Setya terbahak melihat istri kecilnya kabur. "Raniah, kakak hanya bercanda!" serunya segera beranjak untuk menyusul.
"Bodo amat!" timpal Raniah dari ruang Tv.Setya menyusul dan duduk di samping istrinya. "Kok malah nonton Tv, bukannya balik ke kamar, kan masih malam?" tanya Setya."Baru makan jangan langsung tidur, nanti perutnya buncit dong, Kak," sahut Raniah.Setya mengangguk dan ikut memperhatikan acara Tv. "Berita tengah malam, siang 8 Juli. Timsar mengevakuasi dua mayat dengan kondisi yang memperhatinkan, diduga korban adalah pendaki gunung. Mereka berjumlah empat orang, dua di antaranya tewas dalam keadaan tanpa busana. Satu orang selamat dan satu orang lagi tidak ditemukan keberadaannya ...." Raniah tampak bergidik takut, pada saat ia melihat para Timsar membawa kantung-kantung jenazah dan memasukkannya ke mobil ambulance."Kak, Kakak!" Raniah menyenggol lengan suaminya, karena Setya tampak serius menyimak berita. "Kak!""Hmm!" gumaman saja sebagai respon. "Ada apa?" lanjutnya bertanya."Kira-kira pendaki yang hilang itu ada di mana?" tanya Raniah penasaran, seperti yang dia tahu Setya adalah seorang indigo."Ada," jawab Setya singkat."Iya, ada di mana?" cecar Raniah."Di situ," jawab Setya, membuat Raniah kesal karena jawaban pria itu hanya singkat-singkat."Serius, di mana? Apakah dia masih hidup? Kalau masih, dia di mana? Terus masih bisa ketemu tidak?" berondong Raniah, sangat-sangat penasaran."Bisa jadi," jawab Setya santai.Setiap jawaban Setya membuat Raniah jadi kesal, pertanyaan banyak-banyak, jawabannya cuma begitu. "Hiii, ngeselin banget sih kamu, Kak!" ketusnya seraya mencubit lengan atas Setya.Setya meringis seraya mengusap lengannya yang terasa panas. "Kamu tidur sendiri saja takut, apalagi nanti kakak cerita, nanti repot." Raniah cemberut, kembali menatap kembali pada layar TV yang sudah memberitakan kasus lain."Kakak mau tidur, kamu mau di sini apa mau ikut? Masih malam loh," bisik Setya sengaja menakut-nakuti.Pria itu lalu berdiri dan melangkah pergi, Raniah melebarkan kelopak mata dan menekan tombol off pada remote. Dia berlari mengejar suaminya. "Kakak, tunggu!"Raniah menyusul Setya yang baru akan menaiki anak tangga, gadis itu mendahului suaminya berlari kecil menuju lantai dua, Setya hanya tersenyum tipis melihat istrinya yang selalu saja seperti anak kecil.Raniah masuk ke dalam kamar dan segera menutup pintunya. Napasnya terengah dan segera berlari ke atas ranjang, mentupi seluruh tubuhnya dengan selimut.Sunyi! Tidak ada tanda-tanda Setya masuk ke kamar? Raniah masih bersembunyi di bawah selimut tebalnya. Terdengar suara pintu terbuka dan tertutup, Raniah semakin menegang di tempatnya.Kedua mata Raniah terpejam saat ranjang perlahan bergerak seperti ada yang naik ke atasnya. Terasa selimut dibuka, dan Raniah menoleh mengira Setya yang ikut masuk ke dalam selimut. Tapi, Raniah salah, makhluk hitam berbulu yang ternyata terlihat oleh Raniah.Mata merahnya yang tajam seketika membuat Raniah berteriak histeris. "Aaah! Kakak!" Raniah menjerit dan membuka selimut dari tubuhnya. Di luar dugaan kamar yang tadinya indah kini gelap dan seperti bukan kamar Setya. "Aaaah! Tolong!"Raniah berteriak ketakutan, saat sosok hitam besar itu mendekat. wanita itu berusaha membuka pintu ruangan dan memukul-mukulnya sekuat tenaga. "Tolong, kak Setya, tolong Raniah!"Keringat dingin membasahi tubuhnya saat makhluk itu terus mendekat dan menunjukkan seringainya. "Jangan mendekat, pergi, pergi!" usir Raniah. Napas wanita itu terengah dan kedua matanya