“Tunggu sebentar,” Klevance mengerutkan keningnya. “Ini—!” Matanya menangkap keberadaan sebuah lencana yang membuat rambut di tengkuknya berdiri. “Legiun Isthara ….”
Bagaimana bisa pasukan elite Bangsa Kahyangan menjadi bagian dari tubuh yang berjatuhan ini?!
“Ada yang tidak beres,” batin Klevance. Manik biru-kehijauannya sekali lagi menyapu pemandangan di hadapannya. “Satu tim patroli Legiun Ishtara umumnya hanya terdiri dari lima orang, tak pernah kulihat pasukan berjumlah besar seperti ini!” Tenggorokan Klevance tercekat, dirinya merasa mual seiring kecemasan menyelimuti dirinya.
Pikirannya semakin kemana-mana dan tidak fokus. Klevance bingung harus berbuat apa saat ini. Tidak mungkin untuknya melapor ke kerajaan sekarang.
“Siapa yang bisa melakukan ini pada sekelompok Legiun Isthara? Bangsa Kegelapan kah? Tapi mengapa kaum Ayah menyerang kaum Ibu? Apa yang sebenarnya terjadi dengan kedua bangsa itu selama aku di asingkan di luar Benua Isthara? Apa mereka sedang merencanakan perang antar bangsa? Bukankah hubungan Ibu dan Ayah selalu baik-baik saja selama ini?” gumam Klevance perlahan. Pikiran itu membuat sekujur tubuh Klevance tegang.
Banyak sekali pertanyaan yang terbesit di dalam benaknya. Dia menajamkan pandangan, berusaha mencari tanda-tanda Kabut Gelap ciri khas Bangsa Kegelapan di sekitarnya untuk memastikan bahwa ini semua benar hasil penyerangan dari Bangsa Kegelapan. Namun hutan tampak lengang. Tidak ada tanda keberadaan Kabut Gelap, apalagi Darker---salah satu makhluk penghuni Bangsa Kegelapan---yang lahir dan hidup di dalam kabut.
Klevance menggeleng lemah untuk mengusir kekhawatirannya. Bagaimanapun, Darker tidak akan meninggalkan luka tusuk pada tubuh mangsanya. Bekas luka tusuk di tubuh para mayat yang tergeletak ini baik pada tubuh mayat manusia ataupun mayat kaum Bangsa Kahyangan dan Half-Angel membuktikan bahwa bukan Darker yang melakukan ini semua.
“Aku tidak punya petunjuk apapun mengenai kejadian ini, sungguh menyebalkan!” ujarnya sedikit kesal dan frustrasi.
Klevance berlutut dan memeriksa salah satu jenazah. Salah satu tubuh Half-Angel itu belum terasa kaku. Kaum Half-Angel; setengah Bidadari atau Bidadara dan setengah Manusia. Makhluk buangan hasil perkawinan Bidadari atau Bidadara dengan Bangsa Manusia. Kaum Half-Angel hanya memiliki sepasang sayap kecil berwarna putih dan tidak bisa digunakan untuk terbang, seperti senormalnya fungsi sayap pada kaum Bangsa Kahyangan.
Artinya, kematiannya belum lama berselang, mungkin sekitar dini hari saat Klevance sedang menempuh perjalanan dari tempat pengasingan dan hampir sampai menuju perbatasan Hutan Aurora.
Jadi siapapun yang melakukannya masih ada di sekitar sini. Saat itulah perasaan tidak nyaman kembali menggeliat di perut Klevance, seolah ada orang yang sedang mengawasinya sekarang.
Dia baru hendak meraih pedang yang menggantung di punggung nya ketika merasakan seseorang bergerak di belakangnya. Bersama dengan itu, rasa dingin benda yang bernama logam menyentuhnya. Sontak dia melirik. Sebilah belati kecil tipis berlumuran darah menodong lehernya. Klevance menahan napas.
