Tiba di rumah Amara membenamkan tubuh nya di sofa.
"Bodoh!" Gumam nya pelan pada dirinya sendiri sebelum akhir nya, ia bergegas membersih kan diri.Tak lama setelah itu Hp nya berdering ada nama Misterius disana dan stelah beberapa kali panggilan dengan enggan ia menjawab panggilan itu
"Ya." Jawab nya singkat
"Apa kau sudah tiba dengan selamat?" Tanya sang Pemberi Informasi dari seberang sana
"Iya." Jawab Amara dingin
"Maaf! Aku melibatkan mu, untuk urusan pribadi ku. Jika kau ada waktu dan berkenan, aku ingin bertemu dan menjelaskan." Ucap Pemberi Informasi
"Baik lah! Kapan dan dimana?" Tanya Amara memastikan
"Aku sekarang di depan rumah mu, jika kau tak keberatan kita bicara sekarang!" Jawab sang Pemberi Informasi
"Bagaimana kau tau alamat ku?" Tanya Amara terkejut
"Akan ku jelaskan setelah kita bertemu." Ucap sang Pemberi Informasi
"Baik lah, aku akan keluar setelah menganti pakaian ku." Ucap Amara mengakhiri panggilan telepon nya
Beberapa saat menunggu Amara pun keluar menghampiri sang Pemberi Informasi.
"Kita bicara disini, atau ku ajak kau kesuatu tempat?" Tanya sang Pemberi Informasi
"Bicara lah, tak perlu bertele-tele." Ketus Amara
"Apa kau ingin kita bicara di sini dan menjadi tontonan orang lain?" Tanya sang Pemberi Informasi memastikan
"Baik lah. Dimana kau akan bicara?" Tanya Amara kembali
"Jika kau tak mengijinkan ku masuk, bukan kah sebaiknya kita harus pergi dari sini!"
Ada gundah di hati Amara Daft, ia tak pernah mengundang orang asing untuk masuk ke rumahnya, namun ia juga tak ingin pergi. Beberapa saat setelah Amara terdiam untuk berpikir, dan setelah menarik hembusan napas dalam
"Baik lah, silahkan masuk. Kita bicara di dalam." Ucap nya sedikit ragu mempersilahkan Pemberi Informasi untuk masuk bersama nya.
"Duduk lah, aku akan mengambilkan minum." Ucap Amara bergegas ke dapur meninggal kan Gaung di ruang itu
"Terima kasih!" Ucap Gaung Sam sang Pemberi Informasi
Beberapa saat kemudian Amara menghampiri Gaung dengan membawa kudapan dan teh hangat.
"Silahkan." Ucap Amara santai.
"Ya." ucap Gaung mulai meminum teh yang disiapkan Amara
"Apa bisa kau segera mulai, bagaimana kau bisa mengetahui banyak hal tentang ku?"
"Kita pernah bertemu sebelum nya dan itu sudah sangat lama."
"Kapan dan dimana?" Tanya Amara dengan raut wajah penuh curiga
"Awalnya ku pikir kau orang yang berbeda. Namun setelah bertemu dengan mu, ku pastikan tak ada yang berbeda dari mu, hanya saja kau lebih dingin dan lebih mengecewakan bahkan nama dan wajah ku pun tak kau ingat." Kata Gaung
"Apa maksud mu? Aku tak mengerti! sebaiknya hentikan omong kosong mu dan segera pergi. Ingat aku telah melakukan keinginan mu, ku harap kau bisa menepati janji mu untuk membantu ku dalam masalah pekerjaan ku. Pergi lah." Ucap Amara dengan kasar
"Dimana dia? Dimana anak ku?" Tanya Gaung Sam sang Pemberi Informasi
menatap tajam pada Amara Daft "Aku tak mengerti apa yang kau katakan, ku harap kau segera pergi dari sini." Ucap Amara dengan gugup, tangan nya mulai gemetar dan mata nya mulai berkaca-kaca"Aku memang telah melakukan ke salahkan pada mu 18 tahun lalu, aku minta maaf untuk itu, tetapi ku mohon ijin kan aku sekali saja bertemu dengan nya dan jika pun tak bisa bertemu dengan nya, ku mohon ijinkan aku untuk mengetahui kabar nya." Ucap Gaung memohon
Amara hanya terdiam menahan tangis nya, luka lama yang telah ia kubur dalam hati nya dan telah ia putuskan untuk melupakan nya sekarang berdiri tepat di hadapan nya.
