Tujuh hari kemudian ....
Ketika mentari pagi baru saja terbit di ufuk timur, seluruh desa Singkur sudah heboh oleh berita yang disampaikan dari mulut ke mulut, terkait kabar hilangnya seorang sepuh di desa tersebut. Sepuh itu adalah Ki Sarma, seorang pria senja yang sangat dihormati oleh masyarakat desa Singkur.
Diduga kuat, Ki Sarma telah diculik oleh orang jahat yang tidak suka dengan sikap pria senja itu. Karena beberapa waktu lalu, Ki Sarma pernah menyatakan diri akan mendukung kelompok pejuang yang dipimpin oleh Ramandika.
Para penduduk desa Singkur semalaman suntuk sudah berusaha mencari jejak si penculik, namun usaha mereka sia-sia belaka. Mereka tidak menemukan jejak para penculik tersebut.
Dua orang penduduk desa Singkur langsung melaporkan peristiwa itu kepada Ramandika, dan meminta agar Ramandika bersama anak buahnya membantu mereka untuk menemukan Ki Sarma.
"Aku rasa, pelaku penculikan ini adalah para prajurit kerajaan yang ada di kadem
Ki Samiang tampak tegang dan merasa takut mendengar perkataan Ramandika. Namun, dirinya masih bisa berusaha tenang menghadapi kemarahan Ramandika."Jadi, kau ini menuduhku sebagai dalang dari kasus penculikan Ki Sarma?"Sena yang sedari tadi hanya diam, tampak kesal melihat sikap Ki Samiang yang terus menerus membela diri."Mohon maaf, Ketua. Izinkan aku untuk menggeledah rumah ini!" kata Sena kepada Ramandika."Silakan!" jawab Ramandika mundur beberapa langkah ke belakang.Kemudian, Sena dan Ki Dunggala langsung melangkah masuk ke dalam rumah megah milik Ki Samiang. Namun, Ki Samiang dan anak buahnya segera menghadang langkah Sena dan Ki Dunggala."Tidak seharusnya kalian melakukan ini, kalian tidak aku izinkan masuk ke rumahku!" Ki Samiang menghadang sambil membentangkan kedua tangannya.Sena dan Ki Dunggala tampak emosi dengan sikap Ki Samiang. Namun, mereka berusaha meredam rasa emosi tersebut.Sena menoleh ke arah Ramandika, seakan-akan meminta izin untuk mengambil tindakan tegas
Ketika sudah berada jauh dari kediaman Ki Samiang, Ramandika menghentikan langkah kudanya, begitu pula dengan Ki Dunggala dan Sena. Lantas, Ramandika berpaling ke arah Ki Dunggala dan Sena."Ada apa, Ramandika?" tanya Ki Dunggala tampak penasaran."Aku memiliki rencana untuk Ki Samiang yang sudah mempermainkan kita, Paman dan Sena ikuti saja aku!"Ki Dunggala dan Sena hanya mengangguk saja. Meskipun mereka belum paham dengan maksud dan tujuan Ramandika, namun keduanya tak banyak bicara lagi.Dengan demikian, Ramandika kembali memacu derap langkah kudanya diikuti Ki Dunggala dan Sena menuju desa sebelah yang tidak jauh dari desa tersebut.Sebelum melanjutkan penyelidikan terkait hilangnya Ki Sarma, Ramandika memutuskan untuk beristirahat sejenak di sebuah warung makan yang berada di pinggiran jalan desa tersebut."Kita istirahat dulu, nanti malam kita lanjutkan. Kita harus dapat mengelabui mereka, agar mereka tidak menyangka bahwa kita akan kembali melakukan penyelidikan ini," ujar Ram
Menjelang malam ....Ramandika, Ki Dunggala, dan Sena langsung bergerak kembali menuju kediaman Ki Samiang. Namun, malam itu hanya Ramandika saja yang menyusup ke perkebunan milik Ki Samiang. Ki Dunggala dan Sena hanya menunggu di luar perkebunan itu.Dalam penelusurannya, Ramandika akhirnya berhasil membebaskan Ki Sarma keluar dari tempat yang memang sudah ia curigai sebelumnya. Ramandika, Ki Dunggala, dan Sena berhasil membunuh empat orang anak buah Ki Samiang. Tapi sayang, Ki Samiang berhasil melarikan diri.Setelah berhasil membebaskan Ki Sarma, Ramandika, Ki Dunggala, dan Sena kembali ke bukit Sancang. Mereka langsung menghadap Ki Ageng Penggir yang hari itu sudah berada di padepokan Halimun bersama Bisama.Ramandika dan para petinggi kelompok Halimun langsung mengadakan pembicaraan penting terkait masalah penculikan orang-orang yang dianggap sebagai pemberontak oleh pihak kerajaan."Seharusnya kau ini membangun sebuah pertahanan yang kuat di desa Singkur dan sekitarnya, agar kej
