Dari keterangan Gamma Pramudia tentang kasus yang melanda adik tirinya, saat ini sedang dilakukan pengusutan dan penyelidikan.
"Dia menginginkan perusahaanmu," siang itu ketika jam bezuk sedikit terlambat Axelle menemui Praditia Wicaksana. Pria yang umurnya terpaut beberapa tahun dengan kapten muda itu hanya mengangguk bahkan tidak kaget sama sekali.
"Semenjak kapan kamu mengetahuinya?" tanya Axelle merasa salut dengan sikap pria tampan berwajsh axetik itu.
"Dari awal. Hanya saja Aku belum yskin. Aku kira dia bekerja sama dengan Cathrine ternyata dia bekerja sama dengan mafia itu."
"Apa kamu mengensl Tiger Wong?"
Praditia Wicaksana menatap Axelle tanpa ragu.
"Kekasih gelap Ratu Prameswari," jawaban itu dirasa membuat sang kapten itu terhenyak.
"Jadi___
"Ratu Prameswari selama ini bekerja untuk forum mereka. Aku juga baru mengetahuinya akhir-akhir ini, itupun lewat orang-orang yang masih bisa dipercaya."
Da
Mampir yuk ke SANG KAPTEN
Arbia menatap kagum makanan yang begitu banyak di meja makan. Matanya mengerjab-ngerjab terpana dengan bawaan Axelle. Juga rangkaian bunga yang begitu indah dan begitu banyak jenisnya. "Banyak sekali makanan hari ini ,Sayang," ucapnya ceria dengan mimik muka bak bayi. Lucu dan menggemaskan. "Selamat universarry, Sayang," bisiknya mesra di telinga sang kekasih. Gadis itu menggeliat geli dan bersemu merah. Ada hasrat yang tiba-tiba menggelira di dada Arbia padahal baru beberapa menit yang lalu ranjang panasnya bederit dengan desahan dan lenguhan juga jeritan terpekik. Akhirnya Arbia pun pasrah ketika bibir tipisnya itu di lumat kembali oleh sang kekasihnya. Beberapa detik terjadi paut memagut di meja makan itu. Setelah itu Arbia membuka mata lalu dengan sendu menatap kekasihnya itu. "Kenapa, mau lagi?" tanya Axelle sambil membungkuk lagi dan membenamkan kembali bibir kokohnya. Bahkan desahan disertai lenguhan Arbia membuat pria jantan itu menang
Pelukan hangat itu diterima oleh Praditia Wicaksana. Laki-laki yang sudah setengah abad itu menepuk pundak pria berumur 28 tahun itu. Sedang wanita yang ada di sampingnya memberikan pelukan hangat sebagai seorang ibu. "Selamat atas kebebasanmu, Nak." ucapnya denganbahasa kalbunya membuat pria itu mengembangkan kelopak matanya dan ada cairan yang meleleh dari sudut matanya. Sedang di ujung seberang seorang laki-laki gagah ddngan segam kebesarannya menyilangkan tanganny di depan dada menatapnya dengan gagah. Tak luput di sebelahnya seorang gadiz dengan body goal berdiri dengan cantik dan anggunya juga mengangguk hormat padanya. Arbia Siquilla, gadis yang selalu dikaguminya hinhga dia terobsesi tetap terlihat menawan di sebelsh laki-laki gagah yang selama ini selalu jadi gunjingan para kaum hawa. Ada yang kurang. Arka Abianta, pria yang hampir seumuran dengannya itu menghilsng. Kerja dinas ke luar kota menggantilan papanya. Kebebasan bers
"Bicaralah sesuka hatimu, wahai sang jurnalis. Aku takkan menanggapinya, karena misiku cuma menyingkirkanmu," dengan sinisnya Ratu Prameswari mengitari tempat duduk Arbia yang sudah terikat di kursi. "Apa untungnya kamu menculikku Ratu?" geram Arbia sambil mendesis kesal. Terdengar gelak tawa yang membahana di ruangan sempit itu. Entah Arbia tidak tahu di mana dia berada. "Setidaknya aku sudah menyingkirkan satu diantara orang-orang yang menyakitiku itu menuju ke liang kubur." Cih! Mendengar itu seakan Arbia ingin meludahi wajah gadis cantik yang hatinya busuk itu. "Kamu sakit, Ratu!" Bukannya marah dengan ucapan Arbia, gadis itu tergelak lagi dengan kerasnya. "Atau malah__," dengan menggantung kalimatnya yang sengaja dibiarkan membuat Arbia mendengus kesal. ""Atau mungkin ... Aku suruh anak buah Tiger Wong memperkosamu saja!" Deg! Tidak bisa dibohongi jantung Arbia seolah putus dan berhenti berdetak. Wajahnya pias dan sudah di
