Aku pulang dengan sejuta pikiran berkecamuk. Sebenci itukah adik adiku kepadaku. Rasanya memang aku tiada nilainya di mata mereka." Neng kenapa pulang lesu begitu ? Belanjaanya mana ?" tanya Bang Usman. " Bu Surti tidak jualan, bang. Semua warga mengambil sembako di kelurahan kecuali keluarga kita,"" Astagfirulloh, Neng tidak boleh iri dengan rezeki orang lain. Rezeki sudah ada yang mengatur,""Eneng tau bang. Tapi bukankah rakyat kecil seperti kita seharusnya berhak menerima bantuan ? Semua orang di kampung membicarakan kita bang. Tatang yang memberi surat edaran itu,"" Mungkin dia lupa, neng. Sudah jangan suudzon kepada orang lain. Tidak baik. Insya Allah akan ada gantinya,"Seperti yang pernah aku bilang hidup di kampung harus menebalkan telinga. Mungkin kalau omongan yang lain, aku masih bisa sabar. Tapi kalau masalah keluarga, bisa membuat hati ini bersedih. Apalagi aib keluarga. Bukankah tidak pantas menceritakan aib keluarga kepada orang lain ?" Neng, hari ini abang tidak
" Cukup Nisa. Selama ini mbak diam atas semua perlakuan kamu. Tetapi jika terus terusan kamu memfitnah mbak, aku tidak terima," . Entah kekuatan apa yang merasuki diri ku untuk membentak Nisa." Mbak yang keterlaluan mempermalukan suamiku di depan warga kampung. Suamiku itu orang terpandang mbak. Dia perangkat desa. Jadi mbak jangan macam macam,"Nisa pergi meninggalkan rumahku. Tuhan, aku ini kakak kandung nya , hanya karena strata sosial dia tidak ada hormatnya. Tapi biarlah Allah Maha Melihat. Dia tau mana yang benar dan mana yang salah. Aku percaya akan ada kebahagiaan dibalik kesabaran yang tulus.***Keesokan harinya...Badanku lemas, kepalaku pusing, perut mual. Berat sekali ku angkat badanku beranjak dari tempat tidur. Tapi aku harus tetap masak. Yuli harus sekolah, emak dan Bang Usman harus ku masakan. Walau sempoyongan, aku harus tetap ke rumah emak. Sesampai di rumah emak bukanya langsung masuk, aku beristirahat di kursi yang ada di teras emak. Badanku terasa lemas.Emak m
" Aku dan Toni sudah mengambil keputusan bahwa nanti Toni akan membayar orang untuk merawat emak. Kasiann Narti dia hamil. Untuk gaji nya nanti Toni yang bayar. Percuma bermusyawarah dengan orang tak berperasaan," ucap Kang Sabar.Ma afkan Narti mak, padahal Narti sudah berjanji akan merawat emak. Tetapi bagaimana, kehamilan ini menyiksaku.***Tiga bulan pertama kehamilanku benar benar membuat aku kepayahan tak mampu melakukan pekerjaan berat. Beruntung aku mempunyai anak sebaik dan sepintar Yuli. Dia yang menggantikanku mengerjakan pekerjaan rumah.Memasuki trimester dua, keadaanku membaik. Badanku tidak selemas dulu. Aku lumayan bisa melakukan aktifitas." Neng, abang dapat kabar kalau ibu pulang dari umroh, kita jenguk yuk neng. Sekalian memberi kabar kalau eneng hamil,"Bang Usman mengajak ku mengunjungi orang tuanya. Sebenarnya aku sedikit berat untuk kesana. Berbeda denganku yang begitu disayang emak. Ibu Bang Usman tidak suka dengan kami. Bahkan dari cerita, sejak Bang Usman k
