Secara diam-diam, Ramandika mulai mengerahkan tenaga dalamnya. Tanpa banyak bicara lagi, ia langsung menyerang para pendekar itu dengan menggunakan gerakan yang sangat luar biasa, cepat dan sukar dideteksi.Salah seorang dari kedua pendekar itu menjadi korban pertama keganasan jurus yang baru saja dikeluarkan oleh Ramandika.Tubuh lawannya melayang terbang terdorong dahsyatnya kekuatan ilmu tenaga dalam Ramandika, terdengar suara jeritan pilu yang menggema, kemudian suara tersebut hilang seiring dengan jatuhnya tubuh pendekar tersebut.Ramandika sudah berhasil mengalahkan satu dari dua pendekar yang merupakan anak buah Ki Bagus Toka. Setelah itu, ia kembali melakukan serangan berikutnya terhadap pendekar yang satu lagi."Kurang ajar!" geram Ki Bagus Toka, "dia sangat kuat sekali," desisnya lagi sambil menyaksikan detik-detik pertarungan anak buahnya yang masih bertahan melawan Ramandika."Rasakan ini!" teriak Ramandika menyapu kaki lawannya dengan tendangan keras yang memiliki kekuata
Ki Bagus Toka hanya meringis menahan rasa sakit akibat terkena sabetan pedang pusaka Naga Geni. Meskipun demikian, ia tidak mengindahkan peringatan Ki Ranggawa.Pria paruh baya itu bersikeras menolak untuk menyerah, walau sudah mengalami luka parah.'Rupanya Ranggawa sudah terpengaruh oleh Ramandika, kurang ajar sekali dia!' batin Ki Bagus Toka, kesal dengan sikap kawannya itu.Selang beberapa saat kemudian, terdengar suara bentakan keras dari seseorang yang tiba-tiba datang."Kejam sekali kau Ramandika!" Itu adalah suara Banasta—putra Ki Bagus Toka.Tiba-tiba saja, berkelebatan sinar senjata yang tersorot sinar bulan purnama dengan suara gaduh. Tampak juga beberapa pendekar dari Padepokan Harmala sudah maju secara bersamaan hendak menghampiri Ramandika. Jumlah mereka sangat banyak sekali, dan mereka pun sepertinya siap melakukan serangan terhadap Ramandika yang sudah melukai guru mereka dan membunuh dua murid senior padepokan tersebut.Setelah berada di hadapan Ramandika, Banasta dan
Perkataan Ramandika ternyata menyinggung jiwa dan perasaan Delima Wulan. Seketika itu, tumbuh rasa emosi dalam diri pendekar wanita tersebut. Sehingga, ia pun berkata, "Apakah kau menolak karena menyepelekan kemampuanku?" "Delima, kau jangan salah paham! Bukannya aku merendahkan kepandaian yang kau miliki. Tapi ini semua adalah persoalanku sendiri yang tidak seharusnya orang lain turut campur," jelas Ramandika menatap tajam wajah Delima Wulan. Delima Wulan tidak mengindahkan perkataan Ramandika. Tanpa banyak bicara lagi, ia menghunus pedangnya dan langsung menyerang Banasta. "Delima Wulan memang sangat keras kepala," desis Ramandika sambil mengelus dada. Ramandika sudah tak dapat melarang wanita cantik itu, ia harus membela kehormatannya sendiri dan juga melindungi Delima Wulan yang sedang bertarung membela dirinya. Maka, Ramandika pun kembali mengangkat pedang pusakanya, ia langsung menyerbu ke dalam barisan para pendekar yang sudah mengepungnya. Para pendekar itu pun sudah mulai