Sosok berjenis kelamin pria itu melepas penutup wajahnya dan tersenyum misterius. Bergerak mendekati tubuh Arbia yang belum sadarkan diri. Menatap dan mengagumi ciptaan Tuhan. "Pantas saja Axelle tergila-gila padamu, kamu sangat cantik dan mempesona. Aura wajahmu benar-benar memikat," gumamam yang lebih berkesan dengan kata-kata kekaguman. Tangan pria itu membekai lembut wajah gadis itu dan menyentuh bibir sensual Arbia. Berdecak kagum melihat wajah gadis itu. Meskipun wajah itu putih memucat. Sekitar 10 menit datang seseorang yang membawa semua perlengkapanuntuk Arbia. Pria gafah itu menggendong tubuh Arbia dan membaringkan di kamar yang ada di villa dalam hutan tersebut. Segala obat dan perlengkapan yang dibutuhkan oleh kesembuhan Arbia. "Siapkan semua ddngan baik, jangan sampai dia bangun kekurangan yang ia butuhkan, termasuk dokter untuk memeriksa lukanya," titahnya pada lelaki tua yang bungkuk itu. "Baik, Tuan." Dengan patuhlelski
Tubuh ringkih itu mulai menggerakkan badannya. Meringis dan merintih ucapan pertama yang lolos dari bibirnya. Ada sosok pria tingggi tegap dengan badannya yang kekar sedang menunggunya dan memperhatiksn setiap geraksn tubuhnya. Tak henti-hentinya dia menatap wajah pucat natural itu namin cantik dan menggairahkan. Sudah jelas dari tatapan pria itu, sangatlah menginginksn tibuh Arbia bahkan bisa berjanji menginginkan hati dan juga hidupnya seperti janjinya beberapa bulan yang lalu waktu tidak sengaja pertemuannya dengan Arbia di sebuah Cafe minuman. Pria ini sudah sangat menginginka Arbia menjadi miliknya seutuhnya. Melihat gaya bicara dan tingkah laku reporter muda ini pria yang berjuluk Tiger Wong ini hanya mendengus lembut lalu mendekat dengan tubuh kecil sang gadis. Mengerjabkan mata adalah hal kedua yang dilskukan Arbia mana ksla merasakan tempat yang berbeda. Ada balutan baju tak biasa di badannya dan bekas suntik infus masih terasa nyeri. Tapi badannya m
Plakk-plak! Dominic tak menyangka dengan ucapannya itu kedua pipi putihnya yang bak kulit bule itu akan terkena sampiran tangan mungil Arbia. Bahkan langsung lebam. Sudah bisa dipastikan kalau tangan gadis cantik ini bukan tangan biasa, setiap hafi pasti ditempa ilmu bela diri. Dengan gerakan reflek Dominic mengusap-usap kedua pipinya dengan mendapatkan tatapan kecaman dan hujatan serta rasa benci dan jijik dari Arbia. Wajah natural yang mempesona itu itu kelihatan sangat galak. Tapi di hati Dominic masih bisa tersenhum melihat wajah gadis itu terlihat lucu padahal mungkin Arbia sebisa mungkin sudah menampakkan tampang narah dan galaknya. "Nggemesin banget sich, wajah gadis ini, lucu." batinnya dalam hati. "Maaf-maaf," ucapnya lirih sambil menunduk. Baru kali ini seorang Dominic Chalondra dengan predikat Tiger Wong menunduk dan bilang maaf pada seorang perempuan. Gila! Ini benar-benar gila! "Sudah nggak waras kali! Si Tiger Wong ini. Bua
