"Hasil dari minuman apel yang kamu bawa kemarin memang ada kandungan racunnya, yaitu Ricin."
"Tolong perjelaskan apa itu Ricin," pintaku pada Opsir Justin yang sedang berbicara melalui ponsel. Di tengah perjalanan, aku mendapat telpon darinya.
"Racun alami ini diekstraksi dari biji minyak jarak. Ini bisa masuk ke tubuh manusia lewat inhalasi, suntikan, atau konsumsi. Minuman apel itulah yang telah disuntik."
Aku mengerti sekarang. Abigail niat sekali membuat racun dari biji minyak jarak.
"Berarti, Abigail sudah bisa ditangkap, 'kan? Barang buktinya sudah ada dua, minuman apel dan kopi yang sudah diracuni. Alasannya membunuh Paul juga sudah sangat jelas, dia berselingkuh tapi tidak ingin mengaku."
Kututup telpon sambil menghela napas berat. Pelipis kupijat lagi. Kasus ini membuatku kesal setengah mati.
Seketika Vinny langsung memijat lenganku ketika kami masih berjalan. "Dua hari
Akhirnya! Selesai sudah ujian sekolah! Apalagi aku tidak diganggu hantu. Sepertinya, mereka mengerti dengan kehidupanku.Saat istirahat, Sam menginginkanku, William, Noah, Robert, Karen dan Melissa untuk bergabung di kantin. Katanya Sam, ada sesuatu yang ingin disampaikan."Ujian selesai, kita liburan! Mau pergi ke pantai?" tawar Sam sambil berdiri. Dia belum duduk sedari tadi."Boleh juga. Sudah lama tidak ke pantai!" Melissa setuju dengan semangat."Ayahku menawar kemarin. Katanya, aku boleh membawa kalian ke villa. Gratis!""Sungguh? Asik!"Pergi ke pantai dan menginap di villa? Boleh tidak, ya? Biasanya, kalau aku pergi jauh itu bersama ibu atau William. Kalau pergi sendiri, hanya di sekitar lingkungan rumah. Ingin sekali ikut.Sedang asik melamun, aku merasa ada sesuatu yang bergerak dihidungku. "Jorok!"William memainkan tisu dihidungku! Sek
Kali ini aku berdiri di depan hutan. Asli. Persis sekali hutan ini seperti digambar dan mimpi. Hawa dingin terasa sekali. Ingin sekali masuk ke sana, tapi kata Paman Dean ..."Ini anak suka menghilang dari pandangan pacarnya." Tiba-tiba William merangkul dan menarikku ke pantai. "Kamu mau ke hutan?""Maunya begitu. Aku penasaran. Tapi kata Paman Dean, di dalam sana banyak suara-suara aneh dan binatang buas," jawabku yang percaya dengan ucapan Paman Dean."Binatang buas?" tanya Sam yang tertawa. Dia mendengar perbincangan kami. "Paman Dean itu hanya menakutimu saja. Tidak ada binatang buas.""Kalau begitu, nanti malam kita uji nyali saja." Robert memberi usul yang disetujui para lelaki."Tapi ... kalau benar ada binatang buas, bagaimana?" tanya Melissa takut sambil memeluk lengan Alex dengan erat.Alex mengelus tangan Melissa. "Ada aku, jangan khawatir.""Berhenti
Pukulan itu terdengar sangat kencang sekali. Sam sudah pasti pingsan. Bagaimana ini?Paman Dean melihatku dengan marah. Dia meninggalkan tubuh Paman Rudy dan Sam hanya untuk mengejarku.Kumatikan rekaman dan kabur darinya. Tidak ada benda yang bisa dijadikan senjata. Bagaimana ini?!"William! Karen!" Aku hanya bisa berlari sambil berteriak. Tidak ada waktu untuk menelpon. Tidak bisa bermain ponsel ketika berlari.Tidak melihat ada akar pohon yang menjalar, aku terjatuh sampai ponsel dan senterku terlempar jauh. Sial, sakitnya bukan main."Zoe! Sam!" Itu suara teman-teman!"Kena kamu!" Paman Dean menjambak sambil menyeretku. "Sudah kubilang untuk tidak memasuki hutan ini, tapi kalian tetap masuk.""Kamu membunuh Paman Rudy, 'kan? Mengaku saja! Ayah Sam akan datang untuk memecat, sekaligus memenjarakanmu!" balasku sambil berusaha melepas tarikan tangannya.
