"Kamu laki-laki atau perempuan?" tanya Adam sambil menatap ke arah salah satu anak buahnya yang kini berdiri sambil menundukkan kepala di depannya itu.
"Laki-laki, Tuan!" jawab anak buah Adam tersebut dengan tegas.
"Lalu kenapa kamu sembunyi? Apa ini cara kamu mengintai, atau apa?" tanya Adam kembali dengan nada menekan, seolah sedang menginterogasi.
Lalu anak buah Adam tersebut pun langsung mendongak dan menatap lurus ke arah Adam. "Bukan Tuan, tidak ada yang seperti itu. Saya hanya ingin tahu bagaimana dengan Nona Jiya?" tanyanya dengan nada tegas.
Adam pun tersenyum tipis lalu menepuk-nepuk pundak laki-laki di depannya itu dengan pelan. "Terima kasih Bar, berkat kamu benda ini bisa segera ditemukan dan tidak terjadi masalah besar di rumah ini."
"Sama-sama Tuan, ini sudah merupakan tugas saya," sahut Barak yang kini tersenyum puas setelah memberikan jawaban seperti itu pada Ada
Lalu dari arah lain …."Lama sekali, apa yang sedang kalian lakukan?" Suara seorang laki-laki mengejutkan mereka berdua.Sontak saja Bumi langsung menatap ke arah laki-laki tersebut, begitu juga dengan Jiya yang juga langsung menoleh untuk melihat pemilik suara tersebut."Kenapa?" tanya laki-laki itu lagi ketika merasa ada yang aneh dengan pandangan dua orang yang tak jauh darinya tersebut. Ia kemudian berjalan makin mendekat ke arah Jiya dan Bumi dengan santai."Apa kamu tahu tentang mbak Milea?" tanya Jiya sambil bergeser ke samping Bumi.Namun laki-laki itu bukannya menjawab tapi malah mengernyitkan keningnya. "Apa maksud kamu? Tentu saja aku tahu Milea," jawabnya dengan nada ringan, seolah sedang main-main."Bukan begitu …." Jiya terdengar resah. "Maksudku, apa kamu tahu tentang Milea yang pergi dari rumah ini?" tan
Jiya pun langsung merasakan firasat buruk akibat tatapan aneh dari anak laki-laki tengil di depannya itu."Aku mau turun, tapi dengan satu syarat," ujar Bumi yang masih menatap Jiya dengan gaya anehnya."Apa?" tanya Nyonya Titi dengan antusias."Aku mau, dia …,"—Bumi menunjuk Jiya—"harus memakai kostum.""Kostum?" tanya Jiya dan Nyonya Titi hampir bersamaan.Sebuah senyum tengil yang diikuti anggukan pun muncul dari Bumi untuk menjawab pertanyaan dari kedua wanita dewasa di dekatnya itu.'Dia pasti ingin membuat masalah,' batin Jiya yang langsung menelan ludahnya, merasakan firasat buruk saat melihat senyum tengil dari anak laki-laki yang kini masih tersenyum lebar menatap dirinya itu."Kostum apa?" tanya Jiya yang mencoba tetap terlihat tenang."Nanti kamu juga akan tahu,"
"Papa!" teriak Kiara sembari berlari ke arah laki-laki yang baru saja masuk ke kamar itu.Laki-laki itu pun dengan cepat tersadar dan langsung beralih menatap ke arah gadis kecil kesayangannya itu. "Papa mencari kamu dari tadi, kamu ke mana saja," ujarnya yang dengan cepat menggendong Kiara."Aku dari tadi di sini melihat Calon Mama dandan," ucap Kiara dengan manja. "Wah, Calon Mama cuuuuantik loh Pa," imbuhnya.Mendengar hal tersebut, Dokter Dana pun langsung menatap ke arah Jiya.Jiya yang mendapat tatapan dari duda tampan itu pun langsung tersenyum canggung."Hustt, siapa yang menyuruh kamu memanggil Tante Jiya seperti itu? Itu tidak sopan namanya," ujar Dokter Dana sembari menatap dan mencubit pelan hidung anak kesayangannya itu"Tapi kata Tante, Tante Jiya itu benar-benar calon mama Kiara," sahut Kiara dengan polosnya.&nbs