"Pergi lah! Hal yang hanya akan menjadi kenangan, tidak akan terjadi kembali dan hanya menjadi suatu kenangan indah dan kenangan buruk, tak perlu mengingat nya kembali." Ucap Amara
"Aku tau, aku tak pantas menerima maaf mu, apa lagi mengharap kan mu kembali, yang ku harap kau bisa memberitahu ku tentang nya." Kata Pemberi Informasi penuh penyesalan
"Aku lelah, ku harap kau pergi ." Ucap Amara memalingkan wajah nya
"Baik, aku pergi sekarang dan aku akan menunggu hingga tiba saat Tuhan mengetuk pintu hati mu dan semua doa ku terkabul." Ucap Gaung melangkah pergi meninggal kan Amara yang hanya terdiam membisu
Beberapa saat setelah Gaung Sam sang Pemberi Informasi pergi, dengan enggan Amara beranjak dari sofa menutup pintu dan bergegas masuk ke kamar. Air bening mengalir tanpa henti dari sudut matanya dan tak kunjung reda, langit pun seolah-olah merasakan ke pedihan yang ia rasakan. Hujan perlahan jatuh ke bumi membuka semua kenangan masa lalu yang telah ia lupakan.
"Dan pada akhirnya aku kembali merasa sakit seperti dulu, saat semua berjalan sangat baik meskipun tanpa adanya dirinya. Kembali fokus pada dunia kerja dan semua kegiatan ku. aku pun bahkan sudah melupakan semua tentang nya atau mungkin memang tak pernah menganggapnya berarti. Jujur sangat sakit yang kurasa tetapi hidup masih harus terus berjalan begitupun dengan ceritaku. Dulu ku biarkan dia pergi karena menyia-nyiakan hati yang tulus untuknya, dulu saat aku terperosok dalam jurang karena nya, ku pernah berharap suatu saat nanti dia menyadari bahwa akulah yang terbaik buatnya. Juga dibalik itu semua aku mengucap terimakasih karena telah dia mau menghabiskan waktu bersamaku, merelakan hari-harinya bersamaku.
Tiap hari bersama berakhirnya senja, berakhir pula kenanganku dengannya. Telah kutinggalkan ceritaku bersama terbenamya matahari, entah berapa lama kulakukan itu agar melupakan nya. Takkan lagi kukhayalkan dia kembali dengan senyum manisnya. Aku telah melepaskan. Melepaskan kepergiannya dan mengubur semua tentang nya. Namun, mengapa takdir harus mempertemukan kami kembali. Dia yang telah ku hancur dan telah ku lupakan dalam hidup ku, kini kembali lagi. Sungguh semua ini tak adil bagi ku." Ucap Amara dalam rintihan nyaHari itu telah lampau, bertahun lalu. Tapi betapapun lama hitungan hari yang sungguh pula tiada dapat terhitung, hari-hari itu terasa begitu dekat seperti baru saja terjadi kemarin. Memang daya ingat bekerja sangat misterius, terbolak-balik tiada dapat tentu.
Dada terasa sesak, air mata keluar dengan sendirinya beriringan dengan aliran ingatan tentang kita yang telah lama terkubur. Meskipun yang ada dalam gambaran kenangan adalah hal yang indah-indah tetap saja membuat hatiku bersedih.
Kita sudah menebak, apa yang akan terjadi di hari-hari yang senja ini. Kita masing-masing akan mengingat pada kenangan-kenangan indah kita.Sesungguhnya pula bila aku bisa datang ke masa laluku, aku akan berusaha untuk menghindari pertemuan kita, aku tidak akan menjabat tanganmu untuk berkenalan. Tetapi, apakah ada sebuah mesin yang dapat kutumpangi untuk pergi ke masa itu? Jika ada apakah mesin itu akan mampu bekerja dengan sempurna, dan mampu mengangkut rencana pikiranku sekarang ke masa itu? Ataukah mesin itu hanya mengangkut tubuhku saja, lalu ingatanku tercecer sedemikian rupa? Maka sia-sialah mesin waktu itu.