Ramandika tersenyum lebar, lalu menjawab, "Jika istriku siap, maka aku setuju, Guru."Dengan demikian, Lasmina resmi akan ikut berjuang di medan pertempuran bersama suaminya. Lasmina dipercaya oleh Ki Ageng Penggir dan Ramandika untuk memimpin pasukan Srikandi.Pasukan Srikandi terdiri dari para pendekar wanita yang tangguh yang selama ini sudah bergabung dengan kelompok Halimun. Mereka merupakan pasukan pelapis yang akan ikut bertempur melawan pasukan kerajaan Gurusetra dalam waktu dekat ini.Usai melakukan perundingan dengan Ramandika dan para petinggi kelompok Halimun, Ki Ageng Penggir pamit untuk beristirahat.Sementara itu, Ramandika langsung memanggil Jayamanik dan istrinya serta sekitar sepuluh orang pendekar wanita yang akan menjadi pengawal pribadi Rinjani—istri pertamanya.Ramandika memberikan tugas khusus kepada para pengawal Rinjani agar senantiasa dapat menjaga dan melayani Rinjani dengan baik. Karena walau bagaimanapun, Rinjani adalah satu-satunya orang yang akan menjadi
Beberapa hari kemudian ....Ramandika langsung mengumpulkan para petinggi kelompok Halimun, dia bersama para pengikutnya langsung berdiskusi menjelang keberangkatan mereka ke kadipaten Dembaga Pura.Ramandika dan pasukannya akan melakukan serangan besar-besaran terhadap pihak kerajaan Gurusetra yang selama ini sudah bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat. Terutama, mereka yang berada di kadipaten Dembaga Pura.Mereka kerap melakukan tindakan tidak terpuji dan sudah melanggar aturan hukum yang berlaku. Tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan bernegara yang diterapkan oleh para pendahulu kerajaan Gurusetra.Beberapa hari yang lalu, pasukan kerajaan Gurusetra sudah membinasakan puluhan penduduk yang ada di wilayah kadipaten Dembaga Pura, sehingga menyulut kemarahan Ramandika dan para pengikutnya. Bukan hanya itu saja, mereka pun sudah membakar ratusan rumah warga yang mereka anggap sebagai anggota kelompok pejuang."Serangan ini sangat penting kita lakukan, karena mereka akan terus
Ramandika tersenyum lebar memandang wajah Panglima Gurma, seorang panglima yang dulu merupakan punggawa andalan dari pihak kerajaan Gurusetra yang pernah bermusuhan dengan dirinya. Namun, Sanghyang Widhi telah merubah pola pikir Panglima Gurma, sehingga dirinya berubah pikiran menjadi seorang yang baik dan mau berpihak kepada para pejuang kemerdekaan. Beberapa saat kemudian ... Para prajurit yang ditugaskan memasak makanan sudah selesai mengerjakan tugas mereka. Sena langsung melangkah menghampiri Ramandika dan Panglima Gurma. "Mohon maaf, Ketua. Makanan sudah tersedia, sebaiknya kita makan sekarang bersama para prajurit!" ajak Sena dengan sikap penuh hormat. "Ya, nanti aku dan Panglima Gurma langsung ke sana," jawab Ramandika lirih, "kau ajak juga para prajurit Dongkala!" sambungnya. "Baik, Ketua." Sena menjura hormat, kemudian pamit dan langsung berlalu dari hadapan Ramandika dan Panglima Gurma. "Ayo, Panglima. Kita makan bersama para prajurit!" ajak Ramandika kepada Panglima
