Mr.Richard melangkah lebar menghampiriku, suamiku, Qinara dan Mas Dewa. Namun sorot matanya ke arah Mas Dareen yang ada disebelahku berdiri. Tiba-tiba pria blesteran itu melayangkan tangan kanannnya tepat di rahang kiri suamiku.
Plak!
“Argh!” Spontan Mas Dareen merespon sakitnya.
“Pak!” Kontan aku melindungi wajah tampan paripurna suamiku meski tamparan telah diayunkan Mr.Richard.
Kulihat dengan dekat, ada bekas cap tangan merah merona di pipinya. Dari bekasnya nampak sekali tekanan tamparan di pipinya cukup dalam. Terlihat pria bertubuh gempal di hadapan kami telah memukul suamiku dengan segenap seluruh kekuatannya.
“Bisa kita bicara baik-baik? Bukan di sini,” titah Mas Dareen dengan tatapan serius.
Tak biasanya Mas Dareen serius begini. Mengajak lawan bicara untuk bertatap muka di tempat yang baik dan nyaman. Mungkin itulah yang menjadi pesona Mas Dareen yang mampu membuat lawan bicaranya merasa nyaman d
“Aku ke toilet dulu ya,” Qinara beranjak dari kursinya. “La, mau temenin,” pintanya.“Masih mau ngabisin ini.” Aku menunjukkan piringku yang sudah habis seperempat.Sebenarnya nasiku hampir habis, tapi Mas Dareen memberiku separuh nasi lagi untukku. Mungkin dia merasa kasihan aku lebih cepat habis duluan. Dikiranya aku masih lapar. Tak menyangka dia rela memberikan daging rendang dan separuh nasinya pada istrinya yang sedang hamil. So sweet.Apa aku harus pesan lagi buat Mas Dareen? Kasihan belum kenyang dia.Belum sempat aku bicara, Mas Dareen sudah membuka obrolannya.“Dewa, urusan kita belum selesai.” Mas Dareen menatap tajam pria di hadapan kami.Urusan?! Udah ah! Fokus pesan makanan dulu buat Mas Dareen. Biar cepat pulang. Sudah terlalu lama juga kita di sini. Kantin rumah sakit yang akhirnya menjadi tempat makan siang sekaligus kencan ganda kami.“Bentar Mas.&rd
“Sesuai rencana. Kalian pengalihan, kami yang beraksi,” ucap Mas Dareen sembari kedua tangannya memegang kemudi mobil.Aku tepat di sebelah suamiku. Sementara Mas Dewa dan Qinara berada di belakang kami. Style yang kami kenakan semua serba hitam. Terlihat Mas Dareen kaos panjang dipadukan jeans gelap, senada denganku yang memakai dress dan hijab syar’i senada dihiasi corak cardigan putih. Sementara Mas Dewa kemeja garis hitam putih senada dengan Qinara dengan balutan dress dengan garis yang sama serta hiasan hijab gulungan warna gelap.Kami dalam perjalanan menuju perusahaan Mr.Richard memakai mobil Mas Dareen. Di jam mobil terlihat tepat jam 9 pagi, suasana jalan sedikit lengang.“It’s show time.” Aku menaikkan sebelah sudut bibirku.Seperti yang dikatakan Angela dulu kala Mak lampir itu menunjukkan atraksinya dengan membelokkan mobil hingga hancur berantakan. Membuat aku dan Qinara harus melalui hal memilukan selama s
Aku menurunkan sun visor menatap wajah manisku yang berpoles makep tipis. Kupasang kacamata hitam agar lebih keren. “Let’s go!”Kubuka pintu mobil dan berdiri bersamaan dengan Mas Dareen, Qinara dan Mas Dewa pada sisi yang berbeda. Kupandangi mereka yang juga memasang kacamata hitam senada dengan setelan gelap yang kami kenakan.Dengan cantiknya dan gagahnya kami melangkah elegan menuju Richard Group. Sebelum sampai ke bibir gedung. Pandanganku terpaut pada mbak Hanna dan Joe Spyer yang tengah menunggu kami di tiang pancang di pojok gedung sisi kiri. Dan entah kebetulan atau direncanakan mereka memakai style yang sama dengan kami.Kontan aku dan Qinara menghampirinya lebih dulu disusul suami dan mas Dewa. Aku memeluk mbak Hanna meluapkan rasa rinduku meski hanya sepekan kami berkenalan. Begitupun Qinara yang sedari tadi mengusap lengan mbak Hanna.“Makasih mbak Kalila dan Qinara. Aku senang bisa ikut dalam rencana kalian.” Mb
