"Diam kamu." Adam menatap tajam ke arah Nyonya Tiara. "Dia tidak akan melakukan hal itu," tegasnya.Kemudian Nyonya Tiara pun langsung tersenyum tipis, namun sejenak kemudian ia langsung mengubah ekspresinya seolah sedang khawatir. "Tapi kalau dia tidak melakukan hal itu, semua orang pasti akan ragu dengan kamu," ujarnya."Aku akan membuktikan semuanya pada kalian, bahkan bukti itu akan segera muncul di media sosial kalian," terang Asta dengan suara lantang sembari mengarahkan pandangannya pada semua orang yang ada di ruangan itu.Nyonya Tiara kemudian maju selangkah. "Tapi Dam, it—""Aku ingin kalian menilai sendiri setelah melihat bukti itu. Tapi untuk permintaan kalian pada calon istriku tadi, maaf aku menolaknya," ucap Cakra masih dengan suara lantangnya.Sontak saja semua orang yang ada di ruangan itu pun langsung heboh ketika mendengar ucapan Adam tersebut. Memang ada gosip yang beredar jika Adam itu sudah memiliki calon istri, tapi baru kali ini Adam mengak
Jiya pun langsung bangun dari posisinya saat ini. "Kamu ...," ujarnya dengan mata membulat ketika melihat laki-laki yang sangat dikenalnya itu sedang berdiri tak jauh dari pintu masuk kamar tersebut.Laki-laki itu pun berjalan dengan santai ke arah Jiya. "Kenapa tidak jawab?" tanyanya."Aku," ujarnya sembari bangun dan berjalan menjauh dari ranjang.Sedangkan laki-laki itu kini berganti duduk di pinggiran ranjang tersebut dengan santai. "Kenapa, takut?" tanyanya dengan senyum menyeringai menghiasi wajahnya."Ndak, siapa yang takut," tukas Jiya sembari melangkah mundur.Laki-laki itu pun menghela napas panjang. "Besok kita akan berangkat, malam ini kamu siap-siaplah.""Berangkat, ke mana?" respon Jiya dengan wajah tegang."Bukankah kamu ingin kembali ke rumah kamu?""Tidak.""Jadi kamu tidak ingin pulang ke sana?""Bukan begitu," jawab Jiya. "Aku itu ndak mau pulang sama kamu.""Alasann
Dua hari kemudian.Seperti yang direncanakan, pagi itu Jiya menyiapkan berbagai hal untuk dibawa pulang ke Tulungagung sebagai oleh-oleh yang ia bawa nantinya."Akhirnya selesai," ujar Jiya sembari tersenyum puas menatap ke arah tas besar yang ada di hadapannya.Kemudian Jiya pun menatap ke arah lain dan mengambil ponselnya yang ia letakkan tak jauh dari tas besar tersebut."Ibuk ... ibuk," ucapnya sembari mengusap-usap layar ponsel tersebut.Dan beberapa saat kemudian ...."Halo Buk," ucap Jiya ketika panggilan tersebut diangkat."Halo, iya-iya Ji. Bagaimana?"Jiya pun mengerutkan keningnya ketika mendengar suara berisik di dalam panggilan tersebut."Ibuk di mana?""Ibuk lagi ke pasar. Kamu nanti jadi pulang kan?"Mendengar pertanyaan tersebut, Jiya pun langsung menepuk jidatnya. "Buk, aku berangkatnya nanti siang, sampai di sana paling besok. Ibuk jangan belanja macem-macem," ucap Jiya. Ia haf
"Kamu belum nikah?""Kenapa, apa ada masalah?" tanya Adam balik sambil menatap Jiya dengan ekspresi datar.Jiya pun terdiam beberapa saat sambil menatap wajah laki-laki yang sebentar lagi akan menjadi suaminya itu. 'Kalau dia belum menikah, terus setan kecil itu anaknya siapa?' pikir Jiya."Apa yang kamu lamunkan? Cepat tanda tangani surat itu," ujar Adam kembali.'Tunggu bukan itu yang harus aku pikirkan sekarang,' batin Jiya ketika ia menyadari ada sesuatu yang salah.Jiya yang tadi menatap Adam dengan penasaran, kini berubah mengerutkan keningnya. "Tunggu, kenapa kita menikah dengan tiba-tiba begini? Ada apa? Kemarin aku sudah setuju untuk mengundur pulang ke Tulungagung sehari, lha kok sekarang tiba-tiba harus nikah ini, sebenarnya ada apa?"Adam pun menghela napas panjang ketika mendengar pertanyaan Jiya. "Ini semua ada hubungannya dengan kejadian di pesta kemarin. Cepat tanda tangani berkas itu. Jika tidak, maka kamu yang h