"Bau?" Adam tentu saja terkejut dengan ucapan Jiya tersebut."I-i-ya bau," tandas Jiya sembari menggeser tubuhnya agar bisa sedikit menjauh."He-he-he," tawanya canggung sambil terus menjauh.Melihat hal itu, Adam pun langsung menghela napas panjang. "Dasar," celetuknya.Setelah itu ia pun menatap ke arah lain sambil berkata, "Ganti pakaian kamu.""Eh ndak bisa," tukas Jiya dengan cepat.Adam pun langsung mengerutkan dahinya. "Kenapa?" tanyanya merasa aneh dengan penolakan Jiya tersebut."Itu ...." Jiya terlihat ragu-ragu saat ingin menjawab pertanyaan Adam tersebut."Apa?" tanya Adam lagi yang makin penasaran.Jiya pun menggigit bibir bawahnya lalu menjawab, "Pokoknya ndak bisa ya ndak bisa. Aku punya alasan sendiri."'Alasan sendiri, apa mungkin ini ada hubungannya dengan mama,' pikirnya, mengingat orang yang menyuruhnya datang ke kamar itu adalah wanita yang sangat disayanginya itu."Pokoknya
Satu jam pun berlalu setelah kejadian itu. Kini di aula, acara tengah berlangsung dengan meriah. Para anak dan cucu dari rekan kerja dan juga saudara-saudara keluarga Adam pun terlihat sangat menikmati acara tersebut, begitu juga orang tua mereka.Hingga ...."Aaaaaa!" Terdengar teriakan begitu kencang, memekikkan dari lantai dua yang ada di aula tersebut.Sontak saja semua orang yang ada di tempat itu pun langsung terdiam dan mendongak ke atas."Apa ini?" Para tamu undangan saling berbisik, mereka bertanya-tanya tentang teriakan mengejutkan tersebut.\*"Ada apa sih Kak, sepertinya ada saja masalah saat kami datang ke sini," komentar Nyonya Tiara, istri dari Tuan Susilo dengan bibir tipisnya.Nyonya T**i yang saat ini sedang berdiri persis di samping Nyonya Mutia pun hanya diam sambil mengepalkan tangannya, menahan rasa kesal karena kalimat tak mengenakkan dari adik iparnya itu."Jangan begitu Ma, ini kan juga bukan kemauan Kak T**i," ujar Tuan Susilo se
BRAKKKK! Pintu kamar tersebut terbuka dengan kasar.Adam dan wanita di dalam kamar tersebut pun langsung menatap ke arah orang-orang yang baru saja mendobrak pintu tersebut.Dan para anak buah Adam yang baru saja mendobrak kamar itu pun tersentak ketika mendapati ternyata Tuannyalah yang ada di dalam kamar tersebut."Keluar!" Bentak Adam.Sekita, para anak buah Adam pun langsung berbalik dan keluar dari kamar tersebut.Namun baru sedetik para anak buah Adam keluar, kini berganti Nyonya Titi yang masuk ke dalam kamar tersebut."Ad—" Kalimatnya terhenti ketika ia melihat dua orang di depannya tersebut."Astaga," ujar Nyonya Titi sembari berhambur ke arah wanita yang masih duduk menyelimuti tubuhnya di atas ranjang tersebut.Sedangkan Adam yang saat ini hanya menggunakan celana dalam pun, segera mengambil celananya yang berada di lantai dan dengan cepat memakainya."Jiya, kamu baik-baik saja kan?" tanya Nyonya Titi
"Tunggu!" teriak Milea sekali lagi. Kemudian ia pun dengan cepat berjalan ke arah Jiya.Tentu saja, semua orang yang ada di dalam kamar itu langsung menyorot ke arah Milea. Begitu juga dengan Jiya yang langsung menoleh ke arah Milea yang makin mendekat ke arahnya."Hei!" pekik Jiya ketika tiba-tiba Milea menarik selimut yang menutupi tubuhnya.Tapi untunglah Jiya dengan sigap mempertahankan selimut tersebut, sehingga selimut itu hanya melorot sebatas pundaknya."Kamu stres apa!" teriak Jiya sembari terus berusaha mempertahankan selimut yang membalut tubuhnya tersebut."Kamu itu wanita tidak tahu diri, berani-beraninya menggoda Kak Adam dan menjebaknya seperti ini. Dasar tidak tahu malu!" Milea menghina Jiya sembari terus berusaha menarik selimut tersebut.Dan seperti yang seharusnya, Jiya pun tak mau kalah. Ia terus mempertahankan satu-satunya benda yang menutupi tubuhnya tersebut.Hingga akhirnya Nyonya Titi yang ada di dekat mer