Joe Spyer dan Hanna saat ini tak hanya duduk manis di mobil sembari menunggu pasangan Kalila-Dareen, Qinara-Dewa kembali ke sini. Joe Spyer meraih benda pipih di dalam saku celananya. Cukup susah mengambilnya karena dia tengah duduk di jok bagian kemudi mobil Dareen. Mobil itu terparkir di antara parkiran mobil lainnya yang kurang lebih berjarak 20 meter dari bibir gedung perusahaan Richard Group.Pria blesteran itu tengah memainkan jemarinnya di layar ponsel mencari nama Mr. Richard. Nama itulah yang akan menjadi target untuk disadap.Semenatara Hanna memangku laptop yang sedari tadi terbuka. Jemari wanita berhijab segitiga itu tengah menari-nari di atas keyboard. Mengotak-atik video yang diterimanya dari Dareen untuk dipangkasnya. Video yang menggambarkan jalan raya serta adegan percakapan antara Angela dan Kalila di mobil yang kala itu juga ada Qinara yang tak sadarkan diri di jok belakang.Tiba-tiba ponsel Joe Spyer yang dipegangnya bergetar. Bola matanya me
“Sekarang jelaskan apa yang kalian lakukan tadi?” tanya Qinara sembari menyilangkan tangannya ke dada.Wanita itu duduk di jok mobil bersamaku bagian tengah. Terlihat Mas Dareen dan Mas Dewa duduk bagian paling belakang. Sementara Joe Spyer memegang kemudi dan Mbak Hanna tepat di sebelahnya.Sepanjang perjalanan dengan mobil berlambang tiga wajik warna merah milik suamiku, pandangan Qinara terus menyorot padaku.Aku menarik napas panjang, “Ya … ya … aku mengerti kenapa kamu marah, dan mungkin kalian juga pasti nyesel. Aku minta maaf ya.”Sebenarnya sangat disayangkan rencana kami berakhir tak seperti ekspektasi. Jika dipikir kembali, kami sudah melakukan yang terbaik. Berhasil mengambil black box dash cam, mengeditnya lalu menyebarkan bukti lewat speaker aktif. Namun dengan mudahnya aku meng-cancle semua itu. Tak lagi melanjutkan rencana penyebaran video bukti kejahatan Angela kepada semua karyawan di perusahaan Richa
9 bulan kemudian...Kusempurnakan ibadahku dengan sujud pada Sang Kuasa. Melakukan sholat dhuha sudah menjadi kebiasaan selama hamil. Tak lupa bacaan dzikir pagi kulantunkan pelan. Berharap bayi di dalam perutku bisa mendengar dan merasakannya betapa menyenangkan dan menangkan bisa bermunajat pada Allah.Selain itu, aku mendengar informasi kalau gerakan sholat bisa mempermudah kelahiranku nanti. Terutama kala kehamilan yang sudah memuncak besarnya justru harus memperbanyak sujud agar posisi bayi kepalanya ke bawah.Selesainya melipat mukena, aku pun bergegas menuju meja makan dan langsung menyambar sendok untuk menuangkan madu lalu minyak zaitun setelahnya. Setiap hari menjadi rutinitas dua jam setelah sarapan. Katanya sih, selain menjaga imun juga menjaga tumbuh kembang si bayi di perut. Setelah itu, aku mengambil buah pisang kesuakaanku. Pisang memang buah paling gampang dikupas dan tak ada biji. Selama hamil aku sering membeli pisang sebagai camilan sehat dar