Dominic kaget setengah mati menyadari sanderaan kecilnya lari sekencang mungkin. Tanpa meminta tolong sama siapapun pria dewasa yang punya berjuta pesona itupun segera melesat mengehar Arbia. Sedang Arbia setengah mati berlari ke arah suara yang terdengar persis ddngan suara Axelle dan tim nya. Ketika dia hampir teriak karrna melihat sosok tegap dan tampan yang berjalan bersama dengan timnya di ujung jalan dia hampir teriak kegirangan. Namun sayang, usahanya sudah keburu gagal karena ada tangan kejar menutup mulutnya ddngan cepat. Domini Chalondra, pria itu sudah keburu membungkam mulut mungil Arbia dan memaksa menggendong gadis bertubuh kecil itu kemnali ke villanya yang ada di tengah hutan. "Om! Lepasin! Saya mau pulang! Itu tadi calon tunangan saya!" teriak Arbia yang ada dalsm grndongan kekar Dominic. Sekeian menit jantung Dominic seperti tertusuk pisau mendengar pengakuan gadis kecil itu tentang tunangannya. Ada yang berbeda dengan dirinya. Ada a
Arka hanya menghembuskan napasnya kasar. Dia paham dan sangat mengerti perasaan Axelle. Karena saat ini pun dirinya juga merasakan perasaan yang sama dengan kapten muda itu. Bahka perasaan takut lebih kuat. Hampir 24 jam lebih tak satu pun ada jejak tentang Arbia. Gadis itu menghilang seperti di telan bumi. Banyak yang bilang hutan larangan ini banyak binatang buasnya bisa jadi Arbia menjadi santapan hewan buas yang ada di hutan. Arka nggak dapat membayangkan kalau itu menimpa Arbia Sedang di tempat yang agak jauh dari tempat Arka dudu. Axelle sedang berbincang serius dengan Kaifan wakilnya. "Kap! Target pencarian hanya seminggu dati pihak atasan. Setelah itu, Kapten mau bagaimana?" Axelle menatap sekilas lalu matanya tertuju ke arah depan lurus tanpa menoleh lagi ke arah Kaifan. Hatiny terguncang dengan peristiwa menghilangnya perempuan yang sangat di pujanya itu. Rasa takut yang sangat menghantui membustnya kadang drop. Apalagi saat pencarian tidak pernah b
Arbia mendesah sekilas melihat notif pesan yang sudah dia baca. Ada rasa enggan tiba-tiba menghinggapi hatinya. Entah kenapa semenjak kejadian demi kejadian ini, dia hanya ingin fokus pada kekasihnya saja. Disimpannya kembali benda pipih itu ke dalam sakunya lalu kendala berjalan di samping Axelle untuk kembali ke mobilnya. Axelle pun dengan sigap memeluk pinggang Arbia dan membawanya langsung pulang ke apartemennta. Tragedi demi tragedi sudah bantak di lewatinya. Dia ingina itu segera semua berakhir di pelaminan. Tak ingin dipisahkan lagi dengan kekasih yang teramat dia cintai itu. Mungkin dalam beberapa hari ini Axelle akan menyuruh Sang Ayah untuk melamarkan dirinya ke orang tua Arbia. Berharap kali ini tidak ada kendala sedikit pun. Selalu berdoa agar Tuhan selalu memberikan jalan keluar dan kesehatan. "Kita harus secepatnya menikah, Sayang." Arbia terpana mendengar ucapan Axelle barusan. Ketidak percayaannya mampu membuat seperti orang te
Plak! Plak! Tamparan keras itu mendarat tepat di wajah mulus Aa-Ri. Gadis cantik berwajah Korea itu tak menyangka semua perbuatannya akan tertangkap basah. Bahkan oleh kamera cctv. Saat ini ayahnya sedang murka besar dan tak sedikit pun memberi pembelaan apalagi jaminan kepada putri tunggalnya itu. Komandan Li menyerahkan putri satu-satunya kepada pihak polisi yang berada di bawah naungannya. Harga diri dan kehormatan sebgai komansan hancur seketika dan terancam akan turun jabatan dan di mutasi ke tempat lain. Permintaan maaf berkali-kali diucapkan oleh pihak Komandan Li dan keluarga. Arbia dengan lapang dada tapi Axelle masih bungkam seputar permintaan maaf Komandan Li yang diumumkan lewat media berita. Demikian juga denga Zakaria Lawalata Laki-laki tua itu sampai detik ini belum buka suara mengenai konferensi pers yang di gelar oleh Komandan Li dan keluarganya sebagai bentuk perminta maafan atas terjadin
