"Lama sekali," ujar seorang laki-laki yang saat ini sedang berdiri di lantai bawah.Adam dan Jiya yang masih berada di tangga pun langsung menatap ke arah laki-laki yang khas dengan kursi rodanya itu."Ayo cepat, apa kalian sengaja berlama-lama?" imbuh laki-laki tersebut."Baik Kek," jawab Adam yang dibarengi dengan anggukan dari kepalanya.Sedangkan Jiya yang ada di dekat Adam pun mengangguk belakangan.Setelah itu mereka berdua pun melangkah mengikuti Tuan Wiratmaja dan juga Gustavo yang selalu mendampingi sesepuh keluarga itu.*Di ruang keluarga.'Aku pikir aku akan diajak makan,' batin Jiya sambil terus menundukkan kepalanya. Ia berpikir jika akan ada makan malam keluarga yang mewah untuk menyambut dirinya yang baru saja masuk ke dalam keluarga itu.Ia pun melirik ke sekitar dan melihat beberapa pelayan berdiri di salah satu sisi ruangan tersebut sambil menundukkan kepala seperti dirinya. 'Sudah mirip film horor vibe-nya,' ujar Jiya di dalam hati."Ke sini!" perintah Tuan Wiratma
Setelah selesai menandatangani berkas tersebut, akhirnya Jiya pun mengembalikan pulpen yang ada di tangannya beserta berkas tersebut pada Gustavo."Terima kasih," ucap Jiya dengan sopan. Setelah itu ia pun kembali menundukkan kepalanya dan tak lupa melirik ke arah Adam sesaat.'Apa tuan wiratmadja benar-benar marah karena pernikahan kami? Tapi ya bener juga sih, bagaimana bisa pernikahan kami diliput dan disiarkan, sedangkan di saat ijab kabul itu tidak terlihat tuan Wiratmaja ataupun pamannya.' Jiya menghembus napas panjang. 'Ya pasti memalukan sih. Pasti orang-orang mengira kalau keluarga ini tidak akur, tapi memang iya sih kenyataannya,' batin Jiya sembari tersenyum aneh sendiri."Besok akan ada orang yang ke sini menjelaskan semuanya," ujar Tuan Wiratmaja dingin."Ba-ba-baik," sahut Jiya dengan gugup. Kemudian Tuan Wiratmaja kembali menoleh ke arah Adam. Ia menatap cucu satu-satunya itu dengan dingin."Jika kamu sudah tahu kesalahan kamu, perbaiki. Jangan mela
"Hussst!" Nyonya Tiara memotong. "Kamu sekarang sudah jadi bagian dari keluarga Wiratmaja, jangan mempermalukan kami dengan gaya bicara seperti itu."Jiya pun langsung mengecap-ngecap bibirnya lalu menelan ludah mendengar ucapan yang menjengkelkan itu.Kemudian Nyonya Tiara pun berganti menoleh ke arah Nyonya Titi. "Kamu harus ajari dia, jangan sampai dia membuat kamu malu," imbuh Nyonya Tiara.'Pengen tak sobek-sobek mulutnya. Apa dia itu ndak ngaca, yang malu-maluin itu anaknya,' geram Jiya yang mengingat kejadian tadi pagi. Di sisi lain saat ini Adam sedang saling menatap dengan Kakeknya. Setelah mendapat kode dari kakeknya, kemudian Adam pun langsung mengangguk tanda mengerti."Dam," panggil Nyonya Titi lembut.Adam pun langsung menoleh."Sepertinya Jiya sedikit lelah, bawa dia ke kamar kalian," perintah Nyonya Titi yang kemudian menoleh ke arah Jiya.Jiya yang ditoleh pun terkejut. Ia langsung mengganti sikapnya dan memegangi kepalanya. "Iya Mas, kepalaku sedikit pusing m