Tak sadarkah aku, itu semua hanyalah bayangan semu belaka. Seperti keinginanku yang mungkin kekanak-kanakan. Aku menginginkan kita tak pernah bertemu sehingga sakit yang sekarang kuderita karena perpisahan denganmu tidak pernah kurasakan.
Sekarang apa yang akan kulakukan? Semua telah terjadi dan masing-masing dari kita pasti luka. Jalan sunyi yang kau pilih adalah hakmu sepenuhnya dan aku tidaklah dapat berbuat apa-apa. Aku pun harus rela seperti dirimu, itulah satu-satunya kebahagiaan abadiku sekarang.
Aneh benar perasaan ini. Sedih namun bahagia. Bahagia namun sedih
pagi yang segar, mentari yang tampak kekuningan baru terbangun dari balik malam sinarnya terasa hangat di badan dan angin pagi berhembus dengan sejuknya, awal hari yang sempurna bersama secangkir kopi panas dan seseorang sahabat yang sangat berarti bagiku, Cuing. kami duduk di beranda rumah bersama mengawali pagi dengan curahan hati tentang aku dan tentang cinta yang kejam, aku bertanya padanya cara melupakan orang yang di sayangi yang telah menghianati cinta, dan tentu aku selalu terpukul saat dipermainkan seseorang "Jangan berusaha melupakannya, kadang kita suka lupa dan seenaknya saja ingin melupakannya, padahal kita telah lama bersama dan menjalin cinta, lalu dengan sekejap mata memori itu ingin di hapus? sepertinya tidak semudah yang di bayangkan. Jangan berusaha untuk melupakannya, itu prinsipnya" jawabnya meyakinkanku aku tampak murung mendengar nasihatnya, tapi itu harus aku lakukan demi mengembalikan kembali semangat hidupku yang kembali hilang k
Pagi yang cerah di penghujung minggu, alam seakan-akan mendukung Amara untuk melakukan rutinitas yang sama diakhir pekan, Amara beranjak keluar dari rumah. Menikmati indahnya kota dan seraya menghirup segarnya udara kota di pagi hari. Beberapa langkah ia berlari meninggalkan rumah nya, tiba-tiba Amara terkejut, ia melihat sosok pria yang telah berlari sejajar dengan nya dan terus mengiringi langkah nya. Pria itu tak lain adalah Gaung Sam sang Pemberi Informasi. Mereka berlari kecil mengelilingi kompleks perumahan tempat tinggal Amara, tak ada kata yang terucap, hampir 30 menit Amara berlari kecil berkeliling lingkungan tempat tinggalnya di ikuti Gaung Sam. Beberapa saat setelah itu mereka pun tiba kembali di depan rumah Amara.Amara membuka pagar rumah ingin bergegas masuk. Namun saat ia hendak menutup kembali pintu gerbang, Gaung Sam sang Pemberi Informasi menahan pintu itu dan sedikit mendorong nya hingga terbuka."Aku ingin bicara dengan mu." Ucap
Amara tiba di kantor dengan penuh semangat, ia menyibukan diri dengan membaca laporan yang sudah tertumpuk di ruangan nya, ia tidak terlalu berharap sang Pemberi Informasi akan datang membantu nya menyelesaikan masalah TNcorp yang ia hadapi mengingat masalah pribadi di antara mereka. sesekali Amara menghela napas dalam dan memijit tengah kening nya.Tak seperti dugaan nya sang Pemberi Informasi tiba tepap waktu sesuai apa yang telah ia janji kan pada Amara. Amara menyambut nya" Saya berpikir Anda tidak akan datang dan saya tidak sabaran mendengar lebih banyak lagi bagaimana ketiga laporan satu halaman itu bisa membantu memecahkan masalah di TNcorp ini." Amara memulai obrolan tanpa berpikir masalah lain diluar masalah kerja"Ketiganya akan memecahkan masalah informasi Anda dengan memberi para manejer informasi kunciyang mereka butuhkan." Kata sang Pemberi Informasi"Tetapi bagaimana sistem penyaringnya mengetahui informasi apa saja yang dibutuhkan para ma
