“Ceritakan semua kepada saya, kenapa Lyra bisa sampai keguguran?” Harlan bertanya sekali lagi karena Dita tertegun mendengar pertanyaannya pertama kali. Wajah perawat ibunya itu menjadi bingung dan serba salah. Menoleh ke kanan dan ke kiri seakan khawatir percakapan ini didengar oleh pihak lain. Harlan kembali berucap, “Saya ingin tahu yang sebenarnya antara Rex dan Lyra. Jadi, kalau kamu masih ingin kerja di sini, sebaiknya kamu menceritakan semua yang kamu tahu!”“Saya takut dimarahi Lyra atau Tuan Rexanda,” jelas Dita meremas jemarinya sendiri karena gugup. “Saya tidak akan membocorkan kepada siapa pun kalau kamu yang bercerita. Mulailah bercerita, atau mulailah packing barang-barangmu dan pergi dari sini,” tandas Harlan memandang dengan sangat serius.Dita tidak ada pilihan, ia akhirnya mulai bercerita. “Adik Lyra kecelakaan di Malang, Tuan. Dia butuh uang untuk membiayai keluarganya di kampung. Sejak menjadi istri Tuan Rex, dia tidak terima gaji lagi.”“Dan Rex tidak memberiny
“Apa yang kamu lakukan terhadap Lyra selama ini? Jawab yang jujur!” desis Harlan memandang sangat tajam penuh kekecewaan pada putra sulungnya.Rex berlagak tidak paham apa maksud sang ayah. “Aku tidak mengerti. Melakukan apa?”“Jangan bohong kamu! Papa tahu semuanya! Papa tahu bagaimana kamu terus menyiksanya selama ini!” bentak Harlan menggebrak meja kerjanya.Tenggorokan Rex tercekat dan napasnya tersengal, sulit untuk mengambil udara segar. Akan tetapi, ia masih berusaha menutupi semuanya. “Menyiksa apa? Papa bisa lihat sendiri kalau aku telah melakukan tugasku sebagai seorang suami dengan baik.”“Memangnya Lyra mengatakan apa tentangku?” kulik Rex spontan berpikir adalah istrinya yang telah mengadu ini dan itu kepada pemimpin keluarga Adiwangsa. Harlan bangkit dari kursinya, sambil berjalan menuju Rex, dadanya kembang kempis. “Suami yang baik katamu? Apa menyuruh istrimu menggugurkan kandungan yang berisi anak kalian demi uang 20 juta adalah perilaku suami yang baik?”Tertegun, r
Lyra segera tahu suaminya sedang dalam mode kesetanan. Ia reflek menurunkan kaki, hendak kabur menjauh karena takut disiksa seperti awal pernikahan. Namun, gerakannya kalah cepat dan Rex berhasil menarik sikunya hingga ia terjengkang ke belakang. Dengan kasar, sang suami menarik Lyra sampai terjatuh dengan bokong dan punggung lebih dulu menggempur lantai. “Mas! Ada apa!” jerit Lyra menutupi kepala dan wajah dengan kedua tangannya. Takut tamparan Rex akan mendarat setelah ini. “Kamu sialan! Kamu sudah berjanji tidak akan mengadu apa pun kepada Papaku! Ternyata, kamu adukan semuanya, brengsek! Lacur sialan! Wanita murahan!” amuk Rex menjambak rambut Lyra dengan kasar. “Lepaskan! Sakit! Sakit, Mas! Sakiiit!” jerit Lyra memegangi rambutnya yang dijambak tak berperikemanusiaan. Namun, Rex tidak peduli! Sambil terus menjambak, dia menyeret Lyra hingga kembali ke ranjang dan melempar tubuh mungil istrinya ke atas peraduan.Terengah, ia berdesis, “Kamu tahu? Sejak kamu keguguran, aku mul