basah, tubuhnya gemetar saat makhluk itu siap menerkam dirinya. "Aaaaaa!"Gelap!Pandangan Raniah meggelap, dan tergeletak di lantai begitu saja. Terdengar dobrakan di pintu dan tampak Setya masuk mendapati Raniah pingsan di lantai. "Astagfirullah, Raniah!" Dengan cepat Setya meraih Raniah dan menggendongnya menuju ke kamarnya, karena ternyata tadi itu Raniah masuk ke kamarnya sendiri yang dia kira kamar Setya.Setya merasa ada yang tidak beres saat pintu kamar Raniah tadi sulit dibuka, dan ternyata Raniah masih saja kena gangguan jin kiriman Sari. Sepertinya dukun Sari tahu kalau Raniah sudah tidak punya aura pemikat itu lagi, hingga berniat untuk melenyapkannya dengan cara lain.***"Bagaimana keadaannya, Setya?" Danu Adji masuk ke kamar untuk memastikan keadaan menantunya."Dia pingsan, Ayah." Setya mengelus puncak kepala Raniah, dan wanita itu tersadar.Perlahan dia membuka matanya dan langsung panik histeris. "Ah, jangan dekati aku, jangan! Kakak!"Setya merangkum wajah Raniah hingga membuat gadis itu menghentikan teriakannya. "Kakak, tadi ada makhluk jahat, Kak. Tolong Raniah, Kak. Raniah takut!" Raniah segera memeluk suaminya sangat erat, air matanya masih saja mengalir deras karena takut."Sshh, tenanglah, Raniah. Sekarang kakak di sini bersamamu, kamu akan baik-baik saja." Setya menepuk dan mengelus punggung Raniah lembut, mencoba menenangkannya."Raniah takuuut!" lirihnya di sela isak tangisnya."Setya, tenangkan dia, ayah kembali dulu ke kamar," pamit Danu Adji."Iya, Ayah," sahut Setya. Danu Adji kemudian berjalan menuju pintu keluar dan menutup pintu kamar pengantin itu lagi.***Prank!Suara barang dibanting ke lantai, benda logam bentuk cawan itu menumpahkan darah dan bunga. "Bodoh!" umpatan keluar dari bibir merah Nyai Ratu Pandan Wangi. "Bagaimana bisa kau kecolongan? Gadis itu sekarang sudah tidak perawan lagi, Bodoh!" Nyai Ratu Pandan Wangi begitu sangat geram, menatap nyalang pada Sari yang menunduk takut.Persembahan darah ayam cemaninya ditolak, karena Nyai Ratu Pandan Wangi merasakan aura pemikat itu memudar dari diri gadis keturunan satu-satunya Irma Sukma Ayu. Kini pupuslah sudah harapan siluman ular itu untuk menjadi kuat dan abadi, harus berapa puluh tahun lagi dia menunggu sampai Raniah dan Setya memiliki keturunan. Keturunan yang akan memiliki dua keistimewaan yang diwariskan dari kedua orang tuanya.Sari masih menangkup kedua telapak tangan berada di depan kening. "Ampuni hamba, Nyai. Kukira hari pernikahannya besok, tanpa diduga Danu Adji dan putranya cukup pintar mengelabui kami. Mereka sangat licik," ucap Sari membela diri."Bukan si Danu yang pintar, tapi kamu yang kelewat bodoh, Sari!" Nyai Ratu Pandan Wangi menyeringai dan wajahnya sekilas berubah bersisik dengan mata ular, lidah bercabangnya terulur, tapi tak berselang lama wujudnya kembali cantik. "Pemuda itu telah memecah keperawanan gadis pemilik aura pemikat itu, kini gadis itu layaknya wanita biasa yang tidak punya kelebihan apapun, tidak bisa aku memanfaatkannya untuk menambah kekuatanku." Nyai Ratu mengibaskan selendang hijaunya dengan geram."Biar kubunuh saja gadis itu, Nyai. Aku yakin Danu dan putranya akan mati perlahan karena kehilangan gadis bernama Raniah itu." Sari terlihat begitu bernafsu, karena memang sejak dulu dia sudah ingin membunuh anak keturunan Irma, musuh bebuyutannya."Jangan coba-coba kamu memutus rantai keturunan pewaris aura pemikat sebelum aku mendapatkan tujuanku, atau kamu tahu akibatnya, Sari!" ancam Nyai Ratu Pandan Wangi. "Dia akan melahirkan seorang