Tiba di rumah Amara Daft terkejut, saat melihat Gaung Sam yang telah menunggu nya di depan rumah. Namun, sikap Amara Daft sungguh berbeda saat mereka bertemu di kantor siang tadi. Bagaikan dua orang yang berbeda, yang satu mudah tersenyum dan tidak segan untuk berbicara yang sisi lain hanya menunjukan wajah dingin dan lebih banyak membisu. "Apa kau baru pulang?" Tanya Gaung Sam menyapa Amara Daft yang ingin membuka garasi nya. Tetapi tak ada jawaban yang ia dapat dari Amara.Amara seakan-akan tidak memperdulikan kehadiran Gaung Sam, ia hanya bergegas memarkir kan mobil nya."Aku akan membuat sampel laporan di sini melanjutkan pembicaraan sore tadi." Ucap Gaung Sam sang Pemberi Informasi"Ok! Silahkan Anda masuk jika tujuan Anda untuk melanjutkan pekerjaan." Jawab Amara dengan semangat dan masih tetap berbahasa formal"Ya, terima kasih!"Amara bergegas menutup pagar dan membuka pintu rumah mempersilahkan Gau
Rasanya memang menyakitkan ketika kita dilepaskan dan sudah terbuang dari pilihan. Namun, bagaimana sakitnya hidup harus tetap berjalan bukan? Aku terlalu sibuk memperbaiki diri di depan matamu. Hingga aku lupa bahwa aku juga memperburuk diri dengan keadaan rapuh seperti ini di depan matamu. Aku butuh waktu untuk melupakan hingga aku harus berdamai dengan ikatan yang benar-benar terputus. Tak ada yang salah memang ketika seseorang yang pernah berdebar pada perasaan kemudian harus terpisah karena suatu alasan harus bersikap layaknya orang tak kenal. Bukan karena masih cinta atau saling menyalahkan. Namun, memang di sudut hati yang paling absurd bernama kenangan terkadang seakan menjadi radius tersendiri untuk membentengi diri kita dengan pencipta kenangan. Sebenarnya terlepas dari Amara bukanlah perkara yang mudah. Gaung harus mengubur dalam-dalam. Menangis diam-diam. Gaung tahu rasanya mendapatkan sesuatu agar ikhlas melepaskan untuk orang lain. Kamu memang benar kita adalah
Awalnya semua berjalan sederhana, sesederhana pertemuan kita kala itu. Kita tertawa, bercanda, membicarakan hal-hal manis. Dengan sikapku yang masih dingin bahkan tak membuatmu menyerah begitu saja. Perhatian kecil darimu, pembicaraan manis kala itu hanya kuanggap sebagai hal yang tak perlu ku maknai dengan luar biasa. Karna dipertemuan kita yang pertama kala itu menurutku tidak memberikan kesan apapun. Aku hanya menganggapmu pria biasa yang ingin berkenalan, hanya ingin menambah teman, berbagi cerita apapun yang bisa dibagi denganku. Ya karena memang kita baru berkenalan. Kamu juga belum mengetahui banyak tentangku, kamu tau tentang aku pun juga dari cerita salah seorang temanmu.Aku masih saja bersikap dingin, acuh tak acuh semakin tak peduli. Namun kamu tak menyerah dan semakin gigih untuk mendekatiku, sampai pada akhirnya mata hatiku terbuka lebar akan perjuangan perjuangan kerasmu. Aku menerka-nerka kita dipertemukan untuk saling melengkapi satu sama lain. Ah.
