Mohon maaf apabila bab yang ini pendek, karena saya ada pindahan kantor jadi belum sempat untuk menulis terima kasih sudah membaca
Di sebuah ruangan, tampak seseorang yang sedang duduk, dia memakai baju kaos dengan tulisan ‘kebebasan’ berwarna hitam juga celana jeans panjang serta tas ransel besar yang disimpan di sebelahnya. Orang tersebut terlihat santai, melihat situasi di ruangan tersebut yang tampak sibuk karena lalu lalang manusia yang masuk dan keluar dari ruangan tersebut. Terlihat, ada sebuah speaker kecil yang menempel di sudut ruangan, speaker itu seringkali berbunyi memanggil orang-orang yang sedang duduk disana satu persatu hingga akhirnya masuk ke pintu yang berada di sebelahnya Orang tersebut hanya duduk terdiam di sana, beberapa kali dia membalik halaman koran yang disediakan di ruangan tersebut. Dengan santai dia membaca berita-berita yang sedang heboh di negeri ini. Terutama berita-berita tentang hilangnya orang secara misterius, yang hampir setiap hari menjadi bahan obrolan masyarakat, orang-orang yang di tato, orang-orang yang mempunyai jejak kriminal, semuanya menghilang. Namun, terselip
Hujan yang mengguyur Desa Muara Ujung kini telah usai, ketika sang matahari secara perlahan-lahan muncul dari ufuk timur untuk mengusir awan-awan hitam yang masih tersisa di langit.Cahaya kuning kemerahan yang menghangatkan terlihat kontras dengan awan hitam yang masih membungbung tinggi di atas sana. Seperti ada sebuah garis yang panjang yang saling beradu antara cahaya matahari dan gelapnya awan yang menutupi desa.Sisa-sisa hujan yang terjadi semalam terlihat jelas. Dedaunan yang basah meneteskan air hujan di pagi itu, air yang bercampur lumpur yang menggenangi jalanan utama desa yang lurus hingga ke ujung sana, juga tempat-tempat penampungan air yang penuh di belakang rumah untuk keperluan mandi dan mencuci para warga.Desa Muara Ujung perlu bersyukur di pagi ini, karena hujan yang lebat itu tidak mengakibatkan air rawa yang ada di ujung hutan naik dan menggenangi desa mereka seperti yang terjadi dua bulan yang lalu.Desa mereka masih aman dari banjir sekarang, meskipun tampaknya
“Bentar-bentar Pak bentar, kenapa Pak Ridwan tergesa-gesa seperti itu?”“Ada apa sebenarnya?” tanyaku dengan nada yang heran.Aku merasakan firasat yang buruk tentang apa yang sedang dilakukan oleh Pak Ridwan, apalagi ketika dia sedang berkeliling rumah, beberapa kali dia menanyakan Ayu, bahkan mendekati Ayu untuk mengecek semua luka-lukanya yang belum sembuh sepenuhnya.Hingga…Pak Ridwan dengan nada yang serius mengatakan bahwa apa yang terjadi kepadaku dengan Ayu kini terjadi kepadanya kemarin malam di tengah hujan deras yang mengguyur desa, dia bercerita bahwa dirinya dipindahkan secara paksa ke makam Satria pada malam itu.Dia juga bercerita bahwa dia bertemu dengan sesosok bayangan hitam yang merubah dirinya menjadi Ayu, bahkan dia mengatakan bahwa dia juga melihat sosok Satria yang muncul dan memandangi dirinya dengan tatapan kosong dari luar jendela.Setelah dia bercerita, Pak Ridwan kini bertanya tentang Ayu kepadaku, menanyakan apakah Ayu keluar rumah tadi malam, atau ada se
