"Wanita apa? " tanya Jiya yang penasaran karena dirinya ditunjuk seperti itu.
Laki-laki itu pun dengan cepat mengeluarkan ponselnya, lalu menunjukkan kabar berita terpanas yang baru saja dirilis beberapa saat yang lalu.
Mata Jiya pun terbelalak saat melihat foto dari kejadian di area parkir tadi, kini terpampang di layar ponsel itu. "Kekasih tersembunyi Sang Adam," gumamnya membaca judul berita tersebut.
Setelah mengamati gambar tersebut beberapa saat, kemudian Jiya pun menghela napas lega. "Mas, kamu tidak ingin lihat?" tanya Jiya sambil menyodorkan ponsel milik laki-laki itu pada Adam."Tidak," tolak Adam dengan tenang.
Mendapat tolakan tersebut, Jiya pun segera menyodorkan kembali ponsel tersebut pada pemiliknya sambil menggerutu, "Baru juga sejam-an, mengerikan sekali internet
"Siapa wanita itu, siapa orang tuanya dan dari mana asalnya?" tanya suara laki-laki yang ada dalam panggilan tersebut.Mendengar hal tersebut, Adam pun kembali memijat keningnya dengan pelan sambil menjawab, "Dia bukan siapa-siapa Kek. Lagi pula, bukannya ini menyelesaikan masalah sebelumnya.""Jangan membuat alasan yang konyol. Umur kamu itu sudah tidak muda lagi, jangan main-main dengan semuanya. Ingat, kamu harus segera membawa gadis itu kemari, kakek tidak mau mendengar alasan, mengerti?""Iya," sahut Adam singkat lalu dengan cepat mematikan panggilan tersebut.Setelah mematikan panggilan tersebut, kemudian Adam pun bangun dari sofa dan berjalan ke arah ruang istirahatnya. Pelan-pelan ia membuka pintu ruangan tersebut, lalu berjalan masuk selangkah dan menatap ke arah Jiya yang saat ini sedang
Lima belas menit kemudian, Jiya dan Rangga pun kembali ke ruangan Bumi sambil membawa beberapa bungkusan yang mereka beli dari supermarket yang ada di dekat rumah sakit tersebut."Kalian dari mana?" tanya Bi Sumi sambil menatap Rangga dan Jiya yang baru masuk ke dalam ruangan tersebut."Dari supermarket di depan Bi, baru membeli beberapa barang dan juga obat gosok untuk sampean," ujar Jiya sambil memberikan obat gosok yang ia katakan.Bi Sumi pun mengernyitkan keningnya ketika menatap obat gosok tersebut."Ini Mas Rangga yang membelikan, katanya Bibi suka pegal-pegal dan obat gosok Bibi habis saat ini," ucap Jiya dengan santai.Bi Sumi lalu menatap ke arah anaknya yang sedang meletakkan plastik belanjaan di salah satu sudut rua
Kemudian laki-laki tua tersebut menghela napas kasar. "Kamu itu bagaimana mendidik anak," ucap laki-laki tua tersebut."Sudahlah jangan diperpanjang masalahnya, itu semua hanya salah paham," sahut Adam dengan tenang.Laki-laki itu pun menatap tajam ke arah Adam."Sudahlah Kek, aku …." Kalimat Adam terhenti ketika Kakeknya itu melirik ke arah Jiya yang sejak tadi diam memperhatikan semuanya.Dan ketika melihat reaksi cucunya yang agak berbeda, laki-laki tua itu pun langsung menoleh ke arah Jiya. "Kamu siapa?" tanyanya.Jiya yang terkejut karena tiba-tiba ditanya pun langsung tergagap. "Sa-saya ….""Iya, kamu siapa?" tanya laki-laki tua itu lagi."Nama saya Jiya, saya dari Tulungagung," ucap Jiya mulai memperkenalkan diri.Lalu laki-laki tua itu mengernyitkan keningnya dan menatap Jiya beberapa saat. "Kamu anaknya Ghofur?" tanyanya.Mendengar pertanyaan tersebut, Jiya pun langsung mengangguk. "Ben
