"Apa? Ini baju dibelikan Dewa?!" Mata Dareen melebar, seiring langkahnya yang pasrah terseret oleh Kalila.
"Tak bisa dibiarkan. Ayo kubelikan yang lebih bagus dan buang pakaian ini!" Dareen kemudian mengucap penuh semangat.
"Ya."
"Pantes kamu kelihatan aneh pakeknya, mirip em ... mirip ...." Suara Dareen terdengar dipanjangkan karena berpikir.
"Mirip gembel!" gerutu Dareen sembari menyeimbangi langkah sang istri.
Kalila manyun. Emosinya karena Qinara dan Dewa sekaligus lantaran barang-barang tadi membuatnya bersemangat ingin segera keluar rumah dan memborong semuanya.
"Lagi pula apa kamu tak punya baju lain selain yang mantanmu belikan?"
"Nggak ada. Semuanya sudah kuhibahkan orang. Mana aku tahu kalau kami bakal pisah gini?" sahut Kalila masih dengan nada kesal.
"Hiss." Dareen juga kesal mendengar jawaban Kalila. Perempuan itu bicara seolah dia sangat mencintai Dewa dan mengharap terus bisa bersamanya.
***
"Duh, b
"Masnya mau minum apa?" Seorang pelayan kafe bertanya sambil bersiap mencatat pesanan pelanggan."Americano!""Baik," sahut pelayan. "Masnya?" Lalu tatapannya beralih ke pria kedua di meja yang sama."Saya moccacino. Hot ya, Mbak.""Baik." Setelah mencatat pesanan dua pelanggan tersebut wanita yang mengenakan seragam pelayan itu menjauh."Americano muluk, gimana hidup lo terasa manis?" ceplos Angga, teman Dewa yang kini duduk berseberangan dengan pria yang baru sehari menikah itu."Sial memang. Nggak ada manis-manisnya. Setelah nikah pun hidup gue makin pait.""Lah ... jadi bener Qinara hamil anak lo?" tanya Angga yang meragukan kebenaran tersebut."Yah, dia bawa tes pack ke depan penghulu. Gila gak tuh!""Ya, gue kan di sana jadi lihat lah.""Nah, udah tahu tanya." Dewa menyandarkan kepala malas ke kursi.Kursi kafe itu sengaja didesain tinggi dengan bantal kecil di bagian lehernya. Tujuannya agar pengunju
Kalila mendorong pelan, menjauhkan tubuh pria yang tengah merangkulnya."Ayok, Mas! Katanya mau beliin aku baju?"Dareen menarik kepala sambil menautkan dua alisnya. Setelah mencerna kata-kata Kalila, baru ingat kalau mereka tadi keluar untuk berbelanja.Perempuan itu meninggalkannya lebih dulu ke arah mobil. Berjalan dengan penuh semangat."Buka Mas!" tunjuknya ke pintu mobil. Sontak saja, Dareen mengarahkan kunci ke mobil dan menekan tombolnya."Senang sekali kamu." Dareen merasa heran. Bagaimana Kalila bisa berubah dalam waktu secepat ini? Bukan hanya pergi dengannya dengan semangat penuh.Sebelum menarik pintu, Kalila melirik ke arah jendela Qinara, dan benar saja adiknya itu terlihat remang berdiri di depan jendela yang tersingkap gordennya. Ditariknya satu sudut bibir Kalila, melihat pemandangan itu."Sepertinya cewek matre sudah mulai mengendus kekayaan suamiku," gumamnya kemudian."Ya?" tanya Dareen yang mendengar ucapa
