Septa berusaha duduk lalu dibantu oleh Arga. Wanita muda ini tersenyum ke arah kekasihnya. "Bertemu dengan Tuan Anthony dalam keadaan yang konyol.""Papa mungkin belum tahu kalo kamu itu calon istriku."Tiba-tiba dari arah depan ruangan terdengar dua orang wanita berbicara. "Gila, ya. Masak kita disuruh buat keterangan palsu.""Ya, betul-betul gila. Meski dibayar mahal. Aku gak mau."Dua orang suster masuk ruangan dan seketika kaget. "Tuan Arga?"Arga melihat kedua perawat dengan pandangan bingung seperti biasanya. Retina mata hanya melihat pantulan warna putih tanpa bentuk wajah. Hal serupa pun dengan penampilan keduanya, hanya ada warna putih sampai ujung kaki. Arga hanya melihat ada dua benda bergerak maju dan suara wanita.Septa paham yang sedang dialami kekasihnya. "Sayang, mereka adalah perawat. "bisik Septa untuk menenangkan Arga."Baik. Aku gak ingin ada suruhan ibu peri mencelakai kamu lagi," balas Arga tanpa melepas pandangan dari wajah Septa."Selamat sore, Tuan Arga, Nona
"Lu punya gaji gede.""Gaji gue habis buat bayar utang Papa. Sedikit telat, debt collector datang ke kontrakan.""Gue paham sekarang. Kenapa lu ambil kerjaan macam gini? Lu kaga takut Tuan Anthony tahu hubungan kalian?""Kaga. Selama ini Tuan Anthony hanya tahu kalo gue adik sepupu."Arga yang mendengar pembicaraan dua dokter tersebut langsung menggeram jengkel. Rupanya, selama ini ibu suri piara mokondo, batin Arga.Kedua pria berjas putih sedang mencuci tangan di westafel. Meskipun, Arga tidak bisa melihat wajah mereka. Namun, pria berambut gondrong ini tahu pasti nama pria piaraan Nyonya Sarah. Ia hanya perlu menunggu kedua pria pergi. Tak berapa lama, pria-pria tersebut beranjak meninggalkan toilet.Hati Arga pun lega. Ia telah berhasil merekam pembicaraan kedua pria. Keinginannya untuk merekam video tidak kesampaian karena jarak mereka yang terlampau dekat. Arga khawatir ketahuan mereka. Kini, pria ini berjalan keluar toilet dan saat dirinya baru beberapa langkah ada seorang pria
“Berarti aku yang mual karena itu?”“Iya. Bibik telah dikelabui. Bilang itu jamu titipan dari mama kamu.”“Oh, my God! Bibik sudah tahu ini?”tanya Septa dengan raut wajah khawatir.“Jangan sampe Bibik tahu. Kasian dia. Bisa merasa bersalah dengan kejadian ini. Biar kasus ini langsung diselesaikan pihak berwajib. Kita akan penjarakan semua yang terlibat. Oh, ya. Kita harus segera membebaskan Galang dan ibunya dari segala tuduhan. Kasian, mereka jadi korban keserakahan wanita licik itu.”Tiba-tiba pintu ada yang mengetuk dari luar. “Selamat sore, Nona Septa.”Terdengar suara dokter Sebastian dan Arga segera bangkit lalu berjalan menghampiri pintu. Saat pintu dibuka.“Selamat sore, Dokter. Kami menunggu Anda,”sapa Arga sembari mengulurkan tangan. Pria berjas putih tersebut tersenyum menerima uluran tangan Arga.“Selamat sore, Tuan Arga. Apakah hasil laboratorium telah diambil?”“Baru saja, Dokter. Silakan.” Arga lalu mengiringi langkah pria berjas putih tersebut ke arah sofa. Arga menuju
“Perut aku masih sedikit mual. Aku belum bisa duduk sempurna. Katanya besok acaranya, ya. Kenapa mendadak sekarang?”tanya Septa keheranan. Arga segera mendatangi kedua wanita lalu berkata kepada Bibik. ”Sejam lagi katering datang. Nanti tolong Bibik hitung jumlahnya. Ada Bang Dion yang bantuin di sana.”Bibik buru-buru menghentikan pijatan lalu bersiap-siap pergi. “Saya pamit pulang dulu, Non, Tuan.”“Pak Sopir sudah menunggu di tempat parkir,” ucap Arga. Bibik pun menganggukkan kepala lalu keluar dari ruangan.“My heart! Kenapa dadakan gini?”tanya Septa dengan wajah jengkel. Pertanyaannya telah diabadikan oleh Arga. Bahkan kini, pria tersebut mulai sibuk menghubungi beberapa nomor kontak. Ia sibuk hingga tidak menghiraukan Septa.Wanita ini telah jenuh dengan semuanya. Ia benar-benar muak dengan permainan licik manusia sekitar Arga. Septa ingin hidup dengan nyaman seperti sebelum mengenal pria tersebut.“Makan semua rencana kamu! Aku sudah terlampau capek,” ucap Septa kepada Arga yan