anak, baru setelah itu kamu boleh melenyapkannya."Sari mengepalkan kedua telapak tangannya, geram. Di usianya yang sudah kepala lima, Sari harus masih menahan dirinya untuk menuntaskan dendam. Tapi, di bawah kuasa Nyai Ratu Pandan Wangi, Sari tidak bisa melakukan apa-apa. "Baik, Nyai. Sesuai keinginanmu, hamba akan menuruti apa titahmu, Nyai.""Bagus, tetaplah jadi abdi abadiku yang setia, Sari!" Nyai Ratu Pandan Wangi tertawa sebelum menghilang dari hadapan Sari. Selepas kepergian Nyai Ratu Pandan Wangi, Sari tampak sangat kesal.Dirinya sudah tidak bisa menahan lagi, dia harus menuntaskan dendamnya agar jiwa kakaknya bisa tenang.Di kediaman Danu Adji, Setya masih setia menemani istrinya yang masih shock. Membelai rambutnya dan mengecupnya lembut. "Tidurlah, besok kita akan melakukan resepsi pernikahan, aku tidak mau kamu punya lingkaran hitam seperti panda." Setya menyentuh bawah mata istrinya dan tersenyum lembut."Tapi, Kak. Aku takut, setiap kali mataku terpejam, sosok itu seperti sedang mengawasiku.""Ada kakak di sini, kakak akan melindungimu." Jemari Setya merambat menyusuri wajah lembut Raniah, dan wanita itu tersenyum. Raniah merasakan firasat tidak enak, bulu-bulu halusnya kompak berdiri saat jari telunjuk Setya turun dan turun menyusuri tiap lekukan tubuh.Senyumnya menggoda iman, seketika Raniah menjerit tertahan di dalam kerongkongan. "Tidur, atau ...." ancaman itu seperti rayuan. Andai Raniah tidak sedang dalam suasana hati yang buruk, sudah pasti wanita itu menantang ancaman suaminya yang menggairahkan.Tangan Raniah bergerak cepat menutupi wajahnya dengan selimut, bersembunyi dari suaminya yang
Sari menangkup kedua telapak tangan dan menempatkannya di depan dada, kedua matanya tertutup dan bibirnya mulai komat-kamit. Suasana ruangan semakin mencekam saat angin kencang masuk begitu saja ke dalam ruangan.Api lilin meliuk-liuk tertiup angin, tapi tidak membuatnya padam, seperti api itu adalah api abadi. Raniah perlahan tersadar dari pingsannya saat merasakan hembusan angin yang begitu besar menerpa tubuhnya.Perlahan kedua matanya membuka, kepalanya yang masih berat ia paksakan menegak, pandangannya melihat keadaan ruangan yang sangat menyeramkan, ditamah angin yang kencang menyapu dedaunan kering di atas lantai."Di mana ini? Ah!" Raniah merasakan tangannya diikat ke kursi. "Lepaskan aku!" teriaknya."Hahaha!" Suara tawa memekakkan telinga, hingga atensi Raniah tertuju pada suara tawa Sari yang menatapnya nyalang."I-ibu Sari, kenapa aku di sini, lepaskan aku!" teriak Raniah seraya menggerakkan kedua tangannya berusaha membuka tali ikatannya.Keringat dingin mulai membasahi w
Sementara Sari, dia tergesa-gesa berlari, kedua anaknya sudah kabur lebih dulu hingga ia harus berusaha kabur seorang diri. Di atas jembatan wanita itu berhenti, mengatur napasnya lebih dulu sebelum ia melanjutkan langkahnya. "Dasar anak tidak tahu diri, bisa-bisanya mereka meninggalkan ibunya sendiri yang dalam bahaya, sial!" umpatnya marah.Saat ia akan melangkah kembali, kedua matanya terbuka lebar saat melihat sosok Nyai Ratu Pandan Wangi. Sosok ratu itu mengulurkan selendang hijaunya dan menjerat tubuh Sari dan melemparnya ke sisi. "Aaaa!" Sari jatuh ke sungai beraliran deras, hingga tubuh tuanya kini entah akan bernasib bagaimana."Haha!" Nyai Ratu Pandan Wangi tertawa puas. "Itulah balasan bagi pengikut yang tidak patuh dengan perintahku, haha!" Sosoknya terbang dan menghilang tak berbekas lagi.Malam mencekamkan ini berlalu begitu lama, angin bertiup begitu lirih, ranting pohon yang ringkih patah dan jatuh ke tanah, menyisakan bekas patahan di dahan yang kering.***Sejak keja
