Share

Bab 261

Penulis: Atieckha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-22 18:49:40

Bram melangkah dengan cepat menyusuri koridor rumah sakit. Waktu terus berjalan, dan ia harus segera memastikan bahwa keponakannya, Raka dan Rania, benar-benar siap untuk melakukan perjalanan udara ke Kota Mars Country. Ia tidak ingin mengambil risiko sedikit pun.

Begitu tiba di depan ruang dokter yang menangani mereka, Bram mengetuk pintu dengan tegas.

“Masuk,” terdengar suara dari dalam.

Bram membuka pintu dan melangkah masuk. Di dalam ruangan, dokter Firman tengah meneliti beberapa berkas pasien. Pria paruh baya itu menoleh ke arahnya dan memberikan senyum tipis.

“Pak Bram, silakan duduk,” ucapnya sambil meletakkan berkas di tangannya.

Bram langsung duduk di kursi yang tersedia. Ia tidak ingin berlama-lama, maka ia segera menjelaskan maksud kedatangannya.

“Dokter Firman, saya datang untuk memastikan kondisi Raka dan Rania. Mereka bersikeras ingin menemui ibu mereka di Kota Mars Country, dan saya berencana membawa mereka menggunakan pesawat pribadi saya malam ini. Namun, sebelum itu
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
leolita
lanjutttttt....
goodnovel comment avatar
Selvie Alia
lanjutt thorrr...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 262

    Braaaak“Mommyyyyyyyy.”Pintu ruang rawat inap Naura terbuka di susul jerit tangis haru Raka dan Rania karena akhirnya mereka bertemu kembali sang Mommy.Raka dan Rania memeluk Naura dari sisi kanan dan kiri. “Jangan nangis, sayang,” kata Naura. Ketiganya terisak penuh haru. Belahan jiwanya telah kembali utuh. Davin berdiri di sisi ranjang pasien ikut menangis, tak kuasa menahan haru melihat pertemuan Raka dan Rania dengan Mommynya.“Nia kangen Mommy,” isak gadis kecil itu.“Aku juga kangen banget sama Mommy. Aka selalu mimpi buruk tentang Mommy,” sang jagoan menimpali. Naura tak bisa berkata-kata, suaranya tercekat di tenggorokan. Dia tak bisa mengungkapkan dengan kata-kata, betapa bahagianya dia bisa bertemu lagi dengan sang anak.Laura menyusul masuk ke dalam ruangan, Bram, Lidya yang menggendong Angelica yang tengah terlelap, terakhir dua pengasuh Raka dan Rania ikut masuk ke dalam rumah.Pelukan ketiganya terurai saat dokter dan perawat yang bertugas hari itu masuk ke dalam rua

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-23
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 263

    Sementara itu, di luar ruang perawatan, Naura, Davin, dan Bram sedang berbincang serius. Suasana pagi menjelang siang yang mulai panas terasa agak berat, seolah mencerminkan keseriusan yang menggelayuti percakapan kakak beradik itu. Davin tak punya pilihan lain, dan keputusan itu benar-benar sudah diambil dengan pemikiran yang sangat matang. Dia yakin inilah keputusan terbaik yang harus diambil demi kebahagiaannya bersama keluarga kecilnya."Sepertinya aku, Naura, dan anak-anak akan tinggal lebih lama di kota ini. Meskipun nanti Naura kembali bisa berjalan, dia tidak mungkin bisa menjadi sekretarisku lagi. Aku tak mau mengambil resiko yang seperti ini.”“Ya aku setuju, lalu?” tqnya Bram.Davin menghela napas berat, lalu menjawab, “Jadi, aku ingin kamu kembali ke kantor pusat dan mengambil alih wakil CEO yang belum terisi sekarang, setelah wakil sebelumnya sudah pensiun. Sementara itu, untuk perusahaanmu di anak cabang Abimanyu Group, kamu bisa carikan orang yang pantas untuk memimpin

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-23
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Pesona Pria Matang

    Bagas menatap layar ponselnya sejenak setelah menutup sambungan telepon. Hatinya terasa sedikit lebih lega setelah percakapan dengan Bram. Dia kini punya kesempatan besar untuk membuktikan dirinya, tetapi ada satu hal yang masih mengganjal di pikirannya—Niken, adik bungsunya. Mereka berdua sudah cukup lama hidup hanya berdua sejak kedua orang tua mereka meninggal dalam kecelakaan beberapa tahun lalu. Bagas selalu merasa bertanggung jawab atas Niken, dan kali ini, keputusan besar yang akan diambilnya harus melibatkan adiknya.Dengan langkah pelan, Bagas berjalan menuju kamar adiknya. Pintu kamar itu sedikit terbuka, dan dia bisa melihat Niken sedang duduk di meja belajarnya, fokus dengan bukunya. Ada kekhawatiran yang tak terucapkan di mata Bagas, meskipun dia mencoba untuk tetap tenang.“Niken,” panggil Bagas lembut.Niken menoleh, terkejut melihat kakaknya berdiri di sana, seakan baru keluar dari pikiran yang dalam. “Ada apa, Kak? Kenapa kelihatan serius banget?”Bagas menarik napas