“Maaf, tolong berhenti sebentar!” Septa mendengar suara Arga. Ia mengambil napas sesaat lalu mempercepat langkah. Rupanya, Arga mengikutinya. Hati Septa deg-degan dan ia harus segera dapat cara untuk menghindari ngobrol dengan Arga.Wanita ini melihat ada kerumunan orang sedang antre di depan pedagang kaki lima. Septa pun ikut membaur untuk menghindari Arga. Setelah Septa tidak melihat keberadaan Arga. Ia gegas berlari menuju pinggir jalan untuk mencari taksi. Ia akan mencari tempat indekos.“Nona Septa, mau ke mana?” Seorang pria menyapanya dari balik kemudi. Septa langsung menoleh ke arah penyapa dan langsung tersenyum ramah kepadanya.“Dokter Sebastian,” ucap Septa kikuk dan ia harus segera bisa menguasai keadaan. “Saya ada pulang ke rumah Mama.”“Tuan Arga ke mana?” Septa harus segera bisa membungkam rasa penasaran dokter kepercayaan Arga tersebut. “Sedang ada keperluan sedikit di dalam. Kebetulan saya dijemput Abang. Sebentar lagi juga datang.”“Hubungi saja abangnya. Biar saya a
Malam ini, Septa akan tidur di ruang istirahat advertising, sembari memikirkan ke mana harus pergi setelah ini. Bagaimanapun ia harus bisa mengumpulkan 200 juta agar dapat hidup tenang. Septa melirik ke kanan dan kiri saat sayup terdengar suara seperti erangan.Kewaspadaannya semakin keluar, ia berjalan lebih ke dalam. Di sini berbeda dengan bagian depan hotel yang terang benderang. Bagian ini terlihat lebih redup dengan penerangan yang remang-remang. Septa menatap lorong terbuka di depannya yang hanya cukup untuk dua orang. Suara erangan dan desahan semakin jelas terdengar.Tiba-tiba, ada dorongan keras yang mendorong tubuh Septa hingga membuatnya terjatuh ke tumpukan sampah. Ia mengadu karena pantatnya terasa begitu sakit. Septa mendongak melihat pria-pria berbadan tegap dan berkacamata hitam layaknya bodyguard. Mereka keluar dari pintu yang akan ia masuki.“Cepat, jangan biarkan dia kabur!” teriak salah seorang pria bertubuh besar menunjuk ke arah luar.“Kaki pria itu terluka. Lagi
"Ah ....” Septa yang kaget langsung terjatuh ke dalam pelukan si pria. Hal tersebut memberi kesempatan pria tersebut untuk melakukan invasi ke dalam mulut Septa.Pria ini membalikkan tubuh Septa lalu menyatukan kedua tangan dengan satu tangan. Sedangkan tangan yang lain menyelinap ke bagian bawah punggung untuk menopang. Septa berontak, tetapi tenaga pria di atasnya begitu kuat.Septa pernah merasakan hal ini sebelumnya dengan Arga dan ia tahu ini salah. Pria ini berusaha melecehkannya. Namun, tenaga Septa tak cukup kuat untuk melawan. Napas pria di atas tubuhnya memburu bagai deru lokomotif.Ada sesuatu hal mendesak yang harus segera dituntaskan. Septa merasa tak dapat bernapas saat mata tajam itu menatapnya dengan penuh gairah. Tampak garang dan mengerikan.“Sa-saya mohon! Le-lepaskan saya!” pinta Septa lirih dengan berurai air mataNamun, pria tersebut tak digubrisnya. Septa berusaha untuk menggeliatkan tubuh. Ia mencoba melepaskan diri dari kungkungan si pria. Semakin kuat ia membe