Terdengar desah napas berat dari arah punggungnya Klevance. Napas seorang pria. “Jangan berteriak atau kau akan mati…” Pria itu berkata dalam bahasa Bangsa Kegelapan, yang untungnya Klevance pahami.
Klevance mencoba mengatur napasnya, berusaha tidak menunjukkan rasa takut saat ujung belati kecil itu menelusuri lehernya dan berhenti saat menyusuri tepian sayap Klevance, dan dalam satu sentakan menggores salah satu sayapnya.
Klevance meringis kesakitan saat ujung belati kecil itu menggores cukup dalam salah satu sayapnya. Klevance merasakan embusan napas berat diiringi desah lega pria itu saat sayapnya mengeluarkan darah berupa aura hitam yang menguar. “Kau bukan … kau bukan salah satu dari mereka,” kata Pria itu, “Berbaliklah.”
Klevance mengernyit dan berbalik perlahan. Tepat di belakangnya, ada seorang kaum Bangsa Kegelapan, Lucifer. Lucifer itu sedang dalam wujud manusianya, rambut ikalnya yang bewarna hitam pekat tergerai menutupi sebagian wajahnya, sementara mata amber-nya menatap Klevance dengan tajam.
“Apa maumu?!” tanya Klevance dengan intonasi yang sama sekali tidak ramah kepada pria yang ada di hadapannya ini.
Dia jelas bukan prajurit atau pasukan elite Bangsa Kahyangan. Bajunya adalah baju Bangsa Kegelapan yang lengkap seperti ingin berperang.
Klevance menyadari pada baju tersebut banyak terdapat sayatan yang menembus ke tubuhnya dan di sekujur tubuh pria itu dipenuhi goresan yang masih mengucurkan darah. Pria itu nyaris tak mampu lagi berdiri. Tubuhnya gontai, berdirinya pun limbung, tapi kewaspadaan penuh tampak dari ketegangan otot-ototnya.
Dia mengarahkan tinjunya tepat di hadapan Klevance. Sepasang cakar besi khusus Bangsa Kegelapan yang menghitam karena darah dan menyerupai pisau tipis menyembul dari punggung sarung tangannya. Dia menghunuskannya tepat di leher Klevance.
“Siapa kau? Dan kenapa kau berkeliaran di wilayah yang bukan area bangsamu?” Klevance memberanikan diri bertanya kembali. Tapi pria itu tidak menjawab. Dia tiba-tiba saja roboh ke depan dan jatuh menimpa Klevance. Hanya karena gadis berdarah campuran itu memiliki kegesitan diatas rata-rata dan dengan cepat menjatuhkan kotak yang masih ada di genggamannya yang membuat Klevance berhasil menahan tubuh pria itu sebelum menghantam tanah---dengan sekuat tenaga dan susah payah tentunya.
Klevance menemukan luka lain di bagian belakang punggung pria itu. Luka menganga yang mengeluarkan banyak darah. Saat itulah Klevance menyadari satu hal; hidup mati pria ini ada di tangannya…
“Sialan, kenapa aku harus berakhir dengan menolong pria asing yang sadis ini?!” desisnya kesal dan sedikit tidak terima.
Klevance mengembuskan napas keras-keras, berusaha menahan rasa sakit akibat salah satu sayapnya yang tergores cukup dalam karena pria itu. Lututnya gemetar saking lelahnya, tapi dia terus melangkah.
Sungguh bukan pekerjaan sepele berjalan sambil membopong seorang pria kembali ke Irish. Dia sampai harus meninggalkan senjata kesayangannya dan juga kotak misterius itu di hutan karena dia sedang tidak memakai tempat penyimpanan sihirnya. Untung hutan itu sudah seperti halaman belakang rumahnya. Klevance punya banyak tempat persembunyian di Hutan Aurora untuk meninggalkan barang-barangnya dengan aman.
Pria yang tidak sadarkan diri di punggungnya memang tidak seberapa tinggi dan kekar, tetapi tetap saja berat untuk membopong seorang pria bagi seorang gadis muda. Apalagi dia tidak bisa terbang dengan menggunakan sayapnya yang sedang terluka.