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-23
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Meremang

    Saat tubuh Lidya menegang akibat sentuhan hangat bibir Bagas, tiba-tiba suara Bram terdengar, mengalihkan fokus keduanya."Bagas, kau sudah datang?” suara Bram semakin mendekat. Lidya berharap Bram tidak melihat aksi nekat Bagas."Maaf, aku terlambat 2 jam dari prediksiku tiba di rumahmu," jawab Bagas sambil membalas uluran tangan Bram."Tidak apa-apa. Yang penting kamu sudah datang. Karena besok kita akan langsung melaksanakan meeting. Apa kamu sudah makan? Kalau belum, biar aku minta Lidya untuk menyiapkan makanan untukmu," kata Bram memberi tawaran pada saudara angkatnya."Boleh, dengan senang hati. Kebetulan aku lapar banget," jawab Bagas, tak menolak tawaran dari Bram. Tentu saja, setelah perjalanan panjang, perutnya sudah mulai terasa kosong.Lalu, Bram menoleh ke arah Lidya dan berkata, "Lidya, bisa minta tolong masakan makan malam untuk Bagas? Setelah itu, bawakan masuk barang-barang Bagas ke kamar yang telah disiapkan. Angelica malam ini biar tidur denganku," ucap Bram dengan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-24
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Buka Pahamu

    Besar sekali ucapnya di dalam hati saat tangan Lidya menyentuh benda besar dan panjang yang sudah berdiri tegak itu. Bagas tersenyum, wanita ini ternyata benar-benar sesuai feeling-nya, boleh dipakai kapan saja, pikir pria itu."Kau menyukainya?" tanya Bagas lagi sambil menggesekkan pusakanya di tubuh Lidya."Suka sih, suka, tapi tidak ada yang gratis, Pak," jawabnya sambil meremas pusaka Bagas. Lalu Lidya berbalik menatap pria tersebut."Cup, cup."Tidak hanya sekali, tapi dua kali, wanita itu memberi ciuman di bibir Bagas, meski hanya sekilas. Lidya harus berjinjit guna bisa membalas perbuatan Bagas tadi."Ini balasan karena Anda tadi lancang mencium saya," kata Lidya sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Bagas.Wanita yang seperti inilah Bagas sangat sukai—liar dan menggemaskan. Dia pikir dia tidak akan tertantang dengan ucapannya, ternyata Bagas salah."Sana sebaiknya, Pak Bagas, duduk dulu, jangan diambil hati ucapan saya barusan," kata Lidya mendorong tubuh Bagas untuk dudu

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-25
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Malam-malam Bercucuran Keringat

    “Paaak, jangan nekat,” ucap Lidya.Tapi Bagas tidak peduli ucapan Lidya. Pria itu justru berusaha menarik celana dalam Lidya, membuat sang pemilik berusaha menahannya.“Paaaaaaak,” desahnya, padahal dia ingin sekali menolak sentuhan Bagas, sebab Lidya takut kalau Bram tiba-tiba muncul.“Kau yang menggodaku, kau membalas ciumanku. Sebagai lelaki yang sudah terbiasa bermain dengan banyak perempuan tentu itu sebuah kode untukku,” bisik Bagas, “lebarkan pahamu,” ujarnya lagi.Saat ini Lidya masih duduk di atas kursi, sementara Bagas berlutut di bawahnya. Entah kenapa Bagas ingin mencicipi tubuh pengasuh sang keponakan. Bagas tahu kalau wanita ini merespon permintaannya. Sudut bibirnya ditarik, saat melihat Lidya dengan sukarela semakin melebarkan kakinya.“Angkat kakimu, Lidya,” kata Bagas lagi.“Kita di kamar saja, ya Pak. Saya takut ada Pak Bram,” jawabnya.“Tapi aku ingin di sini, sebagai salam perkenalan kita, nanti kita pindah ke kamar,” jawabnya menyebalkan.“Tapi-”“Naikkan kakimu,

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-26
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Tiba-tiba Menikah