Mobil Galuh berhenti di sebuah rumah sederhana, ia segera masuk ke dalam rumah dan menutup pintu. "Dari mana, Galuh?" tanya Andre yang kini sedang duduk di sofa ruang tamu."Aku baru mengawasi rumah Setya Adji, Ndre. Aku sudah tidak sabar ingin melancarkan rencana kita untuk mereka." Galuh duduk di sofa lain dan tersenyum penuh dengan rencana licik."Jangan terburu-buru, kita harus jalankan rencana ini dengan matang-matang, kita tahu lawan kita ini siapa. Tidak akan mudah melawan dan mengelabui mereka semua." Andre tampak berpikir serius."Kamu benar, ibu yang memiliki ilmu hitam tinggi saja bisa kalah, dan sampai sekarang tidak tahu di mana keberadaannya jika masih hidup, kalau pun sudah mati kita tidak tahu di mana jasadnya. Kita tidak tahu hal yang sebenarnya pada malam itu, apa yang sudah Setya dan Danu Adji lakukan pada ibu." Galuh mengepalkan telapak tangannya dan memukul pahanya sendiri."Aku juga ingin segera tahu hal sebenarnya, Galuh. Apa yang sebenarnya yang terjadi pada ib
Karyawan resepsionis itu mengangguk dan kembali masuk ke dalam lift, sementara Galuh berjalan perlahan menghampiri pintu kayu yang terlihat kokoh itu.Galuh mengangkat tangannya dan mengetuk pintu tiga kali, tak lama terdengar sahutan seseorang dari dalam yang menyuruhnya untuk masuk. Dengan perlahan Galuh menekan handle pintu dan membukanya, Galuh langsung disuguhkan dengan wajah Setya yang tampak serius menatapnya."Selamat pagi, Kak Setya," sapanya saat membuka pintu."Pagi, silahkan masuk," titah Setya mempersilahkan. Laki-laki itu berdiri dan merapikan jasnya, sementara Galuh tampak tersenyum, terpesona seraya menutup pintu dan melangkah masuk.Setya duduk di sofa yang ada di ruangannya, dia bertanya. "Ada apa menemuiku? Rencana apa yang akan kamu dan ibumu mainkan lagi untuk mencelakai istriku?"Galuh yang masih berdiri pun tertegun mendengar pertanyaan Setya barusan. "Kak Setya berkata apa? Aku ke sini tidak ada niat buruk, aku ke sini hanya ingin melamar pekerjaan."Setya mena
Lantai 13 sebuah kantor besar, menguarkan rumor yang tak sedap. Bahwasanya banyak karyawan yang menghilang tanpa bekas saat mereka melakukan kerja lembur di kantor tersebut.Lantai 13 yang menjadi misteri, lantai itu bagai ada dan tiada. Di papan pintu tombol lift sendiri tidak ada angka 13, seperti sengaja dihilangkan agar tidak ada orang yang menekannya dan sampai di lantai itu.Tapi, tidak dengan malam ini. Seorang pemuda baru saja selesai bekerja, jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, keadaan kantor yang sudah sepi dan gelap karena sebagian ruangan sudah mematikan lampu. Semua karyawan sudah pulang, dan itu hanya ada dia sendiri saja di kantor tersebut.Tak! Tak! Tak!Suara langkah kaki yang terdengar pelan mengejutkannya yang masih membereskan berkas yang berserak di atas meja, dia mendunga menatap ke sekeliling ruangan yang luas itu, tak ada siapa pun, jadi itu langkah kaki siapa?Napas pemuda itu mulai memburu karena detak jantungnya mulai memompa darah lebih kuat, karyawan lak