"Aduh Kakak, nasib sial apa yang menimpa keluarga kamu ini," ujar wanita tersebut sembari bertingkah seolah prihatin dengan apa yang terjadi.Mendengar hal itu, Nyonya T**i, Bi Sumi dan beberapa orang di sekitar mereka pun langsung menatap ke arah wanita tersebut."Nyonya Tiara, Anda—""Siapa yang bicara pada kamu, pelayan tua," potong Nyonya Tiara sembari menatap sinis ke arah Bi Sumi.Kemudian Nyonya T**i langsung menepuk pundak wanita di sampingnya itu. "Sudah Bi, biar aku saja," bisiknya.Bi Sumi pun langsung menoleh ke arah Nyonya T**i. "Tapi ini—""Sudah," potong Nyonya T**i lagi.Akhirnya Bi Sumi pun menghela napas berat, lalu mundur selangkah."Kenapa, bukankah aku mengatakan sesuatu yang benar Kak? Aku ini sedang ikut prihatin dengan anak-anak kamu. Anak yang kedua seperti itu, sekarang ganti anak yang pertama. Bisa-bisanya Adam melakukan hal yang tidak senonoh di acara seperti ini, apa dia tidak bisa menunggu sampai selesai ac—""Jangan semba
"Mas, lepas atau aku teriak?" ancam Jiya yang saat ini berada di dalam pelukan Adam."Teriak saja," tantang Adam yang saat ini masih terus memeluk Jiya dengan erat."Kamu gila," ucap Jiya sembari mendorong tubuh Adam dengan kuat, hingga akhirnya dia terlepas. "Dengar ya Mas, itu tadi benar-benar link yang diberikan oleh Nindy. Kalau tidak percaya, akan aku tunjukkan.""Oh," sahut Adam yang sebenarnya sudah tahu tentang hal itu, tetapi sengaja ingin mengerjain istrinya itu.Setelah beberapa saat Jiya mengotak-atik ponselnya, kemudian ia pun langsung menunjukkan chat sahabatnya itu pada Adam. "Tuh, lihat! Link itu benar-benar dari Nindy. Dia itu memang kelihatannya polos, tapi otaknya penuh hal-hal mesum," bebernya."Lalu bagaimana dengan kamu?" tanya Adam sembari beralih menatap wajah Jiya yang sedang serius.Langsung saja Jiya berekspresi aneh ketika mendengar pertanyaan tersebut. "Tentu saja otakku ini bersih, tidak seperti otak kamu," jawabnya dengan penuh percaya diri."Oh ya?" sa
"Ada apa? Apakah ada sesuatu yang salah?" tanya Adam karena tentu saja tahu kalau ibu mertuanya itu sedang menangis."Itu bukan Ibuk," bisik Jiya pada Adam yang ingin melangkah ke arah wanita yang sedang mencuci piring.Dan ketika Adam tengah mencoba mencerna maksud pertanyaan Jiya, tiba-tiba terdengar sahutan. "Tidak apa-apa Nak Adam," jawab Bu Mutia sembari berbalik dan menatap Adam dengan tenang.Seketika, Jiya yang tadi bersembunyi di belakang Adam pun langsung keluar dari persembunyiannya. "Ah, Ibuk … nakutin aja," protesnya karena berpikir kalau Ibunya itu makhluk lain."Nakutin apa?" Bu Mutia tak mengerti maksud anak semata wayangnya itu.Lalu …."Apa ada masalah? Tolong Anda ceritakan. Saya akan membantu sebis—""Ndak-ndak, ndak usah. Ibuk ndak apa-apa," potong Bu Mutia sembari mengukir senyum di bibirnya.Tentu saja sebagai anak satu-satunya, Jiya langsung bisa menangkap kalau Ibunya itu sedang berpura-pura. Kemudian dengan cepat ia menoleh ke arah Adam dan langsung berkata