"Ha?" Jiya menatap Adam dengan ekspresi bingung."Kamu mau ke mana?" tanya Suami Jiya tersebut sekali lagi.Jiya menunjuk wajahnya sendiri. "Aku?""Tentu saja kamu, siapa lagi." Adam menggelengkan kepalanya perlahan melihat ekspresi konyol yang muncul di wajah istrinya itu."Bukankah kamu menyuruhku memanggil pelayan?" sahut Jiya polos, mengatakan apa yang ada di dalam pikirannya saat ini.Adam menatap Jiya dengan ekspresi datar.Jiya pun langsung salah tingkah, entah kenapa wajahnya memerah kali ini. 'Dia bukan sekali ini menatap begini, tapi kenapa kok aku langsung panas dingin toh, lha illah,' gerutunya di dalam hati. Ingin dia menutupi wajahnya yang ditebaknya sudah seperti kepiting rebus saat ini."Kamu kenapa?" Adam bangun dari sofa karena merasa aneh dengan warna merah yang tiba-tiba muncul di wajah istrinya itu."Jangan mendekat!" Jiya berteriak sembari mengangkat tangannya dengan tinggi sedada dan membuka lima jarinya untuk menghentikan langkah suaminya itu."Kenapa?" tanya A
"Aku hanya menebak tadi," jawab Adam dengan santai."Enak saja." Jiya berbalik memunggungi Adam lalu menyibak rambutnya ke sebelah kanan. "Apa putih mirip yang di belakang terlinga?" Jiya menunjukkan telinga kirinya.Adam pun segera mendekati tubuh istrinya itu dan kemudian mendekatkan wajahnya ke tengkuk Jiya untuk menatap bagiang belakang telinga yang diperlihatkan oleh istrinya itu. Wangi bunga tanjung menguar di sana, Adam pun semakin dalam menghidu aroma tubuh Jiya tersebut. Entah itu harum parfum atau mungkin lotion, yang jelas itu membuat Adam benar-benar tertarik. "Sama nggak?" tanya Jiya yang sudah mulai merasa panas karena hembusan napas Adam tepat mengenai tengkuknya.Adam yang sempat memejamkan matanya selama beberapa saat pun langsung kembali membuka matanya dan menatap tanda lahir berwarna putih persis dengan yang ada di pinggang istrinya itu."Iya sama," ucap Adam sembari mengusap bagian tersebut.Jiya langsung terperanjat merasakan sentuhan tersebut."Kenapa?" Adam be
"Itu ...." Jiya menatap ke arah gagang telepon di tangan Adam. Dan Adam yang langsung mengerti maksud Jiya pun dengan ringan memberikan benda yang diinginkan Jiya tersebut."Halo Mbak," sapa Jiya dengan hangat."Ah, iya Nyonya." Pelayan di dalam panggilannya itu terdengar terkejut."Apa sam, eh kamu. Apa kamu sekarang sedang bersama Bumi?" "Iya Nyonya.""Kalau begitu tolong berikan teleponnya pada Bumi, aku ingin bicara dengan dia," pinta Jiya dengan lembut."Baik Nyonya," sahut pelayan tersebut dengan cepat. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya terdengar suara anak laki-laki yang sedang membuat gara-gara tersebut. Jiya tentu saja tahu kalau ini hanya akal-akalan Bumi karena selama dia merawat Bumi, dia tidak pernah sekali pun mendongeng untuk anak laki-laki tengil itu"Apa?" sergah Bumi."Kamu ingin aku bercerita apa?" tanya Jiya dengan santai."Apa saja, aku susah tidur." "Baik, kalau begitu aku ke sana," sahut Jiya lalu meletakkan gagang telepon itu di tempat semula.Setela
"Dia adalah anak adikku," jawab Adam sembari menatap ke arah langit-langit kamarnya. 'Dia punya adik?' batin Jiya yang benar-benar terkejut mendengar hal itu karena ia tak pernah melihat ada tanda-tanda jika keluarga ini memiliki anggota keluarga lain."Kamu kaget?" tanya Adam tanpa menoleh ataupun melirik ke arah Jiya.Akhirnya Jiya pun mengganti posisinya dan ikut menatap ke arah langit-langit kamar yang terlihat rumit bentuknya. "Tidak salah kan kalau aku kaget?""Tidak," jawab Adam dengan tenang. "Em ... tapi kalau boleh tahu, adik kamu sekarang ini ada di mana?" tanya Jiya yang makin penasaran."Bukankah aku pernah mengatakan pada kamu kalau ibu Bumi itu sudah tidak ada," jawab Adam.Jiya pun manggut-manggut mendengar hal itu. 'Jadi ibunya benar-benar meninggal, kasih sekali dia,' pikirnya sembari membayangkan wajah Bumi yang saat ini sedang tertidur pulas, tapi tiba-tiba dia teringat sesuatu."Oh iya Mas, lal