Aku mendekap Kalila yang sedari tadi merintih kesakitan. Udah kesekian kali dia mencengkram jempol kananku. Nyeri banget, tapi apalah daya, rasa sakitnya pastinya sudah beratus kali lipat dari jempolku ini. Aku memang belum merasakannya, tapi kalau dilihat dari ekspresi kakakku, sakit yang dirasakannya membuatku begidik dan keringatan. Rasa cemas, ketakutan bercampur aduk. Sesekali aku melihat roknya. Berharap tak ada aliran dan tembusan karena cairan merah. Takut kalau-kalau seperti diriku di masa lalu.“Kenapa Mas Dareen gak masuk-masuk sih?” sewotku. Pandanganku tertuju pada seorang pria di luar yang kehujanan. Tak lama dia berjalan menjauh hingga tak terlihat lagi dari balik jendela. “Lho?! Kok malah?”“Kenapa … La?” tanya Kalila yang perlahan membuka matanya sedikit sembari ekspresinya meritnih kesakitan.“Eh ,gak apa-apa,” jawabku mencoba menenangkannya.Jangan sampai dia tahu kalau suaminya per
Di tengah hujan yang begitu lebatnya, datang seseorang dengan jaket serta masker serba hitamnya mengetuk keras jendela mobil.“Ini aku! Cepat buka!” teriak pria di luar mobil yang masih gencarnya mengetuk pintu.Siapa coba yang tak panik jika posisi sepertiku yang di dalam mobil seorang diri?! Panik? Ya panik lah!Apa dia penjahat? Penculik? Pemerkosa? Perampok? Banyak pertanyaan yang memenuhi pikiranku tentang siapa orang itu.Buka gak? Fokus Ra! Siapa tahu dia orang baik. Ayo positif thinking. Hatiku bergejolak.Pandanganku terpaku pada botol minuman yang masih penuh. Aku segera meraihnya dan kuayunkan keras setelah jendela mobil separuh kubuka. Namun sayang, pria itu lebih gercep menangkap tanganku yang masih memegang botol minuman.“Ini aku!” seru pria misterius itu.Suaranya tak asing tapi aku masih belum bisa menerka siapa? Mungkin ketakutan yang membuat pikiranku tak bisa fokus begini.Dengan cepa
“Nenek … Nenek … Nenek …” tak hanya Kalila, satu pasukan dikerahkan mencari keberadaan sang nenek.Satu perumahan ditelusuri. Dari rumah ke rumah yang kebanyakan sepi karena menjelang siang hari. Langkah kaki yang berlari kecil seiring keringat yang mengalir di sekujur tubuh. Semakin lama kaki terasa berat melangkah.Kecuali Kalila yang pasca melahirkan, dia hanya berjalan santai menyusuri gang rumahnya saja, sementara yang lain berjalan ke arah gang sebelah. Gang demi gang ditelusuri Qinara, dewa dan Dareen. Pastinya capek dan sangat melelahkan.Entah terlintas begitu saja di kepala Kalila, pikiran tentang seseorang yang tinggal di depan perumahannya. Kontan wanita berhijab ceruty itu mendekati suaminya yang hanya tiga meter darinya.“Mas, bisa bawa mobil? Antarin aku ke depan sekarang,’ titah wanita itu.“Buat apa?” tanya
Rasa kantuk menghadang membuat Kalila tak kuat membuka lebar kelopak matanya. Kedua matanya terasa berat sekali, dua lengannya terasa lemas seolah hawa dingin menyerang tubuhnya hingga rasanya ingin sekali rebahan. Malam yang melelahkan hingga akhirnya wanita itu memejamkan mata sesaat.“Kalila! Kalila!” Seorang wanita yang tak asing memanggilnya.“Eh …” Kalila membuka mata dengan lilir melihat siapa wanita yang menepuknya sedari tadi.“Bayimu! Zubair” Mama menepuk lengannya berkali-kali dengan menautkan dua alisnya.Mendengar nama bayinya langsung melebarkan mata sempurna. Ingat kalau dirinya tengah menyusui putranya hingga tidur tertunduk. Tak menyadari Zubair di pangkuannya.“Zubair!” Kontan Kalila menegakkan tubuhnya sembari kepalanya menunduk untuk melihat putranya.Ternyata Zubair ketindihan tubuh b