Hujan yang terjadi kemarin malam, membuat siang hari di Desa Muara Ujung kini terlihat sangat cerah, langit biru yang ditemani oleh beberapa awan putih membuat suasana hati menjadi hangat.Apalagi, angin sepoi-sepoi dari arah hutan yang sedikit sejuk membuat rasa lelah dari para warga yang sedang bekerja di kebun di siang ini semakin berkurang.Mereka tampak tak kenal lelah menggarap kebun-kebun mereka, air hujan yang mengguyur desa semalaman membuat beban kerja mereka sedikit berkurang, karena mereka sekarang hanya perlu menyiram pupuk cair saja dan mencabut tumbuhan-tumbuhan liar di kebun tanpa harus menyiram tumbuhan-tumbuhan mereka.Selain sibuk di kebun, para warga biasanya pergi ke rawa untuk mencari ikan, apalagi air rawa yang naik akibat hujan semalam membuat mereka bisa melemparkan jaring-jaring mereka ke tempat yang mereka bisa jangkau untuk mencari ikan.Kejadian yang mengakibatkan hilangnya nyawa Satria tidak menyurutkan niat mereka untuk mencari ikan disana, tidak ada ras
Suara-suara mesin percetakan yang terus berputar, terdengar sangat jelas di telinga. Mesin-mesin itu terus berputar sepanjang hari demi mencetak koran-koran juga cover buku dan majalah yang nantinya akan dikirimkan ke distributor sebelum dijual ke masyarakatSebuah kantor percetakan yang megah, karena kantor tersebut adalah kantor yang sudah ada sejak lama bahkan dari zaman penjajahan dulu, yang kini diambil alih oleh orang pribumi setelah mereka meninggalkan negara ini.Sehingga, masih terlihat mesin-mesin percetakan lama yang sudah usang namun masih terawat, juga peralatan-peralatan lain yang sudah ada dari zaman dulu dan masih dipakai hingga sekarang.Apabila kita masuk dari ruangan depan, kita akan melihat sebuah aula yang besar, yang kini berubah menjadi penuh sesak oleh tumpukan-tumpukan kertas yang belum dicetak, lalu di belakangnya ada ruangan produksi tempat mesin-mesin besar itu berada.Di sebelah kirinya ada meja resepsionis, tempat para pelanggan datang untuk memesan sebua
Lampu lima watt yang sedang menerangi suatu ruangan di bawahnya kini terlihat redup, sehingga orang yang sedang berada di dalam ruangan tersebut harus menambahkan cahaya tambahan berupa lilin yang dia nyalakan untuk membantu penerangan yang ada disana.Terlihat poster-poster kusam di sekeliling ruangan, juga detak jam dinding yang terdengar nyaring di telinga saking hening nya suasana pada malam ini.Tik Tok Tik TokPintu rumah dan jendela sengaja dikunci sekarang, meskipun hanya memakai kunci kayu yang bisa dia kunci dari dalam, namun sang pemilik rumah tidak ingin ada kejadian lagi seperti kemarin yang membuatnya basah kuyup terkena hujan.Nyala lilin yang dia bawa, di simpan di tengah-tengah ruangan. Menemani dirinya yang kini sibuk dengan beberapa kertas yang berisi coretan-coretan atas apa yang terjadi di beberapa hari ini.Wajahnya terlihat fokus, bahkan dia kini memakai kacamata yang sering dia gunakan untuk membantunya membaca beberapa lembar kertas yang tadi dia dapatkan di d
Setiap warga yang berada di Desa Muara Ujung memang terdiri dari orang-orang dengan background yang berbeda, mereka datang ke desa transmigrasi dengan berbagai alasan. Tapi tentu saja dengan tujuan yang sama, yaitu mendapatkan kehidupan baru yang bisa mereka tata dari nol.Para warga yang ada di Muara Ujung pun tidak mempedulikan latar belakang masing-masing ketika mereka berkumpul di satu desa yang terpencil dan jauh dari kata layak. Mereka saling bahu-membahu membuat desa mereka maju dan bisa menjadi desa yang layak mereka tinggali untuk anak dan cucu mereka kelak.Mereka sadar, mereka adalah awal, dan semua derita akan perjuangan memajukan Desa Muara Ujung ada di Pundak mereka.Tapi mereka yakin, ketika anak atau cucu mereka lahir, Desa Muara Ujung akan berbuah manis, karena anak dan cucu mereka tidak akan menderita seperti layaknya mereka ketika tinggal di Desa Muara Ujung untuk pertama kali.Hal itu juga dirasakan oleh Pak Dani, dengan tubuhnya yang sudah tidak muda lagi, dia nek
