Tepat pukul tujuh malam Angkasa sudah tiba dirumah Sari, dengan membawa bungkusan berisi makanan dan minuman ditangan kanannya, sementara tangan kirinya menekan bel rumah Sari, tak berapa lama, Sari membukakan pintu rumahnya dan mempersilakan Angkasa masuk, Angkasa duduk diruang tamu begitu juga Sari.
"Sari kamu sudah makan?" tanya Angkasa.
"Belum, emang kenapa?" jawab Sari.
"Kebetulan kalau begitu, saya barusan beli ayam bakar dan minuman," ucap Angkasa seraya memberikan bungkusan tersebut kepada Sari.
"makasih, Ang, seharusnya gak perlu repot - repot segala bawa ini."
"Gak repot kok, tadi saya lagi di resto ayam bakar jadi sekalian beli, punya saya dan punya kamu, kita makan bareng, ya?"
"Loh aku kira kamu sudah makan tadi disana."
"Tadinya begitu, tapi gak jadi."
"Ya sudah kita makan disana saja, sekalian bisa santai - santai dan mengobrol" ucap Sari dan menunjuk area teras belakang rumahnya.
Mereka melangkah memasuki
Angkasa kembali bertanya kepada Sari, atas penjelasan Sari soal apa yang sekarang menjadi masalah dirinya."Jadi menurut kamu, saya harus jalani saja tanpa berfikir bagaimana perasaan saya, dan pada akhirnya saya yang terluka.""Iya." jawab Sari."Kenapa harus begitu? siapa orangnya didunia ini mau membiarkan dirinya sendiri terluka, kamu ada - ada saja, Sar," jawab Angkasa seraya tersenyum."Angkasa, aku tau itu akan sulit diterima akal sehat, tapi bila kasusnya seperti hubunganmu, ya mau gak mau kamu sebagai laki - laki yang harus mengalah, kamu sendiri cerita berapa kalipun selingkuh, Sinta tetap tidak melepaskanmu, apalagi sampai nekad melukai dirinya sendiri, coba deh kamu fikirkan baik - baik.""Iya sih, seperti sekarang saya tetap menjalaninya, walau sebenarnya hati saya entah sudah kemana."Saat sedang asik mengobrol, si mbok datang membawakan makanan yang dibawa Angkasa, yang sudah mbok simpan di piring, mbok menyimpan di meja sampi
"Halo," sapa Sari. "Sari, maaf pagi - pagi menelpon." ucap Angkasa. "Iya gak apa - apa, by the way ada apa ya, Ang? Mendengar Sari bertanya ada apa, membuat Angkasa merasa tidak enak hati, takut mengganggu Sari, sehingga Angkasa terdiam sejenak dan kembali menjawab pertanyaan Sari. "Tidak ada apa - apa, cuma ingin menelpon saja, saya ganggu kamu ya?" "Nggak, kok, aku lagi santai jadi tidak merasa terganggu, oh iya gimana kondisi kamu sekarang? sudah tidak mual lagi kan?" "Sudah membaik, Sar, andaikan kamu tidak keberatan, kalau saya sedang tidak mood atau ada masalah lagi. boleh gak saya cerita, jujur saya merasa tenang setelah cerita sama kamu. "Iya, boleh, selama tidak ada yang marah sama aku." "Emang siapa yang akan marah sama kamu." "Andaikan ini mah, siapa tau tiba - tiba ada yang marah." "Sinta maksudnya? tenang saja gak akan, lagian untuk apa dia marah sama kamu, abaikan saja, saya juga sudah mala