"Ayok cepetan!" Mata Kalila berbinar ketika kakinya menjejak sebuah counter Hape yang megah.Perempuan yang masih mengenakan pakaian pemberian Dewa tersebut sangat bersemangat. Dareen tersenyum masam. Baru kali ini sejak kejadian kemarin wanitanya itu terlalu riang, seperti anak kecil. Selebihnya .... 'Galak banget!' maki Dareen dalam hati."Iya, sabar!" sahutnya sambil berjalan mengikuti Kalila yang sudah dua meter ada di depannya."Ini Mas! Aku mau yang ini!" tunjuk Kalila pada sebuah kotak IPhone. Benda yang bertengger paling depan karena merupakan produk yang sedang dipromosikan."Mana? Ini?" Dareen memastikan.Kalila melebarkan matanya, dengan senyum sangat lebar dan anggukan berkali-kali. Dareen terus terkekeh dibuatnya. Ia tak pernah menyangka bisa membuat Kalila se bahagia sekarang hanya dalam waktu sehari.Tadinya Dareen pikir, setidaknya Kalila akan perlu waktu tiga bulan untuk bisa menerimanya. Yah, karena dia melihat sendiri baga
Matanya terpejam, lalu membuka perlahan dengan debar tak beraturan melihat hasil di atas benda pipih itu. "Ya Tuhan, bagaimana kalau Mas Dewa marah dan menghukumku atas dusta ini.Baru saja matanya membuka memindai hasil tes pack, mata bulat Qinara melebar sempurna karena terkejut."Apa?!"Saking terkejut, tubuh Qinara jatuh luruh di dinding toilet yang basah."Apa ini? Apa aku hamil? Kenapa harusnya meragukan gini?" Qinara syok. Ada dua garis tapi satu garisnya tampak samar. Bahkan nyaris tak terlihat.Tak memahami apa yang dilihat, Qinara memutuskan segera keluar untuk menyerahkan tes pack ke dokter.Saat keluar dari toilet, Dewa sudah menunggu. Gegas pria itu menghambur ke arah sang istri yang tampak sedih."Gimana?" tanya Dewa melebarkan mata dan mengangkat kedua alisnya. Dia sangat penasaran dan tak sabar melihat hasil tes di tangan Qinara.Perempuan itu mendesah. Diperlihatkan dua garis di tangannya."Hah?" Dewa me
Mobil yang Dewa kemudikan telah sampai di halaman keluarga Praman. Selepas pulang dari dokter, Dewa dan Qinara merasa frustasi. Keduanya berjalan gontai masuk ke dalam rumah.Ucapan dokter SpOG yang ditemui masih terngiang di telinga."Jelas saja masih samar. Karena baru jadi." Dokter itu tersenyum. "Jadi bulan ini tidak berhubungan?" tanyanya lagi."Benar. Saya tak pernah menyentuhnya karena ...." Ucapan Dewa tertahan.Mana mungkin dia membuka kebobrokannya sendiri di depan orang lain. Meniduri anak orang, padahal sedang dia juga akan menikahi kakaknya. Terkadang, Dewa sadar bahwa yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan.Dia juga sadar bahwa Kalila pasti sulit memaafkannya jika tahu. Namun, nafsu sudah menguasai pikiran, hingga akal dan hatinya tertutup secara bersamaan.Qinara meliriknya tajam. Dia tahu Dewa tak mungkin meneruskan ucapannya. Namun, cara bicara Dewa sangat menyakiti hatinya. Seolah pria itu sama sekali tak mengingininya.
