Sudah kuduga ini pasti ulah Pama Jerico. Ya… siapa lagi kan? Tidak mungkin Nymph penjaga yang kutemui, bukan? Nymph itu saja tidak punya akses untuk berbicara langsung dengan ibu hingga meminta tolong diriku untuk menyampaikan apa yang ingin dia sampaikan pada ibu.
Orang tua satu itu memang ya, tambah bertambah usia tambah tidak bisa diam saja mulutnya. Klevance sedikit geram dengan Paman Jerico. Tahu gitu dia tidak akan menampakkan dirinya di tengah alun-alun Ibukota dan menyapa pria tua itu saat jubahnya tersingkap sekilas.
“Lama tak bertemu, Klevance,” sapa seorang pria tua yang muncul dari balik pintu utama Istana Orava.
“Memang sudah lama,” jawab Klevance. “Kulihat kau terus bertambah tua hingga tidak bisa membuat mulutmu diam sejenak, Paman Jerico,” ucap Klevance sarkas.
“Ya, memang dia semakin tidak bisa mengontrol mulutnya sendiri,” sahut seorang pria lagi yang juga muncul secara tiba-tiba dari balik pintu utama Istana Orava.
“Argan?” Klevance terkejut dengan kehadiran sosok pria tersebut yang ternyata adalah Argan, sahabatnya yang lain selain Dewi Aegle. Klevance sontak langsung menghampiri pria yang kini berada tepat di samping Paman Jerico itu dan memeluknya dengan erat untuk melampiaskan rasa rindunya yang sudah bertahun-tahun ditahannya.
Argan---spesies hewan hibrida, bisa berubah menjadi manusia dan bisa berubah menjadi hewan sesuai kekuatan dan sihir yang dimilikinya. Semakin kuat kekuatan seorang hibrida maka semakin sempurna dan juga stabil bentuk manusia serta transformasi hewan yang akan dibentuk.
Argan adalah pria bertubuh tegap dengan rambut putih keperakan sebahu. Bola matanya yang berwarna ungu amethyst sangat indah jika dipandang saat malam hari. Dia bukan makhluk yang berasal dari Bangsa Kahyangan tetapi orang pertama yang diterima dalam Bangsa Kahyangan karena kekuatan dan bakat sihirnya yang luar biasa menakjubkan.
Tubuh Argan menjulang tinggi, membuat Paman Jerico seakan tenggelam saat berada di sisinya. Tapi Paman Jerico seperti sudah terbiasa berada di samping Argan tanpa terusik dengan perbedaan tinggi badan mereka yang begitu mencolok.
Paman Jerico menatap Argan dengan santai sebelum mengalihkan perhatian pada Klevance kembali. “Kau ini! Kenapa tidak membelaku dan malah ikut membuliku bersama Klevance? Mentang-mentang kalian bersahabat, tapi tetap saja kalian tidak boleh bekerja sama membuli orang yang lebih tua seperti ini, huh!”
Seisi ruangan tersebut pun tertawa melihat sikap Paman Jerico yang seperti itu. Klevance juga ikut terkekeh mendengarnya, “Cih, kekanakan sekali kau Paman. Siapa suruh kau memulainya duluan!”
Lalu muncul lagi seseorang dari balik pintu utama Istana Orava.
Ya tuhan siapa lagi yang datang dan ikut hadir disini! Kenapa ramai sekali yang datang? Apa mereka benar-benar telah menemukan sesuatu yang ganjil disini?
Klevance memicingkan matanya mencoba melihat satu orang lagi yang baru muncul dari balik pintu.
“Kau? Kenapa kau juga kemari?” tanya Klevance sedikit terkejut melihatnya datang juga ke Istana Orava.
“Ibu, apa kau yang menyuruhnya untuk datang kemari juga?” Klevance mengalihkan pandangannya dari orang tersebut dan menatap tajam Ratu Bangsa Kahyangan yang ada di hadapannya.
Ratu Larissa tetap memasang wajah santai seperti orang yang tidak bersalah dan tidak tahu apa yang Klevance maksud padanya. “Apa maksudmu, sayang? Dia yang ingin datang sendiri kok, benarkan Zelus? Lagipula dia juga sahabatmu kan, Klevance? Jadi wajar saja bukan, jika dia datang kemari untuk menemuimu setelah bertahun-tahun lamanya tidak bertemu.”
Klevance mendengus sebal, “Cih, kalau bukan karena dia, ibu tidak akan mengirimku ke tempat pengasingan itu.”
Zelus yang mendengar dirinya disalahkan terus-menerus oleh Klevance seperti itu pun tidak terima dan segera membuat pembelaan untuk dirinya. “Sudah berapa kali aku katakan padamu kalau bukan aku yang melaporkanmu! Lagipula tanpa ada yang melaporkan pun semua orang sudah pasti tahu ulah siapa itu. Siapa lagi yang mempunyai sihir seperti itu dan membuat Ibukota hampir hangus terbakar seutuhnya,” tukasnya menyadarkan Klevance bahwa dia tidak bersalah.
Klevance memutar bola matanya malas, “Cih, terserah kau ingin membela diri seperti apa. Aku akan tetap menyalahkanmu sampai kapanpun.”