Wina yang sudah menghabiskan dua porsi bakso, masih terlihat lapar, sehingga mengajak Sari untuk mampir ke minimarket tidak jauh dari tukang bakso, untuk membeli beberapa cemilan dan minuman, Wina emang sangat suka makan, tapi anehnya badannya tetap kurus, karena memang keluarganya memiliki keturunan kurus, jadi mau sebanyak apapun makan tidak akan membuatnya gendut, sebuah anugerah bagi setiap wanita, kebanyakan wanita memilih untuk menjaga pola makannya karena ingin memiliki badan yang kurus, dengan menjalankan program diet, tapi Wina tak mengenal yang namanya diet, kalau diet yang ada bisa seperti cacing kepanasan, bagi Wina makan sudah menjadi hoby, terutama makan bakso, sehingga dimanapun ada tukang bakso area Bandung Wina pasti hapal.Setelah sepuluh menit berjalan kaki, mereka sudah berada di minimarket, Wina membeli beberapa chiki dan roti serta minuman dingin."Sar, kamu mau cemilan apa?" tanya Wina."Apa aja," jawab Sari."Sari sayang, tidak ada
Sari hanya terdiam, menatap Angkasa dan Sinta yang sudah berlalu pergi dari hadapannya, Sari yang melihat Angkasa bertengkar dengan Sinta sampai - sampai Sinta menampar Angkasa membuat Sari ingin menghampiri dan melerai mereka, tapi Sari mengurungkan niatnya karena pasti bukan selesai yang ada semakin memanas.Wina yang melihat Sari hanya diam saja, walau Sinta sudah bersikap kurang sopan, membuat Wina merasa gemas dengan sahabatnya yang cuek dan santai saja."Kamu kenapa diam saja, bukannya balas tuh cewek, saiko," ucap Wina."Buat apa, gak mau sama gilanya, mending diem lebih enak.""Benar juga sih, tapi tetap saja aku kesel banget, kalau saja aku tidak menghargaimu, tuh cewek udah aku cambak rambutnya, terus aku botakain sekalian, sebelumnya aku sobek bibirnya biar dower.""Udah biarin aja, itu urusan mereka, selama tidak main fisik aku masih bisa sabar, kita pulang yuk?" ucap Sari.Sari dan Wina kembali kerumah Wina, dan mengobrol di bal
Wina, menerima ponsel yang Sari serahkan, dan membaca pesan dari Angkasa, setelah membacanya, Wina menyerahkan kembali ponsel tersebut kepada Sari."Kamu ingin kita datang atau jangan?" tanya Sari."Itu, kamu mau apa nggak? kalau aku sih, gimana kamu saja, kalau aku bilang jangan datang, takutnya kamu ingin datang, karena tidak enak sama Angkasa," ucap Wina.Sari berfikir sejenak, bagaimana baiknya, apa datang atau menolak, Sari ingin menolak tapi disisi lain, Sari merasa ingin juga bertemu Angkasa, andaikan datang takutnya, ada masalah lagi, Wina yang menunggu jawaban dari Sari, buka suara, karena Wina sangat hapal sahabatnya, bila lama menjawab berarti lebih kepada ingin datang, karena biasanya Sari tidak pernah berfikir selama ini hanya untuk menjawab ajakan seseorang."Kita pergi saja, okey... Kamu tidak usah banyak mikir, nanti cepat keriput, setidaknya hati kamu tidak penasaran.""Iya...tapi..." Sari merasa ragu meneruskan kata - katanya.
"Sari, Tunggu, saya akan jelaskan."Sari menghentikan langkahnya, menoleh ke Angkasa, dengan cepat Angkasa berjalan menghampiri Sari."Kamu jangan salah paham, saya tidak ada niat berbohong, tapi terpaksa saya lakukan, karena Hans sepupuku, sepertinya dia suka dengan Wina, sehingga saya membiarkan mereka untuk mengobrol agar bisa lebih saling mengenal, kamu jangan kuatir, Hans orangnya baik, dan dia sudah lama tidak dekat dengan cewek manapun, semenjak ditinggal nikah empat tahun lalu oleh pacarnya yang sangat dia cintai, Hans tidak pernah berpacaran lagi. dan fokus akan study dan bisnis keluarga, saat saya melihat hans tertarik dengan Wina, itu suatu anugerah, makanya saya langsung mengajak kamu agar mereka bisa berduaan," ungkap Angkasa.Sari yang mendengar penjelasan Angkasa, jadi merasa malu sendiri, karena secara tidak langsung sudah menaruh curiga kepada Angkasa, akhirnya mereka kembali berjalan menuju tempat minuman, Sari tersenyum sendiri membuat Angkasa