Dugh! Wanita yang ada di depan Adam tersebut bersujud dengan keras."Aku mohon aku sangat mencintai kamu, dia itu berbohong," ujar wanita itu sambil terus membentur-benturkan kepalanya ke lantai.Adam menoleh ke belakang, lalu memberi tanda pada anak buahnya. "Bawa dia pergi," perintahnya.Seperti yang diperintahkan beberapa anak buah Adam pun langsung menarik kedua tangan wanita tersebut agar berdiri."Milea," lirih Nyonya Titi sembari menatap ke arah wanita pembuat kekacauan itu dengan iba.Menyadari tatapan iba tersebut, tubuh Milea pun bergerak ingin melangkah ke arah Nyonya Titi tapi langsung ditahan oleh anak buah Adam. "Lepasakan!" teriak Milea sembari menghentak-hentakkan tangannya.Namun para anak buah Adam masih terus memegangi lengan Milea dengan kuat dan semakin kuat. Akhirnya Milea pun memilih untuk mengalihkan pandangannya pada Nyonya Titi. "Tante, jangan biarkan wanita iblis itu menikah dengan Kak Adam. Dia itu pembawa sial, dia tidak pantas menjadi menantu keluarga ini
"Itu ada Tuan Besar di bawah," ucap pelayan tersebut."Tuan Besar?" Mata Jiya melotot, terkejut mendengar hal itu. "Duh mati aku," imbuhnya sambil menepuk keningnya dengan pelan."Dia tidak akan membunuhmu," sahut Bumi dengan ketus.Jiya pun langsung menoleh ke arah sumber kalimat mengejutkan tersebut."Kenapa kamu melihat aku seperti itu?" Bumi mendengus kesal.Jiya pun mengerutkan dahinya, ia cukup merasa aneh kenapa mood laki-laki kecil di depannya tiba-tiba berubah. "Aku sangat terharu karena kamu menyemangatiku," ucap Jiya dengan santai dan sebuah senyuman manis yang dibuat-buat."Aku tidak menyemangati kamu, aku mengatakan yang sebenarnya. Jika dia memang orang yang seperti itu, mungkin dia sudah membunuhku dari dulu."Kalimat yang lebih mirip sebuah curhatan itu pun membuat Jiya sungguh terheran-heran, ia tahu persis jika memang ada jarak antara Bumi dan kakek buyutnya tapi dia sungguh tidak menyangka kalau ada pemikiran seperti itu di dalam otak anak tirinya. "Siapa yang menga
"Lama sekali," ujar seorang laki-laki yang saat ini sedang berdiri di lantai bawah.Adam dan Jiya yang masih berada di tangga pun langsung menatap ke arah laki-laki yang khas dengan kursi rodanya itu."Ayo cepat, apa kalian sengaja berlama-lama?" imbuh laki-laki tersebut."Baik Kek," jawab Adam yang dibarengi dengan anggukan dari kepalanya.Sedangkan Jiya yang ada di dekat Adam pun mengangguk belakangan.Setelah itu mereka berdua pun melangkah mengikuti Tuan Wiratmaja dan juga Gustavo yang selalu mendampingi sesepuh keluarga itu.*Di ruang keluarga.'Aku pikir aku akan diajak makan,' batin Jiya sambil terus menundukkan kepalanya. Ia berpikir jika akan ada makan malam keluarga yang mewah untuk menyambut dirinya yang baru saja masuk ke dalam keluarga itu.Ia pun melirik ke sekitar dan melihat beberapa pelayan berdiri di salah satu sisi ruangan tersebut sambil menundukkan kepala seperti dirinya. 'Sudah mirip film horor vibe-nya,' ujar Jiya di dalam hati."Ke sini!" perintah Tuan Wiratma
