Suatu saat mereka akan tahu dirinya, saat hotel ini sah atas nama Septa. Pikirannya sibuk dengan kejadian yang baru saja dialaminya di lantai lima. Hatinya terasa hancur berkeping-keping. Kenapa William bisa berselingkuh dengan Cecilia, calon tunangan Dion?Apakah semua rentetan kejadian hari ini adalah takdir yang ingin menyibak kebenaran dengan cara yang kejam?Tidak bisakah dengan cara yang tidak menyayat hati seperti ini? Pakaian seksi? Tuxedo? Hotel pemberian William?Mereka sedang berpesta apa? Saat dirinya sibuk mempersiapkan nama untuk calon buah hati. Kenapa suami yang mulai bisa dicintai sampai hati mengkhianatinya? Apa salah dia? Bagaimana bisa Cecilia mengenal William? Mereka tidak pernah bertemu sebelumnya. Septa bahkan baru pertama kali akan mengenalkan William kepada Cecilia di pesta perayaan kehamilannya.Kenapa bisa terjadi seperti ini? Begitu banyak pertanyaan yang muncul dalam benak Septa. Namun, dirinya tidak mendapat jawaban yang mampu menutupi kekalutannya saat
"Tadi aku titipkan resepsionis. Maaf, tadi ada amplop dan berkas yang ditujukan untuk Tuan Ronald. Jadi aku minta resepsionis untuk kasih semua ke Tuan Ronald.""Termasuk tas aku?""Pastinya,"balas Ardan sambil menatap Septa yang semakin membuatnya iba. "Kalo mau, kamu bisa tunggu di ruangan aku.""Septa!" Terdengar suara seseorang memanggil dengan derap langkah memburu."Kita cari tempat aman,"ucap Ardan yang langsung merangkul bahu Septa menuju lift terdekat. Kebetulan mereka bisa langsung masuk lift."Septa!" Suara panggilannya telah berada tepat di luar lift."Tuan Ronald bilang, kamu gak boleh berinteraksi dengan orang-orang yang mengenalmu sampe psikis stabil,"jelas Ardan sambil menekan nomor lantai 6.Septa tidak ingin bertanya apa pun. Dia mengira Ardan sangat marah dan kecewa padanya. Bisa jadi, pria itu percaya dengan ucapan Ronald bahwa saat ini berpikir mentalnya sedang terganggu dan harus disterilkan dari orang-orang toxic. Jadi segala ucapan yang keluar dari bibirnya dia
“Membahas apa?” tanya Septa datar diliputi rasa khawatir dengan tawaran apa pun dari pria asing. William saja, yang telah menikahnya bisa berkhianat, apalagi Ardan yang baru hari ini dikenalnya. Meskipun, Ardan telah memberikan kesan baik dalam hatinya. Namun, William pun begitu, saat awal kenal.“Gimana kalo kita liburan saja?" Ardan penuh percaya diri memberi tawaran yang dianggapnya adalah pilihan terbaik bagi Septa yang sedang mengalami goncangan jiwa."Liburan? Gimana dengan pekerjaan di hotel?"tanya Septa yang berpikir adalah sebuah tawaran gila yang diberikan oleh Ardan. Mereka adalah dua orang asing. Bagaimana mana bisa mau liburan bareng hanya berdua? Status dirinya saat ini adalah istri orang yang sedang hamil. Sangat berisiko bagi mereka berdua, terutama Septa."Tadi aku sempat chat ke Tuan Ronald. Dia titipkan kamu ke aku. Padahal aku gak bisa tinggalkan tugas utama aku. Kata Tuan Ronald urusan hotel, suruh tanya ke kamu. Sebenarnya kamu itu siapa? Siapa pula suami kamu?"