Keluarga Adiwangsa duduk di depan ruang IGD. Setengah jam lalu mereka sampai di rumah sakit setelah diberitahu oleh pihak kepolisian bahwa ada anggota keluarga yang mengalami kecelakaan di jalan tol.Harlan, Ajeng, dan Eva duduk berdampingan. Ibu dua orang anak itu pucat pasi, bersandar lemas di pundak suaminya. Air mata sudah membasahi wajah sejak masih di rumah. Pun dengan Eva yang terus menggigiti kuku jari sembari sesekali mengetik di ponsel. Adiknya itu terkadang terisak, bahkan napasnya tersengal. Sementara Lyra, ia berada dua baris di belakang keluarga kaya raya itu. Meski kursi di sebelah Eva ada sekitar tiga buah yang kosong, ia memilih untuk memisahkan diri dan duduk di paling belakang saja. Pikirnya, siapa tahu setelah ini ada anggota keluarga yang lain datang.Apa yang diduga tidak salah, seorang wanita muda berlari memasuki IGD dan langsung berpelukan dengan Eva. Belum bisa dibilang keluarga, tetapi mungkin calon keluarga. “Rex sedang meneleponku saat kecelakaan terjadi
“Aku tidak bisa merasakan atau menggerakkan kakiku!” engah Rex menggeleng dengan wajah panik.“Apa biusnya masih bekerja, Dokter?” tanya Harlan ikut panik dan mendadak pucat. Sudah diberi keterangan oleh dokter bahwa kelumpuhan mungkin saja terjadi, tetapi ia tetap merasa tidak siap menerima kenyataan putranya tidak bisa berjalan lagi.Lyra memandang dengan perasaan bergemuruh kencang. Air mata menuruni pipinya bersamaan dengan Rex yang menjerit dan menangis karena tidak bisa merasakan atau pun menggerakkan kakinya. Sang mantan suami meronta, menjerit histeris hingga dipeluk oleh Harlan. Hari ini, tidak ada yang bisa tersenyum meski sedikit saja.***Dua hari berlalu, kondisi vital Rex yang semakin stabil membuatnya dipindahkan ke kamar biasa. Lyra datang menjenguk saat pemuda itu sedang sendiri hanya ditemani oleh seorang perawat lelaki yang disewa Harlan.“Mau apa ke sini? Aku tidak mau melihatmu lagi!” desis Rex melengos, tak sudi menatap wajah sang wanita.“Hanya mau melihat kead
Permintaan Harlan adalah sesuatu yang sangat berat bagi Lyra. Ketika diri ditalak, separuh batin merasa ini adalah kebebasan yang dinanti. Jika ia menerima, bukankah berarti diri akan kembali terjebak dalam labirin penderitaan yang sama?“Kamu butuh uang untuk keluargamu di desa, bukan? Papa bisa memberikan gaji bulanan kepadamu untuk menjadi perawat Rex jauh lebih banyak daripada ketika kamu menjadi perawat Nenek Tariyah,” ucap Harlan berusaha menggoyah pendirian Lyra.Sang wanita melirih, “Bukan semata masalah uang, Pa. Tapi … Mas Rex membenciku. Dia akan semakin stres kalau ada aku di sisinya. Bagaimana dengan Marina? Bukankah mereka saling mencintai? Apakah marina tidak mau merawat Mas Rex?”Harlan tertawa miris. “Marina? Kamu tidak tahu, ya, Marina itu seperti apa? Saat Rex masih dalam kondisi kritis saja dia justru berangkat ke Korea Selatan untuk jalan-jalan dengan teman geng foto modelnya.”“Keluarga Marina itu sangat materialistis. Papa kenal ibu dan adiknya, tahu seperti apa
Rex melongo mendengar ucapan Marina. “A-apa?” engah sang Tuan Muda menggeleng tak percaya. “Kamu mau apa?”“Aku mau membersihkan badanmu. Itu baju sudah basah semua, harus diganti, ‘kan?” senyum Lyra dengan sabar. Dalam hati, sebenarnya dia juga berdebar. Bagaimana tidak sabar? Selama menikah, tak pernah sekali pun menyentuh atau melihat kejantanan sang suami. Namun, supaya Rex tidak semakin risih, dia berusaha terlihat biasa saja. “Kamu gila! Aku tidak mau!” geleng Rex dengan wajah sontam memerah. Lyra hanya tersenyum, lalu keluar kamar. Ia melihat seorang perawat sedang berlari, “Maaf, bisa meminta satu set sprei dan selimut? Saya dari kamar VVIP. Pasiennya buang air kecil di atas ranjang hingga harus segera diganti.”“Maaf, kami akan segera datang dan mengganti setelah selesai dengan pasien kritis di kamar lain,” ucap perawat sedikit terengah. Menggeleng, Lyra kemudian menanggapi, “Cukup berikan saya set sprei, dan saya yang akan menggantinya.”“Mbak yang akan mengganti? Memang
