?” tunjuk Alexa pada
Hai semuanya. Alhamdulillah Leon dan Liebe udah tamat. Terima kasih untuk kakak semua atas dukungannya. Readerku yang cantik dan yang ganteng terima kasih banyak sudah mampir di karyaku. Aku mohon maaf atas segala kekurangan pada novel ini, terutama pada aku sendiri yang jarang sekali update dikarenakan sedang menyiapkan novel baru. Mohon dimaklumi ya kekurangan pada novel ini, kritik dan sarannya aku ucapkan banyak-banyak terima kasih. Mohon maaf juga jika banyak typo atau eksekusi pada novel ini yang tidak sesuai dengan bayangan kakak semua.🙏🏻🙏🏻🙏🏻Aku akan terus belajar dan belajar untuk bisa menulis lebih baik lagi. Kritik dan saran kakak semua sangat membantuku untuk menjadi lebih baik lagi dari sekarang.Terima kasih sampai jumpa di novel yang baru. Pantengin sosmedku ya untuk info karya-karyaku selanjutnya. Jangan lupa follow igeh aku ya.🤭untuk nama² di bawah ini tolong hubungi saya lewat DM di inst**ram @nyi.ratu_gesrek1. Husna Amri Alfathunissa2. Mythasary3. Joko Le
"Sebelum tahu calon suami saya seperti apa saya sudah menerima pilihan orang tua, tapi maaf, saya tidak mencintai Anda atau laki-laki mana pun.""Tidak masalah kamu mencintai saya atau tidak, yang terpenting saya mencintai kamu," kata Daniel. "Dan besok kita akan menikah." Laki-laki itu kembali ceria saat tahu kalau Julie tidak mempunyai kekasih."Dulu tidak mau disuruh menikah, sekarang malah ingin cepat menikah," kata Tuan Bayden. "Sekarang kamu tahu bagaimana rasanya ditolak." Laki-laki tua yang masih terlihat gagah itu tertawa meledek anaknya."Ayah, apa kamu tidak suka melihat anakmu bahagia?" Daniel melirik sinis pada ayahnya."Saya senang melihat kamu bahagia dan Ayah akan lebih senang lagi melihat kamu dan ibumu berdamai.""Itu sulit, tapi saya akan berusaha untuk bersikap baik padanya.""Itu lebih baik." Tuan Bayden memeluk anaknya. "Berbahagialah, Nak.""Sepertinya kita harus menambah menu makanannya," kata Bibi Delma pada Alexa."Tentu saja, kita akan menyiapkan dua pernik
Pagi-pagi sekali keluarga Morris dan keluarga Karl sudah sampai di rumah Tuan Felix. Tak lama kemudian disusul keluarga Daniel."Selamat datang semuanya. Silakan masuk!" Bibi Delma menyambut para tamunya.Kedua orang tua Daniel sangat terkejut melihat calon menantunya ada di sini."Julie, kenapa kamu ada di sini? tanya seorang wanita yang tak lain adalah calon mertuanya."Iya, Bu, Nona Jessica adalah Bos saya di kantor. Saya diundang di pernikahan ini. Apa Ibu juga kenal dengan Nona Jessica?" tanya Julie setelah bersalaman dengan calon mertuanya."Saya kenal dengan Tuan Hans karena calon suamimu bekerja padanya," kata wanita yang bernama Greta. "Itu dia calon suamimu!" tunjuk Nyonya Greta kepada anaknya. "Daniel, kemarilah!"'Daniel?' ucap Julie dalam hatinya. 'Apa yang Bu Greta maksud adalah Tuan Daniel?'"Aku sangat malas bertemu dengannya," gumam Daniel saat dipanggil ibunya, tapi ia tetap menghampiri wanita yang melahirkannya. "Daniel, ini dia calon istrimu. Dia ini wanita yang b
"Terima kasih, Hans," ucap Alexa dengan tulus. "Sekarang istirahatlah, aku tidak mau nanti kamu pingsan ketika mengucap janji di depan Tuhan." Alexa tertawa pelan mengejek kakaknya."Baiklah, saya memang sangat lelah." Leon bangun dari duduknya. Jessica bangun dari duduknya. "Ayo aku antar."Jessica mengantar Leon untuk beristirahat di kamarnya, sedangkan Alexa, Bibi Delma, dan Paman Timo masih berada di ruang tamu."Alexa, tolong bantu Bibi untuk menyiapkan semuanya." "Apakah pernikahan ini bisa dipercepat?" tanya Alexa. "Maksudku dilakukan dalam beberapa hari ini.""Tunggu sebentar." Paman Timo mengambil ponselnya yang berdering. "Saya jawab telepon dari Tuan Felix dulu."Paman Timo berbincang di telepon dengan serius. Alexa dan Bibi Delma menunggu dengan sabar kabar yang diterima laki-laki tua itu."Tuan Felix berbicara apa?" tanya Bibi Delma setelah suaminya selesai menelepon."Besok lusa pernikahan mereka akan dilaksanakan. Ini perintah Tuan Felix.""Apa kita tidak bertanya leb