Septa dan Ardan berjalan keluar lalu duduk di bawah salah satu pohon. Udara terasa sejuk karena oksigen yang dikeluarkan oleh pohon. Begitu nyaman bagi Septa. Beberapa kali, wanita yang tampak semakin lesu karena kehamilannya, menarik napas dalam-dalam.Warung ini terletak di area yang masih banyak tumbuh pepohonan, jadi benar-benar membuat mata dan hati dimanjakan dengan pemandangan yang asri. Suatu hal langka bisa didapat di daerah tengah kota, di tempat tinggal Septa dan Ardan.Septa seperti mendapat surprise bisa menghirup udara segar dan berada di lingkungan para pekerja pabrik. Sebentar kemudian seorang pelayan datang membawakan minuman mereka. Septa benar-benar menikmati semua dan tanpa terasa bibirnya tersenyum bahagia."Untuk sementara buat tenangkan diri, kamu mau tinggal di daerah sini?"tanya Ardan yang tiba-tiba punya ide buat Septa."Mau banget. Tapi, aku kerja apa di sini?"tanya Septa dengan wajah berseri-seri, sekaligus bingung."Ngapain kerja, kalo lo sudah jadi pemili
Ardan langsung paham jika Dion sedang marah ke Septa. Dia buru-buru berusaha untuk menenangkan teman lamanya tersebut. "Adek lu lagi stress berat. Dia butuh waktu untuk stabil lagi. Tolong support dia. Ini saja kalo kaga mikirin dia punya suami. Udah gue ajak liburan untuk sementara waktu. Dia lagi kacau banget saat ketemu gue.""Bilang lu, dia kacau. Tapi kaga mau cerita ke gue. Gimana cara gue bisa bantu dia, kalo kaga tau masalahnya?"tanya Dion dengan muka kesal. Pria berambut gondrong ini berlalu masuk ke dalam warung. Sedangkan Ardan kembali menghampiri Septa dan Ronald.Rupanya William yang sedang kebingungan mencari keberadaan sang istri telah sampai juga. Dia mengendarai mobil yang baru saja dikembalikan oleh Dion. William membuka kaca jendela lalu menelepon seseorang. "Terima kasih infonya. Dia memang istri saya."Sementara dari dalam warung, seorang pelayan mengakhiri hubungan telepon dengan senyum penuh arti. Tepat di saat pelayan menghentikan senyuman, Dion telah berdiri d
"Gue curiga pihak notaris kongkalikong dengan William. Bukankah seharusnya surat balik nama sudah selesai tanpa harus diurus lagi. Terus terang gue yang kesal, berbagai macam tagihan datang ke kantor gue. Giliran uang pendapatan usaha masuk ke rekening dia. Padahal sudah ada nomor rekening perusahaan.""Bang, maafin gue, ya. Lu yang kalang kabut gue kasih jabatan dengan kepemilikan belum clear," sahut Septa."Suami lu aja yang kaga jelas. Manalagi perusahaan yang gue pegang mau diserahkan ke Cecilia. Brengsek dia! Adik gue dibuat main-main,"balas Dion lalu menepuk bahu Septa. Pria ini menoleh ke arah dua pria yang sedang asyik menyeruput kopi. "Gue pergi bentar. Titip adek gue!""Oke. Kami akan jaga Septa,"ucap Ronald sambil kasih kode dengan dua jari membentuk huruf O. Hal tersebut diikuti oleh Ardan.Dion berjalan setengah berlari menyusul kepergian si pelayan. Pria ini tidak mau ada sesuatu yang curang ia lewatkan. Dia jadi curiga dengan wanita tersebut. Letak warung ada di daerah
"Tuan William yang terhormat! Anda apakah tahu, Nyonya Septa hampir saja meloncat dari rooftop begitu melihat Anda dan Nona Cecilia masuk kamar hotel? Apakah terpikirkan bagaimana hancur hati Nyonya Septa yang sedang hamil dan telah dikhianati oleh Anda?""Tau apa lu soal kami!"teriak William dengan kedua mata melotot."Abang antar lu pulang,"ucap Dion yang langsung menggandeng tangan Septa. "Tolong kalian urus dia!""Baik, kami akan urus,"sahut Ardan yang langsung direspon anggukan kepala oleh Ronald. Aksi kedua pria ini, tentu saja membuat William semakin kalap."Ronald! Lu ngapain kompakan sama dia? Mau gue pecat, lu, hah!"teriak William yang menarik perhatian para pelanggan warung. Pemilik warung tidak terima dengan keonaran yang terjadi. Wanita berkonde besar mirip Kanjeng Mami dalam serial televisi populer tersebut berjalan menghampiri ketiga pria."Saya tidak mau tahu siapa Anda semua. Sekarang juga, silakan pergi dari warung saya! Atau mau berurusan dengan polisi?" Ucapan ke