Tak terasa malam yang begitu sunyi itu sudah mulai beranjak shubuh, hawa dingin yang menusuk kulit sudah mulai terasa oleh semua warga Muara Ujung pada saat itu.Daun-daun yang berada diluar sudah mulai berembun secara perlahan, karena tak lama lagi akan ada pergantian dari malam ke siang yang akan terjadi beberapa jam lagi.Sinar bulan sabit yang redup pun sudah mulai bergerak, menunggu cahayanya yang redup itu hilang ditelan oleh cahaya yang lebih terang di atas langit.Pak Dani yang beberapa jam yang lalu sibuk dengan surat-surat resminya kini sudah terlelap tidur, ditemani oleh istrinya yang tidur di sebelahnya dibalut dengan selimut tebal yang mereka pakai berdua.Namun, Bu Cucu, tampak was-was, hatinya merasa resah. Seperti yang dia rasakan selama beberapa hari ini semenjak Satria meninggal dan dikubur di dekat hutan.Hati kecilnya merasa ada yang salah, merasa bahwa suasana sunyi dan suram yang dia rasakan bukanlah semata-mata karena udara dingin saja, namun ada hawa lain yang
Suasana Bandung pada sore itu sangatlah ramai. Maklum, liburan panjang membuat banyak orang terutama dari ibukota mengunjungi Bandung untuk sekedar ke restoran atau ke tempat-tempat wisata yang bisa membuat pikiran mereka kembali fresh setelah penat oleh pekerjaan mereka di setiap harinya. Aku, yang menjadi penulis dari cerita ini, kini mempunyai hobby baru, selain menuangkan tulisanku di dalam karyaku, aku juga kini menjadi seorang podcaster amatir dengan gimmick sebagai duo demit yang seringkali mengomentari manusia dalam podcastku. Cerita horor yang aku tulis dalam keadaan serius, membuatku harus mencari kesibukan lain sehingga aku bisa melepas tawa meskipun obrolannya masih sama tentang tahayul, mitos, juga para mahluk yang ada di sekitar kita. Matahari sore itu tampaknya sedikit mendung, tepat ketika aku keluar studio. Aku hari ini berencana untuk bertemu seseorang yang ingin bercerita di tempat kerjanya yang sekarang. Sebuah cerita yang mungkin saja bisa aku angkat menjadi cer
Sebuah desa yang menjadi mitos dalam keluarga dirinya, yang katanya desa itu ditinggalkan oleh ayahnya sendiri karena suatu hal yang tidak dia ketahui kini berada tepat beberapa meter di depan matanya.Pepohonan yang lebat serta ilalang yang menutupi hingga melebihi tubuhnya membuat desa ini sangat susah untuk diketahui. Bahkan warga di Desa Muara Damar yang kini menjadi sebuah kecamatan besar pun tidak mengetahui bahwa ada desa di tengah hutan seperti ini.Bahkan mereka pun terlihat enggan untuk berjalan selama enam jam lebih hanya untuk ke tempat ini, karena mereka takut hewan buas yang mungkin akan menerkam mereka di tengah hutan. Mereka pun sebenarnya tidak mengetahui bahwa ada sebuah desa terlupakan di tengah hutan yang tinggalkan oleh penghuninya yang salah satunya ayahnya sendiri.Ayahnya masih ingat bagaimana dia tiba-tiba terbangun seperti mimpi, dan terbangun di pagi hari di dekat rawa-rawa seberang Desa Muara Damar bersama dengan para warga yang lain. Namun semuanya tidak i