Tidak mudah bagi gadis berbadan mungil seperti dirinya membopong seorang pria melintasi hutan, apalagi yang sekujur tubuhnya terdapat banyak luka dalam. Klevance harus berhati-hati agar tidak membuat lukanya semakin dalam.
“Sangat merepotkan sekali, dirimu Tuan!” gerutunya lagi.
Klevance bisa saja meninggalkan pria ini di tepi Sungai Arthur yang berada di Hutan Aurora dan melanjutkan perjalanannya sendiri ke Irish, Ibukota Bangsa Kahyangan. Tapi dia khawatir bau darah akan memancing hewan buas, atau yang lebih parah, Darker dan Harpies.
Akan kuberitahu apa itu makhluk Harpies dalam Benua Isthara.
Harpies adalah monster wanita yang mirip dengan burung namun dengan wajah manusia. Makhluk yang dulunya roh angin ini membawa orang-orang jahat ke tempat sekitar mereka dan memakan mayat. Harpies juga suka mencuri tubuh orang mati, menyebarkan bau busuk dan meracuni makanan di desa-desa yang dilewatinya.
Jadi mau tidak mau, Klevance harus memanggul Lucifer tersebut kembali ke Ibukota.
Klevance menggigit bibirnya gemas. Kenapa dia harus mengalami nasib sesial ini; menemukan puluhan mayat kaum Bangsa ibunya, Bangsa Manusia, hingga mayat Half-Angel serta seorang pria yang sedang meregang nyawa yang juga melukai sayapnya, semuanya bahkan sebelum fajar tiba dirinya sudah sangat sial.
“Tahu begini, aku akan memilih untuk tetap berada di tempat pengasingan lebih lama dan tidak kembali mengunjungi ibu sekarang!” desisnya kesal.
Tapi apa boleh buat. Klevance sudah ‘tercebur’ ke dalam masalah, jadi mungkin lebih baik menyelam saja sekalian. Dia sudah memberi pertolongan pertama, menggunakan obat-obatan yang selalu dibawanya setiap saat.
Tapi obat-obatan ini semua tidaklah cukup. Dia membutuhkan bantuan dari Dewi Aegle untuk menyembuhkan luka dalam pria ini. Dewi Aegle dan para Healer---bidadari penyembuh Bangsa Kahyangan---akan lebih tau bagaimana harus merawat seorang pria terluka seperti ini.
-Bersambung-
*Note* Halo semuanya! Apa kabar? Aku harap kalian baik-baik saja dan semoga hari kalian menyenangkan. Aku ingin meminta tolong kepada kalian jika menyukai ceritaku tolong memberikan ulasan terhadap karyaku ini ya dan tambahkan juga ke koleksi kalian agar tidak ketinggalan update!^^ Feel free untuk memberikan saran dan komentar kalian juga^^ Dan jangan lupa untuk menshare cerita ini jika menurut kalian cerita ini menarik^ Mohon maaf sebelumnya, jika karyaku ini masih banyak kesalahan ataupun alur ceritanya yang tidak sesuai ekspetasi kalian. Namun, sekali lagi, jika kalian mempunyai saran dan kritikan untukku ataupun karyaku jangan sungkan ya untuk memberitahuku di kolom komentar. Aku akan sangat berterimakasih kepada kalian^^ Aku juga ingin mengucapkan terimakasihku dengan setulus tulusnya kepada para pembaca yang setia membaca karyaku sampai di chapter 2 ini. Kuharap kalian tidak bosan dan menemaniku hingga akhir cerita ini^^ Aku akan berusaha semaksimalku untuk karya ini^^ Salam hangat Chasalla16