Tampak jelas di sekeliling mereka sudah berdiri puluhan prajurit dari kelompok Halimun. Para prajurit itu sudah mengepung mereka dengan menodongkan senjata masing-masing."Kita tidak mungkin kita bisa lari dari tempat ini," bisik Purwa mulai putus asa."Diam saja dulu! Kita harus mencari cara agar bisa lepas dari kepungan mereka," sahut Mukala sedikit geram terhadap sikap Purwa yang sudah patah arang."Sebaiknya kalian menyerah saja. Kawan kalian sudah kami tangkap!" seru Kardala berdiri di barisan depan menghadap ke arah Mukala dan Purwa.Keringat dingin mulai bercucuran dari kening Mukala dan Purwa, mereka mulai tegang menghadapi situasi genting seperti itu. Tak dapat dipungkiri bahwa mereka sangat takut jika harus tertangkap oleh para prajurit Halimun.Dua orang prajurit maju beberapa langkah mendekati Mukala dan Purwa, lantas salah seorang dari mereka berkata, "Menyerahkan diri secara baik-baik itu akan meringankan hukuman kalian. Tapi sebaliknya, jika kalian melakukan perlawanan,
Tanpa menunggu lama lagi, Panglima Darsaka segera melaksanakan tugas tersebut. Ia langsung membentuk tim untuk menyelidiki kepergian Dimas Raga.Panglima Darsaka bersama dua orang prajurit telik sandi dengan sangat teliti melakukan pemeriksaan terhadap jejak langkah yang ditinggalkan oleh Dimas Raga. Hingga akhirnya, telah diketahui bahwa Dimas Raga berangkat dari istana menuju ke arah selatan. Tepatnya ke wilayah kadipaten Dembaga Pura.Panglima Darsaka menghela napas dalam-dalam, kemudian berkata lirih kepada dua prajuritnya, “Berdasarkan petunjuk dari langkah kakinya, dapat diketahui bahwa Raden Dimas Raga sudah pergi ke arah selatan.""Mohon maaf, Panglima. Apakah mungkin, dia akan bergabung dengan kelompok Halimun?" tanya salah seorang prajurit."Bisa jadi," jawab Panglima Darsaka singkat."Kalau itu benar, berarti Raden Dimas Raga sudah mengetahui bahwa pasukan kelompok Halimun sudah berada di alas Dembaga Pura," kata prajurit itu menanggapi perkataan sang panglima.Namun, praju
Beberapa hari kemudian ....Ramandika dan Senapati Sena langsung kembali ke istana bersama lima ratus prajurit yang baru saja selesai melaksanakan tugas mereka—menumpas kelompok pendekar sayap timur.Setibanya di istana, Ratu Rinjani dan Lasmina menyambut hangat kedatangan Ramandika dan pasukannya."Syukurlah, Kakang bersama para prajurit dalam kondisi baik-baik saja," kata Ratu Rinjani sambil tersenyum lebar.Begitu juga dengan Lasmina, meskipun kapasitas dirinya hanya sebagai istri kedua Ramandika. Namun, Lasmina tak kalah mesra dari sang ratu dalam menyambut kedatangan suaminya itu."Ada kabar baik untuk Kakang," kata Lasmina sambil tersenyum-senyum.Ramandika mengerutkan kening sambil memandangi wajah istri keduanya itu. "Kabar baik apa, Nyimas?" tanya Ramandika penasaran.Lasmina masih tersenyum-senyum, kemudian dia menoleh ke arah Ratu Rinjani. "Kanda Ratu saja yang menyampaikan kabar baik ini!" pinta Lasmina.Ratu Rinjani tersenyum lebar, dia mengatur napas sejenak sebelum meny
Mendengar pertanyaan pendekar itu, Panglima Dumaya tampak geram sekali. "Apakah kau ingin mati konyol? Silakan saja jika kau ingin tetap di sini! Aku dan yang lain akan segera meninggalkan tempat ini," pungkas Panglima Dumaya. Demikian juga dengan para pendekar lainnya, mereka sudah merubah haluan. Mereka sudah jera dan tidak mau lagi bertempur melawan pasukan kerajaan Gurusetra Jaya. Para pendekar itu sadar dengan kondisi kekurangan mereka. "Ayo, mundur!" teriak Panglima Dumaya. Dengan demikian, maka para pendekar itu langsung mundur meninggalkan arena pertempuran. Panglima Dumaya tidak ingin anak buahnya berguguran terlalu banyak, karena dia sadar dengan jumlah pasukannya yang semakin berkurang saja. "Kurang ajar!" geram Silaka, "kalian pengecut!" sambungnya berteriak keras. Namun, Panglima Dumaya dan para pendekar lainnya tidak mengindahkan teriakan Silaka. Demikianlah, maka Silaka langsung memerintahkan anak buahnya yang masih bertahan untuk beralih ke arah timur demi menghin
