"Kamu …"
Belum selesai Adam mengucapkan kalimatnya, Jiya sudah berdiri dari kursinya lalu berjalan ke arah Rangga yang sedang berdiri di dekat Adam.Rangga pun mengernyitkan keningnya ketika Jiya berdiri di hadapannya.
"Mas tolong suapi Bumi, aku akan pergi keluar sebentar," ujar Jiya sambil memberikan piring yang ada di tangannya dengan tergesa-gesa.
Rangga pun menerima piring tersebut lalu melihat Jiya yang berlari meninggalkan ruangan itu.
Namun di saat yang sama …
"Ji!" panggil Bi Sumi namun tak terdengar oleh Jiya yang sudah berlari entah ke mana. "Anak itu sangat ceroboh," gumam Bi Sumi sambil menatap ke arah tas kecil yang ada di sampingnya—tas milik Jiya.
Adam yang juga melihat ta
Terlihat seorang wanita yang mereka kenal, berjalan ke arah mereka dengan arogan."Dih," ujar Jiya pelan ketika mendengar sahutan tersebut."Kenapa, tidak suka melihatku?" tanya wanita tersebut setelah berdiri tak jauh dari Jiya dan bi Sumi.Bi Sumi pun menyahut dengan cepat, "Mana mungkin ada hal seperti itu.""Tapi aku lihat orang di dekat kamu tidak seperti itu," ujar wanita tersebut sambil menatap tajam ke arah Jiya dan terlihat seperti sengaja ingin mencari masalah.Lalu Jiya pun langsung tersenyum menanggapi perkataan wanita tersebut. "Mana mungkin. Kamu kan keponakannya nyonya pemilik rumah ini, jadi mana mungkin aku tidak menyukai kamu," tandasnya.Wan
Selama beberapa detik mereka saling menatap, hingga orang yang sempat membungkam mulut Jiya tadi menghela napas pendek."Ada apa?" tanya orang tersebut.Jiya pun mengernyitkan keningnya mendengarkan pertanyaan tersebut. "Apa, apa?" tanyanya balik."Ada apa kamu mengatakan ingin bertemu?"Jiya lalu menepuk keningnya. "Jadi kamu tadi memeluk dan seperti ingin menculikku karena ingin bertemu," ujar Jiya lalu terkekeh. "Dasar aneh," imbuhnya sambil menepuk-nepuk dada Adam dengan santai.Mendengar hal tersebut, kemudian Adam pun langsung menatap Jiya dengan aneh.Jiya yang melihat hal itu langsung mencubit perut Adam dengan gemas. "Jangan menatapku seperti Nindy," ujarn
"Kamu …."Ketika Adam baru saja mengucapkan sepatah kata, Jiya pun langsung memotong kalimat tersebut. "Kamu dan kalian jangan memanggil sembarangan, namaku Jiya jadi panggil saja begitu," ujarnya dengan cepat.Ketiga pelayan itu pun dengan cepat mengangguk, lalu segera pergi meninggalkan tempat tersebut setelah mengucapkan terima kasih."Huffft …" Jiya pun menghela napas lega setelah ketiga pelayan tersebut terlihat sudah jauh dari tempat itu."Kenapa, apa kamu menyesal melepaskan mereka?" tanya Adam dengan santai."Menyesal apanya? Aku ini bernapas lega karena bisa menghentikan kekejaman kamu," sahutnya lalu berdiri dari gazebo tersebut.Adam pun langsung ikut berdiri juga dari gazebo tersebut. "A