"Opo iki?" tanya Jiya dengan lantang pada orang yang sedang menyetir mobil tersebut dengan bahasa jawa karena saking terkejutnya melihat isi amplop yang ada di tangannya."Apa kamu tidak bisa baca?" tanya laki-laki yang ada di sebelahnya itu.Jiya pun langsung mengusap-usap wajahnya. "Ya Allah Mas … Mas … bukan begitu maksudku. Ini itu maksudnya bagaimana, menikah apa?"Tapi laki-laki yang sedang menyetir mobil itu tak menjawab pertanyaan Jiya tersebut."Mas Adam!" bentak Jiya yang tidak tahan dengan sikap diam laki-laki di dekatnya itu.Namun Adam terus diam dan tak lama kemudian membelokkan mobil yang dikendarainya itu masuk ke halaman sebuah restoran."Bawa itu!" perintah Adam sambil menunjuk amplop coklat yang ada di tangan Jiya. Setelah lima menit, akhirnya mereka pun duduk di dalam restoran tersebut
"Ishh." Sebuah desisan dari Adam mengakhiri ciuman tersebut. Tak lama kemudian Adam pun mengusap bibirnya dengan ibu jarinya bak pangeran-pangeran penggoda di film drama.Jiya pun menelan ludahnya saat melihat tingkah Adam tersebut, namun dengan cepat ia mendorong Adam hingga membuat mereka sedikit menjauh. "Malu tahu," ucapnya pelan sambil melirik ke arah lain.Adam pun langsung menoleh ke arah apa yang dilirik oleh gadisnya itu. Kemudian sebuah senyum tipis pun muncul dari bibirnya ketika melihat beberapa orang sedang memperhatikan mereka. "Jadi kamu malu?" tanyanya dengan lantang.Jiya langsung menyipitkan matanya mendengar kalimat laki-laki yang baru saja menciumnya itu. 'Dia sengaja,' batinnya tapi tak mau berkomentar apa pun.Dan tiba-tiba Adam pun melepas jas yang dikenakannya.
"Ini, pakai ini untuk membersihkan," ucap Jiya ketika memberikan sapu tangannya pada wanita yang ada di depannya tersebut.Wanita itu pun berterima kasih dan langsung menerima sapu tangan tersebut.Namun, ketika ia akan mengusap bekas lipstiknya di kemeja Adam, tiba-tiba Adam merebut sapu tangan tersebut dengan kasar. "Pergi kamu," ucapnya sambil menatap tajam pada wanita tersebut."Maafkan saya Pak, saya sungguh tidak sengaja," ujar wanita tersebut dengan suara yang seolah hampir terisak."Pergi!" bentak Adam yang terlihat semakin kesal karena mendengar isakkan wanita tersebut."Tapi Pak ….""Kalau kamu tidak bisa mendengar, kamu tidak perlu bekerja lagi," ucap Adam dengan ringan.
"Aku ...." Jiya kebingungan saat ingin menjawab pertanyaan tersebut.Rangga pun berjalan makin mendekat sambil terus memperhatikan ekspresi wajah Jiya."Jadi yang melamar Tante Jelek itu, Om atau bukan?" tanya Bumi sekali lagi.Rangga pun menyahut dengan cepat. "Iya Tuan Kecil, saya yang melamarnya."Mata Jiya pun membulat mendengar perkataan Rangga tersebut, tatapan mereka pun saling beradu beberapa saat."Semoga dia mau menerimanya," ujar Rangga dengan sebuah tatapan yang lebih lembut dari sebelumnya.'Apa maksudnya ini? Dia serius atau sedang bercanda?' batin Jiya sambil menelan ludahnya untuk membasahi tenggorokannya yang terasa kering.Lalu Bumi pun menyahut, "Aku sarankan jangan menikahi dia Om. Dia itu wanita aneh dan jahat."Rangga kemudian tersenyum kecil. "Aku tidak tahu dia itu jahat atau tidak, yang jelas aku melamarnya."Jiya pun terbengong-bengong mendengar ucapan tersebut. 'Apa dia serius?' batinnya.