"Kami mohon maaf. Janin tidak bisa diselamatkan karena pendarahan hebat yang menyebabkan beberapa jaringan rusak. Pasien ada trauma yang memerlukan penanganan terapi psikis lebih serius. Untuk beberapa waktu, hanya pihak keluarga yang tidak sedang bermasalah dengan pasien saja diperbolehkan menemani," ungkap dokter dengan ekspresi serius."Baik, Dok, akan saya perhatikan. Terima kasih atas penjelasannya,"balas Dion dengan dua mata berkaca-kaca. Dia tahu betul yang jadi penyebab rahim Septa bermasalah. Dia tidak akan kasih kesempatan William untuk mendekati Septa hingga benar-benar pulih kesehatannya.Dion keluar dari ruangan dokter lalu berjalan menuju ruang rawat inap Septa. Rumah sakit ini adalah salah satu aset yang tercantum dalam akte pelimpahan hak milik menjadi atas nama Septa. Pria ini merasa Septa adalah janda dengan aset kekayaan berlimpah.Namun, psikis adiknya tersakiti sedemikian parah. Apalagi kini rahimnya Septa ada bekas operasi karena trauma. Bisa jadi harus bedrest l
Ting! Terdengar notif pesan diterima.[Oke. Aku siapkan semua. Kamu siap-siap di depan. Hitungan menit saja, kita bisa pergi dari sana.][Terima kasih, Bang.]Pesan terkirim dan Septa buru-buru menghapus semua percakapan. Clear. Sebuah senyum manis menghias bibir Septa. Hatinya bisa sedikit tentram sekarang. Dia tidak tahu rencana apa yang telah disusun oleh Ardan.Namun, dia butuh segera keluar dari kantor polisi ini. Perilaku bar-bar wartawan membuatnya semakin tertekan. Yang dia butuhkan sekarang adalah segera bisa keluar dari sini. Otak dan hatinya ingin segera disegarkan dan hanya dia yang tahu caranya.Satu jam kemudian Ardan mengajak Septa untuk keluar menuju lobby kantor. Tentu saja, wanita ini menolaknya mentah-mentah karena belum ada kabar dari Ronald. Ardan yang melihat Septa dalam keadaan ragu-ragu, akhirnya memegang kedua bahu wanita tercinta."Kamu akan lihat gimana caranya agar para wartawan bisa pergi dari sini,"ucap Ardan dengan menatap Septa."Maksudnya apa?"tanya S
Ardan berusaha untuk menahan diri. Bagaimanapun, dirinya harus bersikap bijak dalam menghadapi wartawan. Dia paham taktik para pencari berita dengan cara menyulut emosi narasumber. Pada saat narasinya semakin emosi dalam meladeni pertanyaan wartawan dan biasanya dia tanpa sadar akan mengeluarkan kata-kata yang tidak perlu dipublikasikan. Di saat itulah para pencari berita mereka semua ucapan yang terlontar dari mulut narasumber. Ucapan dalam keadaan marah tersebut akhirnya tertuang pada ketikan mereka. Begitu berita jadi viral dibicarakan dalam masyarakat, otomatis kelanjutan beritanya akan terus dicari-cari. Hal ini mendongkrak penjualan bagi lapak atau platform penyedia layanan informasi online maupun offline. Para wartawan dapat keuntungan bonus dan juga promosi jabatan. Narasumber yang baru sadar akan kekhilafannya akan segera memberikan ultimatum terhadap para wartawan bahkan sibuk membuat siaran pers untuk klarifikasi. Tindakan itu bahkan menjadikan berita semakin dicari dan
Septa lalu melirik pada sebuah nakas di sebelah ranjang. Hmm, siapa yang taruh meja minimalis ini?Kamar Septa dan isinya selalu berwarna putih dan tidak pernah ada warna-warna monokrom seperti ini. Apalagi keberadaan sebuah meja kecil berbahan rotan. Tiba-tiba perhatiannya teralihkan ke arah ke pinggang.Ada beban berat yang membebani area tersebut sejak dirinya bangun. Itu ternyata berasal dari lengan cokelat yang membelitnya. Kepala wanita berparas ayu ini langsung menoleh ke sebelahnya. Ada seorang lelaki sedang tidur lelap.Whaatt? Apa-apaan ini?!Lengan kuat eksotis. Lelaki asing dengan bagian atas tanpa penutup. Tarikan napas teratur. Septa seketika tercekat. Dia pun jadi berpikir yang tidak-tidak. Wanita ini sibuk memutar memori otak. Akhirnya satu kesimpulan diambil ....Septa tundukkan kepala lalu mengintip tubuhnya di balik selimut. Dia langsung syok antara kenyataan atau halusinasi.Kepalaku pengar. Apa yang aku minum tadi? Jadi setengah mimpi begini, keluhnya dalam hati.
