“Siapa di dalam?” tanya seorang pria yang terdengar langkahnya kian mendekat.
Kalila dan Qinara saling bertatapan mendengar seorang pria berada di luar sisi kamarnya. Keduanya pun beranjak dari ranjang dan mendekati dinding. Kalila mendekati pintu untuk meraih hijabnya sedangkan Qinara meraih kresek obat yang tergeletak di atas meja. Wanita yang terurai rambutnya itu menggerakkan mata dan mulutnya seolah membisikkan sesuatu. Mengkode kalau Hanna telah datang dan memberi obat untuk mereka. Wanita berhijab pun manggut-manggut mengerti maksud adiknya.
“Please Honey. I know you’re hiding something. You hid a man?! Would you have an affair?” tanya pria itu lagi di balik ruangan ini. Kali ini pertanyaan yang membuat lawan bicaranya tersudut.
“Ada pria bule sama Hanna kayaknya,” gumam Kalila meyakinkan saudarinya kalau pria itu tengah bertanya pada Hanna.
“Suaminya hanna orang bule kayaknya,” bisik Qinara men
Dewa melangkahkan kaki cepat menuju lift. Tak lama pria itu masuk seorang diri dan menekan tombol 10 lantai paling atas setelah pintu lift terbuka. Raut wajahnya tegang seolah masalah sedang menumpu di kepalanya. Matanya bergerak-gerak seakan menangkap kecemasan.‘Apa dia menyadarinya? Apa dia akan memecatku? Sial!’ akhirnya Dewa menampakkan kekesalannya, dia pun mendengus “Cih!”Pria muda itu tak menyangka dirinya akan dipanggil Dareen secepat itu. Pesan yang dikirim saudara iparnya meski hanya satu kalimat, entah kenapa membuat perasaannya kian tak menentu.[Dewa. Temui aku sekarang di rooftop.]Kata-katanya memang tak menuduh. Namun dari apa yang Dewa lakukan tanpa sepengetahuannya serta dari sorot tajam mata Dareen yang menatapnya sebelumnya. Sangat wajar, dia berpikiran seperti itu.Setelah keluar dari lift, Dewa menuju anak tangga yang mengarah ke balkon. Jantungnya semakin berdebar kala melihat daun pint
“Sampai kapan gini terus. Ish!” Qinara mendengus kesal.Hanna belum kembali. Entah kemana perginya? Terakhir kali wanita itu berpesan untuk minta tolong membersihkan cafenya selama dia pergi. Tak lama dia dijemput Joe Spyer menaiki mobil yang entah melaju kemana. Sudah sejam lebih belum kembali. Qinara yang tak terima diperlakukan seperti babu sedari tadi mengoceh tak karuan.“Sewot amat dari tadi. Kita bantuin kenapa sih.” Kalila tak ayal mengernyitkan kening melihat tingkah adiknya yang kekanak-kanakkan.“Kok Mbak Hanna seenaknya nyuruh kita bersih-bersih,” gerutunya.“Denger ya, Ra. Dia udah bayarin rumah sakit, udah kasih kita makan, udah kasih kita tinggal di sini. Jadi gak usah banyak ngeluh.” Cerocos Kalila menjelaskan. Berharap adiknya bisa berlapang dada menerima keadaan dan jalani apa adanya.“Ish!” Qinara hanya mencebik.Akhirnya percakapan kedua saudari itu berakhi
"Assalamu’alaikum.” Angela datang dengan penampilan yang berbeda dari biasanya.Kontan aku dan keluargaku melongo melihat gaya Angela yang anggun. Setelan blezzer atasan dan bawahan panjang, hijab gulungnya menjadikannya khas yang melingkar di lehernya, serta kacamata hitam yang ditambah dengan make-up yang glowing. Wanita campuran Paris-Jakarta itu tampil percaya diri dengan mengembangkan senyuman manis di depan semua orang.Kami tengah berada di ruang tamu. Aku duduk di sofa bagian tengah berdampingan dengan mama dan adikku yang ada di kanan kiriku. Mas Dareen dan Mas Dewa duduk bersebelahan di seberangku, sementara papa berada di tengah seorang diri.Aku tak menyangka dia masih berani menampilkan dirinya menarik perhatian dan simpati keluargaku dengan hijab seperti itu. Memang sedari awal penampilannya benar-benar membuat orang-orang sekitarnya berbinar. Tatapannya seperti magnet yang melekat.Sayang, aku sudah muak melihatnya.Dia m