Jantung Lyra semakin berdetak tidak karuan saat ia menurunkan celana dalam mantan suaminya. Tidak ada pilihan selain berbuat total dalam membersihkan tubuh lelaki itu. Jika Rex menutupi wajah dengan bantal karena malu, Lyra menggigit bibirnya karena gugup akibat melihat kejantanan sang suami yang masih tertidur pulas di antara kedua kaki. ‘Ya, ampun! Jadi, seperti itu bentuknya?’ teriak Lyra menahan keinginan untuk menjerit, tertawa, tergelak, teriak, dan entah apa lagi.‘Sial! Kenapa dia diam saja? Apa dia sedang memperhatikan kemaluanku? Sialan! Sialan! Aku malu sekali! Kenapa dia tidak berbuat apa-apa? Jangan-jangan dia sedang mengambil foto dengan ponselnya!’‘Bisa saja dia dendam, lalu menyebarkannya di internet, ‘kan? Kurang ajar!’ Mendadak Rex menjadi geram dan ia spontan menarik bantal dari atas wajahnya. Tidak mau sampai fotonya saat telanjang begini menjadi viral di dunia maya. Apa kata dunia?Ia langsung membentak, "Kenapa kamu diam saja!"Lyra yang sedang tertegun melih
“Apa-apaan! Kalian apa sudah gila menuduhku begitu!” bentak Marina dengan dada kembang kempis dan wajah yang mulai memucat. Dua polisi tetap tenang dan hanya tersenyum datar. “Anda baru saja melakukan pemerasan terhadap Tuan Rexanda Adiwanga. Semua bukti percakapan telah direkam, dan bukti pengiriman uang telah dilakukan oleh beliau.”“Oleh beliau? Beliau siapa?” engah Marina menggeleng. “Ini sebuah kesalahan! Aku tidak melakukan apa pun!”“Itu, pria yang ada di depan restoran yang telah melaporkan kasus ini kepada kami sejak tadi malam.”Dua lelaki bertubuh besar menggeser posisi mereka agar Marina bisa melihat siapa yang dimaksud. Mata wanita licik itu tebelalak saat memandang siapa yang ada di depan pintu restoran.Rexanda berdiri di sana, merangkul Lyra dengan mesra. Keduanya menatap ke arah Marina sambil tersenyum puas. Kali ini, tidak akan ada lagi yang mengganggu rumah tangga mereka. “Selamat menikmati penjara sampai beberapa tahun ke depan!” seru Rex sambil memberikan kiss b
“Pilihan apa yang kamu punya, hah? Mau hamil seorang diri? Mumpung kehamilanmu masih di awal, lebih baik punya suami supaya tidak malu!” bentak Harlan. “Kamu punya calon lebih baik?”Rex menghela panjang, “Sudahlah, Eva. Terima saja, kamu tidak ada pilihan lain. Kalau mencari lelaki yang sederajat dengan kita, mana ada yang mau?”Gadis itu menangis tersedu sembari menangkup wajahnya. Ia kembali didera perasaan sedang dihukum. Dulu selalu menghina Lyra orang kampung. Sekarang, dirinya pun akan memiliki suami orang kampung. Harlan mengembus berat, penuh beban, “Sudah, itu adalah yang terbaik. Minggu depan mereka datang ke rumah dan kalian akan menikah secara sederhana. Kita akan mengatakan pada orang-orang karena Mama sedang sakit, maka tidak jadi mengadakan pesta.”“Apa Papa sudah berhasil menemukan Ichad?” isak Eva masih berharap kekasihnya yang akan menikahi dia.“Polisi masih mencarinya. Tapi, saat ditemukan pun, kata polisi bukti penipuan adalah lemah. Kamu dengan sengaja dan sada
