SANTET CELANA DALAM PART 38 Nining membuka selimutnya, matanya terbelak dan mulutnya menganga mendapati perutnya yang membuncit."A-apa ini? Kenapa perutku sebesar ini? Apa aku terkena tumor Mas Aji?" Mata Nining berkaca-kaca. Ia bahkan tak berani meraba perutnya. Aji meraih telapak tangannya, menggenggamnya dengan erat. Tangisnya pun kembali pecah."Akan aku ceritakan semua padamu, jika keadaanmu sudah membaik," janji Aji."Mem-membaik? Membaik bagaimana? Apa selama ini aku sakit parah? Kenapa aku merasa seperti tertidur begitu lama? Sebenarnya apa yang terjadi padaku, Mas Aji?" desak Nining dengan bola mata berkaca-kaca. "Mbak Yas. Perut Mbak Yas sudah mengempis, apa dedek bayi sudah lahir? Kenapa aku bisa melewatkan semua ini? Mana dedek, aku mau menggendongnya?" Aji menoleh ke arah Yasmin. Istrinya hanya berdiri terpaku tanpa bisa berkata apa-apa sambil meraba perutnya.Apalagi Sumini dan Danang, mereka bahkan tak mampu menatap bola mata Nining. Bagaimana kalau ia sampai tahu
SANTET CELANA DALAM PART 39"Orang itu adalah dukun cabul, di mana Mas Aji yang membawamu ke sana untuk berobat. Dukun itu memanfaatkan keadaanmu. Kamu lihat foto Erna, Raga dan aku di bawah jembatan itu? Itu adalah foto di mana kami mencoba mengeluarkan kamu dari rumah dukun itu. Sayangnya semua sudah terlambat. Aku minta maaf," ucap Galih penuh penyesalan. Di sini Nining mulai menangis, ia memejamkan matanya beberapa saat. Menyadari jikalau dirinya kini sudah tak suci lagi. "Hal yang lebih menyedihkan lagi, seharusnya ada seseorang yang bisa menyelamatkanmu, tetapi ia lebih memilih diam dan membiarkan dukun itu berbuat tidak senonoh padamu," ucap Galih berhasil memancing reaksi marah Nining. "Apa orang itu juga yang mengirim guna-guna itu padaku?" tebakan Nining kali ini benar, hingga Galih pun mengangguk pelan. "Siapa, Gal?" "Ita," jawab Galih tanpa ragu. "Itaaaa?!" "Ya.""Kamu jangan ngada-ngada, Gal. Ita nggak mungkin melakukan semua itu padaku? Ita itu saudariku, dia itu
SANTET CELANA DALAM PART 40 Kokok ayam jago menandakan hari sudah pagi. Galih mengerjabkan matanya, sesekali ia menguap karena kantuk. Dengan baju yang masih basah ia segera pulang. Seperti biasa, meski masih pagi buta lampu dapur rumahnya sudah menyala. Darsih pasti sudah ke pasar menjajakan dagangannya. Galih mengambil kunci yang tergantung di sudut belakang rumahnya. Ia dan kakaknya biasa menaruh kunci di sana. Galih masuk, kemudian segera mandi. Usai mandi, Galih langsung menuju ke kamarnya karena rasa ngantuk yang sudah tak bisa ia tahan. Hampir semalaman ia tidak tidur. Ia menjatuhkan diri di kasurnya, dalam sekejap saja ia sudah tertidur lelap dengan rambut yang masih basah. ***Di rumah Aji. Nining sudah bangun mendahului Yasmin. Ia memasak masakan kesukaan Aji, kebetulan stok bahan makanan itu ada di kulkas. "Dek, kamu mencium sesuatu nggak?" bisik Aji pagi itu. "Iya, sedep banget. Kayaknya dari dapur Mas," jawab Yasmin. Mereka berdua lantas turun dari tempat tidur.
SANTET CELANA DALAM PART 41"Ini." Galih melepas cincin pernikahannya dan memberikannya kepada Arkan. "Aku kembalikan Nining padamu dalam keadaan utuh. Tolong kamu jaga dia baik-baik karena dia sudah banyak menderita." "Aku pasti akan menjaganya," janji Arkan."Aku percaya padamu, semoga kalian berdua bahagia." "Terima kasih," jawab Arkan. Mereka berdua pun berpelukan. Meski berat rasanya harus melepas Nining untuk Arkan, tetapi itu tak mengapa. Galih hanya ingin melihat Nining bahagia hidup dengan lelaki pilihan hatinya. "Bisakah aku bicara empat mata dengan Nining," tanya Arkan sopan. "Silakan, tapi apa tidak sebaiknya kamu ajak Nining pulang saja. Akan lebih baik kalau kalian gobrol di rumah Mas Aji. Di sana kalian akan bisa bicara lebih santai dan tenang," kata Galih memberi ide. "Benar juga," jawab Arkan. Kurang sopan rasanya kalau ia harus membahas tentang masa depannya bersama Nining di rumah Galih. "Kalau begitu, aku izin mengajak Nining pulang. Ning, ayo," ajak Arkan.