"Assalamu’alaikum.” Angela datang dengan penampilan yang berbeda dari biasanya.Kontan aku dan keluargaku melongo melihat gaya Angela yang anggun. Setelan blezzer atasan dan bawahan panjang, hijab gulungnya menjadikannya khas yang melingkar di lehernya, serta kacamata hitam yang ditambah dengan make-up yang glowing. Wanita campuran Paris-Jakarta itu tampil percaya diri dengan mengembangkan senyuman manis di depan semua orang.Kami tengah berada di ruang tamu. Aku duduk di sofa bagian tengah berdampingan dengan mama dan adikku yang ada di kanan kiriku. Mas Dareen dan Mas Dewa duduk bersebelahan di seberangku, sementara papa berada di tengah seorang diri.Aku tak menyangka dia masih berani menampilkan dirinya menarik perhatian dan simpati keluargaku dengan hijab seperti itu. Memang sedari awal penampilannya benar-benar membuat orang-orang sekitarnya berbinar. Tatapannya seperti magnet yang melekat.Sayang, aku sudah muak melihatnya.Dia m
Aku terhenyak melihat Qinara melempar pisau yang dipegangnya. Terlihat jelas mata pisau itu berselimut cairan pekat yang sama dengan cairan yang mengalir di lantai dekat wanita yang terbaring tepat di depan Qinara. Aku, Mas Dareen, Mama dan pembantu yang berteriak tadi tak tahu apa yang dilakukan Qinara di sana karena ia sedari tadi duduk di lantai membelakangi kami semua. Yang pasti tak hanya aku yang kaget. Mereka semua di sini pun melebarkan mata.“Qinara? Kamu bunuh Angela?” tanya mama dengan mata melebar sempurna. Melihat dengan mata kepala sendiri, putri yang dicintai tengah duduk dengan Angela yang masih tak sadarkan diri.“Gak! Gak!” teriak Qinara. “Bukan aku yang jahat!” Adikku berbalik menghadap kami dengan mengernyitkan keningnya. Raut wajahnya terlihat ketakutan serta mengedipkan mata berkali-kali seolah juga tak percaya dengan apa yang dilakukannya. Terlihat ada goresan merah di pipinya seperti bekas darah.&ldquo
Mr.Richard melangkah lebar menghampiriku, suamiku, Qinara dan Mas Dewa. Namun sorot matanya ke arah Mas Dareen yang ada disebelahku berdiri. Tiba-tiba pria blesteran itu melayangkan tangan kanannnya tepat di rahang kiri suamiku.Plak!“Argh!” Spontan Mas Dareen merespon sakitnya.“Pak!” Kontan aku melindungi wajah tampan paripurna suamiku meski tamparan telah diayunkan Mr.Richard.Kulihat dengan dekat, ada bekas cap tangan merah merona di pipinya. Dari bekasnya nampak sekali tekanan tamparan di pipinya cukup dalam. Terlihat pria bertubuh gempal di hadapan kami telah memukul suamiku dengan segenap seluruh kekuatannya.“Bisa kita bicara baik-baik? Bukan di sini,” titah Mas Dareen dengan tatapan serius.Tak biasanya Mas Dareen serius begini. Mengajak lawan bicara untuk bertatap muka di tempat yang baik dan nyaman. Mungkin itulah yang menjadi pesona Mas Dareen yang mampu membuat lawan bicaranya merasa nyaman d