“Izinkan kami melayani Anda,” ujar Davina sopan. Ia meminta pelayan lain untuk berdiri mengelilingi ranjang. “Apa maksudnya ini?!” pekik Septa mengarahkan pandangan ke kanan dan kiri.“Berhenti!” ujarnya saat salah seorang bergerak menarik selimut yang menutupi tubuhnya. Septa terus berteriak, sembari mengumpat kepada pria itu yang kini berjalan entah ke mana.***Satu jam kemudian, Septa mematut diri depan cermin. Ia meraba rambutnya yang biasanya lepek yang kini terlihat cantik diblow. Bagian ujung rambut panjangnya dibuat curly sehingga jatuh dengan lembut di atas bahu.Riasan flawless semakin mempercantik wajah Septa yang memang sudah menarik. Kini, ia terlihat seperti orang yang berbeda terlebih dengan pakaian yang dikenakan.Gaun cantik dengan bagian bawah berbentuk A line dan pinggang ramping Septa membuatnya terlihat anggun. Ia bisa pastikan bahwa gaun yang dipakai adalah hasil karya designer terkenal. Begitu berkelas dan mewah.Septa yang sedang kebingungan, berusaha meminta
Ting! Terdengar notif pesan diterima.[Oke. Aku siapkan semua. Kamu siap-siap di depan. Hitungan menit saja, kita bisa pergi dari sana.][Terima kasih, Bang.]Pesan terkirim dan Septa buru-buru menghapus semua percakapan. Clear. Sebuah senyum manis menghias bibir Septa. Hatinya bisa sedikit tentram sekarang. Dia tidak tahu rencana apa yang telah disusun oleh Ardan.Namun, dia butuh segera keluar dari kantor polisi ini. Perilaku bar-bar wartawan membuatnya semakin tertekan. Yang dia butuhkan sekarang adalah segera bisa keluar dari sini. Otak dan hatinya ingin segera disegarkan dan hanya dia yang tahu caranya.Satu jam kemudian Ardan mengajak Septa untuk keluar menuju lobby kantor. Tentu saja, wanita ini menolaknya mentah-mentah karena belum ada kabar dari Ronald. Ardan yang melihat Septa dalam keadaan ragu-ragu, akhirnya memegang kedua bahu wanita tercinta."Kamu akan lihat gimana caranya agar para wartawan bisa pergi dari sini,"ucap Ardan dengan menatap Septa."Maksudnya apa?"tanya S
Ardan berusaha untuk menahan diri. Bagaimanapun, dirinya harus bersikap bijak dalam menghadapi wartawan. Dia paham taktik para pencari berita dengan cara menyulut emosi narasumber. Pada saat narasinya semakin emosi dalam meladeni pertanyaan wartawan dan biasanya dia tanpa sadar akan mengeluarkan kata-kata yang tidak perlu dipublikasikan. Di saat itulah para pencari berita mereka semua ucapan yang terlontar dari mulut narasumber. Ucapan dalam keadaan marah tersebut akhirnya tertuang pada ketikan mereka. Begitu berita jadi viral dibicarakan dalam masyarakat, otomatis kelanjutan beritanya akan terus dicari-cari. Hal ini mendongkrak penjualan bagi lapak atau platform penyedia layanan informasi online maupun offline. Para wartawan dapat keuntungan bonus dan juga promosi jabatan. Narasumber yang baru sadar akan kekhilafannya akan segera memberikan ultimatum terhadap para wartawan bahkan sibuk membuat siaran pers untuk klarifikasi. Tindakan itu bahkan menjadikan berita semakin dicari dan
Septa lalu melirik pada sebuah nakas di sebelah ranjang. Hmm, siapa yang taruh meja minimalis ini?Kamar Septa dan isinya selalu berwarna putih dan tidak pernah ada warna-warna monokrom seperti ini. Apalagi keberadaan sebuah meja kecil berbahan rotan. Tiba-tiba perhatiannya teralihkan ke arah ke pinggang.Ada beban berat yang membebani area tersebut sejak dirinya bangun. Itu ternyata berasal dari lengan cokelat yang membelitnya. Kepala wanita berparas ayu ini langsung menoleh ke sebelahnya. Ada seorang lelaki sedang tidur lelap.Whaatt? Apa-apaan ini?!Lengan kuat eksotis. Lelaki asing dengan bagian atas tanpa penutup. Tarikan napas teratur. Septa seketika tercekat. Dia pun jadi berpikir yang tidak-tidak. Wanita ini sibuk memutar memori otak. Akhirnya satu kesimpulan diambil ....Septa tundukkan kepala lalu mengintip tubuhnya di balik selimut. Dia langsung syok antara kenyataan atau halusinasi.Kepalaku pengar. Apa yang aku minum tadi? Jadi setengah mimpi begini, keluhnya dalam hati.