Dominic menyipitkan matanya. Bergerak maju dengan kondisi tubuhnya yang masih lemah . Dia mencoba mendekati gadis berwajah Korea itu. Jarak itu cuma 5 centi dari tempatnya berdiri. Dia ingat betul sekarang siapa gadis Korea itu. Gadis yang sudah membuatnya menggendong Arbia waktu itu. Ketika Arbia merasa dikhianati Axelle. "Jadi ini rupanya, biang kerok dari semua musibah yang sudah terjadi," gumam Domimic. Beberapa kali pria itu mengangkat jameta ponselnt dan mencoba merekam pembicaraan gadis itu dengan orang yang ada di sebdrang telpon. [Apa dia mati?] [Sebentar lagi dia pasti mati. Alu sudah pastikan reporter muda itu tewas kehabisan darah. Kalau tidak ginjal sebelah kanannya pasti sudah rusak kena nelagiku.] [Bagaimana dengam calon suaminya, Sang Kapten? Apa dia baik-baik saja?] [Iya, Mom. Thanks more, atas dukungannya Nanti Aa-Ri kanati lahi. Nye om. Love you.] Klik! Pembicaraan itu sudah selesai. Dominic han
Oh! Mata Arbia mendelik dengan tubuh terhuyung bertumpu pada westafel toilet rumah sakit. Dia mersdakan ada hawa dingin yang mengalir di sebelah dada kirinya. Matanya seperti menggelap kepalanya berkunang dan wajah perlahan memucat. Darah segar mengalir berurutan dari dada kirinya turun merambat lalu menetes ke lantai toliet. Tbuhnya seketika tumbang dan ambruk ke lantai yang dipijaknya. Tetsungkur dengan mrmrgangi bagian dadanya sebelah kiri yang masih tertancap pisau. Darah itu mengalir terus. Ada sebentuk seringai dari sosok lain yang sedari tadi sudah menyakdikan kesakiran Arbia. Sosok bercadar hitam itu hanya membuang muka melihat Arbia tertelungkup dengan darah terus mengalir dari luka tusuknya. Tanpa ada niatmenolong sosok bercadar hitam itu meninggalkan toilet wanita itu dengan cepat. Beberapa menit kemudian sosok itu sudah menghilang. Sedang di ruang intensif, Axelle baru bisa membuka matanya. Melihat satu-satu orang yang mengelilingi
Arbia berlari di samping pembaringan pasien yang di dorong oleh suster itu. Air matanya berhamburan seakan berlomba untuk mencari jalan keluar di matanya. "Mbak Arbia di sini saja. Biar kami dan dokter yang menanganinya," ucap perawat itu sambil membuka pintu operasi dan membawa Axelle ke dalam ruang operasi. Gadis itu seketika berhenti di depan pintu ruang operasi. Dari arah lift Arka dan keluarga Axelle juga papa dan mamanya datang. Dengan tangis pilu Amber menjatuhkan tubuh kecilnya ke pelukan Sang Ayah. Zakaria Lawalata yang melihat putrinya dalam kondisi putu asa mendekapnya sangat erat sekali. Soepomo Hadiningrat dan istrinya pun hadir. Lelaki Tua itu mondar-mandir dengan kegelisahan yang luar biasa. Dia meminta Kaifan menjelaskan kronologi yang terjadi. Dengan suara bergetar dan bibir bergetar Kaifan selaku wakil dari Kapten menjelaskan sedatail mungkin. Tubuh Soepomo terhuyung dan hampir saja jatuh kakau tidak