“Kurang ajar! Wanita siala4n!” Rex memaki layar ponselnya sendiri. “Bisa-bisanya kamu mengancamku!”Dengan terengah, ia segera menelepon Marina. “Bangs4t kamu, ya!”Namun, yang dimaki hanya tertawa santai, “Kamu yang bangs4t, Rex! Kamu dulu janji mau menikahi aku saat mengambil keperawananku. Masih ingat, tidak?”“Waktu itu, saat kamu menelanjangiku, kamu bilang … aku mencintaimu, Marina. Aku akan menikahimu, aku berjani. Dan aku percaya, aku serahkan kesucianku padamu. Nyatanya apa? Dua tahun berlalu, kamu justru meniduri pembantu sialan itu!” desis foto model seksi itu tersenyum culas. Rex terengah, “Kalau sampai kamu sebar video itu, aku akan membuat perhitungan denganmu, brengs3k! Aku tidak akan tinggal diam!” “Silakan saja, silakan buat perhitungan denganku. Kamu pikir aku takut? Biar semua teman-teman kita, biar semua keluargamu melihat kita sedang sama-sama telanjang. Aku mau tahu, apa kamu dan istri kampungan tercinta masih bisa hidup nyaman setelah itu?” tawa Marina makin t
Mengurungkan niat untuk pergi ke restoran dan merayakan kehamilan Lyra, akhirnya justru mereka mengepak barang untuk kembali ke Jakarta. Kondisi Ajeng yang kritis membuat detak jantung Harlan dan Rex tidak bisa tenang.“Pak, Bu, maaf, karena kami harus segera kembali ke Jakarta siang ini juga. Nanti, saya akan kirim kontraktor kemari untuk memperbaiki rumah Bapak dan Ibu, ya,” pamit Rex sekaligus mengatakan itu semua saat mencium tangan kedua mertuanya.“Kontraktor untuk memperbaiki rumah? Tidak usah, Nak Rexanda. Bapak belum ada dananya. Lain kali saja, ya?” geleng Suripto menolak dengan gugup. “Saya yang menanggung biayanya. Bapak dan Ibu tenang saja dan tinggal menikmati rumah yang nanti lebih baik dari ini,” senyum Rex. Lyra yang ada di sebelahnya terbelalak, nyaris tak percaya.Ajeng menggeleng, “Aduh, jangan, Nak Rexanda. Nanti habisnya banyak. Sudah, yang penting Bapak dan Ibu titip Lyra saja. Perlakukan istrimu dengan baik dan penuh kasih sayang, itu sudah lebih dari cukup. K
Pagi yang berembun di kaki gunung, tempat Lyra tinggal selama beberapa hari ini. Seperti biasa, mereka semua sarapan pagi bersama. Namun, kali ini ada yang berbeda. “Hmmppp!” Lyra menutup mulutnya secara mendadak dan berlari ke kamar mandi. “Hmppff!” Suara muntah tertahan semakin intens terdengar.Narsih dan Suripto saling pandang, begitu juga Rex dan Harlan yang bertukar tatap dengan bingung. Tanpa disuruh, Tuan Muda Adiwangsa cepat berlari mengikuti langkah istrinya menuju kamar mandi. “Hoeeek! Hoeeek!”Lyra memuntahkan apa yang dia makan barusan. Rasa mual menghajarnya dengan cukup ekstrim pagi ini. Rexanda memasuki kamar mandi, membantu menyibak ke belakang rambut hitam tebal dan panjang milik sang istri.Lalu, ia bertanya, “Kamu masuk angin, Sayang?” Dengan khawatir memijit tengkuk wanita yang ia cintai.Lyra tidak menjawab, terus saja ia memuntahkan sarapan yang baru beberapa menit masuk ke dalam lambung. Suara terengah hebat terdengar dari bibirnya.“Panggil dokter, ya?” Rex
Tiga hari berlalu dan Lyra belum ada tanda-tanda akan luluh. Pagi keempat, saat sarapan bersama, wajah Rex terlihat pucat. Ia pun berkali-kali bersin dan berdehem. “Kamu sakit?” tanya Harlan melirik. “Cuma flu saja, Pa,” geleng Rex. “Tenggorokanku agak perih. Mungkin efek hawa dingin. Aku belum terbiasa.”“Di kamarmu ada AC yang selalu dipasang 18’, Mas. Apa iya kamu tidak tahan dingin?” sindir Lyra melirik dan tetap cemberut. Rex mengendikkan bahu, “Mungkin karena aku selalu tidur di lantai. Jadi, dinginnya lebih menusuk tulang.”“Nak Rex tidur di lantai? Ya, Tuhan! Lyra, kamu apa-apaan!” pekik Narsih terkejut. Lyra mendelik, menatap jengkel pada suaminya. Lalu, ia menoleh pada ibunya, “Kasur aku kan kecil, Bu. Mana muat dibuat tidur berdua? Jadi, ya, Mas Rex tidur di atas tikar.”Harlan terkikik, lalu menggeleng. ‘Sekarang kamu merasakan jadi orang susah, Rex!’“Tidak apa, Bu. Saya hanya flu biasa. Apa ada obat flu?” senyum Rex berusaha nampak sebagai menantu idaman yang tidak ba