"Syukurlah. Kasian Manda gak tau apa-apa soal mafia, jadi korban.""Tyson sampai hari ini belum bisa dipantau," ungkap Ardan. "Dia ini terkenal kejam dan licik dibandingkan Tuan Edzard dan William. Diduga dia ada di balik pengambilan organ dalam para pasien rumah sakit.""Padahal kurang sebulan lagi, Manda dan Tyson menikah. Kenyataannya kini, mereka jadi terlibat urusan mafia tiada berujung," ucap Septa penuh sesal. "Aku punya ide biar bisa tangkap Tyson.""Apa itu?"tanya Ardan penasaran."Kita suruh orang lain untuk jaga Manda. Tyson itu sebenarnya cinta banget sama Manda. Dia lakuin ini pasti karena sakit hati, Manda akan dinikahi Tuan Edzard."Ardan menaikkan kedua alis. Pria ini sedang berpikir sejenak lalu bertanya,"Maksudnya gimana?""Amanda dijaga orang lain, biar Tyson merasa aman untuk mendekatinya. Kita pantau mereka dari kejauhan dan tentu saja ada dokter serta perawat yang bisa kita ajak bekerja sama.""Bagus ide kamu, Sayang. Kita realisasikan," balas Ardan dan langsung
"Ah, akhirnya, semua aman. Saatnya kita pulang," ucap Ardan sambil meluruskan badan. Septa memijat pelan punggung kekasihnya. "Nanti di rumah aku pijatin sekujur badan.""Septa, perutku sakit sekali. Ada yang kosong di bagian perut kiri. Di situ timbul rasa sakit,"keluh Amanda dengan mendesis kesakitan."Jangan-jangan, ...." Ucapan Ardan tidak dilanjutkan karena keburu ada panggilan telepon."Halo, ada apa?"tanya Ardan kepada seseorang di ujung telepon."Pak, ada info, dokter yang menangani Nona Amanda adalah bagian dari komplotan pasar gelap.""Kamu kata siapa?""Ada seorang pria tua bikin laporan. Anaknya setelah operasi besar. Ginjalnya hilang satu.""Oke, terima kasih. Terjunkan tim untuk pantau target.""Baik, Pak."Hubungan telepon berakhir dan tentu saja dalam tatapan tajam kedua mata Septa. Ardan paham bahwa wanita tersebut ingin penjelasan. Pria ini segera merangkul bahu Septa. "Kita harus ke rumah sakit terpercaya untuk memeriksa organ dalam Nona Amanda.""Hei, apa yang ter
Tuan Edzard berusaha mengusir sengatan aneh yang hendak menggerakkan tangannya. Namun gagal, tangannya bahkan dengan lancang meraba puncak dada Amanda sembari bibir kasarnya mengecup ceruk leher si wanita lembut.Pria ini memainkan lidahnya sejenak dan kian intens meremas buah dada yang terasa penuh pada tangan besarnya. Detik berikutnya, pria ini melumat bagian itu lalu mengisap puncak kecoklatannya dan memberikan beberapa gigitan manja di sana."Tuan, jangan!"Permainan pelan itu kian memabukkan begitu pun Amanda tanpa sadar mendesah pelan saat Tuan Edzard menyibak baju Amanda pelan dan menenggelamkan wajahnya lebih dalam lagi.Door!Pyaarr!Tuan Edzard langsung merangkul Amanda lalu mengajak bersembunyi di balik sofa. Pria usia senja ini berbisik kepada Amanda. "Kamu masuk kamar dengan hati-hati. Saya akan lindungi kamu.""Baik, Tuan,"balas Amanda yang langsung mengikuti saran Tuan Edzard. Wanita ini masuk kamar yang berada di balik rumah tamu. Saat masuk kamar, telinga Amanda mas
