Di dalam hatinya, Naomi sangatlah kesal terhadap Kris yang suka mengambil keputusan tanpa perencanaan matang. Ujung-ujungnya Naomilah yang akan diperintah untuk turun tangan membereskan kekacauan akibat dari tindakan Kris yang impulsif."Aku akan menikahi paksa Ruth," jawab Kris enteng. Naomi menyemburkan air minum dari mulutnya yang baru saja menyentuh bibir gelas."Apa!?" Baik Naomi maupun Ratmi seakan tidak percaya dengan ide yang baru saja mereka dengar."Aku ingin Hizkia hancur. Ketimbang membunuh Ruth lebih baik ia menjadi istriku," jelasnya. Kris meraih sebatang rokok, menaruhnya di bibir tanpa dinyalakan. "Usia pernikahan mereka juga masih satu tahun, Ruth belum tentu mencintai Hizkia," tebak Kris. Pria itu tertawa masam."A... apa Kakak... serius dengan ide itu?" tanya Naomi terbata."Aku serius. Tapi, aku akan selesaikan urusan dengan Ruth dulu," sahut Kris. "Aku telah menawarkan kesepakatan pada Ruth, ia akan kunikahi sebagai ganti nyawa suami dan anaknya," lanjutnya tertaw
Naomi terlihat gelisah di kamarnya. Perempuan itu tidak dapat tidur nyenyak, sebelum memastikan bahwa tindakan Kris ini menguntungkan bagi mereka. Akan tetapi, pikirannya tidak menemukan jaminan bahwa mereka akan aman, setelah menyadari bahwa bisa jadi kini mereka terancam berkat kartu tanda pengenal yang digunakannya untuk menyewa sebuah mobil. "Sialan!" cacinya rendah. Ia tentu tidak mau kalau suaranya akan terdengar hingga ke telinga kakaknya.Ratmi terlihat nyenyak di ranjang. Rumah yang mereka tempati sekarang, peninggalan Ryuzaki. Semasa ayahnya masih hidup, tempat ini digunakan sebagai tempat liburan keluarga dan teman dekat.Semenjak Ryuzaki berpulang, rumah ini tidak begitu terurus dengan baik. Menjelang hari terakhirnya, ayah mereka menghabiskan waktu di desa ini. Di sinilah, surat warisannya dibacakan, keputusan mengenai seluruh harta peninggalan diserahkan kepada Akihiro Krisnarendra, putra kesayangan dan kebanggaannya. Pembagian untuk Ratmi dan Naomi menjadi keputusan Kr
Ruth terkesiap sendiri, saat penjaga pintu ambruk ke tanah berumput, tidak sadarkan diri. Balok kayu yang dipukulkannya ke punggung si penjaga pintu gudang refleks terlepas di dekat kakinya.Ruth mencermati gerakan pria tambun itu. Ia tidak bisa memastikan apakah penjaga pintu masih hidup atau sebaliknya, setelah dengan segenap kekuatannya Ruth menghempaskan balok ke punggungnya.Dengan kondisi panik dan gemetar melihat penjaga pintu tidak bergerak, gegas Ruth menarik kunci di pinggang penjaga untuk membuka rantai yang mengikat kaki kiri dan kanannya."Maaf, Pak. Saya terpaksa melakukannya," bisiknya tanpa sesal.Ruth telah leluasa melangkah, meski dengan rasa sakit di pergelangan kakinya. Ia berjalan mengendap-endap kembali ke gudang perlahan, dengan tangan gemetar Ruth mendorong pintu besar gudang itu. Saat terbuka, ia langsung berlari ke arah Elkana. Ruth meraih putranya yang masih terlelap, menyatu dalam dekapannya.Firasatnya mengatakan ia harus lari bila ada kesempatan. Ini saat