Setelah selesai menandatangani berkas tersebut, akhirnya Jiya pun mengembalikan pulpen yang ada di tangannya beserta berkas tersebut pada Gustavo."Terima kasih," ucap Jiya dengan sopan. Setelah itu ia pun kembali menundukkan kepalanya dan tak lupa melirik ke arah Adam sesaat.'Apa tuan wiratmadja benar-benar marah karena pernikahan kami? Tapi ya bener juga sih, bagaimana bisa pernikahan kami diliput dan disiarkan, sedangkan di saat ijab kabul itu tidak terlihat tuan Wiratmaja ataupun pamannya.' Jiya menghembus napas panjang. 'Ya pasti memalukan sih. Pasti orang-orang mengira kalau keluarga ini tidak akur, tapi memang iya sih kenyataannya,' batin Jiya sembari tersenyum aneh sendiri."Besok akan ada orang yang ke sini menjelaskan semuanya," ujar Tuan Wiratmaja dingin."Ba-ba-baik," sahut Jiya dengan gugup. Kemudian Tuan Wiratmaja kembali menoleh ke arah Adam. Ia menatap cucu satu-satunya itu dengan dingin."Jika kamu sudah tahu kesalahan kamu, perbaiki. Jangan mela
"Mas, lepas atau aku teriak?" ancam Jiya yang saat ini berada di dalam pelukan Adam."Teriak saja," tantang Adam yang saat ini masih terus memeluk Jiya dengan erat."Kamu gila," ucap Jiya sembari mendorong tubuh Adam dengan kuat, hingga akhirnya dia terlepas. "Dengar ya Mas, itu tadi benar-benar link yang diberikan oleh Nindy. Kalau tidak percaya, akan aku tunjukkan.""Oh," sahut Adam yang sebenarnya sudah tahu tentang hal itu, tetapi sengaja ingin mengerjain istrinya itu.Setelah beberapa saat Jiya mengotak-atik ponselnya, kemudian ia pun langsung menunjukkan chat sahabatnya itu pada Adam. "Tuh, lihat! Link itu benar-benar dari Nindy. Dia itu memang kelihatannya polos, tapi otaknya penuh hal-hal mesum," bebernya."Lalu bagaimana dengan kamu?" tanya Adam sembari beralih menatap wajah Jiya yang sedang serius.Langsung saja Jiya berekspresi aneh ketika mendengar pertanyaan tersebut. "Tentu saja otakku ini bersih, tidak seperti otak kamu," jawabnya dengan penuh percaya diri."Oh ya?" sa
"Ada apa? Apakah ada sesuatu yang salah?" tanya Adam karena tentu saja tahu kalau ibu mertuanya itu sedang menangis."Itu bukan Ibuk," bisik Jiya pada Adam yang ingin melangkah ke arah wanita yang sedang mencuci piring.Dan ketika Adam tengah mencoba mencerna maksud pertanyaan Jiya, tiba-tiba terdengar sahutan. "Tidak apa-apa Nak Adam," jawab Bu Mutia sembari berbalik dan menatap Adam dengan tenang.Seketika, Jiya yang tadi bersembunyi di belakang Adam pun langsung keluar dari persembunyiannya. "Ah, Ibuk … nakutin aja," protesnya karena berpikir kalau Ibunya itu makhluk lain."Nakutin apa?" Bu Mutia tak mengerti maksud anak semata wayangnya itu.Lalu …."Apa ada masalah? Tolong Anda ceritakan. Saya akan membantu sebis—""Ndak-ndak, ndak usah. Ibuk ndak apa-apa," potong Bu Mutia sembari mengukir senyum di bibirnya.Tentu saja sebagai anak satu-satunya, Jiya langsung bisa menangkap kalau Ibunya itu sedang berpura-pura. Kemudian dengan cepat ia menoleh ke arah Adam dan langsung berkata