“Klevance, sialan! Kau selalu saja mengacaukan rencanaku! Mengapa kau harus kembali disaat-saat aku sedang melancarkan serangan?!” decak seorang pria dari kejauahan yang melihat Klevance sedang menyelamatkan sosok Lucifer di Hutan Aurora tersebut. Pria misterius itu memiliki postur tubuh besar dan kekar. Dirinya diselimuti jubah hitam yang membuat siapapun tidak bisa melihatnya dan mengetahui identitas asli pria misterius tersebut. Kini, amarah dari pria misterius itu sangatlah terasa. Aura hitam memenuhi sekujur tubuhnya. “Aku memang akan membunuhmu cepat atau lambat, Klevance. Namun, sikapmu yang selalu naif seperti itu membuatku ingin membunuhmu sekarang juga! Tapi sepertinya kau masih beruntung karena hingga detik ini, aku belum berhasil mendapatkan ‘kekuatan’ itu sepenuhnya!” Pria itu berkata dengan penuh hasrat membunuh dan mengancam. Setelah berkata seperti itu dari kejauhan, pria misterius tersebut segera pergi meninggalkan Klevance dan Lucifer di Hut
Jalan utama dipadati oleh biawak---reptilia karnivora berukuran lebih kecil dari komodo dan termasuk kadal berukuran sedang yang berjalan dengan dua kaki belakangnya. Jalanan utama juga dipenuhi oleh unicorn dan burung merpati yang beterbangan kesana-kemari di langit Ibukota. Tidak sedikit pula, Bidadari atau Bidadara dan ras lain kaum Bangsa Kahyangan yang juga sibuk beterbangan dengan mengepakkan sayap mereka untuk mengerjakan tugas mereka masing-masing. “Tidak ada yang berubah disini. Suasana pagi hari di Ibukota masih sama seperti dulu, ramai dan sibuk,” tukas Klevance setelah mengamati suasana yang terbentang di hadapan pandangannya. Setelah melewati jajaran biawak, unicorn dan burung merpati hingga para penduduk Ibukota Irish Bangsa Kahyangan yang sedang beterbangan di langit Ibukota, Klevance melintasi beberapa bangunan kota; berbagai lembaga yang mengatur jalannya kehidupan Bangsa Kahyangan, berbagai toko, penginapan, dan sebuah
Klevance tidak repot - repot berhenti untuk memeriksa apa Dewi Aegle dan para Healer sudah di kantor, sepagi ini kantor Wali Kota pasti masih kosong. “Aku berani bertaruh mereka pasti masih mendengkur di istana mereka,” ujar Klevance sambil tersenyum miring. Wali Kota memiliki istana sendiri dan terpisah dengan Istana Lismore, istana utama. Setiap tahun, kesibukan persiapan Festival Musim Semi selalu memengaruhi para Dewa-Dewi dan penduduk Ibukota, tidak terkecuali dengan Dewi Aegle dan para Healer. Dan saat tertekan, mereka selalu bekerja di cafe sampai larut malam, sambil minum-minum tentunya. Untunglah sejauh ini tidak ada staf yang mengeluh dengan cara kerja Dewi Aegle dan para Healer. Sisi buruknya, hampir selalu dipastikan Dewi Aegle dan para Healer pulang dalam keadaan tumbang. “Hawa nafsu dan hasrat benar-benar musuh terberat dan ternyata setiap makhluk hidup!” tukasnya sambil menggelengkan kepalany
Perut Klevance mendadak terasa dingin, dia sudah membawa pulang seorang Lucifer dari Bangsa Kegelapan dan yang lebih parahnya Lucifer itu mempunyai senjata pusaka Bangsa Kegelapan yang sudah lama hilang dan tidak diketahui keberadaannya oleh siapa pun. Klevance menggeleng pelan untuk menenangkan pikirannya. Perhatiannya kemudian teralih lagi ke senjata pusaka yang dibawa oleh Lucifer itu. “Aegle, apa sekarang kau bisa memberitahuku mengenai senjata pusaka Bangsa Kegelapan yang kau katakan tadi?” Dewi Aegle mendengus kesal mendengar ucapan Klevance yang tidak sabaran. “Hei, Klevance! Perhatianmu memang sangat mudah teralihkan ya! Tapi syukurlah tidak ada yang berubah dari dirimu selama ini.” Dewi Aegle mengembuskan napasnya dan mulai melepas perban yang dililitkan Klevance ditubuh Lucifer itu, memperlihatkan luka-luka yang tersembunyi di baliknya. “Lihat! Lucifer ini terluka sangat parah dan juga sedang sekarat. Jika kau punya hati nurani, bersabarlah menunggu