    "Bagaaaaaas!" pekik Bram, membuat Bagas dan Lidya terlonjak kaget. Padahal mereka belum mencapai puncak kepuasan mereka hari ini."Apa-apaan kalian ini?!" teriak Bram lagi. "Dan kamu, Lidya! Dasar perempuan tidak punya harga diri!" Hinanya lagi, tatapannya nyalang ke arah Lidya.Bagas dan Lidya buru-buru mengenakan pakaian mereka. Mereka tak ingin melihat Bram yang penuh dengan kemarahan."Aku nggak mau tahu! Besok pagi kalian harus menikah! Aku nggak mau rumahku kotor gara-gara tindakan kalian! Dan kamu, Bagas! Kalau kamu menolak menikahinya, maka aku akan membatalkan niatku untuk menjadikanmu pimpinan di perusahaan Abimanyu Group cabang pertama! Aku benar-benar tidak menyangka, bisa-bisanya kalian melakukan ini di tempat terbuka seperti ini!" serunya lagi, penuh amarah."Tapi, Bram! Aku nggak mungkin menikahi wanita yang tidak aku cintai!" ucap Bagas, menolak keinginan saudara angkatnya."Tapi kamu sudah mengotori rumahku! Kamu baru sampai di sini! Di mana otakmu? Di mana akal sehat

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-26
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Kesepakatan

    Bagas berdiri di depan pintu kamar Lidya. Setelah mendengar keputusan Bram yang tidak bisa diganggu gugat, hanya ada satu pilihan untuk mereka—menikah. Namun, Bagas masih ingin mendengar langsung dari Lidya. Apakah dia benar-benar menerima pernikahan ini?Ia mengetuk pintu beberapa kali. Tidak ada jawaban. Bagas menghela napas panjang dan mengetuk lagi, kali ini lebih keras."Lidya, buka pintunya. Aku ingin bicara," katanya dengan nada lebih lembut.Beberapa detik berlalu tanpa jawaban. Bagas mulai kehilangan kesabaran dan kembali mengetuk dengan lebih kuat."Lidya, aku tahu kamu di dalam. Kita harus bicara. Aku nggak akan pergi sebelum kamu buka pintunya."Akhirnya, suara kunci berputar terdengar. Pintu kamar terbuka sedikit, memperlihatkan wajah Lidya yang tampak lelah dan lesu. Matanya sedikit bengkak, mungkin karena menangis."Apa lagi yang mau dibahas? Bukankah semuanya sudah jelas?" Lidya bertanya dengan nada datar, lalu membiarkan pintu terbuka lebih lebar.Bagas masuk ke dalam

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-26

Bab terbaru

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Semesta Berpihak Padaku

    "Penelope!" balas Laura, memanggil wanita yang menyapanya.Tampak Penelope melangkah mendekati Laura yang sedang duduk di salah satu meja di restoran cepat saji tersebut. Wajahnya terlihat sumringah, senyum lebarnya menghangatkan suasana. Begitu sampai di hadapan Laura, mereka langsung berpelukan erat, seolah-olah melepas rindu yang sudah lama tertahan.Sementara itu, Naura dan Davin yang duduk di sisi lain meja hanya bisa saling berpandangan. Keduanya sama sekali tak menyangka bahwa Laura mengenal Penelope. Naura terutama, masih mengingat dengan jelas bagaimana pertemuan pertamanya dengan wanita itu yang terkesan meremehkannya."Kamu apa kabar, sayang? Makin cantik aja," ucap Laura dengan nada akrab, menyapa anak dari sahabatnya tersebut."Baik, Tante. Tante sendiri gimana? Tante awet muda banget, loh!" balas Penelope dengan nada ceria, matanya berbinar menatap Laura. "Kalau nggak salah, kita bertemu sekitar sepuluh tahun yang lalu ya, Tan? Untung saja Penelope mampir ke restoran ini

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Salah Sangka

    Fernando terus menatap ke arah Bram dan Davin yang saat ini sedang berbicara dengan Bruno, pemilik tempat hiburan malam tersebut yang juga merupakan teman baik Fernando. Dari sudut ruangan, Fernando memperhatikan dengan saksama, memperkirakan apa yang sebenarnya mereka bicarakan."Aku tak menyangka mereka suka juga ke tempat yang seperti ini. Aku pikir Davin benar-benar lelaki terbaik. Ternyata semua lelaki sama saja, mana betah kami hanya dengan satu pasangan," ucapnya pada diri sendiri, mendesah pelan sambil mengamati mereka dari kejauhan.Fernando menyandarkan tubuhnya ke kursi, mengaduk minuman di tangannya dengan gerakan lambat. Matanya tidak lepas dari mereka bertiga, terutama Davin. Ada sedikit perasaan tidak percaya dalam benaknya. Selama ini, Davin dikenal sebagai pria yang setia dan tidak tertarik dengan tempat hiburan. Namun, kenyataan di depan matanya menunjukkan sesuatu yang berbeda.Sementara itu, di sudut tempat hiburan tersebut, Davin dan Bram sedang berbicara serius