" Kalau abang tidak mau pulang, eneng pulang sendiri,"" Eh Narti, enak sekali kamu mau pulang, pekerjaanmu di dapur itu banyak," serta merta mertua ku muncul begitu saja.Aku terdiam. Sejenak berpikir. Bukankah Bang Usman sangat hormat kepada Emak ku. Bukan kah Bang Usman selalu sabar saat diperlakukan tidak adil oleh saudara ku. Bukan kah Bang Usman selalu diam jika dihina adik adik ku . Bukankah aku terbiasa diperlakukan seperti ini. Dipandang sebelah mata karena materi membuatku sadar diri.Aku berjalan ke dapur untuk segera mencuci piring. Baru akan menyabun piring pertama, ada tangan yang mencegahku." Mbak, jangan," Rina memegang tanganku." Rin, sudah tidak apa apa, mbak disuruh ibu,"Entah mungkin ibu mertuaku mengikuti kemana saja aku pergi. Aku berbicara dengan siapa saja, pasti beliau tau." Rina, biarkan Narti yang mencuci piring itu,"" Ibu, kenapa tidak menyuruh Rina atau Winda saja untuk mencuci piring. Kasian Mbak Narti bu, dia hamil,"" Kamu sama Winda tidak pantas m
Winda menghampiri mereka." Ibu ibu saya Winda adiknya Bang Usman. Ini ada sedikit oleh oleh. Silahkan," Winda menyerahkan sebungkus paperbag untuk mereka." Oalah adiknya Pak Usman. Borong belanjaan juga mbak buat anaknya Pak Usman yang di dalam perut ?" tanya salah seorang ibu." Iya bu buat calon keponakan. Saudara tetap saudara kan bu walau kondiai yang tidak sama," Winda sengaja melirik Leli dan Nisa.Sepertinya mereka merasa, mereka hanya mencibir cibirkan bibirnya.***Winda tidak bisa berlama lama di rumahku karena Rania telefon mencarinya. Tetapi aku sangat berterimakasih kepada Winda, membelikan kebutuhan bayiku selengkap ini. Semoga Allah senantiasa melancarkan rezekimu Win. Setiap kebahagiaan yang engkau ciptakan untuk orang lain. kebahagiaan itu akan kembali padamu dengan lebih indah.***Ke esokan pagi entah apa yang mendorongku ingin sekali menengok emak. Ingin memeluk emak. Ingin berlama lama dengan emak. Setelah aku meminta izin ke Bang Usman, aku bergegas ke rumah e
Masih saja mereka memusuhiku saat emak sudah tiada. Bukan berharap dibela emak lagi. Tapi satu kekuatanku telah pergi. Satu malaikatku meninggalkanku selamanya. Aku rasa kebersamaanku dengan emak hanya sebentar. Bahkan disaat emak belum melihat anak ku yang kedua lahir.Aku tidak ikut mengantar emak ke pembaringan terakhirnya. Semoga emak tenang disana. Insya Allah Narti akan selalu mengirim do'a untuk emak.Para tamu satu persatu mulai beranjak pulang. Aku pelan pelan merapikan rumah emak. Rumah ini sekarang sepi tanpa emak lagi. Aku harus kuat demi bayi yang di dalam perutku.Setelah pemakaman, semua saudara saudara ku berkumpul lagi di rumah emak." Semuanya sudah berkumpul ? Leli mau bicara,". Tumben sekali dia memulai pembicaraan. Tidak ada yang menyahut ucapan Leli. Semua hanyut dalam kesedihan masing masing karena emak meninggal." Jadi gini, bagaimana kalau rumah emak ini kita jual. Kita bagi hasilnya ber empat. Mbak Narti nggak usah. Kan sudah diberi sawah oleh bapak," kata
" Ma afkan aku Narti, aku sangat membutuhkanya untuk kuliah Aliya," Kang Sabar berkata sambil menunduk.Ku lihat ada yang aneh dari gelagat Kang Sabar. Biasanya dia tegas dan berwibawa. Tetapi kenapa ia seperti sembunyi di punggung Mbak Lastri." Kang harusnya akang tetap membicarakan ini dengan adik adik akang. Narti tidak silau dengan uangnya Kang. Tapi Toni juga berhak tau,"" Eh Narti kenapa kamu takut kalau Toni tidak pulang lalu kamu tidak dapat jatah uang begitu ?"" Mbak ma af ya ini urusan saya dengan Kang Sabar," ucapku memberanikan diri." Dasar belagu. Awas kalau kamu mempengaruhi suamu saya," ucap Mbak Lastri sambil ngeloyor pergiiKang Sabar lebih banyak diam. Di hanya menunduk dan terus menunduk." Akang kenapa ? Ngomong sama Narti," ucapku membujuk Kang Sabar." Akang tidak apa apa Nar " jawabnya datar." Kang bahkan emak meninggal belum genap tujuh hari. Apa kata orang nanti Kang. Seandainya Narti yang jadi omongan, Narti sudah terbiasa kang. Tapi kalau akang. Kang Sa