Rex sangat terkejut dengan tepisan tangan Lyra yang menolak sentuhannya. Apalagi, sang istri mengatakan jijik dengan dirinya. Ia menggeleng pilu, “Maafkan aku, please?”“Tidak mau! Aku sudah sering memaafkan kamu sebelumnya! Sudah, kembali saja sana ke Jakarta! Aku tidak mau memaafkanmu!” desis Lyra menolak.“Aku memang bajing4an, aku bersalah sepenuhnya, Sayang. Tolong beri aku kesempatan sekali lagi? Aku janji akan berubah!”“Apanya berubah? Kamu janji tidak mau minum lagi, tidak mau mabuk lagi, tidak berhubungan dengan Marina lagi. Nyatanya apa? Semua itu kamu langgar! Kamu tidak bisa dipercaya!”“Iya, iya, aku memang brengs3k, aku tahu itu. Kamu boleh memakiku sepuasnya, tapi ... maafkan aku, ya?” rajuk Rex menampilkan wajah memelasnya. Lyra mendengkus, “Aku akan memaafkan kamu, kalau kamu kemari membawa surat cerai!”Rex terbelalak, lalu merengek, “Jangan begitu, Sayang. Kita tidak boleh sedikit-sedikit bercerai. Kalau rumah tangga ada masalah harus diselesaikan, bukan ditinggal
Mata Lyra sontak mendelik saat melihat ada kendaraan hitam berhenti di depan rumahnya. Siapa lagi yang naik mobil mendatangi rumah Bapak Suripto jika bukan seseorang dari kota? Kalau tetangga, biasanya naik sepeda atau sepeda motor.Yakin itu adalah sang suami yang datang, Lyra justru melompat turun dari kursi dan berlari sekencang mungkin menuju kamar sambil berteriak, “Aku tidak mau bertemu Mas Reeex! Suruh saja dia pulaaang!”Suripto dan Narsih saling lirik. Ada apa dengan putri mereka sampai sebegitunya? Namun, mereka hanya menggeleng dan menahan tawa melihat kelakuan Lyra.Pasangan suami istri itu kemudian berdiri dan segera keluar rumah, bersamaan dengan dua lelaki turun dari mobil. Dugaan mereka tidak salah karena itu sungguh adalah Harlan dan Rexanda yang datang. Ayah dan anak sedang menurunkan koper dari bagasi kendaraan.“Pak Suripto! Besanku tersayang! Apa kabar?” seru Harlan langsung menjabat dan memeluk ramah. Sedikit bergurau, memanggil besannya dengan kata tersayang. Ta
Rexanda sedang dalam perjalanan menuju bandara bersama ayahnya. Tujuan penerbangan adalah kota Surabaya. Ada misi khusus yaitu menguntai ulang benang rumah tangga yang sedang terancam putus.Ia banyak terdiam sepanjang melalui keramaian jalan raya. Ponsel berbunyi, ada notifikasi masuk. Melihat siapa yang mengirim pesan, napasnya terembus jengkel. Marina [Halo, Rex, apa kabar?] Rex [Mau apa menghubungiku?]Marina [Mau minta tolong. Ini benar-benar darurat.]Rex [Apa?]Marina [Aku butuh uang, Rex. Adikku sakit usus buntu, tadi malam masuk rumah sakit. Kami tidak punya asuransi lagi seperti dulu. Aku pinjam 100 juta bisa? Nanti kalau ada rejeki pasti kukembalikan.]Rex [Aku tidak ada uang.]Marina [Ayolah, Rex. Demi kemanusiaan? Lagipula, kita kemarin baru saja tidur bersama. Apa iya kamu tidak ada rasa kasihan sama sekali kepadaku?]Rex [Aku mabuk! Kamu yang menelepon Lyra, ‘kan? Aku tidak mungkin segila itu meneleponnya! Saat aku mabuk berat, aku biasanya tidur, tidak berbuat apa-ap