Adam dengan cepat menangkap tubuh Jiya yang sempat oleng karena tersenggol motor yang terlihat sangat sengaja ingin menabrak istri Adam itu."Ada yang terluka?" tanya Adam sembari menatap Jiya yang kini ada di dalam pelukannya."Tidak, hanya sedikit ngilu di punggung. Mungkin kesenggol tadi," jawab Jiya yang kini meringis sembari memijat-mijat punggungnya.Langsung saja Adam membalik tubuh Jiya. "Biar aku lihat," ucap Adam."Eh, ndak. Jangan-jangan!" tolak Jiya sembari kembali berbalik."Kalau begitu kita pulang. Nanti biar diobati oleh Mama atau Ibumu," sahut Adam."Jangan juga. Jangan membuat mereka khawatir karena hal ini. Ini sungguh ndak apa-apa.""kalau begitu biar aku lihat," pinta Adam dengan ekspresi serius di wajahnya."Jangan," tolak Jiya lagi.Adam lalu memijat-mijat keningnya karena melihat tingkah istrinya yang terkadang seperti anak kecil itu. "Kalau tidak dilihat, bagaimana kalau itu terluka dan infeksi?" Adam kembali membalik tubuh Jiya dengan sedikit pak
"Kalian juga. Kenapa kalian tidak mengundangku? Apa kalian masih marah padaku atas kejadian waktu itu?" tanya wanita yang baru saja sampai di tempat itu.'Apa aku harus menjawab jujur toh, biar dia sadar,' pikir Jiya sembari menghela napas panjang."Ada apa, apa kamu tidak suka dengan kedatanganku? Bukankah kita ini masih saudara?" Tentu saja gadis itu menargetkan Jiya saat ini."Tentu saja tidak, kenapa kamu harus berpikir begitu," sahut Jiya dengan tenang."Milea, untuk apa kamu datang ke sini?" tanya Nyonya Titi dengan hangat."Kenapa Tante, apa Tante tidak senang aku datang ke sini? Aku ke sini untuk memberikan selamat sekaligus minta maaf atas kekonyolanku waktu itu." Milea melangkah ke arah Jiya dan dengan cepat meraih telapak tangannya.'Apa lagi yang ingin dia lakukan? Apa mukanya itu pakai campuran semen tiga roda, kokoh banget,' batin Jiya yang merasa takjub pada sikap 'muka tembok' wanita di depannya itu. Sebab, andaikah dia yang berada di posisi Milea, dia pasti tidak akan
Beberapa jam berlalu, Adam dan Jiya yang sudah selesai berdandan pun segera digiring oleh sang perias pengantin untuk pergi ke tempat resepsi. Mereka berdua pun menaiki tangga dekorasi dan berdiri di depan banyak orang layaknya seorang pengantin."Mas Adam Wiratamaja jangan tegang-tegang Mas, malam pertamanya sudah kemarin malam kan Mas?" canda si MC untuk mencairkan suasana.Seketika Jiya pun langsung menoleh ke arah Adam."Nah, seperti itu benar. Kalau Masnya kenapa-napa langsung ditengok ya Mbak Jiya," seloroh si MC sembari tertawa lepas yang disusul dengan tawa para tamu undangan.Sontak saja wajah Jiya memerah karena malu."Apa ini memang seperti ini?" tanya Adam dengan suara yang sangat pelan.Jiya pun terkejut mendengar pertanyaan tersebut. 'Ah, aku hampir lupa kalau dia belum mengerti hal ini,' batinnya."Iya Mas, kalau di sini memang seperti ini. Pokoknya kamu ndak boleh tersinggung atau menjawab apa pun, itu semua hanya lelucon untuk menghibur tamu undangan. Senyu
Jiya pun membalik bungkus tersebut dan membaca petunjuk penggunaannya. Dan seketika matanya membulat."Katakan, siapa yang mengirim ini?" tanya Adam sembari membuang benda tersebut ke dalam tempat sampah yang ada di kamar itu.Lalu tiba-tiba saja tawa Jiya pun meledak. "Ini pasti mereka," ujarnya sambil menyeka bulir air mata yang sempat menetes di matanya.'Mereka siapa, apa dia pernah mempunyai hubungan dengan banyak orang sekaligus,' pikir Adam ketika mendengar kata 'mereka' dari mulut Jiya."Hei, apa yang kamu pikirkan?" tanya Jiya sembari mengerutkan keningnya ketika melihat ekspresi aneh di wajah Adam."Kamu memiliki hubungan dengan mereka?" tanya Adam sembari menatap Istrinya itu dengan rasa penasaran yang memenuhi kepalanya.Jiya pun terdiam sejenak memikirkan maksud pertanyaan Adam yang terdengar aneh itu, hingga ...."Hei, apa kamu pikir aku ini yang seperti itu toh Mas?""Yang seperti itu?" tanya Adam balik."Mas, aku itu ndak seperti itu. Kan sudah aku bilang aku