"Kita pindah saja dari rumah ini. Pergi yang jauh dari mereka. Aku janji akan menyembuhkan lukamu Kalila." Dareen mengucap dengan sangat serius.Kalila mendongak. Menatap dua mata elang pria yang menghunus ke arahnya. Dari sana ia bisa tahu bahwa Dareen tak main-main dengan ucapannya.Namun, dia juga ingat ucapan Dewa tentang Dareen. Pria yang juga pernah dipergoki dari kamar Qinara."Jangan salah paham, Mas." Kalila berusaha menggeser tubuh Dareen yang berat. Namun, gagal. Hingga ia mengembus kasar."Apa?" Dareen tampak tak terima.Kalila kembali mendongak, menatap serius ke wajah tampan pria di depannya."Yah, aku tak mau Mas Dareen salah paham. Aku tak bilang akan belajar mencintai Mas atau bertahan di sisi Mas." Kalila mengatakan apa yang ada di pikirannya setelah dia tahu, bahwa Dareen sama buayanya dengan Dewa.Ah, meski pun ia belum yakin tentang itu. Yang jelas sebelum Kalila tahu bagaimana aslinya Dareen, dia tak akan mengamb
"Apa kamu tak menjelaskannya pada Kalila?" tanya Biantara yang sudah seperti sahabat bagi anaknya sendiri."Sudah, Pi. Mana bisa dia percaya semudah itu? Ck. Kami saja tak pernah dekat sebelum menikah.""Lagian kamu, suruh deketin perempuan malah kerja muluk. Sudah kaya kapitalis lupa diri.""Ck. Bukannya itu kemauan Papi?""Heh! Papi lagi disalahkan." Biantara mencebik. "Kalau begitu kenapa tak minta tolong pada Nenek?""Bagaimana ngomongnya? Nanti malah Kalila tanya, apa Dareen ngadu ke Nenek? Ah, gak gentle banget. Jatuhlah harga diriku Pi. Masa laki-laki suka ngadu. Lagian dia juga belum tentu percaya.""Ck. Rumit juga. Ya sudah kalau gitu, kamu harus buktikan. Apa kamu perlu bantuan Papi?""Gak usahlah. Nanti juga bakal ke bukti semuanya.""Gimana caranya?" tanya Biantara penasaran.Dareen malah tertawa menjawabnya."Lah malah ketawa. Beri tahu Papi gimana caranya?""Ah, Papi itu urusan anak muda!" Dar
Wanita itu geleng-geleng tak percaya. Jika seorang ibu tega melakukan hal keji pada puterinya, Kalila. Bukankah seharusnya, kalau Qinara merengek harusnya dia yang diberi pengertian agar menjauhi Dewa, bukan malah didukung."Ini tak bisa dibiarkan. Qinara pasti akan terus merengek, sampai mamanya yang separuh hatinya sudah mati itu memenuhi keinginannya." gumam Nenek yang merasa hubungan Kalila dan Dareen dalam ancaman."Ya Tuhan, kenapa mereka matre begitu?"Melihat ruangan yang sudah sepi, Nenek segera bergegas masuk dan mendatangi Kalila di kamarnya. Ia harus menceritakan semuanya sebelum terlambat.Jangan sampai cucunya yang baik hati mendapatkan mala petaka untuk kedua kalinya. Dua nenek sihir itu pasti akan melakukan segala cara untuk memisahkan Dareen dan Kalila.Langkah tuanya bergerak semakin cepat. Menaiki anak-anak tangga menuju lantai dua.***Melihat mobil Dareen memamsuki halaman, Dewa cepat-cepat pamit ke satpam dan men
“Nenek … Nenek … Nenek …” tak hanya Kalila, satu pasukan dikerahkan mencari keberadaan sang nenek.Satu perumahan ditelusuri. Dari rumah ke rumah yang kebanyakan sepi karena menjelang siang hari. Langkah kaki yang berlari kecil seiring keringat yang mengalir di sekujur tubuh. Semakin lama kaki terasa berat melangkah.Kecuali Kalila yang pasca melahirkan, dia hanya berjalan santai menyusuri gang rumahnya saja, sementara yang lain berjalan ke arah gang sebelah. Gang demi gang ditelusuri Qinara, dewa dan Dareen. Pastinya capek dan sangat melelahkan.Entah terlintas begitu saja di kepala Kalila, pikiran tentang seseorang yang tinggal di depan perumahannya. Kontan wanita berhijab ceruty itu mendekati suaminya yang hanya tiga meter darinya.“Mas, bisa bawa mobil? Antarin aku ke depan sekarang,’ titah wanita itu.“Buat apa?” tanya