"Selamat pagi juga, Tuan. Ya, kami memang dengar suara tembakan dari sebuah drone. Namun, tiba-tiba barang itu jatuh dan seketika terbakar,"jelas seorang sekuriti. Penjelasan sekuriti ini membuat Tuan Edzard terkejut, hingga semakin membuatnya penasaran. "Bolehkah saya melihat luar gerbang sebentar?"tanya Tuan Edzard merasa tidak enak hati karena sebelum menuju mansion, dia telah dipesan oleh Septa untuk tidak keluar lagi."Lebih baik Tuan pantau area luar gerbang dari tangkapan layar CCTV saja. Mohon maaf karena ini telah diinstruksikan oleh Nona Septa." "Baik. Saya mau lihat tangkapan rekaman CCTV."Sekuriti mendampingi Tuan Edzard untuk mengamati situasi di luar gerbang. Mereka melihat kedatangan sebuah drone yang diduga milik mafia, pesaing bisnis keluarga Edzard. Pada saat alat canggih tersebut hampir melewati atas gerbang secara mengejutkan ada sinar laser merah.Sinar tersebut menembaknya jatuh. Mata Tuan Edzard dan sekuriti dibuat terbelalak, saat melihat kejadian luar bias
Sejak hidupnya sering diteror mafia saingan bisnis William, Septa lebih nyaman tinggal di mansion bersama Mama dan abangnya. Ardan membuka kaca mobil lalu menghentikan mobil depan pos jaga. Kedua sekuriti tersenyum. Ardan segera menyapa mereka."Selamat pagi. Nanti ada tamu khusus, tolong dibantu kelancarannya.""Selamat pagi, Tuan Ardan. Baik, akan kami bantu."Ardan tersenyum lalu mengulurkan dua lembar uang merah kepada sekuriti. "Buat beli kopi.""Terima kasih, Tuan.""Sama-sama."Seorang sekuriti membuka pintu gerbang lalu mobil pun beranjak masuk halaman. Gerbang pun ditutup kembali. Ardan menoleh ke arah Septa lalu berucap,"Serius ini, aku benar-benar nginap di sini.""Iya, Sayang! Udah aku bilang tadi," balas Septa lalu tertawa manja sambil bersandar ke bahu pria sebelahnya.Mobil baru saja berhenti di carport, tiba-tiba ponsel Septa berdering. Wanita ini menegakkan tubuh lalu mengambil ponsel dari dalam tas. Dia sedikit memicingkan mata karena pandangannya nanar efek dari alko
Ponsel Septa berdering. Ardan segera bangkit lalu mengambilkan untuk Septa. Tertera nama Tuan Edzard. Septa gegas menjawab panggilan."Selamat malam, Tuan.""Selamat malam. Maaf, mengganggu, Nona Septa," ucap pria tersebut dengan suara dalam.Ada apa, Tuan?"tanya Septa dengan rasa penasaran."Saya ingin titip Amanda di rumah Nona Septa demi keselamatannya. Silakan ajukan pembayaran per jam atau harian. Saya akan transfer sekarang. Sekitar seminggu agar kondisi tubuhnya cepat pulih. Boleh?"Septa yang mendapatkan tawaran dari Tuan Edzard langsung tersenyum lega. Ini namanya pria bertanggung jawab, kata hatinya."Boleh, dong, Tuan. Gak usah pake bayar. Amanda itu teman saya. Dengan keputusan bijak yang Tuan Edzard ambil, saya banyak terima kasih. Kalian sama-sama korban. Ronald sudah cerita banyak soal kejadian malam itu. Saya akan jaga Amanda. Sekarang dia di mana, Tuan?""Wah, sungguh luar biasa! Saya gak tahu kalo kalian berteman. Amanda sekarang ada di mansion, habis keluar dari rum