Mendengar pertanyaan gadis kecil tersebut, Jiya pun langsung tersentak kaget. Ia lalu mengarahkan pandangannya pada wanita seumuran Jiya yang berdiri di belakang gadis kecil itu sembari tersenyum canggung.Wanita tersebut pun langsung menanggapi senyuman Jiya dengan sebuah senyuman yang ramah dan hangat, mirip seperti senyuman dokter yang sedari tadi bersamanya. 'Apa aku salah berpikir,' batin Jiya."Jangan bicara aneh-aneh," ujar Dokter Dana sambil mencubit gemas hidung gadis kecil yang memanggilnya papa itu."Ah Papa …." berontak gadis kecil tersebut dengan menggemaskan.Jiya dan wanita seumurannya itu pun tersenyum geli melihat tingkah gadis kecil yang menggemaskan itu. Dan setelah beberapa saat bercanda dengan papanya, kemudian gadis kecil tersebut men
Mendengar hal tersebut, Bumi pun langsung menyahut, "Tentu kenal, dia kan papaku.""Papamu?" tanya Keyra sambil menatap ke arah Bumi dengan bingung."Iya, Bumi ini anak Om yang Om ceritakan waktu itu," sahut laki-laki berjas hitam tersebut sambil menurunkan Keyra dari gendongannya.Keyra pun langsung mengangguk-ngangguk mengingat apa yang Adam katakan sambil terus menatap ke arah Bumi.Bumi yang merasa risih pun langsung menyentak, "Kenapa? Nggak suka? Bukannya sedari tadi udah lihat, kenapa lihat-lihat lagi kaya gitu!"Keyra pun terkejut dan langsung memeluk Dokter Dana yang ada di dekatnya."Bumi!" ujar Adam, mencoba menegur sikap Bumi tersebut.Bumi pun langsung melen
Mata Jiya pun terbelalak ketika melihat kejadian yang ada di depannya. Wanita yang tadinya menarik kerah pakaian Adam dan hampir saja mencium laki-laki mempesona itu, kini tersungkur di lantai parkiran tersebut.'Kalau ini pasti sakitnya luar-dalam,' pikir Jiya sambil meringis seperti sedang ikut merasakan sakit yang diderita wanita yang masih melantai itu."Apa yang ingin kamu perbuat!" bentak Adam sambil menatap tajam ke arah wanita tadi.Jiya pun menelan ludahnya saat melihat hal itu. Bagaimanapun juga jika kejadian seperti itu menimpa dirinya, dia juga akan melakukan hal yang sama. Setidaknya itulah yang ada di dalam pikirannya saat ini.Namun kejadian selanjutnya tak kalah membuat Jiya terkejut, yaitu ketika wanita cantik itu dengan cepat memeluk kaki Adam.
"Wanita apa? " tanya Jiya yang penasaran karena dirinya ditunjuk seperti itu.Laki-laki itu pun dengan cepat mengeluarkan ponselnya, lalu menunjukkan kabar berita terpanas yang baru saja dirilis beberapa saat yang lalu.Mata Jiya pun terbelalak saat melihat foto dari kejadian di area parkir tadi, kini terpampang di layar ponsel itu. "Kekasih tersembunyi Sang Adam," gumamnya membaca judul berita tersebut.Setelah mengamati gambar tersebut beberapa saat, kemudian Jiya pun menghela napas lega. "Mas, kamu tidak ingin lihat?" tanya Jiya sambil menyodorkan ponsel milik laki-laki itu pada Adam."Tidak," tolak Adam dengan tenang.Mendapat tolakan tersebut, Jiya pun segera menyodorkan kembali ponsel tersebut pada pemiliknya sambil menggerutu, "Baru juga sejam-an, mengerikan sekali internet
"Siapa wanita itu, siapa orang tuanya dan dari mana asalnya?" tanya suara laki-laki yang ada dalam panggilan tersebut.Mendengar hal tersebut, Adam pun kembali memijat keningnya dengan pelan sambil menjawab, "Dia bukan siapa-siapa Kek. Lagi pula, bukannya ini menyelesaikan masalah sebelumnya.""Jangan membuat alasan yang konyol. Umur kamu itu sudah tidak muda lagi, jangan main-main dengan semuanya. Ingat, kamu harus segera membawa gadis itu kemari, kakek tidak mau mendengar alasan, mengerti?""Iya," sahut Adam singkat lalu dengan cepat mematikan panggilan tersebut.Setelah mematikan panggilan tersebut, kemudian Adam pun bangun dari sofa dan berjalan ke arah ruang istirahatnya. Pelan-pelan ia membuka pintu ruangan tersebut, lalu berjalan masuk selangkah dan menatap ke arah Jiya yang saat ini sedang