Lelaki paruh baya itu kembali menghela napas, saat asap tebal menggumpal yang perlahan membentuk sosok besar, mengerikan berwarna hijau itu."Ada apa kamu memanggilku, Herman!" sentak Buto Ijo dengan geram, karena waktu istirahatnya telah diusik oleh penyembahnya."Ada apa, kamu tanya? Ki, bagaimana ini, aku sudah memberikan tumbal padamu, kenapa tender besar ini bisa kalah?" kesal laki-laki paruh baya bernama Herman itu.Buto Ijo menggeram, dia pun menjawab, "lawanmu kali ini sangat kuat, ibadahnya rajin dan memiliki ilmu tinggi, aku tidak sanggup mengalahkannya.""Tidak mau tahu! Kamu tetap harus kalahkan dia, kalau perlu kamu bunuh saja orang itu!" perintah Herman seraya menunjuk pada si Buto Ijo tanpa rasa takut, sementara ajudannya yang berdiri di samping belakangnya tampak merungkut ketakutan.Terdengar makhluk itu kembali menggeram. "Baiklah, tapi aku membutuhkan tumbal lagi, apa kamu sanggup memberikannya?" tanya si Buto Ijo.Herman tampak berpikir, dia mau cari tumbal siapa s
Setelah berkata-kata makhluk itu memutuskan untuk kabur, Setya Adji tampak menghela napas. "Astagfirullahaladzim ... ." Setya pun memutuskan untuk kembali ke dalam rumah, menutup pintunya kembali dan berjalan menaiki anak tangga.Laki-laki itu segera berjalan dengan langkah cepat agar segera sampai ke kamarnya. Setya segera membuka pintu kamar, dan Raniah yang sedang mondar-mandir di kamar pun segera menoleh ke arah ambang pintu."Kakak, syukurlah Kakak tidak kenapa-kenapa, Raniah takut ada apa-apa, sebenarnya tadi itu ledakan apa, Kak?" tanya Raniah yang tampak takut campur penasaran.Setya merangkum wajah istrinya dan tersenyum. "Bukan apa-apa, Sayang. Lebih baik kita lanjut tidur saja." Setya mengajak Raniah untuk kembali naik ke atas tempat tidur dan memeluknya erat. "Tidak usah takut, Raniah. Kakak akan selalu menjagamu."Raniah mendunga dan menatap wajah tampan Setya, ia tersenyum dan mengangguk. Begitu pun dengan Setya ia pun tersenyum dan menundukkan kepalanya untuk mencium bi
Raniah mengusap bawah matanya yang basah oleh air mata lalu menatap Galuh dengan tatapan tegar. "Jika aku sudah memberi keputusan berarti aku sudah siap dengan segala konsekwensinya. Kamu pikir aku tidak bisa untuk menolak tuduhanmu itu? Bisa saja kan kamu hanya memfitnah Kak Setya. Aku tahu siapa ibumu, tidak menutup kemungkinan kamu pun sama--""Raniah!" Galuh mengangkat tangan kanannya hendak menampar Raniah yang terlihat sama sekali tidak takut. "Jangan pernah kamu bawa-bawa nama ibuku, atau--""Atau apa? Apa yang mau kamu lakukan padaku, Galuh? Dengarkan aku, meski kamu menikah dengan Kak Setya, kamu tidak akan mendapatkan apa-apa." Raniah lalu melangkah masuk rumah dan meninggalkan Galuh begitu saja.Galuh tak menyangka kalau Raniah bisa mengeluarkan kata-kata ancaman seperti itu. "Kurang ajar kamu, Raniah. Kamu tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa, kamu akan tahu akibatnya nanti," ucap Galuh dengan senyum jahatnya.***Raniah berjalan menuju anak tangga, dia juga tak meny
Bayangan-bayangan menjijikan di benaknya membuat Galuh semakin geram menatap wajah lelaki yang saat ini sedang pulas menikmati tidurnya. Dengan gerakan perlahan tangan wanita itu meraih bantal yang tidak ditiduri lantas ia letakan di atas wajah Andre.Dengan tekanan kuat membuat Andre yang tertidur tampak kaget ketika wajahnya ada benda yang menindih. Meski laki-laki itu berusaha berontak lantas memegangi kedua pergelangan tangan Galuh, wanita itu ternyata tak menyerah."Kamu harus mati, Ndre!" batin Galuh seraya terus menekan wajah Andre sekuat tenaga.Andre yang secara belum siap dengan serangan ini perlahan melemah, hingga tubuhnya tak bergerak lagi. Merasa kakak tirinya tidak memberontak, Galuh perlahan membuka bantal yang menutupi wajah Andre, dan benar saja Andre kini sudah tak sadarkan diri.Galuh mengecek nadi di leher dan juga napas lelaki itu, seketika ia tersenyum saat Andre benar-benar tak bernyawa lagi. "Akhirnya kamu mati juga, Ndre. Kamu terlalu menyusahkan aku, hingga
