Beberapa saat sebelumnya, Bagas tersenyum bahagia saat keluar dari ruang fisioterapi. Dia sudah dinyatakan sembuh total dan bisa kembali berjalan dengan normal, tanpa bantuan tongkat. "Syukurlah kamu sudah pulih kembali, Bagas. Sekarang apa rencana kamu!?" tanya sang ayah saat mereka berada di dalam mobil sepulangnya dari rumah sakit. Bagas tersenyum bahagia. "Uang yang saya peroleh dari hasil gift di tiktok dan pendapatan dari meta cukup banyak. Saya akan membuka toko fotokopi kembali, lalu mengajak Renita balikan. Jujur saja dia sangat mengerti saya, jauh berbeda demgan Lina," ujar Bagas penuh dengan rasa percaya diri. "Kalau Lina masih terkesan kekanakan, manja, dan nggak becus menjadi seorang istri," sambung Bagas lagi. Orang tuanya berpandangan. "Kalau Renita tidak mau?" "Aku akan mendekati Damar. Bagaimana pun juga hanya Renita yang mengerti aku. Aku juga tidak ingin Damar menjadi anak broken home. Lagipula kalau alasan Renita hanya karena tidak mau menafkahiku, dia tidak
"Damar, masih ingat nggak nih sama kakak pemberi robot kucing?" tanya Renita sambil menunjuk ke arah Arjuna. "Eh, kok kakak sih? Panggil ayah saja. Latihan, Yang," ujar Arjuna nyengir. Renita tersipu. "Lulus dulu ya Dek, ya! Jangan keburu mengajak nikah anak orang," ujar Renita. Arjuna tersenyum sambil mengacungkan kedua ibu jempolnya. "Aku pasti lulus tepat waktu dengan nilai yang baik, Yang," sahut Arjuna yakin. "Wah, bagus dong! Jadi bagaimana dengan kuliah kamu di Jepang? Ada kesulitan yang perlu sharing?" tanya Renita. Tapi beberapa saat kemudian dia menepuk jidatnya. "Ah, nggak mungkin ya kalau kamu bertanya padaku! Aku mah sekarang pasti cuma remahan peyek saja jika dibandingkan dengan kamu yang kuliah di Jepang," sambung Renita lagi. "Yah, nggak kayak gitu, Yang. Kamu tetap berharga di mataku. Aku kan jadi bisa lulus tes kuliah di Jepang karena belajar dasarnya sama kamu," ujar Arjuna. "Kuliahku lancar. Dosenku sedang ada keperluan ke chichago selama seminggu, jadi belia
"Jangan bilang dia adalah guru yang disebut - sebut janda beranak satu itu!? Wah, papa tidak mau, Jun, kalau kamu yang lajang mendapatkan istri janda anak satu!" ujar papanya tegas. Arjuna dan Renita terperangah. "Papa, papa tidak berhak melarang saya dekat dengan siapapun!" seru Arjuna tegas. Membuat papa Arjuna mendelik. "Kamu sudah berani melawan papa, hah!?" tanya Papanya tak kalah keras. "Iya kalau dia tulus sama kamu, bagaimana kalau dia cuma mengincar uang kamu?!" tanya papanya dengan mata melotot. Sesaat waktu seakan terhenti. "Pak, saya memang tidak kaya. Tapi saya tidak serendah itu!" ujar Renita merasa tersinggung. Dia menatap tajam ke arah mata papa Arjuna, membuat lelaki itu terkesiap. Wajah ayu Renita sangat mirip dengan mendiang istrinya. "A, aaku tidak yakin kalau ada perempuan tulus yang mendekati anak saya, seharusnya kamu tahu diri dan mundur dari kisah percintaan kalian. Asal kamu tahu saja kalau Arjuna adalah perwaris perusahaan saya! Dan siapa kamu? Berani