Pria itu mengepalkan kedua tangannya. Ingin rasanya ia melayangkan bogem mentah pada penjaga pintu yang tidak becus menjaga seorang perempuan dan anak kecil. Hanya saja, ia masih membutuhkan informasi tentang kejadian yang baru saja terjadi.Kris tidak memiliki pengawal atau anak buah lainnya, bila semakin banyak yang tahu, maka kemungkinan besar kedoknya mudah terbongkar. Ternyata satu saja anak buah, malahan menyusahkan dirinya.Beberapa menit Kris menunggu Rokidi siuman, yang dinanti tak kunjung bangun. Sebaliknya, ia tampak begitu nyenyak di lantai.Tidak sabar, Kris mengambil ember lalu menyiram air dari toilet ke tubuh penjaga pintu. Rokidi megap-megap, seperti ikan yang tidak sengaja terlempar ke darat.Ia mengusap wajahnya yang disiram air dingin. Penjaga berusaha bangkit berdiri, tubuhnya oleng karena merasakan nyeri di bagian punggung."Tidak becus!" Kris menampar penjaga pintu saat ia berdiri menghadap majikannya. Tubuhnya oleng ke dinding sambil gemetar, menunjukkan diriny
"Tolooooong!" raung Ruth sekeras-kerasnya menyisakan gema lara di subuh gulita. Pekik tangis pilu Elkana yang terkejut mendengar suara ratapan mamanya menambah keperihan hati yang mengetahui situasi ini, kecuali dua pria yang kini mendekat pada Ruth. Penglihatan Ruth telah genap berkurang, hingga benar-benar kelam menyapa. Ruth dan Elkana rebah dalam dekapan Kris."Buka pintu penumpang belakang!" Rokidi yang diperintahkan melakukan sesuai instruksi dari Kris. Ruth dibopong oleh Kris ditaruh pada bagian penumpang belakang sopir. Elkana digendong Rokidi, lalu diserahkan pada Kris. Anak kecil itu meraung dan meronta, Kris kewalahan menghadapinya."Ck... Anak ini menyusahkan saja. Kita tinggal saja di sini," keluh Kris. "Pasti akan merepotkan bila bukan Ruth yang mengurusinya," imbuhnya lagi.Sewaktu Kris membuka pintu, Rokidi bersuara, "Pa... Pak Kris, izin berpendapat..." Gerakan Kris terhenti, lalu ia menoleh sedikit pada Rokidi, Elkana masih menangis dalam gendongannya."Apa!" serunya
Dengan sisa kekuatannya, Ruth mendorong kuat Kris hingga terduduk di lantai."Menjauh kamu!" berang Ruth. Pria itu bangkit dengan rasa marah, berusaha menggapai Ruth.Ia tidak tinggal diam, secara membabi buta memukuli Kris, pria itu selalu berhasil mengelak. Lantas, Kris meraih pergelangan tangan Ruth yang bergerak serampangan."Diam!" sembur Kris dengan kilat amarah. Ruth terdiam dengan nafas naik turun dan tatapan penuh kebencian dan jijik.Entah bagaimana bisa, gelenyar aneh menjalar dalam tubuh Kris saat menyentuh pergelangan tangan Ruth dan menatap lurus dua kancing kemeja lawan terbuka.Pria itu dikuasai gairah sesat, tangan kanannya berusaha menyentuh wajah Ruth. Ia berusaha menjauhkan wajahnya dari usaha pelecehan yang dilakukan oleh Kris."Tolo--"Kris membekap kuat mulut Ruth yang akan berteriak."Diam atau aku nodai kamu saat ini juga," ancam Kris. Mata Ruth berkaca-kaca ketakutan, ia menggeleng-gelengkan kepalanya.Namun, Kris telah diujung nafsu serakahnya. Ia mungkir, m
Ratmi dan Naomi telah diamankan lebih dahulu. Tangan mereka diborgol ke belakang."Lepas!" hardik Naomi pada tim yang membopongnya menuju mobil."Ibu jangan melawan petugas!" balas seorang petugas yang mengeratkan cengkramannya di pundak Naomi. Ia sedikit didorong agar berhenti melawan.Sementara, Ratmi berjalan sembari tertunduk lesu. Tidak ada perlawanan dari perempuan paruh baya itu. Iming-iming putra sambungnya telah putus di jalan. Harapan untuk hidup lebih enak tidak kesampaian.Berbeda lagi dengan Rokidi, pria itu gemetaran sampai kencing di celana karena tidak menyangka kasus hukum ini melibatkan seorang pengusaha yang cukup dikenal di negara ini."Begitu saja kencing di celana," ledek seorang petugas. "mana kegarangan kamu?" tanyanya lagi."Ti... ti... ti... dak, Pak" sahut Rokidi terbata-bata saat digelandang menuju mobil. Manalah mungkin bagi