"Mas, lepas atau aku teriak?" ancam Jiya yang saat ini berada di dalam pelukan Adam."Teriak saja," tantang Adam yang saat ini masih terus memeluk Jiya dengan erat."Kamu gila," ucap Jiya sembari mendorong tubuh Adam dengan kuat, hingga akhirnya dia terlepas. "Dengar ya Mas, itu tadi benar-benar link yang diberikan oleh Nindy. Kalau tidak percaya, akan aku tunjukkan.""Oh," sahut Adam yang sebenarnya sudah tahu tentang hal itu, tetapi sengaja ingin mengerjain istrinya itu.Setelah beberapa saat Jiya mengotak-atik ponselnya, kemudian ia pun langsung menunjukkan chat sahabatnya itu pada Adam. "Tuh, lihat! Link itu benar-benar dari Nindy. Dia itu memang kelihatannya polos, tapi otaknya penuh hal-hal mesum," bebernya."Lalu bagaimana dengan kamu?" tanya Adam sembari beralih menatap wajah Jiya yang sedang serius.Langsung saja Jiya berekspresi aneh ketika mendengar pertanyaan tersebut. "Tentu saja otakku ini bersih, tidak seperti otak kamu," jawabnya dengan penuh percaya diri."Oh ya?" sa
"Ada apa? Apakah ada sesuatu yang salah?" tanya Adam karena tentu saja tahu kalau ibu mertuanya itu sedang menangis."Itu bukan Ibuk," bisik Jiya pada Adam yang ingin melangkah ke arah wanita yang sedang mencuci piring.Dan ketika Adam tengah mencoba mencerna maksud pertanyaan Jiya, tiba-tiba terdengar sahutan. "Tidak apa-apa Nak Adam," jawab Bu Mutia sembari berbalik dan menatap Adam dengan tenang.Seketika, Jiya yang tadi bersembunyi di belakang Adam pun langsung keluar dari persembunyiannya. "Ah, Ibuk … nakutin aja," protesnya karena berpikir kalau Ibunya itu makhluk lain."Nakutin apa?" Bu Mutia tak mengerti maksud anak semata wayangnya itu.Lalu …."Apa ada masalah? Tolong Anda ceritakan. Saya akan membantu sebis—""Ndak-ndak, ndak usah. Ibuk ndak apa-apa," potong Bu Mutia sembari mengukir senyum di bibirnya.Tentu saja sebagai anak satu-satunya, Jiya langsung bisa menangkap kalau Ibunya itu sedang berpura-pura. Kemudian dengan cepat ia menoleh ke arah Adam dan langsung berkata
Adam dengan cepat menangkap tubuh Jiya yang sempat oleng karena tersenggol motor yang terlihat sangat sengaja ingin menabrak istri Adam itu."Ada yang terluka?" tanya Adam sembari menatap Jiya yang kini ada di dalam pelukannya."Tidak, hanya sedikit ngilu di punggung. Mungkin kesenggol tadi," jawab Jiya yang kini meringis sembari memijat-mijat punggungnya.Langsung saja Adam membalik tubuh Jiya. "Biar aku lihat," ucap Adam."Eh, ndak. Jangan-jangan!" tolak Jiya sembari kembali berbalik."Kalau begitu kita pulang. Nanti biar diobati oleh Mama atau Ibumu," sahut Adam."Jangan juga. Jangan membuat mereka khawatir karena hal ini. Ini sungguh ndak apa-apa.""kalau begitu biar aku lihat," pinta Adam dengan ekspresi serius di wajahnya."Jangan," tolak Jiya lagi.Adam lalu memijat-mijat keningnya karena melihat tingkah istrinya yang terkadang seperti anak kecil itu. "Kalau tidak dilihat, bagaimana kalau itu terluka dan infeksi?" Adam kembali membalik tubuh Jiya dengan sedikit pak