Adam dengan cepat menangkap tubuh Jiya yang sempat oleng karena tersenggol motor yang terlihat sangat sengaja ingin menabrak istri Adam itu."Ada yang terluka?" tanya Adam sembari menatap Jiya yang kini ada di dalam pelukannya."Tidak, hanya sedikit ngilu di punggung. Mungkin kesenggol tadi," jawab Jiya yang kini meringis sembari memijat-mijat punggungnya.Langsung saja Adam membalik tubuh Jiya. "Biar aku lihat," ucap Adam."Eh, ndak. Jangan-jangan!" tolak Jiya sembari kembali berbalik."Kalau begitu kita pulang. Nanti biar diobati oleh Mama atau Ibumu," sahut Adam."Jangan juga. Jangan membuat mereka khawatir karena hal ini. Ini sungguh ndak apa-apa.""kalau begitu biar aku lihat," pinta Adam dengan ekspresi serius di wajahnya."Jangan," tolak Jiya lagi.Adam lalu memijat-mijat keningnya karena melihat tingkah istrinya yang terkadang seperti anak kecil itu. "Kalau tidak dilihat, bagaimana kalau itu terluka dan infeksi?" Adam kembali membalik tubuh Jiya dengan sedikit pak
"Kalian juga. Kenapa kalian tidak mengundangku? Apa kalian masih marah padaku atas kejadian waktu itu?" tanya wanita yang baru saja sampai di tempat itu.'Apa aku harus menjawab jujur toh, biar dia sadar,' pikir Jiya sembari menghela napas panjang."Ada apa, apa kamu tidak suka dengan kedatanganku? Bukankah kita ini masih saudara?" Tentu saja gadis itu menargetkan Jiya saat ini."Tentu saja tidak, kenapa kamu harus berpikir begitu," sahut Jiya dengan tenang."Milea, untuk apa kamu datang ke sini?" tanya Nyonya Titi dengan hangat."Kenapa Tante, apa Tante tidak senang aku datang ke sini? Aku ke sini untuk memberikan selamat sekaligus minta maaf atas kekonyolanku waktu itu." Milea melangkah ke arah Jiya dan dengan cepat meraih telapak tangannya.'Apa lagi yang ingin dia lakukan? Apa mukanya itu pakai campuran semen tiga roda, kokoh banget,' batin Jiya yang merasa takjub pada sikap 'muka tembok' wanita di depannya itu. Sebab, andaikah dia yang berada di posisi Milea, dia pasti tidak akan
Beberapa jam berlalu, Adam dan Jiya yang sudah selesai berdandan pun segera digiring oleh sang perias pengantin untuk pergi ke tempat resepsi. Mereka berdua pun menaiki tangga dekorasi dan berdiri di depan banyak orang layaknya seorang pengantin."Mas Adam Wiratamaja jangan tegang-tegang Mas, malam pertamanya sudah kemarin malam kan Mas?" canda si MC untuk mencairkan suasana.Seketika Jiya pun langsung menoleh ke arah Adam."Nah, seperti itu benar. Kalau Masnya kenapa-napa langsung ditengok ya Mbak Jiya," seloroh si MC sembari tertawa lepas yang disusul dengan tawa para tamu undangan.Sontak saja wajah Jiya memerah karena malu."Apa ini memang seperti ini?" tanya Adam dengan suara yang sangat pelan.Jiya pun terkejut mendengar pertanyaan tersebut. 'Ah, aku hampir lupa kalau dia belum mengerti hal ini,' batinnya."Iya Mas, kalau di sini memang seperti ini. Pokoknya kamu ndak boleh tersinggung atau menjawab apa pun, itu semua hanya lelucon untuk menghibur tamu undangan. Senyu
Jiya pun membalik bungkus tersebut dan membaca petunjuk penggunaannya. Dan seketika matanya membulat."Katakan, siapa yang mengirim ini?" tanya Adam sembari membuang benda tersebut ke dalam tempat sampah yang ada di kamar itu.Lalu tiba-tiba saja tawa Jiya pun meledak. "Ini pasti mereka," ujarnya sambil menyeka bulir air mata yang sempat menetes di matanya.'Mereka siapa, apa dia pernah mempunyai hubungan dengan banyak orang sekaligus,' pikir Adam ketika mendengar kata 'mereka' dari mulut Jiya."Hei, apa yang kamu pikirkan?" tanya Jiya sembari mengerutkan keningnya ketika melihat ekspresi aneh di wajah Adam."Kamu memiliki hubungan dengan mereka?" tanya Adam sembari menatap Istrinya itu dengan rasa penasaran yang memenuhi kepalanya.Jiya pun terdiam sejenak memikirkan maksud pertanyaan Adam yang terdengar aneh itu, hingga ...."Hei, apa kamu pikir aku ini yang seperti itu toh Mas?""Yang seperti itu?" tanya Adam balik."Mas, aku itu ndak seperti itu. Kan sudah aku bilang aku