Renita dan Arjuna berdiri berhadapan dengan kedua anak beranak itu. Perempuan berdandan sosialita itu terkejut saat melihat wajah Renita. Sekilas terlihat sedikit rasa kaget bercampur kaget di wajah sosialita itu, tapi beberapa saat kemudian berganti dengan ekspresi congkak. "Kamu... siapanya mamanya Arjuna? Setahuku, mamanya Arjuna tidak mempunyai saudara kandung dan sepupunya juga di luar kota," ujar perempuan itu penuh selidik. Arjuna menatap ke arah perempuan itu dengan ekspresi tak suka. "Wah, wah, ada apa memangnya Tante Sisi? Apa tante Sisi takut jika ada saudara mama datang ke sini dan menyelidiki kematian mama? Walaupun aku yang menabrakkan mobil ke truk, aku heran, kok bisa ada truk di jalanan yang tidak biasa dilewati. Jangan - jangan semuanya berhubungan dengan tante Sisi ya?!" tanya Arjuna berani. Tante Sisi mendelik. "Heh, jangan memfitnah kamu ya!? Dan jaga kesopanan kamu! Sekarang, aku adalah mama kamu!" ujar Tante Sisi meradang. Arjuna mendelik. "Maaf, Tante. S
"Damar, kamu pilih serumah sama ayah lagi atau sama Om yang tidak kamu kenal itu?!" tanya Bagas dengan menatap ke arah Damar dan Arjuna secara bergantian. Renita terdiam. Dia tidak pernah membayangkan tersangkut kejadian yang membingungkan seperti ini. Di saat hubungannya dengan Arjuna sedang mengalami masalah pelik, di lain pihak Bagas datang kembali dengan menawarkan perdamaian. Seseorang yang sejak sebelum menikah sudah terlihat green flag tapi sayangnya setelah menikah, tersandung perselingkuhan. Kesalahan yang tidak mungkin ditolerir oleh Renita."Aku pengen sama Ayah!" ujar Damar sambil memeluk erat Bagas yang tersenyum penuh kemenangan. "Pak, nggak bisa seperti ini dong caranya!" protes Arjuna merasa tidak terima. Bagas menatapnya dengan senyum lebar. "Kenapa memangnya? Kenapa kamu mengatakan tak boleh? Apa niat kamu mendekati Renita!? Kamu masih muda dan tampang kamu tidak jelek! Kenapa kamu mendekati mantan istri saya!? Apa kamu berniat buruk pada Renita dan Damar? Atau j
Renita tersenyum sambil menunggu pesan balasan dari Arjuna. Damar telah tertidur dengan lelap, seteleh rewel menangis karena berpisah dari Bagas. Diliriknya jam dinding yang telah menunjukkan pukul sebelas malam. [Tadi ibu bilang mencintaiku, apa itu benar?]Renita sudah menduga kalau pernyataannya tadi akan menimbulkan tanda tanya pada Arjuna. Dan akan sangat jahat jika Renita mengatakannya hanya untuk mengusir Bagas. Renita yang tidak ingin mempermainkan perasaan Arjuna segera mengetikkan pesan balasannya. [Iya, Jun. Aku mencintaimu. Tidur gih, sudah malam. Kamu harus cukup tidur, agar siap menghadapi dunia ini.]Tanpa perlu menunggu waktu lama, lelaki berusia dua puluh tahun itu langsung membalas pesannya.[Wah, alhamdulillah! Terimakasih, Bu! Aku tidak akan mengecewakan bu Renita! Percayalah padaku, jika aku akan menikahi bu Renita dan menjadikan Damar sebagai anakku yang akan menyayangiku, bahkan lebih seperti Pak Bagas!]Renita menghela napas dalam-dalam. Sebenarnya dia juga b
Hari itu, langit tampak mendung namun udara cukup hangat. Arjuna berjalan dengan langkah tegap menuju rumah Renita. Senyumnya tak lepas dari bibirnya meskipun ada sedikit gugup dalam hatinya. Bukan apa-apa, ini kali pertama ia benar-benar ingin berbaur lebih dalam dengan keluarga kecil Renita—perempuan yang selama ini berhasil mencuri hatinya, setelah ada insiden semalam yang membuat Damar harus membandingkan antara dia dan Bagas, ayahnya. Arjuna merasa jika Renita sudah merasa nyaman dengannya. Hanya saja cara Bagas yang semalam ingin rujuk dengan Renita, membuat Arjuna kehilangan kepercayaan diri. Bagaimana mungkin seorang ayah kandung menyuruh putera kandungnya yang baru berusia hampir empat tahun untuk memilih antara kembali serumah dengannya atau serumah dengan ayah sambung di hadapannya secara terang - terangan. Arjuna tahu, jika ia ingin memenangkan hati Renita, ia harus terlebih dahulu merebut hati Damar. Inilah sebabnya ia datang membawa dua robot-robotan kecil yang sengaj