“Aku ke toilet dulu ya,” Qinara beranjak dari kursinya. “La, mau temenin,” pintanya.“Masih mau ngabisin ini.” Aku menunjukkan piringku yang sudah habis seperempat.Sebenarnya nasiku hampir habis, tapi Mas Dareen memberiku separuh nasi lagi untukku. Mungkin dia merasa kasihan aku lebih cepat habis duluan. Dikiranya aku masih lapar. Tak menyangka dia rela memberikan daging rendang dan separuh nasinya pada istrinya yang sedang hamil. So sweet.Apa aku harus pesan lagi buat Mas Dareen? Kasihan belum kenyang dia.Belum sempat aku bicara, Mas Dareen sudah membuka obrolannya.“Dewa, urusan kita belum selesai.” Mas Dareen menatap tajam pria di hadapan kami.Urusan?! Udah ah! Fokus pesan makanan dulu buat Mas Dareen. Biar cepat pulang. Sudah terlalu lama juga kita di sini. Kantin rumah sakit yang akhirnya menjadi tempat makan siang sekaligus kencan ganda kami.“Bentar Mas.&rd
“Sesuai rencana. Kalian pengalihan, kami yang beraksi,” ucap Mas Dareen sembari kedua tangannya memegang kemudi mobil.Aku tepat di sebelah suamiku. Sementara Mas Dewa dan Qinara berada di belakang kami. Style yang kami kenakan semua serba hitam. Terlihat Mas Dareen kaos panjang dipadukan jeans gelap, senada denganku yang memakai dress dan hijab syar’i senada dihiasi corak cardigan putih. Sementara Mas Dewa kemeja garis hitam putih senada dengan Qinara dengan balutan dress dengan garis yang sama serta hiasan hijab gulungan warna gelap.Kami dalam perjalanan menuju perusahaan Mr.Richard memakai mobil Mas Dareen. Di jam mobil terlihat tepat jam 9 pagi, suasana jalan sedikit lengang.“It’s show time.” Aku menaikkan sebelah sudut bibirku.Seperti yang dikatakan Angela dulu kala Mak lampir itu menunjukkan atraksinya dengan membelokkan mobil hingga hancur berantakan. Membuat aku dan Qinara harus melalui hal memilukan selama s
“Nenek … Nenek … Nenek …” tak hanya Kalila, satu pasukan dikerahkan mencari keberadaan sang nenek.Satu perumahan ditelusuri. Dari rumah ke rumah yang kebanyakan sepi karena menjelang siang hari. Langkah kaki yang berlari kecil seiring keringat yang mengalir di sekujur tubuh. Semakin lama kaki terasa berat melangkah.Kecuali Kalila yang pasca melahirkan, dia hanya berjalan santai menyusuri gang rumahnya saja, sementara yang lain berjalan ke arah gang sebelah. Gang demi gang ditelusuri Qinara, dewa dan Dareen. Pastinya capek dan sangat melelahkan.Entah terlintas begitu saja di kepala Kalila, pikiran tentang seseorang yang tinggal di depan perumahannya. Kontan wanita berhijab ceruty itu mendekati suaminya yang hanya tiga meter darinya.“Mas, bisa bawa mobil? Antarin aku ke depan sekarang,’ titah wanita itu.“Buat apa?” tanya
Rasa kantuk menghadang membuat Kalila tak kuat membuka lebar kelopak matanya. Kedua matanya terasa berat sekali, dua lengannya terasa lemas seolah hawa dingin menyerang tubuhnya hingga rasanya ingin sekali rebahan. Malam yang melelahkan hingga akhirnya wanita itu memejamkan mata sesaat.“Kalila! Kalila!” Seorang wanita yang tak asing memanggilnya.“Eh …” Kalila membuka mata dengan lilir melihat siapa wanita yang menepuknya sedari tadi.“Bayimu! Zubair” Mama menepuk lengannya berkali-kali dengan menautkan dua alisnya.Mendengar nama bayinya langsung melebarkan mata sempurna. Ingat kalau dirinya tengah menyusui putranya hingga tidur tertunduk. Tak menyadari Zubair di pangkuannya.“Zubair!” Kontan Kalila menegakkan tubuhnya sembari kepalanya menunduk untuk melihat putranya.Ternyata Zubair ketindihan tubuh b