Banasta tampak marah sekali melihat Ramandika dan Delima Wulan sudah keluar dari arena pertarungan."Kurang ajar! Mereka sudah memanfaatkan kelengahan kita," geram Banasta, dalam sorot matanya terdapat kemarahan dan emosi tinggi.Setelah itu, ia memerintahkan anak buahnya agar mengevakuasi ayahnya supaya langsung diobati, karena Ki Bagus Toka sudah mengalami luka yang sangat parah.Dengan sigap, beberapa orang pendekar langsung mengevakuasi guru mereka untuk segera diberi perawatan. Selain itu, mereka juga mengevakuasi dua jasad kawan mereka yang binasa di tangan Ramandika.Dengan suara rendah, Banasta berkata kepada para pendekar yang ada di belakangnya, "Kita jangan melepaskan mereka berdua!" serunya, "kita harus menangkap mereka, karena mereka harus bertanggung jawab atas kematian dua kawan kita!" sambungnya tampak berapi-api.Sorot matanya begitu tajam, Banasta terus memperhatikan gerak-gerik Ramandika dan Delima Wulan. Kemudian, ia berkata dengan suara datar, "Jika kalian berhasi
Delima Wulan langsung melangkah diikuti oleh Ramandika, Sahija dan Ki Ranggawa yang sedari awal menyaksikan detik-detik pertarungan di halaman padepokan tersebut.Banasta dan anak buahnya hanya diam saja, mereka membiarkan Ramandika dan ketiga orang lainnya pergi meninggalkan tempat tersebut."Kelompok ini harus bersatu dengan kelompok Halimun, itu pesan gusti adipati!" kata Basyar Asad mengarah kepada Banasta."Baik, Ki. Aku akan membicarakan ini kepada ayahku," jawab Banasta sambil menjura hormat.Sementara itu, Delima Wulan, Ki Ranggawa, dan Sahija langsung ikut ke bukit Sancang bersama Ramandika. Menjelang pagi, mereka sudah tiba di sebuah padepokan yang merupakan tempat tinggal Ramandika bersama kelompoknya."Istirahat saja dulu di sini, siang nanti aku akan memerintahkan anak buahku untuk menyiapkan kamar untuk kalian," kata Ramandika lirih.Mereka hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala. Ramandika segera berjalan menuju pondoknya, sebelum tiba di pondoknya, Ramandika terleb
Malam harinya ....Pos keamanan kelompok Halimun yang berada di bawah bukit Sancang kembali mengalami serangan dari sekelompok orang tidak dikenal.Serangan yang terjadi malam itu bukan lagi dilakukan oleh pihak prajurit kerajaan Gurusetra, namun ini merupakan tindakan dari para pendekar yang selama ini menentang perjuangan kelompok Halimun.Para pendekar itu, merupakan orang-orang dari kelompok Lumaja Saka yang selama ini selalu berpihak kepada pemerintah kerajaan Gurusetra. Dalam serangan tersebut, kelompok Lumaja Saka berhasil melukai beberapa orang dari kelompok Halimun, dan bahkan mereka pun berhasil membunuh sepuluh orang dengan serangan anak panah."Lawan mereka!" teriak Bando yang kini dipercaya oleh Ramandika sebagai kepala keamanan di pos tersebut.Dengan cepat pasukan dari kelompok Halimun langsung menyerbu para pendekar Lumaja Saka yang sudah berada di hadapan mereka. Namun naas, ada sekitar dua orang dari kelompok Halimun harus tewas d
Tujuh hari kemudian ....Ketika mentari pagi baru saja terbit di ufuk timur, seluruh desa Singkur sudah heboh oleh berita yang disampaikan dari mulut ke mulut, terkait kabar hilangnya seorang sepuh di desa tersebut. Sepuh itu adalah Ki Sarma, seorang pria senja yang sangat dihormati oleh masyarakat desa Singkur.Diduga kuat, Ki Sarma telah diculik oleh orang jahat yang tidak suka dengan sikap pria senja itu. Karena beberapa waktu lalu, Ki Sarma pernah menyatakan diri akan mendukung kelompok pejuang yang dipimpin oleh Ramandika.Para penduduk desa Singkur semalaman suntuk sudah berusaha mencari jejak si penculik, namun usaha mereka sia-sia belaka. Mereka tidak menemukan jejak para penculik tersebut.Dua orang penduduk desa Singkur langsung melaporkan peristiwa itu kepada Ramandika, dan meminta agar Ramandika bersama anak buahnya membantu mereka untuk menemukan Ki Sarma."Aku rasa, pelaku penculikan ini adalah para prajurit kerajaan yang ada di kadem