Keadaan tempat tidur yang berantakan, menyisakan seorang wanita yang tergolek lemah berbalut selimut. Galuh mencengkram sprei dengan perasaan marah, dia pikir Andre akan berhenti mengganggunya ketika dia sudah menikah dengan Setya. Namun, pada kenyataannya Kakak tirinya itu benar-benar iblis!"Aku tidak bisa membiarkan seperti ini terus, Andre tidak bisa bersikap seenaknya padaku seperti ini. Aku bukan budak nafsu bejadnya, aku menyesal karena terbujuk olehnya. Bagaimana kalau Kak Setya tahu dan semua anggota keluarga ini tahu hubunganku dengan Andre bagaimana?Aku yakin bayi dalam kandunganku ini juga anak Andre, jika skandal ini terbongkar akan jadi berbahaya untuk posisiku dan anak di rahimku ini, meski aku sejujurnya tidak peduli dengan bayi ini. Akan tetapi, bayi inilah yang akan membawaku agar tetap berada di posisi sebagai Nyonya Rumah ini.Aku tidak bisa tinggal diam, aku harus melakukan sesuatu untuk menghentikan si Brengsek Andre!" gumam Galuh dengan penuh kebencian dan den
Sekeras apa pun Setya menolak karena merasa tidak bersalah, laki-laki itu hanya dijebak. Tapi fitnah keji sudah terarah padanya dan tidak bisa Setya mengelaknya.Hari ini adalah hari pernikahannya dengan wanita yang tidak pernah dia harapkan."Apakah sudah siap, Nak Setya?" tanya sang penghulu pada Setya yang tampak hanya diam saja.Raniah justru terlihat tegar dibanding Setya yang tampak ingin menangis. Wanita itu duduk di samping Danu Adji, dan Andre sebagai keluarga satu-satunya Galuh kini siap menjadi walinya.Pernikahan digelar dengan sangat sederhana, hanya ada keluarga inti dan kedua saksi. "Nak Setya, apakah sudah siap?" Penghulu mengulang bertanya.Setya masih diam, sampai kapan pun dia tidak akan pernah siap. Danu Adji menepuk pundak putranya . "Setya, ayo, Nak. Jangan terlalu lama," ucap Danu Adji, berusaha menenangkan putranya."Tapi, Ayah--""Kak!" Raniah memanggil suaminya dengan lirih.Pandangan Setya begitu sendu memandang istrinya, tapi Raniah mengangguk memberi isyar
Acara 4 bulanannya bayi Raniah tengah berlangsung, suasana khidmat sangat terasa. Lantunan tahlil dan tahmid berkumandang serentak, ayat suci al-qur'an terdengar syahdu di telinga Raniah.Setya Adji membacakannya dengan penuh perasaan kasih, tanpa terasa tetes bening meluncur dari sudut mata Raniah yang merasakan haru sangat dalam."Setya Adji!" seruan dengan nada sarkas mengejutkan semua orang dan serentak menoleh ke arah ambang pintu yang terbuka lebar.Andre tampak menggenggam pergelangan tangan Galuh dan menatap Setya tajam. "Setya, kamu harus bertanggung jawab atas adikku, dia hamil!" Andre menunjuk ke arah Setya."Astagfirullahaladzim!" ucap Setya, Raniah, juga Danu Adji yang terkejut, tak luput juga orang-orang yang hadir dalam acara tersebut.Raniah berdiri seraya memegangi perutnya yang mulai membesar, segera Setya juga berdiri dan berada di samping istrinya yang tampak shock."Raniah," lirih Setya di samping istrinya seraya memegang kedua bahu Raniah untuk saling kuat dan me