Setelah itu Rangga dan Adam pun sama-sama berlari ke arah keributan yang dikatakan oleh pelayan tersebut. Dan ketika sampai di sana, terlihat Jiya yang sedang memeluk Bumi kecil dengan erat"Tidak ada yang seperti itu!" teriak Jiya sambil menatap tajam pada seorang wanita yang tengah duduk di sofa yang tidak jauh dari ranjang yang ada di dalam kamar Bumi tersebut.Kemudian, wanita yang berpakaian rapi tersebut membetulkan kacamatanya dan menyahut, "Anda itu siapa? Saya sudah menjadi dokter Bumi lebih dari satu tahun. Apa anda meragukan saya?" ucap wanita tersebut yang terlihat terpancing emosinya karena sikap impulsif Jiya barusan."Terserah, dokter lulusan luar negeri atau apapun itu aku ndak peduli. Yang jelas anak ini tidak memiliki masalah seperti itu. Dia normal seperti anak-anak lainnya, ndak perlu mengikuti terapi-terapi seperti itu," ucap Jiya dengan suara lantang, seolah tak aka
"Mas, lepas atau aku teriak?" ancam Jiya yang saat ini berada di dalam pelukan Adam."Teriak saja," tantang Adam yang saat ini masih terus memeluk Jiya dengan erat."Kamu gila," ucap Jiya sembari mendorong tubuh Adam dengan kuat, hingga akhirnya dia terlepas. "Dengar ya Mas, itu tadi benar-benar link yang diberikan oleh Nindy. Kalau tidak percaya, akan aku tunjukkan.""Oh," sahut Adam yang sebenarnya sudah tahu tentang hal itu, tetapi sengaja ingin mengerjain istrinya itu.Setelah beberapa saat Jiya mengotak-atik ponselnya, kemudian ia pun langsung menunjukkan chat sahabatnya itu pada Adam. "Tuh, lihat! Link itu benar-benar dari Nindy. Dia itu memang kelihatannya polos, tapi otaknya penuh hal-hal mesum," bebernya."Lalu bagaimana dengan kamu?" tanya Adam sembari beralih menatap wajah Jiya yang sedang serius.Langsung saja Jiya berekspresi aneh ketika mendengar pertanyaan tersebut. "Tentu saja otakku ini bersih, tidak seperti otak kamu," jawabnya dengan penuh percaya diri."Oh ya?" sa
"Ada apa? Apakah ada sesuatu yang salah?" tanya Adam karena tentu saja tahu kalau ibu mertuanya itu sedang menangis."Itu bukan Ibuk," bisik Jiya pada Adam yang ingin melangkah ke arah wanita yang sedang mencuci piring.Dan ketika Adam tengah mencoba mencerna maksud pertanyaan Jiya, tiba-tiba terdengar sahutan. "Tidak apa-apa Nak Adam," jawab Bu Mutia sembari berbalik dan menatap Adam dengan tenang.Seketika, Jiya yang tadi bersembunyi di belakang Adam pun langsung keluar dari persembunyiannya. "Ah, Ibuk … nakutin aja," protesnya karena berpikir kalau Ibunya itu makhluk lain."Nakutin apa?" Bu Mutia tak mengerti maksud anak semata wayangnya itu.Lalu …."Apa ada masalah? Tolong Anda ceritakan. Saya akan membantu sebis—""Ndak-ndak, ndak usah. Ibuk ndak apa-apa," potong Bu Mutia sembari mengukir senyum di bibirnya.Tentu saja sebagai anak satu-satunya, Jiya langsung bisa menangkap kalau Ibunya itu sedang berpura-pura. Kemudian dengan cepat ia menoleh ke arah Adam dan langsung berkata