Aku masih ingat Bu Cucu berkata ‘TAHAAAAAN!’ dengan keras di dekatku, aku benar-benar tidak kuat ketika tuselak itu masuk ke dalam tubuhku, rasa sakit disertai rasa dingin benar-benar aku rasakan di dalam tubuhku, seperti ada ratusan jarum yang menusuk-nusukku dari dalam.Sungguh cara yang gila yang aku lakukan, namun sudah tidak ada cara lain lagi karena hal itu harus aku lakukan.Butuh waktu lima belas menit hingga tuselak itu seluruhnya masuk ke dalam tubuh, tubuhku yang merasakan sesuatu yang asing langsung melakukan penolakan dan ingin memuntahkannya, namun Bu Cucu berkata bahwa aku harus bisa menahannya hingga tuselak itu bersemayam di dalam tubuhku dengan segel dari Bu Cucu agar tidak bisa memberontak dari dalam sana.Hingga akhirnya.Aku melihat Ayu yang awalnya berdiri dengan tegap tiba-tiba jatuh seketika dengan luka darah yang mengucur dari punggungnya, jantungnya mendadak berhenti tepat ketika tuselak itu masuk ke dalam tubuhku.Aku sempat berteriak dan ingin menangkap tub
Srak, srak, srak, Tanah yang berwarna coklat tua disertai dengan banyak sekali akar-akar pohon yang berada di dalam tanah kini secara perlahan aku pindahkan kembali setelah aku gali selama beberapa jam ini. Sinar matahari yang terik sangatlah terasa dengan bau keringat yang menyengat karena dari semalam aku tidak sempat membersihkan diri atas apa yang terjadi. Aku mengangkat tanganku, menutupi wajahku yang penuh keringat, melihat langit yang kini biru dengan sedikit awan di atas sana. Apa yang terjadi semalam kini kembali berubah menjadi normal kembali ketika matahari tiba. Namun bedanya, kini semuanya telah usai. Desa Muara Ujung yang awalnya ramai, penuh dengan canda tawa, penuh dengan rasa semangat dari orang-orang yang hidupnya kembali ke titik nol di tempat ini, kini harus terusir oleh apa yang keluargaku lakukan. Haaaaaahhh Aku menghela nafas panjang, tepat ketika aku menyelesaikan pekerjaanku sekarang, aku menurunkan cangkul yang aku bawa di tanah, dan memandang sebuah pek
Kedua tanganku benar-benar berkeringat, aku menahan Ayu agar tidak bisa bergerak dengan cara apapun, parang yang aku tancapkan masih terlihat menembus punggungnya.Aku sengaja menusuknya ke arah dada, agar parang itu tidak tertahan oleh tulang rusuk yang bisa menyulitkanku ketika aku menahan Ayu.Aku benar-benar menjadi pembunuh sekarang, pembunuh dari anak tiriku sendiri, meskipun tubuhnya kini di selimuti oleh sesuatu kekuatan yang gelap yang membuatnya bisa bergerak meskipun seharusnya tubuhnya telah mati akibat luka yang dia terima.Namun tetap saja, aku adalah bagian dari pembunuhan itu, pembunuhan terhadap anak kecil tidak berdosa yang didalamnya terdapat suatu makhluk yang mengerikan.Aku yakin, Ayu sekarang sudah tiada, dia hanyalah sebuah tubuh kosong yang diambil Alih oleh tuselak.Sehingga, ketika Bu Cucu mengambil tuselak itu dengan kedua tangannya, maka tubuhnya akan seketika berhenti bergerak.“TAHANN MINAH, SEDIKIT LAGI!” kata Bu Cucu yang dengan sigap menarik bayangan
‘Aku harus bertanggung jawab.’‘Aku harus mengakhiri semua ini.’‘Ini tidak boleh dibiarkan begitu saja, karena kalau Bu Cucu meregang nyawa, maka para warga desa tidak bisa lagi melarikan diri dan mereka bisa menjadi korban.’Suara-suara itu berkecamuk dalam diriku, ditengah-tengah suasana genting yang bisa saja mengakibatkan nyawaku melayang.Aku melihat ke sekeliling ketika sebuah angin yang sangat besar menghempaskan semua yang ada di sekitarku sehingga banyak dari mereka yang terpental ke segala arah.Banyak anak kecil yang terlepas dari pangkuan ibunya, banyak juga para orang tua yang terjatuh dan terguling di semak-semak. Semuanya benar-benar kacau.Apalagi, Bu Cucu sudah tampak kelelahan dengan luka yang dia terima pada saat itu.Tanganku tiba-tiba bergetar hebat, parang yang masih aku pegang dengan erat aku lihat dengan seksama.Keberanian dan ketakutan tercampur aduk saling beradu satu sama lain di dalam diriku pada saat itu.Apakah yang akan aku lakukan sekarang, apakah aku