"Hey Chelsie, ayo kita mulai."Ada gadis di sebelah yang memanggilku ... Chelsie? Aku bukan Chelsie. Dan sedang apa aku di sini? Di depan cermin, lampu yang di matikan, dan memegang lilin yang menyala."Ayo, Chelsie. Katakan Bloody Mary tiga kali," suruhnya dengan semangat."Untuk apa?" tanyaku bingung. Entah kenapa akan ada sesuatu yang buruk akan terjadi."Kamu bilang, ingin percaya tentang adanya Bloody Mary. Sekarang lakukanlah," jawabnya memaksa.Aku tidak tahu apa pun tentang Bloody Mary, tapi ... baiklah. "Bloody Mary ... Bloody Mary ... Bloody Mary ... "Sempat lama aku menunggu, tapi tidak ada apa pun yang muncul. "Ini semua hanya omong kosong, Ashley. Tidak ada apa pun dicermin itu." Bagaimana bisa aku mengatakan nama Ashley?"Tatap kacanya." Ashley memegangi kepalaku.
Kamar yang sangat berantakan. Apa yang William lakukan kemarin? Mengajak Chelsie jalan-jalan atau bermain di kamar?Kutarik selimutnya. "Bangun, Will!" Sambil kugoyangkan tubuhnya berkali-kali. "William Thunder, ini sudah menjelang siang!"Akhirnya dia bergerak sambil melihatku, tapi kenapa menutup mata lagi?!"William, ayolah," pintaku mulai malas membangunkannya."Sudahlah, Chelsie. Aku lelah. Aku ingin istirahat sekarang. Tubuhku sakit karena kamu."Dia ... masih melindur? Sungguh, pikiranku mulai ke mana-mana sekarang.Kututup hidung dan mulutnya supaya tidak bernapas. Dengan begini, dia pasti akan cepat bangun."Chelsie! Aku bilang cu ... kup- Eh, sayang." Senyuman manisnya muncul.Kulipat kedua tangan di depan dada, sambil menunjukkan tatapan tajam. "Apa saja yang kamu lakukan kemarin malam? Sampai tubuhmu lelah dan sakit. Seru? Asik?"
Sebenarnya, toko cermin sedang tutup dihari itu. Opsir Justin berusaha menghubungi pemilik toko tersebut. Akhirnya, kami mendapat ijin, tapi hanya di malam hari.Ibu dan Vinny berada di rumah, sudah kusuruh untuk jauhi cermin sementara. Begitu juga keluarga Ashley.Aku turun dari motor William, lalu mengeluarkan tongkat baseball dan linggis."Untuk apa itu semua?" tanya pria tua pemilik toko cermin. "Bukankah kalian datang karena ingin melihat-lihat cerminku?""Memang," jawab William. "Tidak hanya itu saja, ada lagi yang akan kami lakukan."Opsir Justin yang sedari tadi bersama pria tua itu menepuk-nepuk pundak pria di sebelahnya. "Tenang, Pak. Ada kasus di mana dua orang meninggal karena cermin. Jadi, mereka akan mengakhiri semua.""Menyelesaikan dengan menghancurkan semua cerminku?!""Tidak semua, Pak. Hanya beberapa saja." William menjawab lagi. "Akhi
Pemandangan di pagi hari yang sangat memalukan. Melihat lelaki yang berusaha menenangkan dua anjing liar.Tadi William pulang sebentar untuk mandi, lalu mengganti rugi atas cermin yang kami rusak, setelah itu datang kembali dengan membawa obat demam. Tapi, dia berakhir dengan dua anjing liar yang siap menggigitnya.Entahlah, sepertinya dia telah mengganggu dua anjing itu, atau mungkin dua anjing tersebut merasa terganggu oleh kedatangannya."Tenang, kawan. Ayolah, aku tidak akan menggigit kalian. Santai. Duduk." Seketika dia menjadi pawang anjing."Aku bilang duduk!"Mereka tidak mengerti dengan perintahmu, pawang anjing gadungan."Zoe!" Akhirnya, dia memilih untuk dikejar dua anjing liar.Butuh hampir satu jam lebih menunggunya kembali. Astaga ... Terkadang aku menyesal bertemu dengannya, tapi tetap saja aku suka dengan kebodohannya."Hey, Zoe! K