Aku mengelus dada mendengar ucapan Nisa. Entah kapan dia bisa untuk tidak menebarkan bullyan untuk ku.Tak disangka pria yang aku perkirakan sopir tersebut membalikan badan. " Ma af ibu kami bukan rentenir," ucapnya dengan hormat." Lalu ada perlu apa mencari suami Mbak Narti pak?"" Ma af ibu, bukan urusan ibu," Ingin aku tertawa sebenarnya. Tapi yasudahlah ada yang jauh lebih penting. Ada gerangan apa mereka mencari suamiku. Mobil hanya bisa berhenti di pinggir jalan. Untuk ke rumahku harus jalan kaki.Tampak keluar dari mobil seorang ibu paruh baya dengan tampilan yang modis yang membuat dia tidak terlihat tua. Dan pada saat dia membuka kaca mata, entah perasaanku atau bagaimana, menurutku wajah ibu itu mirip dengan Bang Usman.Aku persilahkan ibu tersebut dan sopirnya masuk rumahku." Ma af ya pak bu keadaan rumahnya masih seperti ini,"" Ini rumah orang tuamu ?" tanya ibu itu." Ini rumah yang susah payah saya bangun bersama suami saya bu. Kemampuan kami baru seperti ini,"Ibu
Lima belas tahun kemudian..." Fandi, perkenalkan ini Fania. Anak dari rekan bisnis, ibu," kata ibu seraya memperkenalkan seorang wanita cantik, berkulit putih, tinggi semampai.Fandi hanya membalas uluran tanganya. Disertai senyum yang sedikit dipaksakan.Sudah puluhan kali mungkin, ibu mengenalkan Fandi pada wanita yang bisa di bilang cantik untuk ukuranya, tetapi sama sekali tidak ada satupun yang bisa mengetuk pintu hatinya." Ibu, sudah jangan terus menerus membawa wanita di hadapanku. Umurku juga sudah semakin tua. Aku muak," keluh Fandi pada ibunya." Ibu hanya ingin anak ibu punya pendamping itu saja. Ibu ingin ada yang menemani masa tua mu. Tidak seperti ibu yang kesepian." Ada Yumna bu. Dia kelak yang menemani ku,"Bu Maya menghembuskan nafas dengan kasar. Membuang pandangan ke luar jendela. Sedikitpun ia tidak dapat menyelami pikiran putranya itu." Kamu sadar kan Fandi. Yumna diasuh oleh Narti. Jadi kemungkinan besar ia juga akan dekat dengan ibunya. Untuk merebut hak asu
POV USMAN ARI FANDIAku tak menyangka bahwa langkahku berbakti pada surga ku benar benar menggores hati separuh jiwaku. Bukan segera mengharap kepergian Tina. Tetapi ku kira setelah kepergian Tina, semua akan berjalan kembali normal. Namun nyatanya Narti memiliki hati yang kokoh. Pernah suatu waktu dia berkata bahwa dia bukanya tidak menuruti suami. Tetapi dia lebih takut bahwa suaminya tak mampu berbuat adil.Ya aku harus akui. Karena dialah cinta sejatiku. Bahkan kebersamaan dengan Tina yang kata oramg memiliki kecantikan bak bidadari pun namun nyatanya cinta ini tetap tidak mau berbagi." Aku telah berhijrah. Aku telah berubah. Tidakah sedikit saja engkau mengatakan sayang padaku, bang ?" tanya Tina suatu malam." Kalau kamu berhijrah demi manusia, itu salah Tin,"" Permata indah memang tidak dilihat dari harta dan kecantikan raga. Tetapi dari keikhlasan dan ketulusan seorang wanita. Dan itu bagimu hanya ada pada Mbak Narti,"" Ma afkan aku Tin. Tapi memang itulah kenyataanya. Seki