Klevance kebingungan dalam mencerna semua perkataan Dewi Aegle. “Oh, ayolah Aegle yang benar saja kau! Lalu bagaimana caranya agar Lucifer ini bisa selamat?! Akan sia-sia usahaku menyelamatkan dan membawa dirinya dari Hutan Aurora! Apa kau tahu? Aku sampai harus meninggalkan pedangku demi menyelamatkan Lucifer ini. Jadi tolonglah kau pikirkan cara lain untuk menyelamatkannya!” Dewi Aegle tersentak mendengar ucapan Klevance yang meninggalkan pedangnya di Hutan Aurora. Pedang yang biasa Klevance bawa juga benda pusaka---lebih tepatnya, senjata pusaka pertama yang berhasil diciptakan oleh Ratu Bangsa Kahyangan, ibunya, dan Raja Bangsa Kegelapan, ayahnya sebagai hadiah kelahiran Klevance. “Kau benar-benar sudah gila ya, Klevance? Bagaimana bisa kau meninggalkan pedang yang juga merupakan senjata pusaka di tengah hutan begitu saja? Bagaimana jika pedang itu ditemukan oleh orang asing dan digunakan untuk tujuan yang salah?!” Dewi Aegle mendesis kesal. “Tidak akan a
Baru saja Klevance ingin mencari udara segar di luar gudang tersebut, datanglah segerombol Healer dan Nymph yang ada di Istana Orava menghampirinya. “Ada Baginda Ratu Larissa di ruang tamu utama Istana Orava, Tuan Putri. Beliau menunggu Anda disana dan ingin segera menemui Anda, Tuan Putri Klevance,” ujar mereka serentak dan meminta Klevance agar segera datang ke ruang tamu utama Istana Orava milik Dewi Aegle untuk menemui Baginda Ratu Larissa. Betapa terkejutnya Klevance mengetahui bahwa ibunya sudah berada di kediaman Dewi Aegle untuk menemuinya. “Ah, sial! Aku pasti terlalu lama berada di Istana Orava hingga ibu sendiri yang datang menemuiku disini. Bagaimana kalau dia curiga? Apa yang harus kukatakan padanya?” Klevance bertanya-tanya sendiri di dalam benaknya. Namun dia segera memalingkan kepanikannya dan berusaha tetap tenang di hadapan para Healer dan Nymph yang ada di hadapannya. Tidak boleh ada satupun dari mereka y
Sudah kuduga ini pasti ulah Pama Jerico. Ya… siapa lagi kan? Tidak mungkin Nymph penjaga yang kutemui, bukan? Nymph itu saja tidak punya akses untuk berbicara langsung dengan ibu hingga meminta tolong diriku untuk menyampaikan apa yang ingin dia sampaikan pada ibu. Orang tua satu itu memang ya, tambah bertambah usia tambah tidak bisa diam saja mulutnya. Klevance sedikit geram dengan Paman Jerico. Tahu gitu dia tidak akan menampakkan dirinya di tengah alun-alun Ibukota dan menyapa pria tua itu saat jubahnya tersingkap sekilas. “Lama tak bertemu, Klevance,” sapa seorang pria tua yang muncul dari balik pintu utama Istana Orava. “Memang sudah lama,” jawab Klevance. “Kulihat kau terus bertambah tua hingga tidak bisa membuat mulutmu diam sejenak, Paman Jerico,” ucap Klevance sarkas. “Ya, memang dia semakin tidak bisa mengontrol mulutnya sendiri,” sahut seorang pria lagi yang juga muncul secara tiba-tiba dari balik pintu utama Istana Orava