Suasana di makam yang mendung, membuat hati Arjuna gerimis. Dia seolah lemas dan tak bertulang saat turun ke galian tanah untuk menerima jasad papanya. Wangi kamboja yang ditiup semilir angin tak mampu meredakan kesedihan dan kecurigaannya atas kematian Bisma. Lagi, air matanya jatuh menetes di pipi. Renita yang datang melayat tanpa mengajak Damar, dengan leluasa memegang bahunya lembut, seolah menularkan kekuatan. Tapi Arjuna hanya terdiam, sebenarnya dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan Renita, tapi salah satu sisi hatinya meminta untuk bersandar pada perempuan itu. Arjuna menahan keinginan untuk menangis di bahu Renita, dia tidak ingin membuat Renita khawatir. Setelah pemakaman selesai, suasana di rumah kembali sunyi. Arjuna duduk di ruang tamu dengan tatapan kosong. Sisi terlihat masih sibuk melayani tamu-tamu yang datang. Namun tak lama kemudian, seorang pria berkacamata masuk dan memperkenalkan diri sebagai pengacara almarhum Bisma.“Mohon maaf, saya ingin berbicara denga
"Kamu tahu nggak apa persamaan antara cintaku padamu dengan isi kartu ATM ini?" tanya Arjuna dengan senyum dikulum. Renita menggeleng. "Emang apa persamaannya?!" tanya Renita bingung. "Persamaan antara isi kartu ATM ini dengan perasaanku padamu adalah sama - sama unlimited, jadi jangan ragu - ragu kalau kamu ingin beli apapun, Yang," ujar Arjuna sambil meraih tangan Renita dan memberikan black cardnya. Renita melongo. Diraihnya tangan Arjuna dan dikembalikan lagi kartu itu pada si empunya kartu. "Lho kenapa dibalikin, Yang? Kamu nggak butuh duit?" tanya Arjuna heran. Renita tertawa. "Haha, siapa sih di dunia ini yang nggak butuh duit? Tapi nanti saja deh, kalau kita sudah menikah, baru aku mau menerima nafkah dari mu. Kalau sekarang, jangan dulu. Kan kamu juga sudah membantuku untuk mendapatkan pekerjaan," ujar Renita tersenyum. Arjuna pun manggut-manggut. "Ya sudah kalau keinginanmu seperti itu. Hm, ngomong - ngomong soal menikah, aku ingin menikah langsung setelah aku lulus k
Semakin orang gila itu mendekat ke arah Renita, Renita pun terkejut saat melihat siapa sebenarnya perempuan gila yang disoraki oleh anak-anak, karena perempuan gila itu adalah Lina! Renita menahan nafas saat Lina semakin mendekat ke arahnya. Sesaat dia ragu jika perempuan gila yang sedang disoraki oleh anak - anak kecil itu adalah Lina, tapi semakin sosok itu mendekat ke arah Renita, dia pun semakin yakin bahwa perempuan ODGJ itu adalah perempuan yang sama yang telah merebut suaminya. "Lina? Apa yang terjadi padamu? Kenapa kulit dan pikiran kamu rusak?" desis Renita saat Lina tepat berada di hadapannya. Tanpa diduga Lina berhenti di hadapan Renita sejenak, lalu mereka bertatapan. Dan mendadak Lina tertawa terbahak. "Hahaha! Ada set an! Haaa haaa haa!” seru Lina sambil menunjuk ke wajah Renita. Renita terperanjat dan sama sekali tidak menyangka jika Lina akan menyapanya dengan cara seperti itu. "Arghh! Setan! Setan!" seru Lina sambil merentangkan kedua tangannya dan berusaha menja