SANTET CELALAN DALAM PART 42 "Om, Galih. Tolongin donk." Seoarang Gadis kecil tiba-tiba datang dan meminta bantuan kepada Galih meniup sebuah balon untuknya. Ia menyodorkan balon berwarna merah kepada Galih. "Sini." Galih mengambil balon tersebut kemudian meniupnya. Tak lama kemudian teman si gadis kecil itu datang. Tiba-tiba saja Galih dan Nining sudah di kerumuni oleh mereka yang meminta bantuan untuk meniup balon."Bu Nining, kenapa tidak mengajar ngaji lagi? Kan, Bu Nining sudah sembuh?" tanya Fredi salah satu murid mengaji Nining. "Nanti ya. Nanti Bu Nining pasti akan mengajar kembali. Fredi udah sampai mana ngajinya?" tanya Nining ramah."Aku sudah iqro lima, Bu." "Wah, hebat donk." "Nanti Bu Nining mengajar lagi ya? Kami kangen," kata Fredi kemudian. "Iya, nanti Bu Nining mengajar lagi." "Bu Nining nggak akan lari-larian di jalan tanpa pakai baju lagi, kan? Itu kan, aurat, Bu?" tanya fredi dengan polosnya. "Iya, benar. Itu kan nggak boleh, Bu," sahut Kanaya."Eh, kata a
SANTET CELANA DALAM PART 43Tak mendapatkan jawaban yang pasti dari Nining, Arkan pun tak ingin memaksanya. Dari tempat Dokter, Nining diajak Arkan ke baby shop. Begitu masuk, mereka disuguhkan berbagai macam keperluan bayi.. Mulai dari baju, sepatu, sampai acsesoris. Nining berjalan ke deratan baju-baju bayi bermotif otomotif, lalu mengambil setelan baju anak bergambar pesawat terbang berwarna biru. "Lucu, ya?" tanyanya pada Arkan."Ya." Nining pun memasukannya ke dalam keranjang belanja. Pertama satu, hingga tanpa sadar keranjang belanja itu mulai penuh. "Ini bagus, ya?" "Iya," jawab Arkan. Ia terus memandangi Nining dan buru-buru memalingkan wajah ketika Nining memandangnya. Seperti pasangan suami istri, Arkan dengan sabar menemaninya. Sepatu-sepatu lucu turut masuk ke dalam keranjang, topi, kaos kaki, sampai mainan. "Total semuanya empat juta tiga ratus enam puluh dua, Mas," kata Mbak Kasir. "Hah, yang benar? Coba hitung lagi, Mbak. Siapa tahu salah," ucap Nining kaget
SANTET CELANA DALAM PART 44Nining dirujuk ke rumah sakit bersama dengan bayinya. Hari bahagia itu seketika menjadi petaka. Entah apa yang terjadi mereka belum tahu pasti. Yang jelas detak jantung Nining semakin lemah. Sudah hampir satu jam Nining berada di dalam ruangan UGD. Yasmin menggendong putra Nining yang bahkan belum memiliki nama. Mereka semua menunggu kabar dari dokter dengan cemas. Begitu pintu dibuka. Aji langsung menghampiri Sang Dokter."Bagaimana keadaan adik saya, Dok?" "Maaf, kami sudah berusaha." "Apa?! Apa maksud dokter dengan meminta maaf?" bentak Aji."Pasien sudah tiada, kami sudah melakukan segala upaya, tapi Tuhan berkehendak lain." Bagai disambar petir. Aji terpaku di depan ruang UGD. Ia berjalan pelan menuju pintu, lalu melonggok ke dalam. Kain putih sudah menutupi seluruh tubuh Nining. Yasmin membekab mulutnya. Ia menangis tanpa suara. Bayi yang ada dalam gendongannya pun menangis, seakan ia ikut merasakan apa yang terjadi. Betapa malang nasibnya, ia
SANTET CELANA DALAM PART 45"Galih." "Galih?" "Iya, Galih. Menurutku ... dia yang lebih pantas menjadi ayahnya Gilang. Galih tanpa pamrih menjagaku selama ini meskipun aku pernah menolaknya. Ia juga tak pernah memaksakan kehendaknya padaku. Aku rasa, tak ada kata yang bisa kuungkapkan untuk mengambarkan bagaimana kebaikan Galih dan selain itu juga aku punya alasan lain." Nining pun tertunduk malu. "Apa itu?" "Kurasa ... aku mencintai Galih, Mbak," ucap Nining kemudian. Yasmin pun tersenyum, kemudian memeluk adik iparnya itu dengan gemas. "Mbak Bahagia banget mendengar keputusanmu ini, Ning. Aku yakin kamu akan bahagia bersamanya." "Benarkah, Mbak?" "Ya, Arkan pasti akan senang dengan keputusanmu ini. Mbak bahagia akhirnya kamu mau menikah juga. Dia sudah tak sabar menunggu jawaban darimu," ucap Yasmin. Di saat itulah secara tak sengaja Aji mendengar ucapan Yasmin ketika hendak kembali ke belakang usai mengambil dedak di samping rumah untuk campuran minum ternak kambing merek