Sedari tadi aku sibuk melihat buku menu, sedangkan William sibuk dengan ponselnya.Apa dia sedang balas dendam padaku?"Dengar, kita harus menyelesaikan semuanya dengan cepat. Di sini ada banyak jenis penggemar fanatik. Dia ingin sekali disahuti oleh idola, walaupun dengan cara buruk sekali pun."Kupikir dia sedang balas dendam dengan memberi pesan pada perempuan lain. Berhenti berpikir buruk."Seperti apa?" Aku belum pernah melihat penggemar yang seperti itu."Ada yang memasuki rumah idola diam-diam, memberi sesuatu pada makanan atau minuman, memberi barang yang sangat jorok," jawab William sambil membaca diinternet."Contoh?" tanyaku penasaran."Di sini tertulis ... Seperti pembalut yang berisikan darah haid milik penggemar, minuman yang diberi lem, memasuki lemari idola diam-diam. Astaga, sungguh menjijikan."Selera makanku jadi hilang seketika
Kubuka pintu dengan kunci cadangan, lalu masuk perlahan. Tidak ingin membuat mereka, lebih tepatnya Elizabeth terkejut. Menyerang dari belakang itu bagus.Aku lihat semuanya. William tiduran di ranjang dengan telanjang dada. Sedangkan Elizabeth, dia sangat liar dengan ciuman yang dia berikan.Sudah saatnya aku menarik dan membantingnya ke lantai.Tapi, sebelum hal itu terjadi, dia menoleh dan langsung mencekikku. Padahal, sudah sangat perlahan tanpa suara."Oh, ada tamu tak diundang ternyata." Dia mendorong masih dengan cekikan ke dinding, bahkan sampai membuatku tak menapak. "Aku sudah tahu, jika kamu akan datang untuk menyelamatkan sang pacar."Lengannya kupukul berkali-kali untuk berusaha lolos, tapi sulit."Kamu tahu? Mudah sekali membuatnya terpancing. Lelaki memang lemah akan sentuhan perempuan. Ingat saat kita di kafe? Ya, dia terkejut karena aku menyentuh pahanya. Dan ba
Aku tidak boleh menyerah. William tidak hanya pacar, tapi juga rekan. Ini tidak boleh terjadi. William pasti bisa menjaga janjinya, 'kan?Kudatangi rumah William dan bertemu dengan ibunya. "Halo tante, ada William?""Bukannya dia pergi menemuimu?" Ibu William saja terkejut mendengar pertanyaanku. Pasti William berbohong pada ibunya sendiri."Tidak. Dia bilang ingin pergi, tapi tidak bilang ke mana," jawabku jujur.Ibu William menghela napas. "Anak itu ... beraninya berbohong. Kutendang nanti bokongnya. Masuk dulu, yuk. Kasihan calon menantuku datang sendiri," ajaknya ke ruang tamu."Tante, apa ... William bertingkah aneh dari kemarin?" Aku tidak punya waktu untuk basa-basi. Aku datang hanya memastikan bahwa William berubah atau tidak. Ya ... aku ini pacarnya, pasti berhak tahu.Ibu William datang membawa air putih dengan wajah bingung. "Dia baik-baik saja kemarin. Ada apa? Kalia