“Kejadiannya subuh tadi, kan? Tapi kenapa kalian baru menemukannya sekarang? Bahkan kalian tidak bisa menemukan penyebabnya? Apa yang kalian harapkan dari menginterogasiku seperti ini? Percuma saja, kalian hanya membuang waktu dan mungkin saja membuat pelaku yang sebenarnya benar-benar dapat melarikan diri.” Klevance menghujani mereka dengan semua pertanyaan yang menyudutkan Zelus dan Argan. Khususnya Zelus yang sedari tadi juga memojokkannya. “Kalian sedang menyembunyikan sesuatu dariku, ya? Tidak seperti biasanya Ibukota Irish mengutus para elite penjaga Sungai Arthur dengan jumlah sebanyak seperti yang kau sebutkan tadi untuk mengurus sungai dan perbatasan hutan.” Klevance terdiam sebentar, menatap Zelus dalam-dalam. “Mencurigakan sekali. Apa yang sedang kalian semua rencanakan akhir-akhir ini? Dan apa yang sedang mati-matian kalian sembunyikan dariku disini?” Klevance menatap mereka satu persatu. Mereka semua terdiam mendengar Klevance yang sudah sangat
"Jadi kau benar-benar putri tersebut! Pantas saja kau sangat berani juga sedikit tidak tahu sopan santun dengan seorang Dewi. Sudah lama tidak berjumpa, Putri Klevance.""Apa kau mengenalku?" Klevance memasang raut wajah bingung dengan pernyataan sang dewi yang seperti sudah mengenalnya sejak lama."Tentu saja aku mengenalmu. Kau adalah Putri pewaris tahta Bangsa Kahyangan. Tidak ada dewi atau pun dewa yang tidak mengenalmu.""Tapi kau tidak mengenalku di awal dan baru mengetahuiku saat aku memperkenalkan diri beberapa saat yang lalu!" sindir Klevance."Ya, tentu saja! Wajahmu sedikit berubah jika dibandingkan dengan dirimu waktu kecil. Aku bahkan tidak bisa mengenalimu sebelumnya."Klevance mengembuskan desah napas berat mendengar pernyataan sang dewi penjaga yang kini seperti seorang teman dekat yang telah lama tidak berjumpa satu sama lain.'Tetap fokus, Hitam. Waktu kita tidak tersisa banyak. Ingatlah bahwa Lucifer masih belum kau ke
"Selamat datang di duniaku. Kau bukanlah Baginda Ratu Larissa. Siapa kau? Mengapa memasuki dunia simbol yang bukan kawasanmu?" ujar seorang Dewi penjaga dunia simbol kepada Klevance.Klevance mengedarkan pandangannya dan mencari-cari dari mana asal suara yang sedang mengajaknya berbicara tersebut. Namun dia tidak dapat menemukan kehadiran siapapun di dalam dunia simbol tersebut. Dia hanya bisa melihat cahaya putih yang tak berujung di dalam dunia simbol tersebut. Sepi dan sunyi seperti tidak ada kehidupan apapun.Ya, tak heran, bukan. Dunia simbol adalah pertahanan terakhir dari sistem keamanan gerbang belakang Istana Lismore yang jarang dikunjungi oleh siapapun. Tentu saja tidak ada kehidupan di dalam dunia tersebut selain dewi penghuninya."Siapa kau? Kenapa aku tidak bisa melihatmu?" tanya Klevance pada akhirnya karena dia tidak dapat menemukan orang yang mengajaknya berbicara."Tentu saja kau tidak bisa melihatku. Hanya Ratu Larissa yang dapa melihat kehadira