“Duh, kenapa gak diangkat lagi. Astaghfirullah … sabarkan yaa Allah.” Kalila melipat dua bibirnya sembari memainkan dua jempol tangannya. Terlihat kecemasan di raut wajahnya.Jam dinding menunjukkan jam 5 lebih di sore hari menjelang maghrib. Angin sepoi-sepoi menembus jendela kamar wanita itu.Bayi Zubair yang sedari tadi terlelap, tiba-tiba saja menangis begitu saja. Kalila spontan terhenyak dari lamunannya. Tak tega mengdengar bayinya yang bersuara lebih kencang. Dia akhirnya mendekati box bayi, menggendongnya perlahan. Wanita itu merebahkan bokongnya sembari memangku lembut sang bayi yang akhirnya terdia. Mengeluarkan jusur jitu asi favorit putranya.“Kemana kabar abamu sayang,” gumam Kalila sembari mengecup kening putranya.Sejak tadi malam hingga sekarang Dareen susah dihubungi. Lebih tepatnya jarang menghubungi Kalila hingga sekarang. Terakhir kabar dari Dareen h
Dareen berbalik arah dan meraih handuk yang menggantung di samping kamar mandi. Digulung-gulungnya ke telapak tangan kanannya. Kemudian pria itu berbalik arah. Dan dengan cepat mendorong kuat lengan kiri wanita itu hingga menabrak dinding.Ini satu-satu cara agar menyentuhnya tanpa tersentuh. Dareen sangat memahami bahwa haramnya menyentuh yang bukan mahramnya. Bahkan Hadost riwayat Thobroruni menjelaskan kalau ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.“Argh!” Wanita blesteran merintih kesakitan kala lengannya mendapat tekanan kuat dari sang pria di depannya.Mata elang pria itu menyorot tajam seolah kemarahan berkobar di sepasang netranya. Sementara Clara menelan saliva sembari membalas tatapan Dareen dengan berani meski masih terlihat aura ketakutan di matanya.Pandangan Dareen beralih pada tangan kanan wanita di hadapannya itu tengah merogoh sesuatu. Pria i
“Mari kita mulai. Mana kontrak baru kalian. Aku mau baca. Hem.” Mr. Richard menaikkan dua alisnya.Dareen melirik Dewa, mengkodenya untuk menaruh berkas map yang sedari tadi dibawanya.Meja makan yang awalnya penuh dengan piring dan gelas, kini kosong melompong. Pelayan wanita itu sebelumnya telah sepenuhnya membereskannya. Wajar, Dewa segera menunjukkan berkas itu tanpa sungkan.Dareen menyandarkan punggungnya sambil menyilangkan dua tangannya ke dada. “Silahkan. Nyambi ngopi juga bisa. Saya panggilkan, Hahaha …” Pria itu mencoba berkelakar mencairkan suasana. Dia tersenyum percaya diri.Begitulah Dareen cara meyakinkan lawan mainnya. Kata-katanya yang seolah membuatnya tebar pesona, sikap percaya dirinya juga turut jadi daya tarik yang tentu menjadi poin penting dalam berbisnis. Karakter pria yang satu ini memang kharismatik.“Hihihi … Mas Dareen itu yang kusuka darimu.” Clara terkekeh sembari men