Sudah lima hari kami berkabung. Tidak baik selalu berada pada kesedihan. Vinny kembali sekolah dan ibu sudah mulai bekerja lagi.Dan aku, memutuskan untuk jalan-jalan tanpa William. Dia harus menjaga Wildan sementara.Kesedihanku berubah menjadi khawatir. Ada teman dari grup kelas mengatakan bahwa ada kanibal. Sulit untuk percaya, tapi hal itu memang ada.Katanya, ditemukan pria tewas dengan tubuh yang telah tercabik, seakan telah dimakan hewan buas. Korban ditemukan di sebuah gang kecil yang gelap. Apa ada hewan buas yang lepas?Yang aku bingungkan adalah, bekas cabikan bukanlah dari hewan buas, tapi juga bukan dari manusia. Lalu, di mana kanibalnya?Ada saksi yang tidak sengaja melihat manusia sedang memakan manusia.Biar kusimpulkan. Ada saksi yang melihat manusia memakan manusia yang tidak memiliki gigi manusia, dan juga kuku yang seperti hewan buas. Hey, itu bisa saja terja
Esok hari, aku dan William sudah berada di kantor polisi, berdiskusi dengan Opsir Justin di kantor meja yang sedikit berantakan."Aku sudah menyuruh anak buahku untuk mencari nama dari orang yang membebaskan ayahmu. Namanya Benedict Thorez. Katanya, dia salah satu keluarga ayahmu.""Keluarga? Ayahku anak tunggal dan tidak memiliki saudara atau sepupu," balasku sambil terkejut.Opsir Justin mengangguk. "Itu yang kucurigakan. Dilaporan tentang nomor plat mobil Ferrari, yang sahabatmu katakan kemarin, itu milik Benedict Alfred."Entah kenapa, setelah mendengar nama belakang Alferd, tubuhku seakan membeku. Ada apa ini?"Jadi maksudmu, ada dua pelaku bernama Benedict dengan nama belakang berbeda?" tanya William kebingungan."Aku tidak yakin dengan itu. Karena, hasil dari rekaman CCTV dan biodatanya, mereka adalah orang yang sama," balas Opsir Justin.Mereka berbincang
Pagi ini, kami semua sudah bersiap untuk pulang. Aku berniat untuk pergi menemui ayah dulu bersama William. Ibu dan Vinny kusuruh pulang terlebih dahulu.Tapi, entah kenapa ada sesuatu yang mengganjal dihati. Seperti ada sesuatu yang buruk akan terjadi. Ayolah, Zoe. Kamu baru saja berulang tahun.Sedang asik minum teh, ayah William membuatku menoleh. Ada kado besar yang ayah William bawa."Kado untukku?" tanyaku mendekat."Ayah menemukan itu di depan pintu. Tidak ada pengirim nama, hanya ucapan selamat ulang tahun."Hal ini membuat kami yang berada disatu ruangan menjadi penasaran. Mereka mendekat ingin tahu."Apakah isinya televisi?""Itu pasti mainan!""Entahlah, tunggu Zoe buka kadonya dulu."Sebelum kubuka, aku membaca dulu kartu ucapan yang ada di atas kado. Isinya, selamat ulang tahun Zoe Veronica. Semoga suka dengan kado yan
Entah kenapa, aku ingin sekali bangun di subuh hari. Anginnya dingin sejuk, bukan hawa dingin. Kubuka jendela untuk melihat pemandangan yang sudah sering kulihat."Kak, tutup jendelanya. Dingin tahu." Vinny menarik selimut sampai menutupi kepala. Pakai AC saja bisa, masa kena udara saja tidak.Aku biasanya tidak terlalu memikirkan hadiah ulang tahun karena ... jarang sekali dirayakan. Cukup bermodalkan ucapan saja sudah senang. Masih ada orang yang ingat dengan kelahiranku.Karena sekarang William yang mengurus semua, aku jadi penasaran sekali. Tempat sudah dia pilih, dekorasi katanya dia juga, ibu, orang tua William, dan para sahabat. Belum lagi kado ulang tahun. Sangat penasaran.Terlalu lama penasaran malah jadi halu. Mandi sajalah."Anak Ibu sudah rapi saja. Mau ke mana?" Tiba-tiba ibu mengecup pipiku dari belakang, sebelum bertanya. "Selamat ulang tahun, sayang.""