Akhirnya aku sampai pada titik yang biasanya aku sendiri takuti. 'Titik jenuh'Mengingat perkataanmu kala itu, hatiku sakit teriris batu kerikik tajam. "Kadang yang berjuang malah tidak dapet apa-apa, justru yang tidak berjuang malah dapet banyak. Ya, sudah kalo gitu aku tidak usah berjuang aja biar dapet banyak." Ujar Gaung kesal "Kalo udah tau ga dapet apa-apa, ngapain masih ngejar-ngejar." dengan nada ketusku. seketika Gaung terdiam mendengar kata ketus yang keluar dari mulutku. Kamu tahu rasanya? Seperti ada yang menancapkan belati di nadiku. Aku terdiam. Nafasku berubah sesak. Dan mati. Lagi-lagi. Airmataku rasanya ingin luruh dengan derasnya. Tapi lagi-lagi aku hanya bisa menyembunyikan tangis dibalik tawa. Lagi-lagi aku selalu sok tegar dihadapan semua orang, semua teman-temanmu. Aku berusaha menyadarkan diriku sendiri bahwa kamu mungkin bukan milikku. Dan takkan pernah jadi milikku lagi.Kini aku telah berada
Sore itu, di tepi pantai pada hamparan pasir. Yang Amara lakukan hanya duduk menatap lepas lautan tanpa batas, sejauh mata memandang. Ini adalah hal favorit yang selalu ku lakukan untuk mencari kedamaian. Rasanya ketika ku saksikan debur ombak yang beradu dengan karang, seperti meredam setiap gemuruh dalam dada. Sejenak menghempas masalah yang menjadi beban. Menikmati senja adalah alasan yang ku ciptakan. Meski sebenarnya, jika hanya menikmati langit jingga bisa ku lakukan dimana saja selama awan mendung tak menggelapkan. Namun seperti yang dikatakan banyak orang, menyaksikan matahari tenggelam kembali ke peraduannya di tepi pantai adalah hal indah yang sempurna. Aku menatap langit di ujung barat seperti penikmat senja lainnya. Untuk sepersekian detik, tanpa sengaja terputar satu memori dalam ingatan yang sudah mati-matian aku berusaha lupakan. Kupejamkan mata untuk menyadarkan diri, namun malah lebih terlarut didalamnya, menyelam jauh mengenang masa itu. Rasanya tak
Amara yang teburu-buru membuat para karyawan merasa heran, Amara Daft dikenal sebagai sosok pemimpin yang bijaksana juga disiplin, entah apa yang membuatnya tiba-tiba meninggalkan kantor tanpa memperdulikan meeting yang masih berlanjut dengan para manejer.Gaung Sam yang juga melihat tingkah aneh Amara Daft dengan wajah sedikit memuat bergegas mengejarnya, firasatnya mengatakan apa yang terjadi berhubungan dengan putri mereka. Saat keluar dari pintu kantor Amara Daft sudah berlalu dengan mobilnya, Gaung Sam segera menghubungi salah satu kenalannya yang bekerja di bandara untuk mengecek daftar penumpang untuk hari ini.Setelah itu Gaung Sam kembali keruang meeting untuk menyelesaikan pembahasan dengan para manejer***Pukul empat sore Amara tiba di kota A, kota dimana putri semata wayangnya melanjutkan studi, ia bergegas menuju klinik asrama Putrinya setelah menghubungi guru pembimbing akademi.Hampir sejam perjalanan Amara tiba di Klinik asrama d
Saat meeting Sang Pemberi Informasi sering kali mencuri pandang pada Amara Daft. Amara Daft sama sekali tifak memperdulikan kehadiran Sang Pemberi Informasi, ia hanya fokus pada pembahasan meeting saat itu dan berharap masalah TNcorp bisa cepat terselesaikan agar ia dapat segera mengakhiri kerjasama bersama Sang Pemberi Informasi.Waktu menunjukan pukul dua belas siang hari meeting bersama para manejer dan Sang Pemberi Informasi diakhiri dengan perjamuan makan siang bersama, Eva mempersilahkan semua untuk menyantap makan siang yang telah tersedia sebelum mereka melanjutkan kegiatan mereka pada saat itu. Amara Daft memilih kembali ke ruang kerjanya dan menyantap makan siangnya disana, ia ingin menghindari Sang Pemberi Informasi, namun tanpa ia sadari Sang Pemberi Informasi mengikuti langkahnya keruangan kerjanya dan membuat Amara Daft tudak bisa lagi menghindarinya."Apa kau harus seperti ini? Jika kau pikir kau dapat menghindari ku, maka ku pastikan pada mu, aku akan menca