Adam dengan cepat menangkap tubuh Jiya yang sempat oleng karena tersenggol motor yang terlihat sangat sengaja ingin menabrak istri Adam itu."Ada yang terluka?" tanya Adam sembari menatap Jiya yang kini ada di dalam pelukannya."Tidak, hanya sedikit ngilu di punggung. Mungkin kesenggol tadi," jawab Jiya yang kini meringis sembari memijat-mijat punggungnya.Langsung saja Adam membalik tubuh Jiya. "Biar aku lihat," ucap Adam."Eh, ndak. Jangan-jangan!" tolak Jiya sembari kembali berbalik."Kalau begitu kita pulang. Nanti biar diobati oleh Mama atau Ibumu," sahut Adam."Jangan juga. Jangan membuat mereka khawatir karena hal ini. Ini sungguh ndak apa-apa.""kalau begitu biar aku lihat," pinta Adam dengan ekspresi serius di wajahnya."Jangan," tolak Jiya lagi.Adam lalu memijat-mijat keningnya karena melihat tingkah istrinya yang terkadang seperti anak kecil itu. "Kalau tidak dilihat, bagaimana kalau itu terluka dan infeksi?" Adam kembali membalik tubuh Jiya dengan sedikit pak
"Kalian juga. Kenapa kalian tidak mengundangku? Apa kalian masih marah padaku atas kejadian waktu itu?" tanya wanita yang baru saja sampai di tempat itu.'Apa aku harus menjawab jujur toh, biar dia sadar,' pikir Jiya sembari menghela napas panjang."Ada apa, apa kamu tidak suka dengan kedatanganku? Bukankah kita ini masih saudara?" Tentu saja gadis itu menargetkan Jiya saat ini."Tentu saja tidak, kenapa kamu harus berpikir begitu," sahut Jiya dengan tenang."Milea, untuk apa kamu datang ke sini?" tanya Nyonya Titi dengan hangat."Kenapa Tante, apa Tante tidak senang aku datang ke sini? Aku ke sini untuk memberikan selamat sekaligus minta maaf atas kekonyolanku waktu itu." Milea melangkah ke arah Jiya dan dengan cepat meraih telapak tangannya.'Apa lagi yang ingin dia lakukan? Apa mukanya itu pakai campuran semen tiga roda, kokoh banget,' batin Jiya yang merasa takjub pada sikap 'muka tembok' wanita di depannya itu. Sebab, andaikah dia yang berada di posisi Milea, dia pasti tidak akan
Beberapa jam berlalu, Adam dan Jiya yang sudah selesai berdandan pun segera digiring oleh sang perias pengantin untuk pergi ke tempat resepsi. Mereka berdua pun menaiki tangga dekorasi dan berdiri di depan banyak orang layaknya seorang pengantin."Mas Adam Wiratamaja jangan tegang-tegang Mas, malam pertamanya sudah kemarin malam kan Mas?" canda si MC untuk mencairkan suasana.Seketika Jiya pun langsung menoleh ke arah Adam."Nah, seperti itu benar. Kalau Masnya kenapa-napa langsung ditengok ya Mbak Jiya," seloroh si MC sembari tertawa lepas yang disusul dengan tawa para tamu undangan.Sontak saja wajah Jiya memerah karena malu."Apa ini memang seperti ini?" tanya Adam dengan suara yang sangat pelan.Jiya pun terkejut mendengar pertanyaan tersebut. 'Ah, aku hampir lupa kalau dia belum mengerti hal ini,' batinnya."Iya Mas, kalau di sini memang seperti ini. Pokoknya kamu ndak boleh tersinggung atau menjawab apa pun, itu semua hanya lelucon untuk menghibur tamu undangan. Senyu
Jiya pun membalik bungkus tersebut dan membaca petunjuk penggunaannya. Dan seketika matanya membulat."Katakan, siapa yang mengirim ini?" tanya Adam sembari membuang benda tersebut ke dalam tempat sampah yang ada di kamar itu.Lalu tiba-tiba saja tawa Jiya pun meledak. "Ini pasti mereka," ujarnya sambil menyeka bulir air mata yang sempat menetes di matanya.'Mereka siapa, apa dia pernah mempunyai hubungan dengan banyak orang sekaligus,' pikir Adam ketika mendengar kata 'mereka' dari mulut Jiya."Hei, apa yang kamu pikirkan?" tanya Jiya sembari mengerutkan keningnya ketika melihat ekspresi aneh di wajah Adam."Kamu memiliki hubungan dengan mereka?" tanya Adam sembari menatap Istrinya itu dengan rasa penasaran yang memenuhi kepalanya.Jiya pun terdiam sejenak memikirkan maksud pertanyaan Adam yang terdengar aneh itu, hingga ...."Hei, apa kamu pikir aku ini yang seperti itu toh Mas?""Yang seperti itu?" tanya Adam balik."Mas, aku itu ndak seperti itu. Kan sudah aku bilang aku