"Syukurlah. Kasian Manda gak tau apa-apa soal mafia, jadi korban.""Tyson sampai hari ini belum bisa dipantau," ungkap Ardan. "Dia ini terkenal kejam dan licik dibandingkan Tuan Edzard dan William. Diduga dia ada di balik pengambilan organ dalam para pasien rumah sakit.""Padahal kurang sebulan lagi, Manda dan Tyson menikah. Kenyataannya kini, mereka jadi terlibat urusan mafia tiada berujung," ucap Septa penuh sesal. "Aku punya ide biar bisa tangkap Tyson.""Apa itu?"tanya Ardan penasaran."Kita suruh orang lain untuk jaga Manda. Tyson itu sebenarnya cinta banget sama Manda. Dia lakuin ini pasti karena sakit hati, Manda akan dinikahi Tuan Edzard."Ardan menaikkan kedua alis. Pria ini sedang berpikir sejenak lalu bertanya,"Maksudnya gimana?""Amanda dijaga orang lain, biar Tyson merasa aman untuk mendekatinya. Kita pantau mereka dari kejauhan dan tentu saja ada dokter serta perawat yang bisa kita ajak bekerja sama.""Bagus ide kamu, Sayang. Kita realisasikan," balas Ardan dan langsung
"Ah, akhirnya, semua aman. Saatnya kita pulang," ucap Ardan sambil meluruskan badan. Septa memijat pelan punggung kekasihnya. "Nanti di rumah aku pijatin sekujur badan.""Septa, perutku sakit sekali. Ada yang kosong di bagian perut kiri. Di situ timbul rasa sakit,"keluh Amanda dengan mendesis kesakitan."Jangan-jangan, ...." Ucapan Ardan tidak dilanjutkan karena keburu ada panggilan telepon."Halo, ada apa?"tanya Ardan kepada seseorang di ujung telepon."Pak, ada info, dokter yang menangani Nona Amanda adalah bagian dari komplotan pasar gelap.""Kamu kata siapa?""Ada seorang pria tua bikin laporan. Anaknya setelah operasi besar. Ginjalnya hilang satu.""Oke, terima kasih. Terjunkan tim untuk pantau target.""Baik, Pak."Hubungan telepon berakhir dan tentu saja dalam tatapan tajam kedua mata Septa. Ardan paham bahwa wanita tersebut ingin penjelasan. Pria ini segera merangkul bahu Septa. "Kita harus ke rumah sakit terpercaya untuk memeriksa organ dalam Nona Amanda.""Hei, apa yang ter
Tuan Edzard berusaha mengusir sengatan aneh yang hendak menggerakkan tangannya. Namun gagal, tangannya bahkan dengan lancang meraba puncak dada Amanda sembari bibir kasarnya mengecup ceruk leher si wanita lembut.Pria ini memainkan lidahnya sejenak dan kian intens meremas buah dada yang terasa penuh pada tangan besarnya. Detik berikutnya, pria ini melumat bagian itu lalu mengisap puncak kecoklatannya dan memberikan beberapa gigitan manja di sana."Tuan, jangan!"Permainan pelan itu kian memabukkan begitu pun Amanda tanpa sadar mendesah pelan saat Tuan Edzard menyibak baju Amanda pelan dan menenggelamkan wajahnya lebih dalam lagi.Door!Pyaarr!Tuan Edzard langsung merangkul Amanda lalu mengajak bersembunyi di balik sofa. Pria usia senja ini berbisik kepada Amanda. "Kamu masuk kamar dengan hati-hati. Saya akan lindungi kamu.""Baik, Tuan,"balas Amanda yang langsung mengikuti saran Tuan Edzard. Wanita ini masuk kamar yang berada di balik rumah tamu. Saat masuk kamar, telinga Amanda mas