Adam dan Jiya pun langsung menoleh ke arah pintu kamar tersebut. "Siapa," gerutu Jiya sembari melangkah ke arah pintu yang berada tak jauh darinya.Klak!"Ji, ayo cepat ndak ada waktu," ujar orang yang tadi mengetuk pintu kamar sembari menarik tangan Jiya ketika Jiya baru saja membuka pintu tersebut."Kenapa toh Nin? Aku mau ngelurusin punggung sebentar," keluh Jiya yang enggan untuk melangkah.Nindy pun menghela napas panjang. "Nanti agak malaman saja malam pertamanya, sekarang kamu harus ikut aku milih baju untuk besok, itu yang ngerias sudah datang," jawabnya.Sesaat kemudian, Adam pun ikut keluar mendengar pertanyaan Nindy dan istrinya itu. "Ada apa ini?" tanyanya yang pura-pura belum mendengar apa pun."Eh, ternyata Pak Adam di sini," ucap Nindy sembari cengengesan. "Itu Pak ... eh iya Mas Adam, itu jiyanya saya bawa dulu untuk milih baju resepsi besok apa boleh?""Boleh, kami juga belum mulai kok," jawab Adam sembari melirik ke arah Jiya.Seketika wajah Nindy memera
Brak! Suara mengejutkan itu muncul dari luar rumah.Semua orang yang ada di dalam rumah pun bergegas keluar, termasuk Jiya dan Adam. Dan ketika mereka sampai di luar, terlihat seseorang yang baru saja Jiya dan Sherly bicarakan sedang berada di tanah dengan motornya yang tergeletak tak jauh darinya."Mas!" teriak Sherly yang langsung saja berlari ke arah calon suaminya itu.Namun tak lama kemudian terlihat Hendra yang bangun begitu saja dan justru mendorong Sherly yang mencoba membantunya bangun tadi. "Kalian, pasangan terkutuk!" teriaknya.Sontak saja mata Jiya terbelalak mendengar hal itu. 'Apa dia memakiku dan Mas Adam?' batinnya.Sesaat kemudian ia pun menoleh ke arah Adam yang berdiri tepat di sampingnya. "Mas, apa—"Brak! Kembali lagi terdengar keributan yang ternyata disebabkan oleh Hendra yang menendang tangga yang ada di dekatnya.Sontak saja para laki-laki yang sedang memasang dekorasi pun berkumpul dan mulai memperhatikan setiap gerakan Hendra yang terlihat seperti orang lin
Keesokan harinya. Seperti yang di rencanakan, setelah dari pagi memulai perjalanan, akhirnya sore harinya Jiya dan Adam pun sampai di Tulungagung. "Kenapa ini?" Jiya benar-benar terkejut karena saat ini di depan rumahnya terlihat sebuah tenda besar terpasang memenuhi halaman rumahnya.Dan ketika sopir sudah memarkirkan mobilnya, Jiya pun dengan cepat turun dari mobil tersebut dan berlari kecil melewati jalan samping rumahnya. "Mbak, ini ada apa?" tanya Jiya ketika melihat salah satu tetangganya sedang membawa ember di tangannya."Loh, alhamdulillah Ji, kapan kamu sampai?" tanya tetangganya balik tanpa mejawab pertanyaannya terlebih dahulu."Baru saja Mbak, ini juga belum sampai masuk rumah. Lha tapi itu loh Mbak ada apa?" tanya Jiya sembari menunjuk ke arah para laki-laki yang seperti sedang menata panggung.Wanita yang ada di depan Jiya itu pun menoleh ke arah apa yang saat ini di tunjuk oleh Jiya. "Itu panggung. Lha katanya kamu sudah menikah di Jakarta?" tanyanya balik.