Setelah lebih dari lima menit mengalami bertubi-tubi pukulan, akhirnya beberapa orang tersebut pun melepaskan Adam. "Bangunkan dia!" perintah seseorang yang tadi sempat berada di atas tubuh Alina.Salah seorang tersebut pun langsung memegang kerah belakang kemeja Adam dan menariknya ke atas agar Adam bisa bersender di dinding yang ada di dekatnya."Kak," lirih Alina ketika melihat wajah dan tubuh Adam penuh luka dengan pakaian yang di beberapa sisinya terkoyak.Lalu dengan seenaknya orang tersebut menarik lengan Alina ke atas hingga membut tubuhnya yang sudah lemah terpaksa bangun dan berdiri menggunakan dua kakinya yang saat ini bergetar."Apa yang kamu banggakan dari pelacur ini?" sergah laki-laki tersebut sembari menatap Adam dengan pandangan menghina. Sesaat kemudian laki-laki tersebut pun langsung mendorong dengan kasar tubuh Alina hingga terjerembab di dekat Adam yang saat ini juga sedang tak berdaya."Ka
"Mas, lepas atau aku teriak?" ancam Jiya yang saat ini berada di dalam pelukan Adam."Teriak saja," tantang Adam yang saat ini masih terus memeluk Jiya dengan erat."Kamu gila," ucap Jiya sembari mendorong tubuh Adam dengan kuat, hingga akhirnya dia terlepas. "Dengar ya Mas, itu tadi benar-benar link yang diberikan oleh Nindy. Kalau tidak percaya, akan aku tunjukkan.""Oh," sahut Adam yang sebenarnya sudah tahu tentang hal itu, tetapi sengaja ingin mengerjain istrinya itu.Setelah beberapa saat Jiya mengotak-atik ponselnya, kemudian ia pun langsung menunjukkan chat sahabatnya itu pada Adam. "Tuh, lihat! Link itu benar-benar dari Nindy. Dia itu memang kelihatannya polos, tapi otaknya penuh hal-hal mesum," bebernya."Lalu bagaimana dengan kamu?" tanya Adam sembari beralih menatap wajah Jiya yang sedang serius.Langsung saja Jiya berekspresi aneh ketika mendengar pertanyaan tersebut. "Tentu saja otakku ini bersih, tidak seperti otak kamu," jawabnya dengan penuh percaya diri."Oh ya?" sa
"Ada apa? Apakah ada sesuatu yang salah?" tanya Adam karena tentu saja tahu kalau ibu mertuanya itu sedang menangis."Itu bukan Ibuk," bisik Jiya pada Adam yang ingin melangkah ke arah wanita yang sedang mencuci piring.Dan ketika Adam tengah mencoba mencerna maksud pertanyaan Jiya, tiba-tiba terdengar sahutan. "Tidak apa-apa Nak Adam," jawab Bu Mutia sembari berbalik dan menatap Adam dengan tenang.Seketika, Jiya yang tadi bersembunyi di belakang Adam pun langsung keluar dari persembunyiannya. "Ah, Ibuk … nakutin aja," protesnya karena berpikir kalau Ibunya itu makhluk lain."Nakutin apa?" Bu Mutia tak mengerti maksud anak semata wayangnya itu.Lalu …."Apa ada masalah? Tolong Anda ceritakan. Saya akan membantu sebis—""Ndak-ndak, ndak usah. Ibuk ndak apa-apa," potong Bu Mutia sembari mengukir senyum di bibirnya.Tentu saja sebagai anak satu-satunya, Jiya langsung bisa menangkap kalau Ibunya itu sedang berpura-pura. Kemudian dengan cepat ia menoleh ke arah Adam dan langsung berkata