Angkasa menepiskan tangan Sinta, membuat Sinta semakin naik pitam, sehingga semakin berteriak memaki Sari, karena tidak terima diperlakukan Angkasa seperti itu."Kamu puas!! sudah membuat Angkasa seperti ini padaku, semua karena kamu! wanita jalang!!"Angkasa yang melihat Sinta memaki - maki Sari sampai menghina seperti itu. membuat Angkasa benar - benar marah dan menampar Sinta.Plakkkk. "Diam kamu!!" bentak Angkasa dan menarik tangan Sinta untuk membawanya pergi, Sinta yang tidak terima telah ditampar Angkasa membuatnya semakin emosi. karena secara tidak langsung Angkasa membela Sari, Saat Angkasa menarik Sinta, dengan cepat Sinta melepaskan pegangan tangan Angkasa dan berlari kearah Sari yang terdiam melihat kejadian tersebut, dengan cepat dan sekuat tenaga Sinta menjambak rambut Sari, membuat Sari terjatuh dari tempat duduknya, Wina dengan cepat membantu Sari berdiri dan memelototi Sinta, Angkasa tidak tinggal diam, dia benar - benar merasa kesal dengan kela
Mereka telah tiba di RS. supratman, Hans memarkirkan mobilnya dan membantu Angkasa membawa Sari kedalam rumah sakit, sementara Wina berlari menuju ruang pendaftaran memanggil perawat, dengan cekatan beberapa perawat langsung membantu membawa Sari masuk keruang UGD, salah seorang perawat memanggil dokter, untuk segera memeriksa kondisi Sari, pertolongan pertama dilakukan dokter, setelah membersihkan semua darah ditangan Sari dan menjahitnya kurang lebih delapan jahitan, Sari di infus karena terlihat sangat lemah, tak berapa lama Sari sudah sadarkan diri, kepalanya terasa pusing, badannya sakit semua, terutama di area tangannya yang dijahit dan diperban. sehingga belum bisa berbuat apapun, hanya menatap kearah Angkasa, Wina dan Hans, Sari segera dipindahkan ke ruang pasien, untuk beristirahat dan menunggu kesembuhannya, dokter tak mengijinkan Sari untuk pulang dulu karena kondisi Sari masih sangat lemah. Dalam ruangan pasien, Angkasa duduk disamping bangsal Sari, sementara Han
Keduanya telah tiba di Purwakarta, Angkasa mengajak Sari untuk masuk bersamanya, kedalam rumah Bayu, yang sudah menunggunya didalam, sebelumnya, memang Angkasa sudah menghubungi Bayu. "Hai, bro...apa kabar lu," sapa Bayu sambil menjabat tangan Angkasa dan Sari. Mereka sudah hampir tiga tahun tidak bertemu, Angkasa pindah ke Bandung, walau memang beberapa kali Angkasa berziarah ke makam ayahnya, tidak pernah bertemu Bayu karena sedang berada diluar kota, sebagai anak pemilik usaha sate maranggi dibeberapa kota membuat Bayu jarang berada di rumah, sibuk membantu ayahnya. Bayu dan Angkasa sahabat semenjak kecil, dulu rumah Angkasa, tidak jauh dari rumah Bayu hanya terhalang empat rumah, Bayu mempersilakan mereka untuk duduk. Reni datang dari arah dapur, membawa kopi hangat dan beberapa cemilan untuk disuguhkan. Angkasa melihat Reni seraya berkata. "Kamu Reni, kan?" "Iya, kak," jawab Reni. "Sudah besar sekarang, ya," ucap Angkasa.