Tujuh bulan kemudian "Menyatakan terdakwa Keiko Naomi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana dan turut serta melakukan penculikan. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 18 belas tahun," putus hakim. Ketuk palu hakim diiringi teriakan histeris Naomi di persidangan. Perempuan itu sulit menerima kenyataan akan hukuman yang akan dijalaninya. Hizkia dan Ruth hadir di ruang persidangan. Pria itu menggenggam erat tangan Ruth yang mendingin. Sewaktu para terdakwa Naomi, Ratmi, dan Rokidi di bawa kembali keluar dari ruang persidangan, Ruth menerima tatapan penuh kebencian dari Naomi. Ia sempat berhenti dan berteriak, "Kalian tidak akan pernah hidup tenang, meskipun saya dipenjara atau mati sekalipun!" Ruth terpengaruh dengan lontaran kalimat bernada ancaman dari Naomi. Tubuh Ruth agak lemas, untung saja suaminya langsung menopangnya dan membawanya kembali duduk ag
Lima bulan berlalu. Sepanjang periode itu ada kabar mengejutkan dari Lidya. Perempuan itu membuat pengakuan melalui video yang dipublikasi pada media sosial miliknya.Sembari menangis perempuan itu berkata, "Saya Lidya Prameswardjo memohon maaf telah membuat masalah, keributan dengan pengusaha muda Hizkia Perkasa Alamsyah. Saya telah menuduhnya melakukan kejahatan penganiayaan dan asusila yang sebenarnya tidak pernah terjadi. Adapun motivasi saya tidak lain karena memiliki kekaguman pada yang bersangkutan. Tidak ada pihak lain di belakang saya, seperti yang diberitakan beberapa media. Besar harapan saya, Hizkia berkenan memaafkan saya."Video itu telah sampai pada Hizkia, dikirim oleh Hidayat. Penasihat hukum Hizkia tahu bahwa kliennya tidak begitu aktif mengikuti pemberitaan di media sosial."Dasar Lidya! Malah melindungi orang-orang yang di belakangnya!" seru Hizkia tidak habis pikir. Pengakuan itu tidak mendapat maaf dari Hizkia, sebab bukan seperti itu yang dimaksud oleh Hizkia.
"Mama Elkana...," bisik Hizkia.Tidak ada sahutan dari Ruth, tadi dirinya langsung bertudung selimut dengan posisi membelakangi Hizkia. Perempuan itu tidak bersedia bicara padanya, maka Hizkia berusaha merayu dengan ucapan penjelasan."Aku bukannya tidak percaya sama kamu. Hanya antisipasi kalau-kalau ada yang masuk rumah tanpa izin," ucapnya perlahan sembari sedikit mengguncang tubuh Ruth. "Aku memang sudah menyediakan tenaga pengamanan untuk di rumah, tetapi aku tetap perlu waspada dengan CCTV tersembunyi itu, Ma," terangnya detail.Ruth masih bergeming, tidak menyahut sama sekali. Hizkia menyusun kembali kalimatnya. "Kamu jangan ngambek. Ini tandanya aku sayang kamu dan anak-anak. Tidak ingin terjadi hal buruk pada kalian," imbuhnya lagi. "Sini loh, bicara sama aku," tambahnya.Mama Elkana masih tidak bersedia membuka selimut yang membungkusnya. Lantas, Hizkia perlahan menyingkap dari arah kepala Ruth. Sebenarnya, ia agak ragu melakukannya, khawatir Ruth akan mengamuk.Saat Hizkia