Kisah pahit yang selalu ingin dilupakan Amara Daft, cerita dibalik perjalanan hidupnya yang membuat Amara berjuang keras menjalani hari-hari dengan menyibukan diri dengan larut dalam dunia kerjanya hingga ia melupakan semua kenangan pahit untuk kesalahan yang telah ia perbuat di masa lalu..Tok ... tok ...tok ...Suara ketukan dari balik pintu ruang kerja Amara membuatnya tersentak kaget dan tersadar akan lamunan pahit yang masa lalunya."Iya, silahkan masuk.""Maaf Non, rapat sepuluh menit lagi akan di mulai," ucap Eva saat tiba di hadapan meja Amara"Apa semua sudah berkumpul?" tanya Amara tersenyum pada Eva"Manejer pemasaran dan manejer keuangan belum hadir di ruang meeting, saya telah menghubungi mereka agar bisa segera hadir sebelum jadwal yang ditentukan untuk meeting hari ini," jawab Eva membalas pertanyaan Amara Daft"Baikla! Jika semua telah berkumpul tolong beritahukan pada ku agar aku juga bisa segera keruang meeting, sekarang kau boleh
Malam hari nya Amara mulai menelpon Gaung."Orang tua dan Kakak ku, telah mengetahui kehamilan ku dan mereka menginginkan aborsi. Aku akan menghubungi mu lagi setelah aborsi telah selesai dilakukan." Ucap Amara saat mengetahui panggilannya terhubung. Amara pun mengakhiri panggilan nya tanpa mendengar jawaban dari Gaung***Dua hari kemudian setelah waktu aborsi di jadwalkan Kakak sepupu. Kakak mengantar Amara kerumah Kakak sepupu untuk bersama-sama ke rumah bidan senior yang akan melakukan tindakan aborsi, pukul sepuluh mereka tiba di rumah bidan Jean. Saat bidan Jean melihat kedatangan kami, Amara di ajak masuk ke dalam ruang pemeriksaan dan diminta untuk berbaring diatas ranjang pemeriksaan. Semua telah di persiapkan, sepuluh menit kemudian bidan Jean, memasukan alat dan obat untuk melakukan tindakan aborsi, hampir setengah jam Amara berbaring diatas ranjang menahan rasa sakit." Sudah selesai, kita tunggu paling lambat dua kali dua puluh empa
Hari berlalu serasa cepat, usia kandungan Amara hampir lima bulan. Suara bising mulai sayup-sayup terdengar di telinganya tentang kehamilannya. Amara seakan-akan menjadi sorotan semua mata dan menjadi bahan gunjingan, saat ia berada di lingkungan sekolah, entah dari mana dan siapa yang menyebar tentang kehamilannya.Amara mulai merasa tidak nyaman, ia pun mulai aktif membolos dan menghindari semua teman-teman sekolah dan juga tiga sahabat yang sejak kelas satu selalu bersama nya. Timbul kecurigaan pada Cuing karena hanya Cuinglah yang mengetahui cerita tentang kehamilannya.Rasa kecewa membuat Amara memilih tidak ke sekolah, hampir sebulan sudah Amara memilih mengurung diri di rumah. Amara beralasan sedang masa tenang sekolah, kadang pula Amara berpura-pura berangkat dan kembali lagi ke kamarnya mengurung diri.***"Ra, nanti siang tolong ke bank, transfer uang bulanan kakak-kakakmu." Perintah mama pada Amara melihatnya keluar dari kamar"Jam berapa, M