Langkah kaki semakin terdengar jelas, Sari menoleh kearah pintu, ternyata Hans dan Wina baru kembali dengan membawa bungkusan plastik ditangan Hans, setelah meletakan diatas meja, Hans pergi kedapur, sementara Wina menghampiri Sari seraya berkata. "Lama, ya, sorry, tadi ada kecelakaan ditikungan depan, buat macet jalan, makan bakso yuk, laper nih."Sari bangkit dari duduknya, kini berdiri disebelah Wina, Hans sudah membawa empat mangkuk dan sendok memberikannya kepada Wina dan Sari, mereka segera menyantap bakso, sesekali mata Angkasa dan Sari saling beradu pandang dengan bibir yang tersenyum.Setelah selesai makan, mereka mengobrol sejenak saling bercerita seputar skripsi, yang mana dua minggu lagi harus sudah dikumpulkan dan presentasi didepan para dosen penguji, Hans diminta oleh Wina untuk memberi masukan karena Hans yang memang sudah berpengalaman dalam membuat skripsi, karena sudah lulus lebih dulu sehingga lebih paham, Hans bersedia membimbing mereka dan ingin b
Angkasa tetap diam tidak menjawab, namun tak memberikan penolakan, saat Sari membersihkan darah yang kering, memberinya betadine dan menutupnya dengan plester, Sari menatap wajah Angkasa begitu dekat jantungnya serasa berdetak dengan cepat, dengan jemari lentiknya perlahan mengkompres wajah Angkasa dibagian luka lebamnya, Angkasa tetap diam pandangannya menatap keluar jendela dan tangannya yang menggenggam gelas yang masih berisi alkohol akan ia teguk, Sari dengan cepat meraih gelas di tangan Angkasa. "Sudah ya, jangan minum lagi, kamu sudah mabuk, aku gak perduli kamu mau marah karena aku melarangmu minum, yang jelas semua demi kebaikanmu juga," ucap sari dengan nada yang lembut. Angkasa sama sekali tidak marah ia hanya diam dan menatap Sari, pandangan mata mereka beradu, Sari dengan cepat mengalihkan pandangannya, dan seraya berkata kepada Hans. "Hans, ini sudah selesai, kalau begitu aku dan Wina pamit pulang." "Sebaiknya tinggal dulu sebentar lagi, lagian
Singkat cerita, seminggu sudah Sari tak lagi mendengar tentang Angkasa, hatinya begitu sangat merindukan Angkasa, hanya sepenggal kenangan yang terukir dalam ingatannya, saat pertama kali bertemu dan beberapa kali Angkasa selalu menyelamatkannya, hingga pada akhirnya saling dekat.Hari ini jadwal cek-up Sari ke Dokter, ditemani Wina mereka segera ke rumah sakit, Sari sudah pulih dan merasakan badannya baik - baik saja begitu juga tangannya yang luka, sudah tidak terasa sakit dan ngilu, Setelah selesai dari rumah sakit, Wina mengajak Sari ke cafe Story di daerah Dago, agar Sari bisa refresh setelah seminggu lebih tidak pergi kemana - mana, Sari yang memang sedang tidak ingin sendiri dan butuh hiburan juga, akhirnya mau pergi bersama Wina, setelah menelpon Bundanya, untuk minta ijin, Sari dan Wina kini menuju Cafe Story, dengan menggunakan mobil Wina, Sari terlihat murung, duduk disebelah Wina yang sedang menyetir mobil."Kamu kenapa, Say?" tanya Wina yang sesekali mempe
Wina dan Sari saling lirik, lalu mereka tertawa, Hans semakin bingung jadinya, Wina yang melihat kebingungan diwajah Hans, seraya menjelaskan."Hans, kamu gak usah khawatir kita akan ribut, karena kita memang begini, sudah biasa, lagian cuma karena kata - kata, masa persahabatan kami jadi rusak, benar gak, Sar?""Yupsss..."Hans tersenyum lega, karena mereka hanya saling bercanda, ternyata mengobrol dengan cewek gak semudah yang Hans bayangkan, Hans sudah mikir terlalu jauh, melihat Wina dan Sari yang tertawa dengan riang dan saling bercanda, walau sebenarnya kadang ada kata - kata yang bisa saja jadi ribut, tapi mereka memang sama - sama mengenali sifat masing - masing, jadi obrolan apapun tidak hambar dan tidak memicu jadi emosi, wanita seperti ini yang Hans cari, semakin kagum saja Hans kepada Wina, karena bagi Hans, wanita yang selalu tertawa riang dan bisa menyikapi setiap obrolan tanpa harus emosi, itu akan memberikan energi positif baginya.Hans, m