“Duh, kenapa gak diangkat lagi. Astaghfirullah … sabarkan yaa Allah.” Kalila melipat dua bibirnya sembari memainkan dua jempol tangannya. Terlihat kecemasan di raut wajahnya.Jam dinding menunjukkan jam 5 lebih di sore hari menjelang maghrib. Angin sepoi-sepoi menembus jendela kamar wanita itu.Bayi Zubair yang sedari tadi terlelap, tiba-tiba saja menangis begitu saja. Kalila spontan terhenyak dari lamunannya. Tak tega mengdengar bayinya yang bersuara lebih kencang. Dia akhirnya mendekati box bayi, menggendongnya perlahan. Wanita itu merebahkan bokongnya sembari memangku lembut sang bayi yang akhirnya terdia. Mengeluarkan jusur jitu asi favorit putranya.“Kemana kabar abamu sayang,” gumam Kalila sembari mengecup kening putranya.Sejak tadi malam hingga sekarang Dareen susah dihubungi. Lebih tepatnya jarang menghubungi Kalila hingga sekarang. Terakhir kabar dari Dareen h
Dareen berbalik arah dan meraih handuk yang menggantung di samping kamar mandi. Digulung-gulungnya ke telapak tangan kanannya. Kemudian pria itu berbalik arah. Dan dengan cepat mendorong kuat lengan kiri wanita itu hingga menabrak dinding.Ini satu-satu cara agar menyentuhnya tanpa tersentuh. Dareen sangat memahami bahwa haramnya menyentuh yang bukan mahramnya. Bahkan Hadost riwayat Thobroruni menjelaskan kalau ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.“Argh!” Wanita blesteran merintih kesakitan kala lengannya mendapat tekanan kuat dari sang pria di depannya.Mata elang pria itu menyorot tajam seolah kemarahan berkobar di sepasang netranya. Sementara Clara menelan saliva sembari membalas tatapan Dareen dengan berani meski masih terlihat aura ketakutan di matanya.Pandangan Dareen beralih pada tangan kanan wanita di hadapannya itu tengah merogoh sesuatu. Pria i
“Mari kita mulai. Mana kontrak baru kalian. Aku mau baca. Hem.” Mr. Richard menaikkan dua alisnya.Dareen melirik Dewa, mengkodenya untuk menaruh berkas map yang sedari tadi dibawanya.Meja makan yang awalnya penuh dengan piring dan gelas, kini kosong melompong. Pelayan wanita itu sebelumnya telah sepenuhnya membereskannya. Wajar, Dewa segera menunjukkan berkas itu tanpa sungkan.Dareen menyandarkan punggungnya sambil menyilangkan dua tangannya ke dada. “Silahkan. Nyambi ngopi juga bisa. Saya panggilkan, Hahaha …” Pria itu mencoba berkelakar mencairkan suasana. Dia tersenyum percaya diri.Begitulah Dareen cara meyakinkan lawan mainnya. Kata-katanya yang seolah membuatnya tebar pesona, sikap percaya dirinya juga turut jadi daya tarik yang tentu menjadi poin penting dalam berbisnis. Karakter pria yang satu ini memang kharismatik.“Hihihi … Mas Dareen itu yang kusuka darimu.” Clara terkekeh sembari men