Sorenya, Hizkia pulang ke rumah setelah berdiskusi di kantor bersama tim kuasa hukum yang dikoordinatori oleh Hidayat. Sementara, Ruth dan Elkana telah menanti kedatangan dirinya."Sepertinya kamu lelah sekali," ujar Ruth di depan teras."Sangat," sahutnya pendek. Hizkia berjongkok menyapa Elkana yang sangat senang melihat papanya pulang dari kantor."Papa punya hadiah buat kamu, El," ucap Hizkia menyerahkan bungkusan dalam tas jinjing."Hore...," respon Elkana. Ia melonjak senang mendapat bingkisan dari papanya. "Apa ini, Papa?" tanyanya."Yang waktu itu pernah kamu bisikin ke Papa," sahut Hizkia, "buka di dalam ya, Nak," imbuhnya."Siap, Papa." Lantas, Elkana masuk ke dalam rumah menuju ruang keluarga untuk membuka hadiah dari papanya.Kini, tinggal Ruth dan Hizkia di teras. "Aku senang kasus kamu tidak terbukti, tadi aku sempet nonton berita," jelas Ruth.Mereka bergerak masuk ke dalam rumah. "Ya, pihak berwajib menghentikan kasus ini karena tidak ada unsur tindak pidana. Dan... ya
Setelah menunggu proses yang cukup alot dari pihak berwajib, hari ini ditetapkan bahwa dugaan penganiayaan dan kekerasan seksual yang dialami oleh Lidya tidak terbukti dilakukan oleh Hizkia."Kita telah memeriksa saksi dan bukti CCTV tidak ada bukti pendukung ke arah sana." Begitu berita yang diliput oleh salah satu media televisi. Ruth sedang duduk menonton berita di televisi setelah suaminya pergi ke kantor. Ia mengelus dada menandakan kelegaan.Ruth sebenarnya tidak diperbolehkan oleh Hizkia untuk mengonsumsi berita terkait dirinya yang berkonflik dengan Lidya. Pria itu tidak menginginkan sang istri banyak pikiran dan berimbas pada kehamilannya."Syukurlah, kebenaran yang menang," ujar Ruth mengusap air mata yang jatuh di pipinya. Ia pun merasa lebih lega karena apa yang dilihatnya di apartemen bukanlah seperti yang dipikirkannya saat memergoki Lidya dan Hizkia.Nama Hizkia telah kadung buruk di tengah masyarakat, pria itu pernah menyatakan rencana pada Ruth untuk melaporkan Lidya.
Ruth mendengar suara kendaraan suaminya memasuki halaman rumah. Ia sedang duduk di ruang tamu sambil mengecek ponsel, ada banyak berita terkait suaminya.Perempuan itu menyambut kepulangan suaminya. Dengan wajah kurang semangat, Hizkia memasuki rumah."Papa El, sudah pulang. Tidak jadi ke kantor?" tanya Ruth heran.Hizkia mendesah sembari menjatuhkan bokongnya di sofa ruang tamu. "Aku dikejar-kejar pemburu berita. Nama baikku jatuh, susah payah aku membangunnya," sesalnya.Ruth hanya diam menatap suaminya. "Mau bagaimana... harus kamu hadapi," sahut Ruth.Hizkia menoleh pada istrinya, "Ini salah aku sama kamu... dari awal harusnya aku dengerin kamu untuk waspada terhadap suster itu," sesalnya lagi. Ia menyentuh tangan istrinya. "Menyesal aku tidak gubris intuisi kamu, Mama El," tambahnya lagi.Ruth tersenyum mendengar penuturan suaminya. Belum pernah ia mendengar suaminya mengakui kebenaran nalurinya sebagai istri. Perkataan itu membuat satu rasa yang istimewa dalam diri Ruth. Darahny
Pagi ini Ruth telah berada di dapur untuk menyiapkan sarapan. Setelah semua beres, ia kembali ke dalam kamar untuk membangunkan suaminya.Hizkia semalam berpesan untuk dibangunkan pagi hari, ia ada janji bertemu dengan kuasa hukumnya setelah beberapa hari lalu mengalami kondisi badan yang kurang fit. Saat Ruth akan membangunkan suaminya, mendadak perut perempuan itu bergejolak hebat. Lantas, ia beralih ke kamar kecil untuk menuntaskannya.Hizkia terbangun saat mendengar suara Ruth yang asing dari kamar kecil. Segera saja ia menyingkap selimut dan gegas menuju sumber suara."Heh, kamu kenapa?" tanya Hizkia khawatir, ia hanya bisa menyentuh punggung istrinya tanpa tahu harus berbuat apa. Ruth tidak menjawab karena tenggorokannya terasa penuh dan harus dikeluarkan.Huek...Ruth kembali memuntahkan isi perutnya yang kosong. "Ya ampun, apakah mualku tempo hari menular?" ucap Hizkia begitu saja, menatap ke cermin menatap istrinya.Ruth membersihkan sisa cairan muntah di bibirnya."Atau k