Adam dan Jiya pun langsung menoleh ke arah pintu kamar tersebut. "Siapa," gerutu Jiya sembari melangkah ke arah pintu yang berada tak jauh darinya.Klak!"Ji, ayo cepat ndak ada waktu," ujar orang yang tadi mengetuk pintu kamar sembari menarik tangan Jiya ketika Jiya baru saja membuka pintu tersebut."Kenapa toh Nin? Aku mau ngelurusin punggung sebentar," keluh Jiya yang enggan untuk melangkah.Nindy pun menghela napas panjang. "Nanti agak malaman saja malam pertamanya, sekarang kamu harus ikut aku milih baju untuk besok, itu yang ngerias sudah datang," jawabnya.Sesaat kemudian, Adam pun ikut keluar mendengar pertanyaan Nindy dan istrinya itu. "Ada apa ini?" tanyanya yang pura-pura belum mendengar apa pun."Eh, ternyata Pak Adam di sini," ucap Nindy sembari cengengesan. "Itu Pak ... eh iya Mas Adam, itu jiyanya saya bawa dulu untuk milih baju resepsi besok apa boleh?""Boleh, kami juga belum mulai kok," jawab Adam sembari melirik ke arah Jiya.Seketika wajah Nindy memera
Brak! Suara mengejutkan itu muncul dari luar rumah.Semua orang yang ada di dalam rumah pun bergegas keluar, termasuk Jiya dan Adam. Dan ketika mereka sampai di luar, terlihat seseorang yang baru saja Jiya dan Sherly bicarakan sedang berada di tanah dengan motornya yang tergeletak tak jauh darinya."Mas!" teriak Sherly yang langsung saja berlari ke arah calon suaminya itu.Namun tak lama kemudian terlihat Hendra yang bangun begitu saja dan justru mendorong Sherly yang mencoba membantunya bangun tadi. "Kalian, pasangan terkutuk!" teriaknya.Sontak saja mata Jiya terbelalak mendengar hal itu. 'Apa dia memakiku dan Mas Adam?' batinnya.Sesaat kemudian ia pun menoleh ke arah Adam yang berdiri tepat di sampingnya. "Mas, apa—"Brak! Kembali lagi terdengar keributan yang ternyata disebabkan oleh Hendra yang menendang tangga yang ada di dekatnya.Sontak saja para laki-laki yang sedang memasang dekorasi pun berkumpul dan mulai memperhatikan setiap gerakan Hendra yang terlihat seperti orang lin
Keesokan harinya. Seperti yang di rencanakan, setelah dari pagi memulai perjalanan, akhirnya sore harinya Jiya dan Adam pun sampai di Tulungagung. "Kenapa ini?" Jiya benar-benar terkejut karena saat ini di depan rumahnya terlihat sebuah tenda besar terpasang memenuhi halaman rumahnya.Dan ketika sopir sudah memarkirkan mobilnya, Jiya pun dengan cepat turun dari mobil tersebut dan berlari kecil melewati jalan samping rumahnya. "Mbak, ini ada apa?" tanya Jiya ketika melihat salah satu tetangganya sedang membawa ember di tangannya."Loh, alhamdulillah Ji, kapan kamu sampai?" tanya tetangganya balik tanpa mejawab pertanyaannya terlebih dahulu."Baru saja Mbak, ini juga belum sampai masuk rumah. Lha tapi itu loh Mbak ada apa?" tanya Jiya sembari menunjuk ke arah para laki-laki yang seperti sedang menata panggung.Wanita yang ada di depan Jiya itu pun menoleh ke arah apa yang saat ini di tunjuk oleh Jiya. "Itu panggung. Lha katanya kamu sudah menikah di Jakarta?" tanyanya balik.