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bergerak Normal

    "Apa semuanya sudah sesuai dengan yang kamu rencanakan?" tanya Penelope pada Fernando, sambil meliriknya dari sofa mewah berlapis beludru merah yang sedang didudukinya.Tangannya yang ramping menggenggam gelas anggur, menggoyangkan cairan merah di dalamnya dengan gerakan anggun. Cahaya lampu kristal di ruang tamunya yang luas memantulkan kilauan di permukaan gelas, menciptakan bayangan berkilau di meja kaca di depannya.Fernando berdiri tegap di dekat rak buku yang dipenuhi koleksi bacaan mahal dan beberapa lukisan klasik yang sengaja dipajang sebagai simbol kemewahan. Mata pria itu menatap tajam pada atasannya, memastikan tidak ada keraguan dalam Suaranya saat ia menjawab."Sudah, Bu. Anda tenang saja, semuanya sudah saya atur," jawab Fernando tanpa ragu sedikit pun.Penelope menyandarkan tubuhnya, menyilangkan kakinya dengan gerakan lambat dan sensual. Senyuman tipis tersungging di bibir merahnya yang sempurna. Dia menikmati permainan ini, sebuah permainan yang dirancangnya sendiri

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Meyakinkan sang Istri

    "Kamu kenapa, Sayang? Masih khawatir aku ketemu dengan Penelope? Makanya ayo ikut," ajak Davin saat wajah istrinya terlihat sendu, menatapnya yang sedang bersiap pergi untuk penandatanganan proyek besar Abimanyu Group di kota ini.Naura menggeleng. Untuk datang? Tentu dia tidak mungkin punya mental yang kuat, apalagi setelah Penelope menatapnya dengan tatapan seakan mengejek kondisinya yang seperti ini. Naura menjadi insecure."Nggak apa-apa kok," jawabnya, tapi sorot matanya tentu tidak membuat Davin percaya begitu saja pada sang istri.Pria itu mendekati Naura, lalu berjongkok di depan kursi roda sang istri. Dengan lembut, ia mengecup punggung tangan wanita yang sangat dia cintai. Bahkan, rasa cintanya sejak dulu hingga kini tidak berubah sama sekali."Aku tahu, di luar sana banyak sekali perempuan jahat. Tapi tidak semua laki-laki menyambut dengan baik wanita yang seperti itu. Laki-laki yang baik akan memilih perempuan yang baik pula. Laki-laki yang tidak baik mungkin akan tergoda

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Strategi

    "Kenapa sih, Mama nggak pernah berubah? Semua keputusan harus kemauan Mama! Kenapa seperti ini? Kalau memang Bram tidak mau menikah lagi, ya sudah, Bram nggak akan menikah!"Bram menatap sang Mama dengan rahang mengeras. Hatinya semakin sesak karena merasa tidak pernah diberi kebebasan menentukan hidupnya sendiri."Bram janji, Angelica tidak akan pernah kekurangan kasih sayang. Lagian, Lidya masih jadi pengasuhnya. Nanti, lama-lama Angelica juga akan tahu kalau Lidya itu hanya seorang pengasuh, hanya seorang ibu susu, bukan ibu kandungnya. Bram nggak mau ada orang yang menggantikan posisi Dinda di hati Angelica dan di hati Bram."Bram menghela napas berat. Matanya yang tajam menatap Laura dengan sorot penuh keteguhan."Sekarang terserah Mama. Yang jelas, sekuat apa pun Mama membujuk Bram untuk menikah lagi dan mencarikan jodoh, itu tidak akan pernah terjadi! Bram tidak ingin menikah lagi!" ucapnya tegas.Hening sejenak. Laura masih ingin membantah, tetapi Bram tidak memberinya kesempa