"Kalian juga. Kenapa kalian tidak mengundangku? Apa kalian masih marah padaku atas kejadian waktu itu?" tanya wanita yang baru saja sampai di tempat itu.'Apa aku harus menjawab jujur toh, biar dia sadar,' pikir Jiya sembari menghela napas panjang."Ada apa, apa kamu tidak suka dengan kedatanganku? Bukankah kita ini masih saudara?" Tentu saja gadis itu menargetkan Jiya saat ini."Tentu saja tidak, kenapa kamu harus berpikir begitu," sahut Jiya dengan tenang."Milea, untuk apa kamu datang ke sini?" tanya Nyonya Titi dengan hangat."Kenapa Tante, apa Tante tidak senang aku datang ke sini? Aku ke sini untuk memberikan selamat sekaligus minta maaf atas kekonyolanku waktu itu." Milea melangkah ke arah Jiya dan dengan cepat meraih telapak tangannya.'Apa lagi yang ingin dia lakukan? Apa mukanya itu pakai campuran semen tiga roda, kokoh banget,' batin Jiya yang merasa takjub pada sikap 'muka tembok' wanita di depannya itu. Sebab, andaikah dia yang berada di posisi Milea, dia pasti tidak akan
Beberapa jam berlalu, Adam dan Jiya yang sudah selesai berdandan pun segera digiring oleh sang perias pengantin untuk pergi ke tempat resepsi. Mereka berdua pun menaiki tangga dekorasi dan berdiri di depan banyak orang layaknya seorang pengantin."Mas Adam Wiratamaja jangan tegang-tegang Mas, malam pertamanya sudah kemarin malam kan Mas?" canda si MC untuk mencairkan suasana.Seketika Jiya pun langsung menoleh ke arah Adam."Nah, seperti itu benar. Kalau Masnya kenapa-napa langsung ditengok ya Mbak Jiya," seloroh si MC sembari tertawa lepas yang disusul dengan tawa para tamu undangan.Sontak saja wajah Jiya memerah karena malu."Apa ini memang seperti ini?" tanya Adam dengan suara yang sangat pelan.Jiya pun terkejut mendengar pertanyaan tersebut. 'Ah, aku hampir lupa kalau dia belum mengerti hal ini,' batinnya."Iya Mas, kalau di sini memang seperti ini. Pokoknya kamu ndak boleh tersinggung atau menjawab apa pun, itu semua hanya lelucon untuk menghibur tamu undangan. Senyu
Jiya pun membalik bungkus tersebut dan membaca petunjuk penggunaannya. Dan seketika matanya membulat."Katakan, siapa yang mengirim ini?" tanya Adam sembari membuang benda tersebut ke dalam tempat sampah yang ada di kamar itu.Lalu tiba-tiba saja tawa Jiya pun meledak. "Ini pasti mereka," ujarnya sambil menyeka bulir air mata yang sempat menetes di matanya.'Mereka siapa, apa dia pernah mempunyai hubungan dengan banyak orang sekaligus,' pikir Adam ketika mendengar kata 'mereka' dari mulut Jiya."Hei, apa yang kamu pikirkan?" tanya Jiya sembari mengerutkan keningnya ketika melihat ekspresi aneh di wajah Adam."Kamu memiliki hubungan dengan mereka?" tanya Adam sembari menatap Istrinya itu dengan rasa penasaran yang memenuhi kepalanya.Jiya pun terdiam sejenak memikirkan maksud pertanyaan Adam yang terdengar aneh itu, hingga ...."Hei, apa kamu pikir aku ini yang seperti itu toh Mas?""Yang seperti itu?" tanya Adam balik."Mas, aku itu ndak seperti itu. Kan sudah aku bilang aku