Adam dan Jiya pun langsung menoleh ke arah pintu kamar tersebut. "Siapa," gerutu Jiya sembari melangkah ke arah pintu yang berada tak jauh darinya.Klak!"Ji, ayo cepat ndak ada waktu," ujar orang yang tadi mengetuk pintu kamar sembari menarik tangan Jiya ketika Jiya baru saja membuka pintu tersebut."Kenapa toh Nin? Aku mau ngelurusin punggung sebentar," keluh Jiya yang enggan untuk melangkah.Nindy pun menghela napas panjang. "Nanti agak malaman saja malam pertamanya, sekarang kamu harus ikut aku milih baju untuk besok, itu yang ngerias sudah datang," jawabnya.Sesaat kemudian, Adam pun ikut keluar mendengar pertanyaan Nindy dan istrinya itu. "Ada apa ini?" tanyanya yang pura-pura belum mendengar apa pun."Eh, ternyata Pak Adam di sini," ucap Nindy sembari cengengesan. "Itu Pak ... eh iya Mas Adam, itu jiyanya saya bawa dulu untuk milih baju resepsi besok apa boleh?""Boleh, kami juga belum mulai kok," jawab Adam sembari melirik ke arah Jiya.Seketika wajah Nindy memera
Brak! Suara mengejutkan itu muncul dari luar rumah.Semua orang yang ada di dalam rumah pun bergegas keluar, termasuk Jiya dan Adam. Dan ketika mereka sampai di luar, terlihat seseorang yang baru saja Jiya dan Sherly bicarakan sedang berada di tanah dengan motornya yang tergeletak tak jauh darinya."Mas!" teriak Sherly yang langsung saja berlari ke arah calon suaminya itu.Namun tak lama kemudian terlihat Hendra yang bangun begitu saja dan justru mendorong Sherly yang mencoba membantunya bangun tadi. "Kalian, pasangan terkutuk!" teriaknya.Sontak saja mata Jiya terbelalak mendengar hal itu. 'Apa dia memakiku dan Mas Adam?' batinnya.Sesaat kemudian ia pun menoleh ke arah Adam yang berdiri tepat di sampingnya. "Mas, apa—"Brak! Kembali lagi terdengar keributan yang ternyata disebabkan oleh Hendra yang menendang tangga yang ada di dekatnya.Sontak saja para laki-laki yang sedang memasang dekorasi pun berkumpul dan mulai memperhatikan setiap gerakan Hendra yang terlihat seperti orang lin
Keesokan harinya. Seperti yang di rencanakan, setelah dari pagi memulai perjalanan, akhirnya sore harinya Jiya dan Adam pun sampai di Tulungagung. "Kenapa ini?" Jiya benar-benar terkejut karena saat ini di depan rumahnya terlihat sebuah tenda besar terpasang memenuhi halaman rumahnya.Dan ketika sopir sudah memarkirkan mobilnya, Jiya pun dengan cepat turun dari mobil tersebut dan berlari kecil melewati jalan samping rumahnya. "Mbak, ini ada apa?" tanya Jiya ketika melihat salah satu tetangganya sedang membawa ember di tangannya."Loh, alhamdulillah Ji, kapan kamu sampai?" tanya tetangganya balik tanpa mejawab pertanyaannya terlebih dahulu."Baru saja Mbak, ini juga belum sampai masuk rumah. Lha tapi itu loh Mbak ada apa?" tanya Jiya sembari menunjuk ke arah para laki-laki yang seperti sedang menata panggung.Wanita yang ada di depan Jiya itu pun menoleh ke arah apa yang saat ini di tunjuk oleh Jiya. "Itu panggung. Lha katanya kamu sudah menikah di Jakarta?" tanyanya balik.