Bunyi kicauan burung yang begitu nyaring menandakan hari sudah kembali pagi dalam pergantian waktu di Bangsa Kahyangan. Namun sinar matahari masih terlihat begitu redup dan juga belum menampakkan diri serta keluar dari tempat persembunyian nya. Klevance terlihat tengah menyelinap untuk keluar dari kediaman sang ratu. Dia dengan sangat hati-hati melangkah perlahan menuju gerbang belakang Istana Lismore. Di mana pada gerbang belakang tersebut tidak ada satu pun bawahan sang ratu yang berjaga. Gerbang belakang Istana Lismore adalah tempat yang sangat jarang dikunjungi oleh sang ratu sehingga keamanan di sana jauh dari kata ketat. Dengan melewati gerbang belakang tersebut memudahkan Klevance untuk keluar dari istana milik ibunya tanpa ketahuan oleh satu penjaga pun. 'Abu-abu, apa kau tidak berniat membantuku?! Cepat bertukar jiwa, akan sangat merepotkan jika aku ketahuan sekarang!' ucap si Hitam kepada si Abu-abu. 'Ck, kau payah sekali, Hitam! Kenapa tidak bertuk
"Hei, Aegle. Menurutmu apa maksud dari ucapan Zelus padaku beberapa saat yang lalu? Apa yang harus kusiapkan besok? Apa mereka semua berspekulasi bahwa aku yang melakukan pembantaian terhadap kaumku dan juga bangsa manusia sekaligus Half-Angel di Hutan Aurora?" tanya Klevance dengan begitu penasaran akan maksud dari perkataan Zelus kepadanya. Dewi Aegle mengeluarkan desah napas berat. "Sepertinya begitu, Klevance." Klevance sontak tertegun sejenak. 'Mereka benar-benar mengira aku yang melakukan pembantaian itu? Sungguh? Kenapa tidak ada satu pun yang mempercayai diriku. Terutama Ibu ....' Dewi Aegle kemudian menoleh sekilas ke arah Klevance yang masih terdiam dan sedang bergelut dalam pikirannya. Dia lalu menepuk pelan pundak Klevance dan berkata, "Menurut informasi yang kudapatkan dari kantor Wali Kota, Zelus menemukan beberapa helai sayapmu di tempat kejadian tersebut dan dia telah melaporkannya kepada Ratu." Klevance lalu memandan
Dor ... dorr ... dorrr .... Bunyi kembang api yang meledak di langit-langit Bangsa Kahayangan terdengar dengan jelas hingga ke penjuru sisi. Semua orang, terutama penduduk Bangsa Kahyangan terlihat memenuhi Istana Lismore sang Ratu. Para tamu yang hadir sangat menikmati pesta yang dibuat oleh sang Ratu Bangsa Kahyangan tersebut. Lantaran pesta tersebut adalah pesta termegah kedua selain pesta pernikahan sang Ratu dengan Raja Bangsa Kegelapan. Alih-alih ikut menikmati dan merasakan suasana yang meriah, Klevance tampak murung dan sama sekali tidak bersemangat. Dia berulang kali menghelakan napas berat sembari memandang ke langit-langit yang dipenuhi dengan kembang api yang indah. Akan tetapi, tatapannya terlihat sangat kosong. Bukannya tidak ingin menikmati, tetapi dia tidak bisa berpesta di tengah situasi yang sedang kacau dan tidak terkendali pada Bangsa Kahyangan. Selain itu, banyak sekali fakta dan juga misteri yang baru saja terungkap serta dia ket
"Apa Klevance sudah sampai di kediaman Ratu Larissa? Kenapa aku tiba-tiba mengkhawatirkan perempuan menyebalkan itu?!" desis Dewi Aegle pelan kepada dirinya sendiri. "Aku akan meminta Kilorn untuk memastikannya," lanjut Dewi Aegle bergumam dan segera menghubungi Kilorn melalui telepatinya. Seteleh selesai melakukan telepati dengan Kilorn, Dewi Aegle mendapatkan sebuah pesan dari Bangsa Kegelapan. Surat itu diberikan oleh Kilorn kepadanya saat mereka berdua sedang melakukan telepati satu sama lain. Dewi Aegle segera membaca surat yang sudah terpapar dengan jelas isinya di dalam benaknya tersebut. Namun, sepertinya pesan tersebut dikirimkan oleh seorang Dewi juga. Yang mana Dewi yang mengirimkan pesannya kepada Dewi Aegle berasal dari Bangsa Kegelapan. Sehingga pesan tersebut dapat berbunyi dan terhubung satu sama lain seperti sedang berkomunikasi dua arah dalam jangkauan jarak yang dekat. 'Ini aku Mahakali, Aegle. Apakah kau yang menyembuhkan L