"Aku tidak mau Hans, kamu saja yang menelepon Ayah. Aku belum siap berbicara dengan mereka.""Baiklah, saya akan menelepon Ayah." Leon mengeluarkan ponselnya dari saku celana. "Lenora, apakah kamu mau berdamai dengan ibu dan ayah jika bertemu dengan mereka?""Aku akan berdamai dengan mereka jika Ayah dan Ibu merestui hubungan aku dan Victor, tapi jika mereka masih bersikeras seperti dulu, aku akan tetap mempertahankan pernikahanku. Aku tidak butuh kemewahan dan kekayaan orang tua kita, aku hanya butuh kebahagiaan dan dan kasih sayang yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya dari mereka dan semua itu hanya aku dapatkan darimu dan Viktor.""Tunggu!" Bibi Delma menatap Alexa dan Leon, memang ada kemiripan pada wajah mereka. "Alexa, apa dia kakakmu?""Iya, Bibi, inilah kenapa aku dan Viktor menyembunyikan identitas kami karena hubungan kami tidak direstui.""Alexa, kenapa kamu tidak bilang pada Bibi." Bibi Delma mendekati Alexa dan memeluk wanita itu."Maafkan aku, Bi." Viktor yang menjaw
"Apa aku boleh tahu, apa yang kalian bicarakan selama dua jam di dalam rumah bersama dengan kakakku, Renate?" tanya Alexa kepada wanita hamil yang berjalan di depannya sambil bergandengan tangan dengan Leon."Aku tidak bicara banyak dengannya, tadi dia hampir pingsan dan dia melarang aku untuk keluar meminta bantuan kalian," jawab Jessica."Sudah saya bilang panggil dia Jessi atau Kakak ipar." Leon kembali memperingatkan adiknya."Aku sudah terbiasa memanggil dia Renate," jawab Alexa. "Apa ada yang salah dengan nama itu?""Tidak ada," jawab Leon. "Renate nama yang bagus, tapi kini dia sudah kembali menjadi Jessica, jadi kamu harus memanggil dia dengaslinya.""Baiklah kakakku tersayang, aku akan memanggilnya Kakak ipar," balas Alexa sambil tersenyum lalu kembali bertanya kepada Jessica. "Jadi kalian di dalam tidak banyak bicara? Aku pikir kalian berbicara serius.""Tidak perlu berbicara banyak karena hati kami masih bisa merasakan cinta masing-masing kata Leon.""Ya Tuhan, dia terlalu
"Cintamu yang telah menyelamatkan saya dari maut. Saya yakin kamu masih mencintai saya.""Aku memang masih mencintaimu, tapi aku masih membencimu," jawab Renate berbohong. Padahal ia sudah Tidak membenci Leon lagi, ia hanya belum siap bertemu dengan Leon dalam keadaan seperti ini "Liebe, maafkanlah saya." Leon menangkup wajah polos Jessica, lalu mencium di kening wanita itu.Alexa semakin bingung dengan apa yang terjadi di hadapannya"Daniel, apa kamu bisa menjelaskan semuanya?" tanya Lenora."Nona Renate adalah Nona Jessica, kekasih Tuan Hans yang pergi karena kesalahan yang Tuan perbuat," jawab Daniel pelan.Setelah mendengar penjelasan dari Daniel, Alexa menghampiri Renate, ia berdiri di depan wanita hamil itu."Renate, aku mohon dengarkan dulu penjelasan Hans. Aku yakin dia tulus mencintaimu dia sudah menceritakan semua tentang dirimu, tapi aku tidak tahu kalau yang dia cintai itu adalah kamu. Tolong maafkan kakakku, dia laki-laki yang baik." Alexa memohon sambil berlinangan a
Leon kembali masuk ke dalam mobil. "Daniel, kita ke rumah yang itu.""Apa Nona Lenora tinggal di rumah itu?" tanya Daniel seakan tak percaya Nona muda keluarga Karl meninggalkan kemewahan demi cintanya dan rela tinggal di rumah sederhana."Ya, dia tinggal di sana."Daniel segera melajukan kembali mobilnya menuju rumah yang ditunjuk oleh tuannya.Tak butuh waktu lama, mobil mewah itu sudah berhenti di depan rumah sederhana, tapi terlihat asri dan sangat nyaman untuk ditinggali.Lenora berjalan cepat menghampiri Leon saat laki-laki itu keluar dari mobilnya."Hans, aku sangat merindukanmu.""Maafkan saya selama beberapa minggu terakhir tidak bisa menghubungimu karena saya mengalami kecelakaan dan koma." Leon memeluk erat adik perempuannya."Maafkan aku, Hans, aku tidak tahu, tentang itu." Lenora melepas pelukannya, lalu meraba wajah kakaknya." Apa kamu baik-baik saja? Wajahmu masih terlihat pucat.""Tuan Hans baru seminggu lalu sadar dari koma, tapi Tuan memaksakan diri untuk pergi ke si
"Tuan, apa Anda yakin ingin pergi ke sana? Tuan masih sangat lemah." Daniel mengkhawatirkan kondisi tuannya yang baru sadar dari koma."Saya akan segera sembuh, Daniel. Besok juga saya keluar dari sini, saya akan meminum obat sebanyak-banyaknya."'Astaga, kalau dia minum obat banyak-banyaknya, apa dia tidak akan cepat mati?' kata Julie dalam hatinya.Seminggu kemudian setelah Leon bangun dari koma. Laki-laki itu sudah terlihat lebih baik dari sebelumnya. Ia memaksakan diri untuk pergi, walaupun badannya belum pulih benar, tapi CEO tampan itu berusaha terlihat baik-baik saja di depan semua orang."Daniel, ayo kita berangkat sekarang." Leon berjalan lebih dulu."Baik, Tuan." Daniel berjalan cepat menyusul tuannya untuk membukakan pintu mobil."Mungkin perjalanan kita membutuhkan banyak waktu, apa Tuan yakin akan pergi?" tanya Daniel lagi setelah membukakan pintu mobil untuk Leon."Kamu sedang mengkhawatirkan atau sedang meremehkan saya, Daniel?" Ucapan Leon benar-benar membuat Daniel me