"Selamat pagi juga, Tuan. Ya, kami memang dengar suara tembakan dari sebuah drone. Namun, tiba-tiba barang itu jatuh dan seketika terbakar,"jelas seorang sekuriti. Penjelasan sekuriti ini membuat Tuan Edzard terkejut, hingga semakin membuatnya penasaran. "Bolehkah saya melihat luar gerbang sebentar?"tanya Tuan Edzard merasa tidak enak hati karena sebelum menuju mansion, dia telah dipesan oleh Septa untuk tidak keluar lagi."Lebih baik Tuan pantau area luar gerbang dari tangkapan layar CCTV saja. Mohon maaf karena ini telah diinstruksikan oleh Nona Septa." "Baik. Saya mau lihat tangkapan rekaman CCTV."Sekuriti mendampingi Tuan Edzard untuk mengamati situasi di luar gerbang. Mereka melihat kedatangan sebuah drone yang diduga milik mafia, pesaing bisnis keluarga Edzard. Pada saat alat canggih tersebut hampir melewati atas gerbang secara mengejutkan ada sinar laser merah.Sinar tersebut menembaknya jatuh. Mata Tuan Edzard dan sekuriti dibuat terbelalak, saat melihat kejadian luar bias
Sejak hidupnya sering diteror mafia saingan bisnis William, Septa lebih nyaman tinggal di mansion bersama Mama dan abangnya. Ardan membuka kaca mobil lalu menghentikan mobil depan pos jaga. Kedua sekuriti tersenyum. Ardan segera menyapa mereka."Selamat pagi. Nanti ada tamu khusus, tolong dibantu kelancarannya.""Selamat pagi, Tuan Ardan. Baik, akan kami bantu."Ardan tersenyum lalu mengulurkan dua lembar uang merah kepada sekuriti. "Buat beli kopi.""Terima kasih, Tuan.""Sama-sama."Seorang sekuriti membuka pintu gerbang lalu mobil pun beranjak masuk halaman. Gerbang pun ditutup kembali. Ardan menoleh ke arah Septa lalu berucap,"Serius ini, aku benar-benar nginap di sini.""Iya, Sayang! Udah aku bilang tadi," balas Septa lalu tertawa manja sambil bersandar ke bahu pria sebelahnya.Mobil baru saja berhenti di carport, tiba-tiba ponsel Septa berdering. Wanita ini menegakkan tubuh lalu mengambil ponsel dari dalam tas. Dia sedikit memicingkan mata karena pandangannya nanar efek dari alko
Ponsel Septa berdering. Ardan segera bangkit lalu mengambilkan untuk Septa. Tertera nama Tuan Edzard. Septa gegas menjawab panggilan."Selamat malam, Tuan.""Selamat malam. Maaf, mengganggu, Nona Septa," ucap pria tersebut dengan suara dalam.Ada apa, Tuan?"tanya Septa dengan rasa penasaran."Saya ingin titip Amanda di rumah Nona Septa demi keselamatannya. Silakan ajukan pembayaran per jam atau harian. Saya akan transfer sekarang. Sekitar seminggu agar kondisi tubuhnya cepat pulih. Boleh?"Septa yang mendapatkan tawaran dari Tuan Edzard langsung tersenyum lega. Ini namanya pria bertanggung jawab, kata hatinya."Boleh, dong, Tuan. Gak usah pake bayar. Amanda itu teman saya. Dengan keputusan bijak yang Tuan Edzard ambil, saya banyak terima kasih. Kalian sama-sama korban. Ronald sudah cerita banyak soal kejadian malam itu. Saya akan jaga Amanda. Sekarang dia di mana, Tuan?""Wah, sungguh luar biasa! Saya gak tahu kalo kalian berteman. Amanda sekarang ada di mansion, habis keluar dari rum