Ki Samiang tampak tegang dan merasa takut mendengar perkataan Ramandika. Namun, dirinya masih bisa berusaha tenang menghadapi kemarahan Ramandika."Jadi, kau ini menuduhku sebagai dalang dari kasus penculikan Ki Sarma?"Sena yang sedari tadi hanya diam, tampak kesal melihat sikap Ki Samiang yang terus menerus membela diri."Mohon maaf, Ketua. Izinkan aku untuk menggeledah rumah ini!" kata Sena kepada Ramandika."Silakan!" jawab Ramandika mundur beberapa langkah ke belakang.Kemudian, Sena dan Ki Dunggala langsung melangkah masuk ke dalam rumah megah milik Ki Samiang. Namun, Ki Samiang dan anak buahnya segera menghadang langkah Sena dan Ki Dunggala."Tidak seharusnya kalian melakukan ini, kalian tidak aku izinkan masuk ke rumahku!" Ki Samiang menghadang sambil membentangkan kedua tangannya.Sena dan Ki Dunggala tampak emosi dengan sikap Ki Samiang. Namun, mereka berusaha meredam rasa emosi tersebut.Sena menoleh ke arah Ramandika, seakan-akan meminta izin untuk mengambil tindakan tegas
Beberapa hari kemudian ....Ramandika dan Senapati Sena langsung kembali ke istana bersama lima ratus prajurit yang baru saja selesai melaksanakan tugas mereka—menumpas kelompok pendekar sayap timur.Setibanya di istana, Ratu Rinjani dan Lasmina menyambut hangat kedatangan Ramandika dan pasukannya."Syukurlah, Kakang bersama para prajurit dalam kondisi baik-baik saja," kata Ratu Rinjani sambil tersenyum lebar.Begitu juga dengan Lasmina, meskipun kapasitas dirinya hanya sebagai istri kedua Ramandika. Namun, Lasmina tak kalah mesra dari sang ratu dalam menyambut kedatangan suaminya itu."Ada kabar baik untuk Kakang," kata Lasmina sambil tersenyum-senyum.Ramandika mengerutkan kening sambil memandangi wajah istri keduanya itu. "Kabar baik apa, Nyimas?" tanya Ramandika penasaran.Lasmina masih tersenyum-senyum, kemudian dia menoleh ke arah Ratu Rinjani. "Kanda Ratu saja yang menyampaikan kabar baik ini!" pinta Lasmina.Ratu Rinjani tersenyum lebar, dia mengatur napas sejenak sebelum meny
Mendengar pertanyaan pendekar itu, Panglima Dumaya tampak geram sekali. "Apakah kau ingin mati konyol? Silakan saja jika kau ingin tetap di sini! Aku dan yang lain akan segera meninggalkan tempat ini," pungkas Panglima Dumaya. Demikian juga dengan para pendekar lainnya, mereka sudah merubah haluan. Mereka sudah jera dan tidak mau lagi bertempur melawan pasukan kerajaan Gurusetra Jaya. Para pendekar itu sadar dengan kondisi kekurangan mereka. "Ayo, mundur!" teriak Panglima Dumaya. Dengan demikian, maka para pendekar itu langsung mundur meninggalkan arena pertempuran. Panglima Dumaya tidak ingin anak buahnya berguguran terlalu banyak, karena dia sadar dengan jumlah pasukannya yang semakin berkurang saja. "Kurang ajar!" geram Silaka, "kalian pengecut!" sambungnya berteriak keras. Namun, Panglima Dumaya dan para pendekar lainnya tidak mengindahkan teriakan Silaka. Demikianlah, maka Silaka langsung memerintahkan anak buahnya yang masih bertahan untuk beralih ke arah timur demi menghin