“Mana anaknya daddy?” Wajah Dareen terlihat jelas di layar ponsel Kalila.“Lama-lama jadi sugar daddy? Udah ah! Aba aja oke, lebih alim. ” Kalila membujuk dengan mengedipkan mata genit.“Oppa gimana?” Pria itu mengedikkan dua alisnya. “Oppa Dareen Sarange … hahaha …” Dia bertingkah cute dengan suara dimiripin emak-emak yang kesemsem sama actor korea.“ Hahahaha … Mas ihh.” Kalila terpingkal-pingkal dengan tingkah konyol suaminya.Video call yang dari beberapa menit lalu, pagi ini hanya membahas panggilan nama orangtua untuk Kalila dan Dareen.“Appa Amma gimana?” Kalila mengedikkan alisnya sembari melayangkan senyuman manis.“Aa … Aa …” Suara bayi terdengar bangun dari arah belakang wanita itu. kontan Kalila terhenyak dan menoleh ke belakang.“Masya Allah, anaknya jawab tuh.” Mata Dareen berbinar kala Kalil
Dareen kembali ke kamar pasien, mendekati istrinya dengan wajah lesu.“Sayang.” Pria itu duduk di sisi ranjang. Dia menatap lekat istrinya seolah mimikirkan rangkaian kata yang akan diucap. Pria itu merengkuh tubuh Kalila yang ada di sampingnya. Bibirnya mendekat ke telinga wanita itu, “Maaf sayang, aku harus pergi sore ini ke Prancis.”“A-apa?” Kalila segera menarik kepalanya menjauh. Melepas pelukan suaminya.“Perusahaan sedang genting. Mr. Richard menuntut royalty yang tak masuk akal. Aku dan Dewa harus ke sana, membujuknya dan menyutujui kontrak baru.” Dareen kembali melingkarkan lengan ke leher Kalila, memeluk erat, membuat istrinya bersandar di bahunya. Membujuk istrinya untuk meridhoi kepergiannya.“Mr. Richard? Papanya Angela?” Kalila menarik kepalanya. Namun kembali pasrah, tak kuat melepasnya.Dareen perlahan melonggarkan lengannya lalu mengusap kedua lengan istrinya. Di tatapnya
“Masalah perusahaan, apa sudah ada perkembangan? Ku dengar proyek sebelumnya banyak kerugian.” Dewa memulai membuka topik. Pria itu mengaduk gelas cappuchino di depannya sembari menunduk. Pembahasan ini juga terasa berat baginya.Sadar kalau yang ia bahas ini termasuk proyek yang pernah dirusaknya karena suruhan Angela. Sebenanya bisa saja Dewa tak mengikuti Angela. Namun ambisi yang menginginkan posisi yang sama seperti Dareen membuatnya pasrah dan mengikuti kemauan Angela kala itu.Tentunya jelas membawa trouble bagi perusahaan Biantara Group. Berawal Property Hyatt memakai kualitas rendah yang dipesannya dari perusahaan itu. Hingga akhirnya hotel yang di bangun atas kerjasama itu mengalami keretakan hebat.Kini Property Hyatt menuntut mendekor ulang. Padahal jelas tidak bisa karena sudah ada beberapa tamu yang masih check in di sana. Pihak Biantara ingin segera mengosongkan wilayah itu karena berbahaya. Namun Mr. Richard tak bergeming dan tetap ke
“Jatahku mana, sayang?” tanya Dewa sembari langkahnya kian mendekat.Seketika itu tangan Qinara berhenti menata kue-kue yang sedari tadi berserakan di atas meja. Rencana kue-kue itu mau di taruh di toples dan dimasukkan dalam kantung kresek. Wanita itu tertohok, matanya membulat sempurna.‘Kenapa Mas Dewa minta, di saat situasi begini?’Melihat Qinara yang masih terbebani dengan kakaknya yang akan melahirkan. Entah hingga sekarang belum tahu apa yang terjadi dengan Kalila dan bayinya. Tersadar, ponsel wanita itu masih tertancap erat di usb dalam mobil. Belum lagi, tujuan mereka ke sini untuk membawa bekal untuk Kalila dan Dareen yang pastinya akan meningap di rumah sakit beberapa hari di tempat kedua bumil itu sering kontrol kehamilan. Wajar, penasaran Qinara semakin di ubun-ubun karena tak tahu apa sebenarnya yang terjadi pada kakaknya di sana.“Maksudnya?” Qinara menerka maksud Dewa. Perasaan gugup kala menatap dua ma