Rasa kantuk menghadang membuat Kalila tak kuat membuka lebar kelopak matanya. Kedua matanya terasa berat sekali, dua lengannya terasa lemas seolah hawa dingin menyerang tubuhnya hingga rasanya ingin sekali rebahan. Malam yang melelahkan hingga akhirnya wanita itu memejamkan mata sesaat.“Kalila! Kalila!” Seorang wanita yang tak asing memanggilnya.“Eh …” Kalila membuka mata dengan lilir melihat siapa wanita yang menepuknya sedari tadi.“Bayimu! Zubair” Mama menepuk lengannya berkali-kali dengan menautkan dua alisnya.Mendengar nama bayinya langsung melebarkan mata sempurna. Ingat kalau dirinya tengah menyusui putranya hingga tidur tertunduk. Tak menyadari Zubair di pangkuannya.“Zubair!” Kontan Kalila menegakkan tubuhnya sembari kepalanya menunduk untuk melihat putranya.Ternyata Zubair ketindihan tubuh b
“Duh, kenapa gak diangkat lagi. Astaghfirullah … sabarkan yaa Allah.” Kalila melipat dua bibirnya sembari memainkan dua jempol tangannya. Terlihat kecemasan di raut wajahnya.Jam dinding menunjukkan jam 5 lebih di sore hari menjelang maghrib. Angin sepoi-sepoi menembus jendela kamar wanita itu.Bayi Zubair yang sedari tadi terlelap, tiba-tiba saja menangis begitu saja. Kalila spontan terhenyak dari lamunannya. Tak tega mengdengar bayinya yang bersuara lebih kencang. Dia akhirnya mendekati box bayi, menggendongnya perlahan. Wanita itu merebahkan bokongnya sembari memangku lembut sang bayi yang akhirnya terdia. Mengeluarkan jusur jitu asi favorit putranya.“Kemana kabar abamu sayang,” gumam Kalila sembari mengecup kening putranya.Sejak tadi malam hingga sekarang Dareen susah dihubungi. Lebih tepatnya jarang menghubungi Kalila hingga sekarang. Terakhir kabar dari Dareen h
Dareen berbalik arah dan meraih handuk yang menggantung di samping kamar mandi. Digulung-gulungnya ke telapak tangan kanannya. Kemudian pria itu berbalik arah. Dan dengan cepat mendorong kuat lengan kiri wanita itu hingga menabrak dinding.Ini satu-satu cara agar menyentuhnya tanpa tersentuh. Dareen sangat memahami bahwa haramnya menyentuh yang bukan mahramnya. Bahkan Hadost riwayat Thobroruni menjelaskan kalau ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.“Argh!” Wanita blesteran merintih kesakitan kala lengannya mendapat tekanan kuat dari sang pria di depannya.Mata elang pria itu menyorot tajam seolah kemarahan berkobar di sepasang netranya. Sementara Clara menelan saliva sembari membalas tatapan Dareen dengan berani meski masih terlihat aura ketakutan di matanya.Pandangan Dareen beralih pada tangan kanan wanita di hadapannya itu tengah merogoh sesuatu. Pria i
“Mari kita mulai. Mana kontrak baru kalian. Aku mau baca. Hem.” Mr. Richard menaikkan dua alisnya.Dareen melirik Dewa, mengkodenya untuk menaruh berkas map yang sedari tadi dibawanya.Meja makan yang awalnya penuh dengan piring dan gelas, kini kosong melompong. Pelayan wanita itu sebelumnya telah sepenuhnya membereskannya. Wajar, Dewa segera menunjukkan berkas itu tanpa sungkan.Dareen menyandarkan punggungnya sambil menyilangkan dua tangannya ke dada. “Silahkan. Nyambi ngopi juga bisa. Saya panggilkan, Hahaha …” Pria itu mencoba berkelakar mencairkan suasana. Dia tersenyum percaya diri.Begitulah Dareen cara meyakinkan lawan mainnya. Kata-katanya yang seolah membuatnya tebar pesona, sikap percaya dirinya juga turut jadi daya tarik yang tentu menjadi poin penting dalam berbisnis. Karakter pria yang satu ini memang kharismatik.“Hihihi … Mas Dareen itu yang kusuka darimu.” Clara terkekeh sembari men