Panglima Birnaka dan para prajuritnya hanya mengangguk sambil menjura hormat kepada sang perdana menteri."Nanti aku dan Senapati Sena akan menyusul kalian," kata Ramandika, "aku sarankan, kalian jangan melakukan serangan hari ini. Lebih baik lakukan serangan besok saja, untuk hari ini kalian cukup memantau pergerakan mereka," sambungnya."Baik, Gusti," jawab Panglima Birnaka menjura kepada sang perdana menteri."Setelah kalian tiba di tengah hutan Jati, kalian harus mencari tempat yang aman untuk mendirikan perkemahan. Pastikan tempat tersebut aman dan jauh dari markas para pendekar dari kelompok sayap timur!" kata Ramandika."Hamba akan menyampaikan saran ini kepada semua prajurit." Panglima Birnaka berkata sambil menjura penuh rasa hormat kepada sang perdana menteri Setelah mendapatkan pencerahan dari Ramandika, Panglima Birnaka dan pasukannya langsung bergerak memasuki hutan Jati yang menjadi sarang para pendekar dari kelompok sayap timur.Pasukan yang dipimpin oleh Panglima Birn
Pagi harinya, di beberapa desa yang ada di wilayah kepatihan Putra Jaya, tampak geger dengan hilangnya beberapa orang tokoh masyarakat dan para pemuda.Orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarganya langsung mendatangi para prajurit yang bertugas di wilayah kademangan Jati Darma. Mereka melaporkan bahwa anggota keluarga mereka sudah hilang secara misterius.Tentu, kejadian tersebut kembali menghebohkan dan merubah suasana dan kondisi yang semula aman menjadi kembali genting. Para penduduk pun mulai takut keluar rumah pada malam hari, bahkan di siang hari pun aktivitas penduduk mulai surut, mereka tak lagi pergi ke ladang atau ke tempat-tempat lain yang jauh dari pemukiman, karena mereka takut sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada mereka.Senapati Sena tampak geram sekali dengan peristiwa tersebut, ia sudah menduga bahwa itu murni perbuatan kelompok pendekar sayap timur pimpinan Panglima Dumaya. Namun, semua harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu sebelum mengambil ke
Para penduduk itu terus berbincang-bincang sambil menikmati waktu, hingga pada akhirnya perbincangan mereka bergeser ke hal lain yang bersangkutan dengan kelompok pendekar sayap timur."Apakah kalian percaya jika Panglima Amerya dari kelompok pendekar sayap timur itu sudah tewas?" timpal seorang pria paruh baya bertanya kepada semua yang ada di tempat tersebut.Seorang pria yang mengenakan ikat kepala merah segera menjawab pertanyaan pria paruh baya itu, "Menurut kabar yang aku dengar dari ki kuwu, kabar kematian Panglima Amerya itu memang benar. Dia sudah tewas di tangan Panglima Gurma.""Baguslah kalau memang kabar itu benar, itu tandanya kita akan aman. Walau bagaimanapun, Panglima Amerya adalah otak di balik semua kekacauan di wilayah ini."Beberapa tanggapan telah muncul di antara para penduduk kadipaten Dembaga Pura dan juga dari pihak kelompok pendekar sayap timur. Ada yang percaya bahwa Panglima Gurma telah membunuh Panglima Amerya, adapula yang beranggapan bahwa Panglima Amer
Beberapa orang dari kelompok pendekar sayap timur, saat itu sudah berada di dalam hutan yang ada di pinggiran desa Sengkolo di wilayah kadipaten Dembaga Pura—kepatihan Putra Jaya.Para sandera yang beberapa hari terakhir mereka tawan, hari itu sudah mereka lepaskan. Namun, mereka masih menahan belasan orang yang merupakan para pejabat penting dari beberapa kademangan yang ada di wilayah kadipaten Dembaga Pura.Setibanya di kepatihan Putra Jaya, Perdana Menteri Ramandika bersama para prajuritnya langsung bergabung dengan pasukan yang sudah lebih dulu tiba di wilayah tersebut.Kehadiran sang perdana menteri tentu disambut hangat oleh rakyat yang ada di daerah tersebut, bahkan sang patih pun turut menyambut kedatangan Perdana Menteri Ramandika bersama pasukannya."Aku tidak melihat para pejabat kadipaten Dembaga Pura, di mana mereka?" tanya Ramandika kepada Patih Karmala."Mohon maaf, Gusti Perdana Menteri. Hamba belum mengetahui informasi lebih lanjut tentang keberadaan Adipati Tunaraka