"Bagaimana kalau kamu juga bekerja di kantorku? Bu Renita kan juga sarjana komputer? Hitung-hitung membantu aku di perusahaan. Nanti aku tanyakan pada HRD, apa ada posisi kosong yang bisa diisi oleh bu Renita," ujar Arjuna mantap. "Ah tidak perlu. Aku tidak mau kalau mendapatkan pekerjaan dengan cara nepotisme," kata Renita. "Ini bukan nepotisme, ini hanya memberikan posisi pada orang yang membutuhkan. Begini, Bu, misalkan ada posisi di perusahaan yang sedang kosong, apakah lebih baik diberikan pada orang yang tidak kita kenal sama sekali atau kita berikan pekerjaan pada orang yang sudah kita kenal dengan baik dan terpercaya?" tanya Arjuna.Renita hanya manggut - manggut. "Ya, kamu benar. Ya sudah, kalau begitu besok aku akan melamar kerja ke perusahaan papa kamu," ujar Renita. "Sekarang kamu tidur ya, sudah malam,” sambung Renita lagi. "Iya, Bu. Tapi sebelum tidur, sebenarnya saya itu STNK sama gurunya," ujar Arjuna. Kening Renita mengerut. "Hah, apa itu STNK?" "STNK itu Selalu
Renita sedang mencari lowongan pekerjaan melalui media sosial nya saat sebuah pesan whatsapp masuk di ponselnya.Renita tersenyum saat membaca pesan whatsApp itu karena pesan itu dikirim oleh Arjuna.[Aku punya tebakan nih, Yang! Apa perbedaan antara akhir pekan dan cintaku padamu?]Renita dengan cepat membalas pesan Arjuna.[Tidak tahu. Memangnya apa bedanya, Jun?][Kalau akhir pekan itu weekend kalau cintaku padamu will never end]Balasan pesan dari Arjuna membuat Renita tersenyum. [Kamu bisa saja, Juna. Kamu belajar dari mana?][Belajar dari hati dong, Yang! Oh ya, kamu lahir tanggal satu ya?]Renita menjawab, [Enggak, emang kenapa?][Aku kira kamu lahir tanggal 1, karena kamulah satu-satunya tujuan hidupku.]Balasan chat dari Arjuna membuat Renita tertawa lepas.[Aku lahir tanggal 7 bulan depan.]Arjuna membalas dengan senyum terkembang. [Wah pantas saja kamu lahir tanggal 7, karena kamu adalah tujuan dari doa-doaku selama ini 🥰]Bunga - bunga di hati Renita seakan bermekaran.
Renita mengangguk, dia kemudian menggendong Damar dan berjalan menuju ke arah mobil Arjuna. Suasana hening saat mobil melaju. Damar yang semula merengek karena ingin bermain hujan, terdiam setelah Arjuna memberikan roti coklat yang memang sudah disiapkannya untuk calon anak sambungnya itu. "Kenapa kamu diam saja, Bu Ren?" tanya Arjuna melirik ke arah Renita yang sedang menatap kaca jendela yang basah oleh air hujan. "Apa ada hal berat yang sedang bu Nita pikirkan?" lanjut Arjuna lagi. Renita menghela napas panjang. "Aku masih merasa sangat bersalah pada Mas Bagas. Apa aku harus mengatakan pada orang tua Bagas bahwa anak bungsu mereka meninggal karena menyelamatkan aku?" tanya Renita. Arjuna menggeleng. "Menurut saya hal itu tidak perlu. Bukan kamu yang bersalah. Kamu kan tidak minta ditabrak, kamu juga tidak minta untuk diselamatkan oleh Bagas kan, Bu? Jadi tidak usah mengatakan hal yang akan membuat orang tua pak Bagas justru menaruh dendam pada bu Renita," ujar Arjuna panjang leb
Disusul dua batu yang mendarat dengan mulus di kaca belakang. Adi yang ketakutan, membeku di kursi belakang kemudi. Beberapa orang turun dari motor dan menyerbu mobil Adi. "Turun kamu! Atau mati!" teriak mereka murka. Adi menatap pada kerumunan orang yang berkeliling di depan mobilnya. "Ayo keluar dari mobil mu dan mempertanggungjawabkan perbuatanmu atau aku kami akan memberi pelajaran, biar kamu modyar sekalian!" teriak orang-orang yang berkerumun di depan mobil Adi.Adi sangat ketakutan. Tetapi dia tetap tidak mau keluar dari mobil karena khawatir akan diamuk massa. "Woi, budek ya?! Kalau kamu tidak mau keluar, kami akan menghancurkan mobilmu secara paksa dan menghajarmu!" teriak sebagian orang yang berkerumun di depan mobil Adi.Adi terdiam di belakang kemudi sehingga membuat jengkel orang - orang yang berkerumun di hadapannya. Dua orang lelaki yang membawa batu besar menghantamkan batunya ke kaca bagian depan mobil sehingga pecah berhamburan, tepat pada saat itu, Adi ditarik o