Adam dengan cepat menangkap tubuh Jiya yang sempat oleng karena tersenggol motor yang terlihat sangat sengaja ingin menabrak istri Adam itu."Ada yang terluka?" tanya Adam sembari menatap Jiya yang kini ada di dalam pelukannya."Tidak, hanya sedikit ngilu di punggung. Mungkin kesenggol tadi," jawab Jiya yang kini meringis sembari memijat-mijat punggungnya.Langsung saja Adam membalik tubuh Jiya. "Biar aku lihat," ucap Adam."Eh, ndak. Jangan-jangan!" tolak Jiya sembari kembali berbalik."Kalau begitu kita pulang. Nanti biar diobati oleh Mama atau Ibumu," sahut Adam."Jangan juga. Jangan membuat mereka khawatir karena hal ini. Ini sungguh ndak apa-apa.""kalau begitu biar aku lihat," pinta Adam dengan ekspresi serius di wajahnya."Jangan," tolak Jiya lagi.Adam lalu memijat-mijat keningnya karena melihat tingkah istrinya yang terkadang seperti anak kecil itu. "Kalau tidak dilihat, bagaimana kalau itu terluka dan infeksi?" Adam kembali membalik tubuh Jiya dengan sedikit pak
"Kalian juga. Kenapa kalian tidak mengundangku? Apa kalian masih marah padaku atas kejadian waktu itu?" tanya wanita yang baru saja sampai di tempat itu.'Apa aku harus menjawab jujur toh, biar dia sadar,' pikir Jiya sembari menghela napas panjang."Ada apa, apa kamu tidak suka dengan kedatanganku? Bukankah kita ini masih saudara?" Tentu saja gadis itu menargetkan Jiya saat ini."Tentu saja tidak, kenapa kamu harus berpikir begitu," sahut Jiya dengan tenang."Milea, untuk apa kamu datang ke sini?" tanya Nyonya Titi dengan hangat."Kenapa Tante, apa Tante tidak senang aku datang ke sini? Aku ke sini untuk memberikan selamat sekaligus minta maaf atas kekonyolanku waktu itu." Milea melangkah ke arah Jiya dan dengan cepat meraih telapak tangannya.'Apa lagi yang ingin dia lakukan? Apa mukanya itu pakai campuran semen tiga roda, kokoh banget,' batin Jiya yang merasa takjub pada sikap 'muka tembok' wanita di depannya itu. Sebab, andaikah dia yang berada di posisi Milea, dia pasti tidak akan
Beberapa jam berlalu, Adam dan Jiya yang sudah selesai berdandan pun segera digiring oleh sang perias pengantin untuk pergi ke tempat resepsi. Mereka berdua pun menaiki tangga dekorasi dan berdiri di depan banyak orang layaknya seorang pengantin."Mas Adam Wiratamaja jangan tegang-tegang Mas, malam pertamanya sudah kemarin malam kan Mas?" canda si MC untuk mencairkan suasana.Seketika Jiya pun langsung menoleh ke arah Adam."Nah, seperti itu benar. Kalau Masnya kenapa-napa langsung ditengok ya Mbak Jiya," seloroh si MC sembari tertawa lepas yang disusul dengan tawa para tamu undangan.Sontak saja wajah Jiya memerah karena malu."Apa ini memang seperti ini?" tanya Adam dengan suara yang sangat pelan.Jiya pun terkejut mendengar pertanyaan tersebut. 'Ah, aku hampir lupa kalau dia belum mengerti hal ini,' batinnya."Iya Mas, kalau di sini memang seperti ini. Pokoknya kamu ndak boleh tersinggung atau menjawab apa pun, itu semua hanya lelucon untuk menghibur tamu undangan. Senyu
Jiya pun membalik bungkus tersebut dan membaca petunjuk penggunaannya. Dan seketika matanya membulat."Katakan, siapa yang mengirim ini?" tanya Adam sembari membuang benda tersebut ke dalam tempat sampah yang ada di kamar itu.Lalu tiba-tiba saja tawa Jiya pun meledak. "Ini pasti mereka," ujarnya sambil menyeka bulir air mata yang sempat menetes di matanya.'Mereka siapa, apa dia pernah mempunyai hubungan dengan banyak orang sekaligus,' pikir Adam ketika mendengar kata 'mereka' dari mulut Jiya."Hei, apa yang kamu pikirkan?" tanya Jiya sembari mengerutkan keningnya ketika melihat ekspresi aneh di wajah Adam."Kamu memiliki hubungan dengan mereka?" tanya Adam sembari menatap Istrinya itu dengan rasa penasaran yang memenuhi kepalanya.Jiya pun terdiam sejenak memikirkan maksud pertanyaan Adam yang terdengar aneh itu, hingga ...."Hei, apa kamu pikir aku ini yang seperti itu toh Mas?""Yang seperti itu?" tanya Adam balik."Mas, aku itu ndak seperti itu. Kan sudah aku bilang aku