Situasinya benar-benar kacau, sebagian warga terlihat masih khawatir meskipun sudah melewati Ayu dan berdiam diri di pohon yang ditunjuk oleh Ucok pada saat itu, sedangkan sebagian lagi masih dilanda ketakutan karena situasinya sangat genting dan bisa menyebabkan nyawa mereka melayang seketika.Tangisan anak-anak yang mereka bawa terdengar menggema disana, belum lagi jeritan-jeritan dari para wanita yang melihat Ayu bergerak dan melayangkan bayangan hitam itu ke arah mereka yang tidak bisa menghindar di saat-saat seperti itu.Apalagi, mereka lebih ketakutan ketika tepat beberapa meter di dekat mereka, mereka melihat sesosok orang yang sudah meninggal kembali muncul, mereka masih mengingat dengan jelas bagaimana pemakaman itu berlangsung, dan bagaimana tubuhnya yang busuk dengan tumbuhan-tumbuhan rawa yang menjerat tubuhnya sewaktu mereka menemukannya dalam keadaan yang tidak bernyawa.Beberapa yang kaget akan hal itu bahkan terjatuh ke tanah dengan tubuhnya yang bergetar hebat. Rumor
Semua warga Desa Muara Ujung yang ingin melarikan diri disana begitu tercengang ketika mereka semua melihat Bu Cucu yang berusaha menghentikanku pada saat itu, tubuhnya basah bercampur darah dan luka yang terlihat cukup parah dari apa yang mereka lihat.Suara Bu Cucu yang berada di depan, di antara aku, dan Ucok serta Ayu yang berada tak jauh dariku pada saat itu tampaknya tidak terdengar oleh sebagian warga.Namun, Ucok yang tahu atas apa yang diperintahkan oleh Bu Cucu langsung berbalik, dengan sedikit berteriak dia langsung memerintahkan semua warga untuk berlari agar bisa melewati Ayu yang kini kondisinya sudah sangat parah karena dikendalikan oleh tuselak yang ada di dalam tubuhnya.“SEMUANYA, DENGARKAN ABA-ABA DARIKU, APABILA BU CUCU SUDAH BISA MENAHAN MAKHLUK ITU, KALIAN LANGSUNG BERLARI KE ARAH POHON YANG ADA DI UJUNG SANA, KARENA MAKHLUK ITU TIDAK AKAN BISA MENGEJAR KALIAN APABILA KALIAN SUDAH SAMPAI DISANA!”Ucok dengan cepat berbalik kepada Ali, Tono, Supri dan Adi.“Kal
Suara-suara cemoohan, keraguan, makian bahkan sumpah serapah terlontar dari mulut mereka yang ada di sekitarku. Juga dari sebuah tanda tanya atas apa yang aku lakukan ini tidak aku dengarkan. Para warga yang berada di sana langsung berkata tentangku, tentang Ayu dan tentang Satria.Sebuah kemarahan yang tidak bisa mereka lampiaskan dengan sebuah tindakan, sehingga mereka hanya bisa melampiaskan hal itu hanya dengan sebuah kata-kata yang itu pun keluar secara perlahan dengan orang terdekat di antara mereka.Rasa takut yang menyelimuti karena di depan mereka ada sesosok Ayu yang menjadi sebuah iblis yang bisa merenggut nyawa mereka semua membuat mereka tidak bisa berbuat apa-apa.Kemarahan mereka sengaja ditahan karena mereka takut Ayu akan menyerang mereka dan berakhir dengan kematian yang mengerikan seperti Pak Dani dan Ki Sakti yang sekilas mereka lihat ketika mereka berjalan keluar desa.Aku berusaha mengeluarkan keberanianku, Ayu dengan lehernya yang patah dan tersenyum sinis kepad