Adam dan Jiya pun langsung menoleh ke arah pintu kamar tersebut. "Siapa," gerutu Jiya sembari melangkah ke arah pintu yang berada tak jauh darinya.Klak!"Ji, ayo cepat ndak ada waktu," ujar orang yang tadi mengetuk pintu kamar sembari menarik tangan Jiya ketika Jiya baru saja membuka pintu tersebut."Kenapa toh Nin? Aku mau ngelurusin punggung sebentar," keluh Jiya yang enggan untuk melangkah.Nindy pun menghela napas panjang. "Nanti agak malaman saja malam pertamanya, sekarang kamu harus ikut aku milih baju untuk besok, itu yang ngerias sudah datang," jawabnya.Sesaat kemudian, Adam pun ikut keluar mendengar pertanyaan Nindy dan istrinya itu. "Ada apa ini?" tanyanya yang pura-pura belum mendengar apa pun."Eh, ternyata Pak Adam di sini," ucap Nindy sembari cengengesan. "Itu Pak ... eh iya Mas Adam, itu jiyanya saya bawa dulu untuk milih baju resepsi besok apa boleh?""Boleh, kami juga belum mulai kok," jawab Adam sembari melirik ke arah Jiya.Seketika wajah Nindy memera
Brak! Suara mengejutkan itu muncul dari luar rumah.Semua orang yang ada di dalam rumah pun bergegas keluar, termasuk Jiya dan Adam. Dan ketika mereka sampai di luar, terlihat seseorang yang baru saja Jiya dan Sherly bicarakan sedang berada di tanah dengan motornya yang tergeletak tak jauh darinya."Mas!" teriak Sherly yang langsung saja berlari ke arah calon suaminya itu.Namun tak lama kemudian terlihat Hendra yang bangun begitu saja dan justru mendorong Sherly yang mencoba membantunya bangun tadi. "Kalian, pasangan terkutuk!" teriaknya.Sontak saja mata Jiya terbelalak mendengar hal itu. 'Apa dia memakiku dan Mas Adam?' batinnya.Sesaat kemudian ia pun menoleh ke arah Adam yang berdiri tepat di sampingnya. "Mas, apa—"Brak! Kembali lagi terdengar keributan yang ternyata disebabkan oleh Hendra yang menendang tangga yang ada di dekatnya.Sontak saja para laki-laki yang sedang memasang dekorasi pun berkumpul dan mulai memperhatikan setiap gerakan Hendra yang terlihat seperti orang lin
Keesokan harinya. Seperti yang di rencanakan, setelah dari pagi memulai perjalanan, akhirnya sore harinya Jiya dan Adam pun sampai di Tulungagung. "Kenapa ini?" Jiya benar-benar terkejut karena saat ini di depan rumahnya terlihat sebuah tenda besar terpasang memenuhi halaman rumahnya.Dan ketika sopir sudah memarkirkan mobilnya, Jiya pun dengan cepat turun dari mobil tersebut dan berlari kecil melewati jalan samping rumahnya. "Mbak, ini ada apa?" tanya Jiya ketika melihat salah satu tetangganya sedang membawa ember di tangannya."Loh, alhamdulillah Ji, kapan kamu sampai?" tanya tetangganya balik tanpa mejawab pertanyaannya terlebih dahulu."Baru saja Mbak, ini juga belum sampai masuk rumah. Lha tapi itu loh Mbak ada apa?" tanya Jiya sembari menunjuk ke arah para laki-laki yang seperti sedang menata panggung.Wanita yang ada di depan Jiya itu pun menoleh ke arah apa yang saat ini di tunjuk oleh Jiya. "Itu panggung. Lha katanya kamu sudah menikah di Jakarta?" tanyanya balik.