Tak berselang lama, Klevance dan Argan pun keluar dari dalam dunia khusus jiwa si Putih Klevance.Angin kencang menyambut kedatangan mereka setibanya mereka di dunia normal---Bangsa Kahyangan. Si Putih menggunakan kesempatan ini untuk bertukar lagi dengan si Hitam, sementara Argan masih berusaha beradaptasi kembali dengan dunia normal ini.Tak butuh waktu lama untuk si Putih dan si Hitam bertukar, kini si Hitam sudah sepenuhnya mengendalikan tubuh Klevance kembali.Seperti sudah diperhitungkan dengan matang oleh si Putih sebelumnya, pergantian jiwa dirinya dan si Hitam selesai tepat sebelum Argan benar-benar tersadar dari adaptasi nya. Si Hitam---Klevance menghela napas lega setelahnya.Untung saja! Waktunya sangat tepat! Kalau tidak, aku tidak tahu harus bagaimana, batin si Hitam.'Jangan lengah, Hitam. Cepat kembali ke Istana Lismore dan temui Ibu. Lalu malam nanti kau harus bergegas mencari Lucifer yang menghilang,' sahut si Pu
'HAHAHA, DASAR BODOH!' teriak si Putih sambil tertawa terbahak-bahak melihat si Hitam tidak mengetahui cara keluar dari dunia khususnya ini. Diam kau, Putih! Cepat katakan padaku bagaimana keluar dari tempat ini?! 'Tidak ada cara lain untuk keluar dari dunia khususku selain menyentuh pedang yang berada di puncak kubus bewarna ungu.' Brengsek kau! Bukankah sebelumnya kau mengatakan padaku untuk tidak menyentuh pedang apapun di dunia khususmu ini?! Dan sekarang dengan mudahnya kau mengatakan padaku untuk menyentuh pedang yang berada di puncak kubus? Kau berencana membunuhku, ya?! "Klevance? Ada apa dengan raut wajahmu itu? Apakah ada masalah?" ujar Argan yang membuat perbincangan si Hitam dengan si Putih menjadi terhenti sejenak. Si Hitam---Klevance sontak sedikit terkesiap dan segera menatap Argan dengan sewajarnya agar tidak dicurigai oleh pria itu. Kemudian dia menggeleng pelan, sebagai tanda dirinya tidak
Si Hitam mencoba berjalan menyusuri dunia elpízo milik si Putih terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk keluar dari sana. Dia ingin melihat dan mengamati cara kerja dunia ini. Dengan penuh hati-hati, si Hitam melewati jalan yang masih dalam bentuk labirin tersebut. Namun, saat dia menelusurinya selama beberapa saat, dia tidak berhasil menemukan ujung dari labirin tersebut. Dia pun lantas menggunakan sayapnya dan terbang mengudara di dunia elpízo untuk melihat lebih jelas segala sesuatu yang berada di sana. Si Hitam mengedarkan pandangannya ke segala penjuru di dunia elpízo dengan saksama. Matanya menyisir segala sisi tanpa ada yang terlewat sedikit pun dari penglihatannya yang tajam. Begitu banyak pedang di dunia ini. Sebenarnya apa fungsi dari pedang-pedang tersebut? Aku jadi penasaran! Kemudian dia mengehentikan pengamatannya saat melihat seorang laki-laki yang masih terjebak di dalam dunia elpízo milik Klevance. Laki-laki itu terlihat ber