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Jodoh dari Mama

    Bram melangkah santai menuju ruang keluarga Davin. Begitu sampai, ia mendapati kedua keponakannya, Raka dan Rania, tengah duduk di meja belajar kecil mereka. Buku-buku terbuka di hadapan mereka, sementara pensil warna-warni berserakan di atas meja. Sesekali, mereka tampak berdiskusi satu sama lain, wajah mereka serius, tetapi tetap menggemaskan di mata Bram.Senyuman kecil terukir di wajah pria itu. Meskipun jauh dari rumah mereka yang sebenarnya, Raka dan Rania tetap terlihat bahagia. Bram bangga melihat mereka tumbuh menjadi anak-anak yang mandiri dan ceria.Tanpa menunggu lebih lama, ia pun berjalan mendekat, lalu menjatuhkan diri di sofa dekat mereka. "Lagi sibuk apa nih, dua anak pintar Uncle?" tanyanya dengan nada hangat.Rania menoleh lebih dulu, lalu tersenyum lebar. "Lagi ngerjain PR, Uncle!" jawabnya bersemangat."Iya, PR Matematika," tambah Raka, mengangguk antusias.Bram mengangguk-angguk paham. "Wah, Matematika ya? Dulu waktu Uncle seumuran kalian, Matematika itu pelajar

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Tak Akan Terganti

    Davin tiba di rumahnya bersama Bram. Begitu memasuki rumah, aroma khas kayu dan wewangian lembut yang selalu digunakan Naura menyambutnya. Rumah itu terasa hangat, tetapi juga sunyi, seakan ada sesuatu yang kurang.Tatapannya langsung tertuju ke ruang keluarga, tempat Raka dan Rania duduk bersisian di meja belajar kecil mereka. Kedua buah hatinya tampak serius mencoret-coret buku mereka, sesekali berdiskusi dengan suara pelan. Biasanya, di antara mereka ada Naura yang menemani—memberikan bimbingan atau sekadar duduk sambil membaca buku. Tapi kali ini, Naura tidak ada di sana."Loh, Mommy di mana, sayang?" tanya Davin, suaranya penuh keheranan.Rania dan Raka sontak menoleh ke arah sang ayah. Mereka saling berpandangan sebelum akhirnya menjawab dengan kompak. "Di kamar, Daddy."Davin mengernyit. "Kok tumben nggak nemenin kalian belajar? Apa Mommy sakit?" tanyanya lagi, kekhawatiran mulai muncul di benaknya.Sambil menunggu jawaban dari anak-anaknya, ia melambaikan tangan pada pengasuh

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Janda Hot

    Ballroom hotel mewah itu dipenuhi cahaya lampu, memberikan kesan eksklusif dan profesional. Meja panjang sudah tertata rapi dengan dokumen-dokumen kerja sama yang siap untuk didiskusikan. Bram dan tiga orang timnya tiba lebih dulu, memastikan semua persiapan sudah sesuai dengan kebutuhan presentasi Davin.Beberapa menit kemudian, Davin datang dengan setelan jas hitam yang sempurna, menampilkan sosoknya yang berwibawa sebagai Presiden Direktur Abimanyu Group. Matanya tajam, fokus pada pertemuan hari ini. Meskipun ia menyadari kehadiran Penelope, ia memilih untuk tidak memperhatikan wanita itu lebih dari yang diperlukan.Penelope melangkah masuk bersama Fernando dan timnya. Seperti biasa, wanita itu tampil memesona dengan gaun formal yang membingkai tubuhnya dengan anggun. Senyum tipis menghiasi bibirnya saat matanya langsung tertuju pada Davin.“Selamat siang, Pak Davin.” Suaranya terdengar lembut, tapi ada nada ketertarikan yang tak berusaha ia sembunyikan.“Selamat siang, Bu Penelope

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Meyakinkannya

    Davin tidak perlu bertanya untuk tahu bahwa ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Sejak mereka keluar dari restoran setelah pertemuan bisnis dengan Penelope, ekspresi Naura berubah. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, dan Davin tidak akan membiarkan itu berlarut-larut.Begitu sampai di rumah, Davin turun lebih dulu, lalu berjalan ke sisi pintu mobil dan membukakannya untuk Naura. Dengan lembut, ia membantu sang istri turun dan mendorong kursi rodanya masuk ke dalam rumah.Naura tetap diam.Davin menghela napas. Setelah mereka tiba di ruang keluarga, ia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya duduk berhadapan dengan istrinya.“Sayang,” panggil Davin lembut.Naura tidak merespons.Davin menatapnya dalam-dalam. Ia menyentuh jemari Naura dan menggenggamnya erat. “Kamu mau cerita sesuatu?” tanyanya pelan.Naura masih tidak mengatakan apa pun.Davin menarik kedua alisnya. “Sayang, aku tahu ada sesuatu yang mengganggumu. Aku bukan orang bodoh yang bisa dibohongi dengan diam seperti

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status