Panglima Birnaka dan para prajuritnya hanya mengangguk sambil menjura hormat kepada sang perdana menteri."Nanti aku dan Senapati Sena akan menyusul kalian," kata Ramandika, "aku sarankan, kalian jangan melakukan serangan hari ini. Lebih baik lakukan serangan besok saja, untuk hari ini kalian cukup memantau pergerakan mereka," sambungnya."Baik, Gusti," jawab Panglima Birnaka menjura kepada sang perdana menteri."Setelah kalian tiba di tengah hutan Jati, kalian harus mencari tempat yang aman untuk mendirikan perkemahan. Pastikan tempat tersebut aman dan jauh dari markas para pendekar dari kelompok sayap timur!" kata Ramandika."Hamba akan menyampaikan saran ini kepada semua prajurit." Panglima Birnaka berkata sambil menjura penuh rasa hormat kepada sang perdana menteri Setelah mendapatkan pencerahan dari Ramandika, Panglima Birnaka dan pasukannya langsung bergerak memasuki hutan Jati yang menjadi sarang para pendekar dari kelompok sayap timur.Pasukan yang dipimpin oleh Panglima Birn
Pagi harinya, di beberapa desa yang ada di wilayah kepatihan Putra Jaya, tampak geger dengan hilangnya beberapa orang tokoh masyarakat dan para pemuda.Orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarganya langsung mendatangi para prajurit yang bertugas di wilayah kademangan Jati Darma. Mereka melaporkan bahwa anggota keluarga mereka sudah hilang secara misterius.Tentu, kejadian tersebut kembali menghebohkan dan merubah suasana dan kondisi yang semula aman menjadi kembali genting. Para penduduk pun mulai takut keluar rumah pada malam hari, bahkan di siang hari pun aktivitas penduduk mulai surut, mereka tak lagi pergi ke ladang atau ke tempat-tempat lain yang jauh dari pemukiman, karena mereka takut sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada mereka.Senapati Sena tampak geram sekali dengan peristiwa tersebut, ia sudah menduga bahwa itu murni perbuatan kelompok pendekar sayap timur pimpinan Panglima Dumaya. Namun, semua harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu sebelum mengambil ke
Para penduduk itu terus berbincang-bincang sambil menikmati waktu, hingga pada akhirnya perbincangan mereka bergeser ke hal lain yang bersangkutan dengan kelompok pendekar sayap timur."Apakah kalian percaya jika Panglima Amerya dari kelompok pendekar sayap timur itu sudah tewas?" timpal seorang pria paruh baya bertanya kepada semua yang ada di tempat tersebut.Seorang pria yang mengenakan ikat kepala merah segera menjawab pertanyaan pria paruh baya itu, "Menurut kabar yang aku dengar dari ki kuwu, kabar kematian Panglima Amerya itu memang benar. Dia sudah tewas di tangan Panglima Gurma.""Baguslah kalau memang kabar itu benar, itu tandanya kita akan aman. Walau bagaimanapun, Panglima Amerya adalah otak di balik semua kekacauan di wilayah ini."Beberapa tanggapan telah muncul di antara para penduduk kadipaten Dembaga Pura dan juga dari pihak kelompok pendekar sayap timur. Ada yang percaya bahwa Panglima Gurma telah membunuh Panglima Amerya, adapula yang beranggapan bahwa Panglima Amer