Melelahkan sekali hari ini. Besok masih ada satu hari lagi sebelum hari ulang tahun. Aku ingin menyelesaikan semuanya dengan cepat, supaya tidak menjadi beban nantinya.Aku baru saja pulang dari rumah Opsir Justin. Sudah kuceritakan semua apa yang kulakukan bersama Vinny. Dan juga rambut hantu itu, juga sudah kuberikan.Untung saja dia sudah membaik. Kalau masih dalam keadaan sakit, aku yang dimarahi oleh istrinya.Oh ya, ngomong-ngomong ... William apa kabar, ya? Terakhir dia hanya mengabari kalau tidak bisa ikut ke TKP. Apa urusan keluarganya masih lama?Aku tidak enak mengganggunya. Telpon? Beri pesan?Hey, Will. Apa urusan keluargamu sudah selesai? Tidak, terlihat sekali aku sedang kesepian.Kamu sedang apa? Tidak, terlalu formal.Harus dengan kalimat apa aku mulai? Ah, sudahlah. Aku berendam saja dulu. Membersihkan diri setelah bertemu dengan hantu rambut hi
"Vin, tolong turunkan baju belakangku. Tanganku tidak sampai." Aku meminta tolong karena selain tanganku tidak sampai, jahitan dipunggung masih sedikit nyeri."Masih sakit, Kak?" tanyanya sambil meraba jahitan dipunggungku."Jangan sentuh tepat di situ," larangku sambil menahan nyeri. "Jika disentuh, ketika aku membungkuk, atau tiduran di tempat yang keras, rasanya nyeri. Kata dokter, rasa nyeri akan hilang sekitar satu minggu."Vinny mengangguk mengerti. "Untung Kakak bukan akrobat, yang suka salto dan kayang," ejeknya dengan tawa keras.Aku ikut tertawa ketika ada notifikasi pesan masuk."Aku tidak bisa menemanimu ke TKP. Ada urusan keluarga. Ayah memintaku untuk tidak pergi ke mana-mana hari ini."Tawaku berubah menjadi cemberut. Aku juga tidak bisa memaksa, apalagi tentang keluarganya. Ya sudah, satu-satunya orang yang bisa menemani adalah orang yang ada di depanku sekarang.
Air dingin ini menenangkan. Pikiranku yang runyam, seketika hilang begitu saja. Mandi di tengah malam ternyata asik juga. Kutambahkan banyak sabun cair supaya bisa mandi busa.Ketika menuangkan sabun cair, ada sesuatu yang muncul dari belakang, berwarna hitam seperti rambut.Ini tidak masuk akal. Rambutku berwarna cokelat, dan juga dijepit ke atas. Bagaimana bisa ada rambut hitam yang muncul di bathub? Apa muncul dari punggungku?Kuraba punggung yang ternyata memang tidak ada apa-apa.Akan kulihat melalui cermin- Ah! Rambut-rambut ini mengikat kakiku!"Lepas!" Rambut-rambut ini semakin mengencangkan ikatan. Bahkan, rambut yang sedang kulepas sekarang malah berpindah ke tangan.Seperti benang layangan yang mudah membuat luka, rambut ini juga. Kaki dan tanganku sekarang sudah mengeluarkan darah, sehingga air di bathub berub