" Aku sama sekali tidak tahu, neng. Jangan menuduh sembarangan tanpa bukti. Nanti bisa jadi fitnah." kata Bang Usman." Aku telusuri riwayat siapa saja yang mengunjungi Yuli. Ada nama Tante Mira. Apa salah jika saya bertanya ?"Bang Usman menyuruh asisten rumah tangga untuk memanggilkan Tante Mira. Dan selalu dengan wajah yang angkuh ia melangkah. Tatapan sinis tak pernah lepas dari pandanganya saat menatapku." Mau apa lagi kamu kesini ?" tanyanya ketus." Saya kesini bertanya secara baik baik. Apa Bu Mira mendoktrin Yuli agar membenci saya ?"" Bisa dijaga mulut kamu itu ? Jangan asal tuduh," " Saya bertanya bukan menuduh,". Aku berusaha menenangkan diri agar tidak larut dalam emosi." Sama saja,"" Ma af Bu Mira. Saya telusuri riwayat siapa saja yang mengunjungi Yuli. Terakhir tertera nama anda. Maka dari itu saya bertanya. Letak salahnya dimana ?"Bu Mira melengos menatap arah lain. Aku yakin ada yang tidak beres dengan nya. Dari bahasa tubuhnya. Dari mimik wajahnya." Kenapa Bu
" Ma afkan aku, Nis,". Leli langsung menjatuhkan diri di hadapan Nisa.Nisa diam mematung. Dia melirik ke arahku seolah penuh tanda tanya. Aku hanya mengangguk." Siapa ?" tanya Nisa seraya mengangkat Leli dari kaki nya. Dengan malu sekaligus takut, Leli memberanikan diri mendongakan wajahnya. Ku lihat wajah Nisa memerah tanganya mengepak. Aku pegang tangan itu. Aku takut Nisa berbuat nekat. " Kenapa setelah semuanya hancur baru berujar ma af ?" " Aku bertaubat Nis. Ma afkan aku,"" Andai ma af mbak berguna,"jawab Nisa singkat. Seraya meninggalkan Leli yang masih diam mematung di tempatnya.Aku terhenyak dengan perkataan Nisa. Sakit itu terlalu dalam." Nis, coba kamu fikirkan. Leli sudah menuai karmanya. Tolong ma afkan dia Nis. Kasihan dia,"" Mbak, mau dia menuai karma,mau dia mati pun tidak bisa menggantikan apa yang sudah hilang kan,"" Nis,mbak tau. Mbak juga belum pernah berada di posisimu. Tetapi kita sama nis.Sama sama pernah di khianati dalam ikatan suci pernikahan. Tetapi
" Leli," panggilku. Tidak salah dia Leli. Aku mengenalinya walaupun dengan penampilan yang berbanding terbalik dengan yang terakhir aku temui tempo hari.Wanita yang ku panggil hanya melengos masuk kedalam lagi dengan menelangkupkan tangan ke wajah. Seolah enggan menemui ku. Karena rasa penasaran yang tinggi, ku kejar dia. Kalau memang dia bukan Leli, kenapa harus lari.Ku buka tirai tanpa pintu itu dengan hati hati. Kepala ku menyembul kedalam. Wanita itu menangis di ujung ranjang yang reyot. Bahunya terguncang. Aku duduk di sampingnya. Ku pegang pelan ujung tanganya." Benar. Ini Leli adik mbak ?" tanya ku sehalus mungkin.Dia histeris. Berdiri dengan berlinangan air mata." Mau apa mbak kesini ? Mau menghinaku sekaligus mengusirku ? Hancurkan aku sekalian mbak," ucapnya pilu.Ku genggam tanganya. Ku dudukan lagi dia di sisiku. Tanganya masih bergetar. Tangisnya belum reda." Lel, mau seperti apapun aku ini adalah kakakmu. Setiap orang pasti punya salah dan masa lalu,"Serta merta L
" Sombong kamu Narti. Berapa sih uang mu dari hasil kerjamu menjadi babu di negara orang ? Paling tidak sampai setahun juga sudah habis," hina Tante Mira." Itu urusan saya Tante. Mau berapapun, setelah ini saya akan rebut hak asuh anak anak dari kalian,"" Apa bisa kamu menghidupi anak mu dengan layak hah ?" Seorang anak tidak perlu orang tua yang kaya. Tapi orang tua yang bahagia. Permisi,"Aku berpamit ke kamar Yuli. Putri ku tergolek lemah di ranjang. Badan kurusnya semakin membuat hatiku menjadi miris. Kupegang tanganya. Ku ciumi berulang ulang. Tak henti hentinya aku meminta ma af karena telah meninggalkanya.Mata itu terbuka perlahan." Bu, Yuli tidak tahan. Tolong belikan Yuli bu," ucapnya memelas. Tetapi air mataku semakin tumpah ruah. Permintaan yang tidak mungkin akan aku turuti." Yuli lawan ya nak. Itu haram. Yuli harus bisa," " Hanya dengan itu Yuli tenang bu. Tolong," kata Yuli bergetar.Ya Tuhan apa yang selama ini dialami Yuli. Hingga dia mengharapkan ketenangan. A