Hari-hari berlalu, begitu cepat usia kandungan Raniah sudah jalan 4 bulan. Wanita itu menikmati masa-masa kehamilannya dengan bahagia.Setya terus memberi perhatian padanya, dan Galuh juga tidak lagi datang mengganggu kehidupan mereka. "Kak, coba sini." Raniah melambaikan tangan pada Setya yang baru saja keluar dari kamar mandi."Ada apa, Ran?" tanya Setya yang kini masih mengenakan handuk melilit piggangnya."Sini deh, tadi aku merasakan ada gerakan di sini." Raniah memegangi perutnya yang sedikit membuncit."Oya, coba kakak pegang." Setya segera berjalan mendekat, duduk di hadapan Raniah dan menempelkan telapak tangannya di permukaan perut sang Istri.Dengan sabar Setya menunggu gerakan kecil dari perut Raniah, hingga ia juga merasakannya. "Dia bergerak, Ran." Setya tampak sangat senang."Iya, Kak," sahut wanita itu girang."Kakak akan bicarakan dengan ayah untuk acara empat bulanannya kamu, Sayang." Setya kemudian berdiri dan melangkahkan kakinya menuju lemari baju.Laki-laki itu s
Di tengah perjalanan keduanya hanya saling diam, Andini bicara jika Aryo bertanya, itu pun Aryo hanya menanyakan arah jalan ke rumah Andini.Setelah sampai, Andini segera turun dari mobil Aryo. "Terima kasih banyak Mas sudah mengantarkan saya.""Sama-sama, aku pulang dulu," ucap Aryo."Iya, hati-hati di jalan, Mas."Aryo mengangguk dan menutup kaca mobil kemudian melajukannya kembali, Andini tersenyum melihat kepergiannya.***Hari-hari berlalu, setiap kali Aryo datang ke tempat hiburan mereka kembali bertemu, Aryo tampak biasa saja saat bertemu dengan Andini dan terkesan seperti tak acuh.Berbeda dengan Andini, perasaan polos wanita itu sangat terikat dengan Aryo, di hari itu dia begitu sangat terpesona dengan kebaikan hati Aryo.Andini telah jatuh cinta, tapi dia sadar diri dia ini siapa, dia juga tidak cantik-cantik banget, wanita itu hanya memendamnya selama berbulan-bulan, merasakan cemburu jika laki-laki itu bercumbu dengan wanita lain.Aryo sebenarnya ada ketertarikan pada Andi
Sejak hari itu Andini jadi sakit keras, Aryo tidak serta merta meninggalkan Andini begitu saja, dia memang sudah lepas dari pengaruh susuk Andini, Andini sendiri merasa heran kenapa Aryo tetap bertahan dan malah mengurusnya selama dia sakit.Tanpa Andini tahu bahwa Aryo memang sudah merasakan ketulusan wanita yang kini terbaring sakit, itu membuat Lina merasa sangat marah. "Mas, Mas Aryo kenapa sih tidak buang si Andini dia itu licik, dia memakai susuk untuk menjerat kamu, Mas. Dan ... dia juga merebut kamu dari aku, Mas."Andini yang mendengarnya pun hanya meneteskan air mata, dia memang salah dan dosa, tapi itu hanya ingin bisa mendapatkan cinta dari Aryo.Aryo menoleh ke arah istrinya yang tengah berbaring, entah usia Andini sampai kapan ia bertahan, Aryo hanya merasa iba padanya. Andini hanya seorang pelayan di sebuah tempat hiburan, wajahnya tidak begitu cantik dan dia sedikit pemalu. Aryo sering kali memperhatikannya, tapi tidak sama sekali ingin menyentuhnya.Karena Aryo menil
"Aku tidak rela melihat kamu yang hidup bahagia bersama mas Aryo, Din. Harusnya aku yang ada di posisimu sekarang, bukan kamu. Aku tidak percaya kalau mas Aryo benar-benar menyukaimu, aku yakin kamu pakai sesuatu di dalam tubuhmu itu."Seorang wanita seksi, berwajah cantik dengan make up lumayan tebal, wanita itu tengah memperhatikan Aryo dan Andini di teras rumah mewah mereka."Mas berangkat kerja dulu ya, Sayang." Aryo mengecup kening istrinya seraya memeluk pinggang wanita itu."Iya, Mas. Hati-hati di jalan yah, kerjanya yang semangat," sahut Andini dengan senyum manis yang ia miliki."Aku pasti susah konsentrasi kerja, Sayang. Karena akan terus memikirkan kamu di rumah, rasanya aku pengen cepet-cepet pulang ketemu kamu terus." Aryo tampak mendekatkan wjaahnya ke ceruk leher istrinya dan berbisik menggoda hingga Andini tampak malu dan tertawa kecil.Terlihat sangat romantis dan harmonis membuat wanita yang sejak tadi mengintai mereka itu tampak begitu sangat geram karena terbakar