"Sebagai manusia biasa, aku kecewa pada almarhum papamu, tapi bagaimana pun juga, papamu kan harus mendapatkan keadilan, terlepas apa yang pernah beliau lakukan padaku?!" tanya Renita balik. Arjuna manggut-manggut, lalu tersenyum pada Renita, merasa semakin yakin jika Renita adalah pasangan yang ditakdirkan oleh Tuhan untuknya. ***Malam itu, Adi sedang berada di rumah seorang teman, jauh dari hiruk pikuk rumahnya sendiri. Dia menikmati malam dengan tawa, mencoba melupakan keheningan dingin yang selalu menyelimuti rumah setelah kepergian Bisma, ayah tirinya. Sekaligus ingin mengerjakan tugas kuliahnya secara berkelompok.Tiba-tiba, suara notifikasi pesan memenuhi ruangan, memberitahunya bahwa sesuatu terjadi di rumahnya."Den Adi, pulanglah sekarang," bunyi pesan dari salah satu asisten rumah tangganya. "Polisi datang menangkap Nyonya Sisi."Seakan tersambar petir, Adi segera meraih jaket dan helmnya. Ia tidak berpikir panjang. Motor melaju cepat melewati jalan gelap menuju rumahnya
Arjuna gemetaran. Ia mundur beberapa langkah dari meja, dadanya sesak. Ternyata selama ini kecurigaannya benar. Ibu tirinya adalah dalang di balik kematian ayahnya.Setelah menarik napas panjang, Arjuna kembali duduk. Dia tidak boleh membiarkan bukti ini hilang. Tangannya gemetar saat ia menyalin rekaman itu ke sebuah flashdisk yang tergeletak di laci meja. Setelah itu, dia juga mengirimkan file rekaman ke ponselnya sebagai cadangan. Namun, dia merasa bukti ini perlu dilindungi dengan lebih baik. Ia teringat pada Renita, sang kekasih hati yang selalu bisa menenangkannya. Arjuna mengirimkan video itu ke nomor Renita. "Renita harus tahu. Dia bisa membantu," gumamnya pelan.Tidak lama setelah mengirim pesan, ponselnya berdering. Nama Renita muncul di layar. Namun, Arjuna tidak ingin membicarakan hal ini melalui telepon. Dia mematikan ponselnya, memastikan ruangan kerja ayahnya kembali seperti semula, lalu bergegas mengambil kunci motor.Udara malam itu dingin menusuk. Angin yang bertiup
Suasana di makam yang mendung, membuat hati Arjuna gerimis. Dia seolah lemas dan tak bertulang saat turun ke galian tanah untuk menerima jasad papanya. Wangi kamboja yang ditiup semilir angin tak mampu meredakan kesedihan dan kecurigaannya atas kematian Bisma. Lagi, air matanya jatuh menetes di pipi. Renita yang datang melayat tanpa mengajak Damar, dengan leluasa memegang bahunya lembut, seolah menularkan kekuatan. Tapi Arjuna hanya terdiam, sebenarnya dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan Renita, tapi salah satu sisi hatinya meminta untuk bersandar pada perempuan itu. Arjuna menahan keinginan untuk menangis di bahu Renita, dia tidak ingin membuat Renita khawatir. Setelah pemakaman selesai, suasana di rumah kembali sunyi. Arjuna duduk di ruang tamu dengan tatapan kosong. Sisi terlihat masih sibuk melayani tamu-tamu yang datang. Namun tak lama kemudian, seorang pria berkacamata masuk dan memperkenalkan diri sebagai pengacara almarhum Bisma.“Mohon maaf, saya ingin berbicara denga