Adam dan Jiya pun langsung menoleh ke arah pintu kamar tersebut. "Siapa," gerutu Jiya sembari melangkah ke arah pintu yang berada tak jauh darinya.Klak!"Ji, ayo cepat ndak ada waktu," ujar orang yang tadi mengetuk pintu kamar sembari menarik tangan Jiya ketika Jiya baru saja membuka pintu tersebut."Kenapa toh Nin? Aku mau ngelurusin punggung sebentar," keluh Jiya yang enggan untuk melangkah.Nindy pun menghela napas panjang. "Nanti agak malaman saja malam pertamanya, sekarang kamu harus ikut aku milih baju untuk besok, itu yang ngerias sudah datang," jawabnya.Sesaat kemudian, Adam pun ikut keluar mendengar pertanyaan Nindy dan istrinya itu. "Ada apa ini?" tanyanya yang pura-pura belum mendengar apa pun."Eh, ternyata Pak Adam di sini," ucap Nindy sembari cengengesan. "Itu Pak ... eh iya Mas Adam, itu jiyanya saya bawa dulu untuk milih baju resepsi besok apa boleh?""Boleh, kami juga belum mulai kok," jawab Adam sembari melirik ke arah Jiya.Seketika wajah Nindy memera
Brak! Suara mengejutkan itu muncul dari luar rumah.Semua orang yang ada di dalam rumah pun bergegas keluar, termasuk Jiya dan Adam. Dan ketika mereka sampai di luar, terlihat seseorang yang baru saja Jiya dan Sherly bicarakan sedang berada di tanah dengan motornya yang tergeletak tak jauh darinya."Mas!" teriak Sherly yang langsung saja berlari ke arah calon suaminya itu.Namun tak lama kemudian terlihat Hendra yang bangun begitu saja dan justru mendorong Sherly yang mencoba membantunya bangun tadi. "Kalian, pasangan terkutuk!" teriaknya.Sontak saja mata Jiya terbelalak mendengar hal itu. 'Apa dia memakiku dan Mas Adam?' batinnya.Sesaat kemudian ia pun menoleh ke arah Adam yang berdiri tepat di sampingnya. "Mas, apa—"Brak! Kembali lagi terdengar keributan yang ternyata disebabkan oleh Hendra yang menendang tangga yang ada di dekatnya.Sontak saja para laki-laki yang sedang memasang dekorasi pun berkumpul dan mulai memperhatikan setiap gerakan Hendra yang terlihat seperti orang lin
Keesokan harinya. Seperti yang di rencanakan, setelah dari pagi memulai perjalanan, akhirnya sore harinya Jiya dan Adam pun sampai di Tulungagung. "Kenapa ini?" Jiya benar-benar terkejut karena saat ini di depan rumahnya terlihat sebuah tenda besar terpasang memenuhi halaman rumahnya.Dan ketika sopir sudah memarkirkan mobilnya, Jiya pun dengan cepat turun dari mobil tersebut dan berlari kecil melewati jalan samping rumahnya. "Mbak, ini ada apa?" tanya Jiya ketika melihat salah satu tetangganya sedang membawa ember di tangannya."Loh, alhamdulillah Ji, kapan kamu sampai?" tanya tetangganya balik tanpa mejawab pertanyaannya terlebih dahulu."Baru saja Mbak, ini juga belum sampai masuk rumah. Lha tapi itu loh Mbak ada apa?" tanya Jiya sembari menunjuk ke arah para laki-laki yang seperti sedang menata panggung.Wanita yang ada di depan Jiya itu pun menoleh ke arah apa yang saat ini di tunjuk oleh Jiya. "Itu panggung. Lha katanya kamu sudah menikah di Jakarta?" tanyanya balik.