“Mana anaknya daddy?” Wajah Dareen terlihat jelas di layar ponsel Kalila.“Lama-lama jadi sugar daddy? Udah ah! Aba aja oke, lebih alim. ” Kalila membujuk dengan mengedipkan mata genit.“Oppa gimana?” Pria itu mengedikkan dua alisnya. “Oppa Dareen Sarange … hahaha …” Dia bertingkah cute dengan suara dimiripin emak-emak yang kesemsem sama actor korea.“ Hahahaha … Mas ihh.” Kalila terpingkal-pingkal dengan tingkah konyol suaminya.Video call yang dari beberapa menit lalu, pagi ini hanya membahas panggilan nama orangtua untuk Kalila dan Dareen.“Appa Amma gimana?” Kalila mengedikkan alisnya sembari melayangkan senyuman manis.“Aa … Aa …” Suara bayi terdengar bangun dari arah belakang wanita itu. kontan Kalila terhenyak dan menoleh ke belakang.“Masya Allah, anaknya jawab tuh.” Mata Dareen berbinar kala Kalil
Dareen kembali ke kamar pasien, mendekati istrinya dengan wajah lesu.“Sayang.” Pria itu duduk di sisi ranjang. Dia menatap lekat istrinya seolah mimikirkan rangkaian kata yang akan diucap. Pria itu merengkuh tubuh Kalila yang ada di sampingnya. Bibirnya mendekat ke telinga wanita itu, “Maaf sayang, aku harus pergi sore ini ke Prancis.”“A-apa?” Kalila segera menarik kepalanya menjauh. Melepas pelukan suaminya.“Perusahaan sedang genting. Mr. Richard menuntut royalty yang tak masuk akal. Aku dan Dewa harus ke sana, membujuknya dan menyutujui kontrak baru.” Dareen kembali melingkarkan lengan ke leher Kalila, memeluk erat, membuat istrinya bersandar di bahunya. Membujuk istrinya untuk meridhoi kepergiannya.“Mr. Richard? Papanya Angela?” Kalila menarik kepalanya. Namun kembali pasrah, tak kuat melepasnya.Dareen perlahan melonggarkan lengannya lalu mengusap kedua lengan istrinya. Di tatapnya
“Masalah perusahaan, apa sudah ada perkembangan? Ku dengar proyek sebelumnya banyak kerugian.” Dewa memulai membuka topik. Pria itu mengaduk gelas cappuchino di depannya sembari menunduk. Pembahasan ini juga terasa berat baginya.Sadar kalau yang ia bahas ini termasuk proyek yang pernah dirusaknya karena suruhan Angela. Sebenanya bisa saja Dewa tak mengikuti Angela. Namun ambisi yang menginginkan posisi yang sama seperti Dareen membuatnya pasrah dan mengikuti kemauan Angela kala itu.Tentunya jelas membawa trouble bagi perusahaan Biantara Group. Berawal Property Hyatt memakai kualitas rendah yang dipesannya dari perusahaan itu. Hingga akhirnya hotel yang di bangun atas kerjasama itu mengalami keretakan hebat.Kini Property Hyatt menuntut mendekor ulang. Padahal jelas tidak bisa karena sudah ada beberapa tamu yang masih check in di sana. Pihak Biantara ingin segera mengosongkan wilayah itu karena berbahaya. Namun Mr. Richard tak bergeming dan tetap ke
“Jatahku mana, sayang?” tanya Dewa sembari langkahnya kian mendekat.Seketika itu tangan Qinara berhenti menata kue-kue yang sedari tadi berserakan di atas meja. Rencana kue-kue itu mau di taruh di toples dan dimasukkan dalam kantung kresek. Wanita itu tertohok, matanya membulat sempurna.‘Kenapa Mas Dewa minta, di saat situasi begini?’Melihat Qinara yang masih terbebani dengan kakaknya yang akan melahirkan. Entah hingga sekarang belum tahu apa yang terjadi dengan Kalila dan bayinya. Tersadar, ponsel wanita itu masih tertancap erat di usb dalam mobil. Belum lagi, tujuan mereka ke sini untuk membawa bekal untuk Kalila dan Dareen yang pastinya akan meningap di rumah sakit beberapa hari di tempat kedua bumil itu sering kontrol kehamilan. Wajar, penasaran Qinara semakin di ubun-ubun karena tak tahu apa sebenarnya yang terjadi pada kakaknya di sana.“Maksudnya?” Qinara menerka maksud Dewa. Perasaan gugup kala menatap dua ma