“Mana anaknya daddy?” Wajah Dareen terlihat jelas di layar ponsel Kalila.“Lama-lama jadi sugar daddy? Udah ah! Aba aja oke, lebih alim. ” Kalila membujuk dengan mengedipkan mata genit.“Oppa gimana?” Pria itu mengedikkan dua alisnya. “Oppa Dareen Sarange … hahaha …” Dia bertingkah cute dengan suara dimiripin emak-emak yang kesemsem sama actor korea.“ Hahahaha … Mas ihh.” Kalila terpingkal-pingkal dengan tingkah konyol suaminya.Video call yang dari beberapa menit lalu, pagi ini hanya membahas panggilan nama orangtua untuk Kalila dan Dareen.“Appa Amma gimana?” Kalila mengedikkan alisnya sembari melayangkan senyuman manis.“Aa … Aa …” Suara bayi terdengar bangun dari arah belakang wanita itu. kontan Kalila terhenyak dan menoleh ke belakang.“Masya Allah, anaknya jawab tuh.” Mata Dareen berbinar kala Kalil
Dareen kembali ke kamar pasien, mendekati istrinya dengan wajah lesu.“Sayang.” Pria itu duduk di sisi ranjang. Dia menatap lekat istrinya seolah mimikirkan rangkaian kata yang akan diucap. Pria itu merengkuh tubuh Kalila yang ada di sampingnya. Bibirnya mendekat ke telinga wanita itu, “Maaf sayang, aku harus pergi sore ini ke Prancis.”“A-apa?” Kalila segera menarik kepalanya menjauh. Melepas pelukan suaminya.“Perusahaan sedang genting. Mr. Richard menuntut royalty yang tak masuk akal. Aku dan Dewa harus ke sana, membujuknya dan menyutujui kontrak baru.” Dareen kembali melingkarkan lengan ke leher Kalila, memeluk erat, membuat istrinya bersandar di bahunya. Membujuk istrinya untuk meridhoi kepergiannya.“Mr. Richard? Papanya Angela?” Kalila menarik kepalanya. Namun kembali pasrah, tak kuat melepasnya.Dareen perlahan melonggarkan lengannya lalu mengusap kedua lengan istrinya. Di tatapnya
“Masalah perusahaan, apa sudah ada perkembangan? Ku dengar proyek sebelumnya banyak kerugian.” Dewa memulai membuka topik. Pria itu mengaduk gelas cappuchino di depannya sembari menunduk. Pembahasan ini juga terasa berat baginya.Sadar kalau yang ia bahas ini termasuk proyek yang pernah dirusaknya karena suruhan Angela. Sebenanya bisa saja Dewa tak mengikuti Angela. Namun ambisi yang menginginkan posisi yang sama seperti Dareen membuatnya pasrah dan mengikuti kemauan Angela kala itu.Tentunya jelas membawa trouble bagi perusahaan Biantara Group. Berawal Property Hyatt memakai kualitas rendah yang dipesannya dari perusahaan itu. Hingga akhirnya hotel yang di bangun atas kerjasama itu mengalami keretakan hebat.Kini Property Hyatt menuntut mendekor ulang. Padahal jelas tidak bisa karena sudah ada beberapa tamu yang masih check in di sana. Pihak Biantara ingin segera mengosongkan wilayah itu karena berbahaya. Namun Mr. Richard tak bergeming dan tetap ke
“Jatahku mana, sayang?” tanya Dewa sembari langkahnya kian mendekat.Seketika itu tangan Qinara berhenti menata kue-kue yang sedari tadi berserakan di atas meja. Rencana kue-kue itu mau di taruh di toples dan dimasukkan dalam kantung kresek. Wanita itu tertohok, matanya membulat sempurna.‘Kenapa Mas Dewa minta, di saat situasi begini?’Melihat Qinara yang masih terbebani dengan kakaknya yang akan melahirkan. Entah hingga sekarang belum tahu apa yang terjadi dengan Kalila dan bayinya. Tersadar, ponsel wanita itu masih tertancap erat di usb dalam mobil. Belum lagi, tujuan mereka ke sini untuk membawa bekal untuk Kalila dan Dareen yang pastinya akan meningap di rumah sakit beberapa hari di tempat kedua bumil itu sering kontrol kehamilan. Wajar, penasaran Qinara semakin di ubun-ubun karena tak tahu apa sebenarnya yang terjadi pada kakaknya di sana.“Maksudnya?” Qinara menerka maksud Dewa. Perasaan gugup kala menatap dua ma