Setelah tak lagi berkomunikasi Amara mulai kembali menghubungi Gaung. Saat ia mengetahui dirinya tak datang bulan, hanya dalam kurun waktu satu bulan, dalam dua kali berhubungan intim. Amara hamil, ia menyadari itu setelah selesai ujian semester."Malam ini kita harus bicara." Pesan singkat yang dikirim Amara pada Gaung"Apa masih ada yang perlu kita bicarakan!" Jawab singkat Gaung acuh tak acuh saat membalas pesan Amara "Ya, aku harap kau harus datang dan ini sangat penting." "Oke!"Pukul delapan malam Gaung sudah menunggu Amara di depan gang seperti janji mereka."Aku ada masalah." Ucap Amara saat telah berhadapan dengan Gaung."Masalah apa?" Tanya Gaung dengan raut wajah binggung tapi tetap cuek"Aku belum datang bulan.""Apa kau yakin dan apa hubungannya dengan ku?" Ucap Gaung seakan-akan tidak percaya untuk apa yang ia dengar dari bibir Amara"Sangat yakin, terakhir datang bulan dua minggu sebelum kit
Ini memang sakit. Sungguh sakit, aku dan sahabatku mencintai orang yang sama. Setiap kali sahabatku membicarakan tentang dirinya, ada rasa yang berkecamuk hebat dalam dada ini. Kadang hati kecilku berbisik lirih, aku juga mencintainya sobat. Sakit memang memendam rasa cemburu ini. Walaupun sakit, aku tetap jadi pendengar setianya. Rose selalu bercerita tentang Gaung. Pemuda bermata coklat dengan senyumnya yang bgitu manis."Ah, rasanya aku ingin memilikimu Gaung." Bisikku lirih dalam hati.Tapi, cinta ini terhalang oleh sahabat. Rose juga menyimpan rasa yang sama terhadap Gaung. Setiap ada waktu luang Rose selalu curhat tentang Gaung kepadaku juga Cuing. Awalnya memang perasaanku biasa saja. Aku nampak mendukung Rose pada masa itu. Namun kini, smuanya berubah menjadi rasa cemburu yang diam membisu.
Sore itu, di tepi pantai pada hamparan pasir. Yang Amara lakukan hanya duduk menatap lepas lautan tanpa batas, sejauh mata memandang. Ini adalah hal favorit yang selalu ku lakukan untuk mencari kedamaian. Rasanya ketika ku saksikan debur ombak yang beradu dengan karang, seperti meredam setiap gemuruh dalam dada. Sejenak menghempas masalah yang menjadi beban. Menikmati senja adalah alasan yang ku ciptakan. Meski sebenarnya, jika hanya menikmati langit jingga bisa ku lakukan dimana saja selama awan mendung tak menggelapkan. Namun seperti yang dikatakan banyak orang, menyaksikan matahari tenggelam kembali ke peraduannya di tepi pantai adalah hal indah yang sempurna. Aku menatap langit di ujung barat seperti penikmat senja lainnya. Untuk sepersekian detik, tanpa sengaja terputar satu memori dalam ingatan yang sudah mati-matian aku berusaha lupakan. Kupejamkan mata untuk menyadarkan diri, namun malah lebih terlarut didalamnya, menyelam jauh mengenang masa itu. Rasanya tak
Akhirnya aku sampai pada titik yang biasanya aku sendiri takuti. 'Titik jenuh'Mengingat perkataanmu kala itu, hatiku sakit teriris batu kerikik tajam. "Kadang yang berjuang malah tidak dapet apa-apa, justru yang tidak berjuang malah dapet banyak. Ya, sudah kalo gitu aku tidak usah berjuang aja biar dapet banyak." Ujar Gaung kesal "Kalo udah tau ga dapet apa-apa, ngapain masih ngejar-ngejar." dengan nada ketusku. seketika Gaung terdiam mendengar kata ketus yang keluar dari mulutku. Kamu tahu rasanya? Seperti ada yang menancapkan belati di nadiku. Aku terdiam. Nafasku berubah sesak. Dan mati. Lagi-lagi. Airmataku rasanya ingin luruh dengan derasnya. Tapi lagi-lagi aku hanya bisa menyembunyikan tangis dibalik tawa. Lagi-lagi aku selalu sok tegar dihadapan semua orang, semua teman-temanmu. Aku berusaha menyadarkan diriku sendiri bahwa kamu mungkin bukan milikku. Dan takkan pernah jadi milikku lagi.Kini aku telah berada