Mereka berempat menghabiskan waktu dengan mengobrol dan menikmati cemilan dan jus, diselingi bercanda dan ketawa - ketawa, Sari begitu bahagia memiliki orangtua yang sangat menyanyanginya dan sahabat yang begitu tulus kepadanya, tak terasa waktu sudah hampir malam, setelah makan malam bersama, akhirnya mereka bergegas untuk istirahat, Wina tidur seranjang dengan Sari, sementara orangtua Sari, dibawah menggelar kasur karpet, Suasana Rumah Sakit yang sepi membuat mereka tidur dengan nyenyak.Suara Adzan Subuh terdengar berkumandang, Bunda Sari bangun lebih dulu untuk mandi, begitupun Ayah Sari dan Wina mereka mandi bergantian, sementara Sari belum bisa untuk mandi sendiri sehingga dibantu ibunya membersihkan tubuhnya, dengan dilap basah dan memapahnya kekamar mandi untuk wudhu, mereka melaksanakan Sholat Subuh berjamaah, untuk Sari sendiri duduk dikursi roda, karena belum kuat lama - lama berdiri, badannya masih terasa lemah, setelah melaksanakan Sholat berjamaah, mereka merapi
Wina, berdiri dari duduknya dan membawakan kursi satu lagi disebelah Sari, untuk mempersilakan orangtua Sinta duduk, sementara Wina berdiri disisi satu lagi sebelah Sari.Ayah Sinta menjelaskan tujuannya kepada Sari, bahwa kedatangannya, untuk meminta maaf atas apa yang dilakukan Sinta kepadanya dan bersedia menanggung semua biaya pengobatan Sari sampai sembuh, dan memohon kepada Sari, untuk mencabut tuntutannya.Sari yang memang tidak merasa melaporkan kejadian tersebut kepada polisi, merasa bingung harus menjawab apa, hanya melirik kearah Wina, karena pasti Wina tahu semuanya, tapi Wina hanya diam seakan enggan mengatakan apapun, belum juga Sari menjawab ibu Sinta langsung memegang tangan Sari dengan menangis sesegukan, memohon - mohon kepada Sari, Sari semakin merasa tidak enak hati karena bagaimanapun mereka orangtua, dan Sari merasa dirinya tidak sopan, membuat orangtua harus bersikap seperti itu kepadanya."Nak, tolong cabut tuntutannya, ibu mohon dengan s
"Iya - iya, gak jadian...tapi bakal jadian kayaknya," tukas Sari."Udah, ah jangn bahas itu mulu, aku gak akan pacaran - pacaran, males, mending langsung dihalalin," ucap Wina seraya tertawa."Halalin mulu, lulus kuliah aja dulu."Pintu dibuka oleh ibu Sari, yang mulai melangkah masuk menghampiri Sari dan Wina, dengan membawa makanan dan baju ganti untuk Sari, seraya tersenyum melihat Sari sudah kembali membaik dan sedang tertawa bersama Wina, mendekat kearah Sari dan mencium kening Sari, lalu meletakkan makanan di atas meja, dan menyimpan baju ganti dilemari kecil, lalu kembali duduk disamping Sari, seraya mengusap - usap tangan Sari."Sari sayang, bagaimana kondisi kamu sekarang?" tanya Dina, bundanya Sari."Alhamdulillah sudah membaik, Bun, Bunda bawa makanan apa, Sari lapar, kangen makanan luar, makanan Rumah Sakit tidak membuat selera makan," tersenyum dengan manja."Iya Sayang, namanya juga sakit ya makanannya jangan macam - macam dulu
Hans yang merasa tidak pernah terlibat kriminal, seraya bertanya kepada pengawal tersebut. "Pak, apakah bapak menanyakan kepada polisi mengapa mencari saya?""Siap, tuan muda, beliau hanya berbicara ingin bertemu dengan tuan muda, ada hal lain serius yang ingin disampaikan." ucap Pengawal tersebut."Hal serius? mereka tidak menyebutkan hal seriusnya itu apa?""Tidak Tuan muda, dengan segala hormat lebih baik tuan muda temui polisi didepan, karena himbauan mereka kalau dalam sepuluh menit tuan muda tidak keluar maka mereka akan masuk dengan paksa."Papih Hans berdiri dan berbicara kepada Hans. "Ayo Hans kita temui mereka, jangan takut kalau kamu memang tidak bersalah.""Iya Pih."Mereka berdua keluar untuk menemui polisi yang menunggu di depan rumahnya, setelah saling berhadapan, polisi memberi salam dengan hormat."Selamat malam pak, maaf kalau kedatangan kami mengganggu waktu bapak, kami mendapatkan laporan dari bapak Andi nugraha or