"Stop. Yuli tidak akan ikut siapa siapa,". Yuli akhirnya membuka suara setelah orang tuanya terlibat debat tak berujung. Tetapi jawabanya membuat hatiku mendesir. Apakah dia benci kepada ke egoisan orang tua nya ini. " Yuli punya istana sendiri," lanjutnya. Aku menyipitkan mata. Menautkan alis. Bertemu tatap dengan Nisa. Nisa mengisyaratkan terjadi sesuatu yang tidak beres dengan Yuli. Yuli melangkah pergi meninggalkan kami. Dengan refleks aku mengejar nya. Tetapi naas tangan Tante Mira berhasil menahanku." Mau kemana kamu ? Ini bukan rumah kamu. Tolong bersikap sopan."Ku hempaskan tangan Tante Mira yang mencengkram erat tanganku. Ini adalah reflek seorang ibu yang merasa bahwa putri kandungnya bermasalah. " Kang, tidakah kamu merasa aneh dengan Yuli ?"" Tidak ada yang aneh. Justru Yuli menikmati kehidupan ini,"Aku hanya menggeleng kepala dengan pemikiranya saat ini. Apa dia hanya disibukan dengan pekerjaan tanpa memperhatikan anaknya." Ma af ya semunaya. Ini cuma pendapat s
Yuli mana Nis ?"" Emm ma afkan saya mbak," Nisa menunduk. Raut mukanya berubah menjadi gelisah. " Yuli kenapa Nis ?"" Yuli dibawa Kang Usman mbak. Aku sudah mempertahankanya. Tapi mereka mengancam menjebloskan ke penjara tentang penculikan. Bagaimanapun bapak mereka masih ada mbak. Ma afkan aku mbak. Aku gagal menjaga mereka,". Nisa bersujud di kaki ku.Aku menangis. Bukan untuk menyalahkan Nisa. Tapi aku muak dengan perlakuan keluarga Kang Usman. Padahal dulu jelas jelas Yuli yang bersikeras ikut denganku. Dan Tante Mira mengatakan bahwa anak anak ku tidak ada disitu. Bahkan mengataiku tak becus menjaga anak anak. Betapa munafiknya mereka." Bangunlsh, Nis. Kamu tidak bersalah,"" Tapi aku gagal menjaga amanat dari Mbak Narti,"" Setiap kesulitan pasti ada ada jalan keluar yang menyertai Nis. Nanti kita bicarakan ya," kataku mengajaknya untuk masuk.Rumah Nisa tergolong mewah. Furniture nya menambah asri dan cantiknya rumah ini. Ruman dengan gaya eropa pasti membuat bangga pemilik
" Mbak boleh pinjam uang mu Nis ? Mbak ingin mengadu nasib di luar negeri. Mbak janji akan menggantinya,"Sebenarnya aku malu sekaligus takut dikira mengincar hasil penjualan rumah Nisa. Juga aku bingung bagaimana bicaranya untuk menitipkan anak anak ku pada Nisa.Nisa terdiam. Aku benar benar takut ia tersinggung. Lalu sejurus kemudian ia justru tersenyum." Tidak usah pinjam mbak. Ini adalah hak mba Narti. Dulu kami menjual rumah emak tanpa memberi hak yang seharusnya mbak Narti peroleh. Ini uang mbak Narti yang pernah Nisa pakai,"Air mataku luruh seketika. Keadaan yang mengguncang jiwa raga serta psikis Nisa nyatanya benar benar membuatnya berubah haluan. Membuatnya benar benar berubah ke arah yang lebih baik." Terimakasih banyak ya Nisa," ucapku terharu." Kenapa harus pergi keluar negeri mbak ? Apa tidak ada jalan keluar yang lain ? Kasian anak anak mbak. Apalagi Yumna masih kecil,"" Kalau aku terus terusan disini, entah kapan bisa membuat bahagia mereka. Aku tidak mau kehidup