Gegas Hizkia turun dari ranjang menuju kamar kecil. Pria itu kembali memuntahkan isi perutnya, tetapi yang keluar cairan sedikit saja. Hanya saja, ia perlu mengerahkan tenaga yang besar agar puas untuk tidak mual lagi. Rasa kaki Hizkia seperti jeli yang kenyal dan lemas. Kepalanya bahkan sampai menyentuh pinggiran wastafel agar tidak menumpu pada tubuhnya yang terasa goyah. "Aduh... mual terus, kapan berhentinya ini," gerutu Hizkia merasa tidak nyaman. Beberapa saat menunggu, mualnya terasa mulai mereda. Hizkia mendudukkan diri di lantai kamar mandi. Punggungnya menyender ke dinding, kepalanya ditumpu di lutut. Terasa oleh Hizkia, seseorang menyentuh punggungnya, lebih tepatnya mengusap-usap. Dengan sisa tenaga, diangkatnya kepala untuk mengetahui siapa gerangan pelakunya. "Mama El...," lirihnya. "Kamu nasih mual terus ya," ucap Ruth khawatir. "Coba lebih rileks nafasnya," saran Ruth. Perempuan itu masih setia mengusap tengkuk suaminya. "Tidak lagi," ucap Hizkia. Lagi-lagi Ruth
Makan siang telah disediakan oleh Ruth. Elkana dan Magdalena di meja makan, sementara hidangan untuk Hizkia dibawa Ruth ke kamar.Bersamaan Ruth masuk, Hizkia terlihat sedang bangun dari tidurnya. "Kamu sudah bangun," ujar Ruth basa-basi. Hanya deheman dari Hizkia yang terdengar. "Aku bawakan makan siang kamu," tunjuk Ruth di nakas. "Setelah ini, kamu minum obat sesuai saran dokter," imbuhnya.Hizkia menerima nampan yang diambil Ruth dari nakas. Ia tidak banyak bicara. Saat Ruth menawarkan diri menyuapi makanan untuknya, Hizkia menolak."Tidak perlu, aku sendiri saja," sanggahnya.Ruth membiarkan suaminya untuk menyuapkan sendok demi sendok makanan. "Sudah cukup," ucapnya setelah enam sendok hitungan Ruth."Kenapa? Makanannya tidak enak? Ini makanan kesukaan kamu," kata Ruth menunjukkan rasa heran."Entahlah... kurang nafsu makan," sahut Hizkia."Ya sudah, kalau begitu obatnya diminum." Ruth meletakkan kembali nampan dan mengambil obat yang dibelinya dari apotek tadi.Pria itu meneri
Hizkia dan Ruth tertegun mendengar pertanyaan dokter Ridwan. Ruth menjawab, "Tidak, Dokter.""Oh... maaf Ibu untuk pertanyaan saya," ucap Ridwan. Setelahnya dokter berpamitan, Ruth mengantarkan hingga keluar pintu.Perempuan itu kembali ke ruangan, dilihatnya Hizkia sedang berusaha duduk dari posisi rebah. Gegas ia membantu suaminya.Saat duduk kembali pusing melanda, pria itu memejamkan matanya sembari punggungnya menyender di sofa."Masih pusing ya," ucap Ruth menyimpulkan. Hizkia hanya mengangguk dan berdehem."Tolong ambilkan handphone-ku," pintanya menjulurkan tangan.Ruth mengambil dan menyerahkan ponsel milik Hizkia. Pria itu mencari nomor kontak seseorang, lalu menghubunginya. "Halo Pak Danu, tolong ke ruangan ya, bantu saya. Saya mau pulang," suruh Hizkia. Pria itu kembali memejamkan matanya dan menarik nafas panjang."Kenapa harus Pak Danu, aku bisa bantu kamu turun ke mobil," resah Ruth merasa seperti tidak dianggap kehadirannya.Hizkia menoleh dengan kepalanya menyender d