"Arbia!" Teriakan itu membuat Dominic dan Arbia terkejut. Gadis itu berjengkit kaget melihat Axelle yang sudah di depan pintu. Berdiri dengan wajah merah padam menyeramkan. Tangannya mengepal siap melayangkan tinju. Arbia srgera melompat turun tak mempedulikan kondisi Dominic yang jesakitan akibat kakinya menginjak paha Dominic. "Apa-apaan kamu. Di ruang pasien tidur satu ranjang. Dia siapa? Kamu siapa?" Meledak sudah amarah Axelle. Hatinya kalut dibakar cemburu yang membabi buta. "Pantas nggak yang kamu lakukan?" tanya Axelle dengan tinggi. Arbia hanya menunduk dan menggeleng. Sedang Dominic merasa ulu hatinya berdenyut sakit mana kala melihat Arbia di sentak oleh Axelle. Tapi Dominic tidak bisa berbuat apa-apa. Mana kala Axelle menarik dengan kuat tangan Arbia untuk menjauhi ruang rawat inapnya. Hanya dengan mengandalkan anak buahnya sekarang dia ingin melacak informasi setiap detik tentang Arbia yang sedang di hakimi oleh Axel
"Arbia!" teriak Axelle yang melihat gadis itu memeluk seorang pria dengan luka sabetan yang begitu dalam. "Tolong! Tolong dia," ucapnya sambil meratap pilu. Axelle mengabaikan sesaat perasaan posesifnya, hatinya lebih berperikemanusiaan untuk menolong korban tawuran. "Flower satu, dua, ganti. Butuh pertolongan pertama, tolong segera dikirim ambulans. Di jalan Besar Raya, ganti," Axelle masih terus mengupayakan pertolongan pertama untuk Dominic. Sambil menunggu ambulans datang kapten muda itu melepas baju kebesarannya lalu menyobek kaos dalaman putihnya untuk diikatlan dibagian luka Dominic. Berharap cara itu bisa sedikit menghambat darah agar tidak keluar. Axelle segera berlari ke arah Ambulans ketika mendenģgar sirine itu datang. Dengan brankar yang sudah disiapkan dibaringkannya tubuh Dominic yang sudah bersimbah darah. Keterkejutan tampak dari wajah Axelle ketika melihat Arbia ikut masauk dalam ambulans itu. Dia seolah mengabaikan pria tamp
Dominic dalan sepersekian detik membeku mendengar suara Arbia yang sudah bergetar. Ada kristal bening yang sudah meleleh tanpa di minta. Dominic menggeretakkan giginya melihat gadis kesayangannya menggulirkan kristal bening di pipi tirusnya. Sekilas tadi dilihatnya kapten muda itu berlari mengejar gadis yang ada di pelukannya. Sedang di belakangnta seorang gadis berwajah Korea menyusul. "Sedang apa mereka? Kejar-kejaran petak umpet? Dasar laki-laki brengsek! Nggak cukup apa punya satu aja?" Wajah Dominic menggelap melihat pria yang berstatus calon tunangan Arbia itu sepertinya punya wanita simpanan. "Cih! Dasar laki-laki brengsek!" Tak henti-hentinya Pria bule itu memaki Axelle. Dengan kecepatan tinggi dia mengemudikan mobil sportnya pergi meninggalkan gedung kepolisian itu. Axelle berhenti tepat ketika Arbia menghilang bersama mobil yang membawanya pergi. "Kapten! Apa Arbia diculik lagi?" tanya Kaifan yang sudah berada di belakang tempatnya b
"Siap, Kapten! Laksanakan!" Axelle memimpin apel pagi itu. Ada gurat kelelahan di wajahnya karena semalaman kerja lembur di ranjang. Setelah selesai memimpin apel pagi kapten muda itu langsung ke ruang kerjanya. Fokus membuat laporan tentang kegiatan bulan. Bulan besok mu gkin diaxakan sibuk dengan mengurus acara pertunanganya dengan Arbia. Makannya kerjaan harus segera di selesaikan cepat-cepat agar tak terbengkelai. "Masuk!" titahnya setelah mendengar ketukan 3 kali di pintu ruangannya. Bahkan matanya pun tak di arah pada tamunya. "Axelle." Barulah setelah mendengar namanya disebut pria tampan itu mendongakkan wajahnya. Hatinya seakan mencelos mengetahui siapa yang sudah ada di hadapannya. Sedikit menyesal, kenapa tadi dia langsung mempersilakan masuk begitu saja tamu yang mengetuk pintu ruang kerjanya. "Aa-Ri! Kok kamu datang ke sini?" tanya gugup melihat gadis keturunan Korea itu. "Nggak usah gugup, Axelle. Aku ke sin