Sebulan setelah berdirinya kerajaan Gurusetra Jaya. Tiba-tiba saja, penduduk yang ada di perbatasan wilayah kerajaan Gurusetra Jaya diserang oleh sekelompok orang tak dikenal.Mereka adalah kelompok pendekar sayap timur yang masih bertahan di wilayah tersebut, dan mereka masih loyal terhadap pihak pemerintah kerajaan Gurusetra pimpinan Prabu Mahesa.Meski posisi mereka sudah terhimpit oleh pasukan kerajaan Gurusetra Jaya, namun mereka masih berusaha menganggu dan memberikan teror-teror terhadap pihak kerajaan Gurusetra Jaya dan rakyat kerajaan tersebut.Ada banyak penduduk di wilayah tersebut yang dibantai dan diculik oleh para pendekar jahat dari kelompok sayap timur. Bahkan, mereka disiksa habis-habisan oleh para pendekar itu. Hanya sedikit orang yang berhasil kabur menyelamatkan diri.Radisa dan Janeja merasa kecolongan dengan adanya peristiwa tersebut. Mereka baru mengetahuinya setelah mendapat kabar dari salah seorang penduduk yang berhasil lolos dari cengkraman para pendekar say
Keesokan harinya ....Ramandika sudah memerintahkan beberapa orang prajurit untuk menjemput kedua istrinya. Lasmina yang berada di desa Singkur dan Rinjani di bukit Sancang."Semua anggota kelompok kita harus semuanya ikut ke sini! Mulai hari ini kita akan membangun wilayah kepatihan ini secara mandiri, karena wilayah ini secara resmi sudah terpisah dari wilayah Gurusetra," kata Ramandika di sela pembicaraannya dengan Radisa dan Janeja yang ia beri tugas untuk menjemput kedua istrinya dan juga semua anggota kelompok Halimun yang masih ada di desa Singkur dan bukit Sancang."Baik, Ketua. Kami akan segera bersiap untuk berangkat ke sana," kata Radisa sambil merangkapkan kedua telapak tangannya. Begitu juga yang dilakukan oleh Janeja, bersikap penuh hormat terhadap Ramandika.Setelah itu, mereka bangkit dan bersiap untuk segera berangkat ke desa Singkur dan bukit Sancang. Radisa dan Janeja langsung berbagi tugas."Aku dan para prajuritku akan menjemput Nyimas Raden Rinjani, dan kau bersa
Dengan penuh rasa percaya diri, Panglima Darsaka dan ratusan prajurit yang masih bertahan, langsung melangkah mendekati pasukan Halimun, mereka kembali melakukan perlawanan. Sudah tidak ada pilihan lain lagi, selain melawan untuk mempertahankan diri.Para prajurit kelompok Halimun telah menggenggam senjata mereka masing-masing, dan bersiap menyambut serangan dari pasukan kerajaan Gurusetra yang jumlahnya sudah semakin berkurang.Pada saat itu, Ramandika terpaksa harus membunuh Patih Amukaraga, karena dia tak mau bertekuk lutut. Sejatinya, Ramandika tak berniat melakukan tindakan seperti itu, namun Patih Amukaraga yang terus melakukan serangan berbahaya terhadap dirinya, sehingga Ramandika memutuskan untuk membinasakan sang patih.Sorak sorai para prajurit Halimun terdengar bergemuruh, mereka merayakan kemenangan. Seiring dengan tewasnya Patih Amukaraga di tangan Ramandika—pemimpin mereka. Selain itu, Panglima Darsaka dan para prajuritnya pun sudah berhasil ditangkap dalam keadaan hidu