Beberapa orang dari kelompok pendekar sayap timur, saat itu sudah berada di dalam hutan yang ada di pinggiran desa Sengkolo di wilayah kadipaten Dembaga Pura—kepatihan Putra Jaya.Para sandera yang beberapa hari terakhir mereka tawan, hari itu sudah mereka lepaskan. Namun, mereka masih menahan belasan orang yang merupakan para pejabat penting dari beberapa kademangan yang ada di wilayah kadipaten Dembaga Pura.Setibanya di kepatihan Putra Jaya, Perdana Menteri Ramandika bersama para prajuritnya langsung bergabung dengan pasukan yang sudah lebih dulu tiba di wilayah tersebut.Kehadiran sang perdana menteri tentu disambut hangat oleh rakyat yang ada di daerah tersebut, bahkan sang patih pun turut menyambut kedatangan Perdana Menteri Ramandika bersama pasukannya."Aku tidak melihat para pejabat kadipaten Dembaga Pura, di mana mereka?" tanya Ramandika kepada Patih Karmala."Mohon maaf, Gusti Perdana Menteri. Hamba belum mengetahui informasi lebih lanjut tentang keberadaan Adipati Tunaraka
Sebulan setelah berdirinya kerajaan Gurusetra Jaya. Tiba-tiba saja, penduduk yang ada di perbatasan wilayah kerajaan Gurusetra Jaya diserang oleh sekelompok orang tak dikenal.Mereka adalah kelompok pendekar sayap timur yang masih bertahan di wilayah tersebut, dan mereka masih loyal terhadap pihak pemerintah kerajaan Gurusetra pimpinan Prabu Mahesa.Meski posisi mereka sudah terhimpit oleh pasukan kerajaan Gurusetra Jaya, namun mereka masih berusaha menganggu dan memberikan teror-teror terhadap pihak kerajaan Gurusetra Jaya dan rakyat kerajaan tersebut.Ada banyak penduduk di wilayah tersebut yang dibantai dan diculik oleh para pendekar jahat dari kelompok sayap timur. Bahkan, mereka disiksa habis-habisan oleh para pendekar itu. Hanya sedikit orang yang berhasil kabur menyelamatkan diri.Radisa dan Janeja merasa kecolongan dengan adanya peristiwa tersebut. Mereka baru mengetahuinya setelah mendapat kabar dari salah seorang penduduk yang berhasil lolos dari cengkraman para pendekar say
Keesokan harinya ....Ramandika sudah memerintahkan beberapa orang prajurit untuk menjemput kedua istrinya. Lasmina yang berada di desa Singkur dan Rinjani di bukit Sancang."Semua anggota kelompok kita harus semuanya ikut ke sini! Mulai hari ini kita akan membangun wilayah kepatihan ini secara mandiri, karena wilayah ini secara resmi sudah terpisah dari wilayah Gurusetra," kata Ramandika di sela pembicaraannya dengan Radisa dan Janeja yang ia beri tugas untuk menjemput kedua istrinya dan juga semua anggota kelompok Halimun yang masih ada di desa Singkur dan bukit Sancang."Baik, Ketua. Kami akan segera bersiap untuk berangkat ke sana," kata Radisa sambil merangkapkan kedua telapak tangannya. Begitu juga yang dilakukan oleh Janeja, bersikap penuh hormat terhadap Ramandika.Setelah itu, mereka bangkit dan bersiap untuk segera berangkat ke desa Singkur dan bukit Sancang. Radisa dan Janeja langsung berbagi tugas."Aku dan para prajuritku akan menjemput Nyimas Raden Rinjani, dan kau bersa
Dengan penuh rasa percaya diri, Panglima Darsaka dan ratusan prajurit yang masih bertahan, langsung melangkah mendekati pasukan Halimun, mereka kembali melakukan perlawanan. Sudah tidak ada pilihan lain lagi, selain melawan untuk mempertahankan diri.Para prajurit kelompok Halimun telah menggenggam senjata mereka masing-masing, dan bersiap menyambut serangan dari pasukan kerajaan Gurusetra yang jumlahnya sudah semakin berkurang.Pada saat itu, Ramandika terpaksa harus membunuh Patih Amukaraga, karena dia tak mau bertekuk lutut. Sejatinya, Ramandika tak berniat melakukan tindakan seperti itu, namun Patih Amukaraga yang terus melakukan serangan berbahaya terhadap dirinya, sehingga Ramandika memutuskan untuk membinasakan sang patih.Sorak sorai para prajurit Halimun terdengar bergemuruh, mereka merayakan kemenangan. Seiring dengan tewasnya Patih Amukaraga di tangan Ramandika—pemimpin mereka. Selain itu, Panglima Darsaka dan para prajuritnya pun sudah berhasil ditangkap dalam keadaan hidu