Zelus menghelakan napasnya berulang kali. Sudah cukup frustrasi dirinya menghadapi Klevance. Sudah berapa kali dirinya mencoba mengatakan kebenarannya tapi Klevance tak akan pernah percaya ‘lagi’ kepadanya. Zelus hanya bisa pasrah menunggu Klevance menurunkan egonya yang sangat besar itu.
Zelus merupakan salah satu dewa yang memberkati Bangsa Kahyangan dan bertugas dalam mengatur persaingan, iri hati, kecemburuan dan semangat. Zelus adalah dewa dan personifikasi dari kegigihan dan semangat.
Zelus adalah seorang pria berperawakan sedang, rambutnya yang berwarna ash green sangat mencolok di antara penduduk Bangsa Kahyangan lainnya yang juga berada di Ibukota Irish. Bola matanya yang juga berwarna hijau gelap terlihat begitu teduh.
Kebalikan dengan Argan, Zelus sama sekali tidak tersenyum dan menyapa baik-baik Klevance. Rahangnya yang kukuh terkatup rapat, dia justru mulai mencari masalah kembali dengan mengamati Klevance dari atas sampai bawah. “Melihat penampilanmu yang begitu lusuh, orang tidak akan menyangka kau masih pewaris takhta kedua bangsa besar. Apa kau sudah melupakan kerapian karena hidup di tempat pengasingan begitu lama?”
Tak usah diberi tahu pun Klevance tahu dirinya sedang disindir dan dihina oleh Dewa kegigihan itu---iya, gigih dalam membuli Klevance. Tanpa sadar Klevance menggigit bibirnya dengan kesal.
“Ya, setidaknya aku masih bisa hidup dan bisa kembali ke Ibukota dengan selamat. Itu semua sudah cukup bagiku,” jawab Klevance sarkas.
Zelus mengerutkan alis, berusaha menyembunyikan kegusaran di wajahnya.
“Nah, baiklah,” lanjut Klevance kemudian. “Aku yakin kalian semua kemari tidak hanya untuk menemuiku yang baru saja pulang dari tempat pengasingan, bukan? Aku masih ingat kalian tidak sepeduli itu sebelumnya denganku. Jadi apa tujuan kalian yang sebenarnya datang ramai-ramai ke Istana Orava milik Dewi Aegle ini?” ucap Klevance langsung kepada poinnya tanpa berbasa-basi lagi.
“Kita harus bicara,” kata Zelus. “Apa kita bisa berbicara secara pribadi, Klevance?
Dewi Aegle menyadari Zelus melirik ke arahnya saat bicara. Tidak ada perselisihan atau kebencian di antara mereka berdua, tapi tatapan Zelus begitu merendahkan Dewi Aegle, seolah mengasihaninya karena semakin lama Dewi Aegle memiliki sifat dan perbuatan yang sama seperti Bangsa Manusia.
“Di sini atau di mana pun sama saja, bukan?” kata Klevance.
“Aku tak punya banyak waktu. Jadi cepat katakan, apa yang kau inginkan?”
Zelus mendengus, “Baiklah kalau begitu. Aku dan Argan baru saja menemui banyak sekali mayat elit Bidadara dan Bidadari Penjaga Sungai Arthur, selusin manusia, dan selusin Half-Angel yang terbunuh di Hutan Aurora.”
“Benarkah? Bagaimana bisa?” Klevance dan Dewi Aegle memasang ekspresi terkejut, seolah baru pertama kali mendengarnya dan baru mengetahui kejadian yang sangat mengagetkan itu. “Itu mengerikan sekali. Apa mereka diserang binatang buas? Atau saling berperang satu sama lain? Apa mungkin ada gerombolan besar yang perlu kita waspadai?”
“Kami belum menyelidiki sejauh itu,” jawab Zelus singkat. “Tapi kau tidak perlu cemas.”
Klevance mengangguk mengerti dan mencoba tetap tenang saat pikirannya tiba-tiba teringat kembali pada mayat-mayat yang tergeletak dan berlumuran darah di Hutan Aurora itu.
Tidak Klevance. Kau harus tenang atau mereka semua akan tahu mengenai Lucifer yang kau bawa itu. Lalu mereka akan mulai menginterogasimu padahal kau juga tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di sana.
Aku tidak akan mengatakan apapun padanya sekarang, tidak saat masih ada banyak orang seperti ini. Aku tidak mau dikirim ke tempat pengasingan kembali untuk kedua kalinya.
“Ada sesuatu yang ingin kutanyakan dan kupastikan denganmu Klevance,” lanjut Zelus bertanya.
“Ya… silakan saja,” kata Klevance. “Tapi omong-omong, kapan hal itu terjadi?”
“Subuh tadi,” jawab Zelus. “Kenapa? Apa kau tahu sesuatu tentang ini atau justru kau menyaksikannya secara langsung?” Zelus mencoba menyudutkan Klevance dengan pertanyaannya tersebut.
Klevance menggelengkan kepalanya. “Tidak, aku hanya penasaran saja.”
“Tentang apa?”
“Tentang penyerangan tersebut tentu saja,” jawab Klevance.
“Apa kau benar-benar tak tahu dan tak melihatnya saat melewati Hutan Aurora sebelum sampai di Ibukota?” Zelus kembali bertanya dan memastikan Klevance tidak sedang berbohong padanya.
-Bersambung-
*Note* Halo semuanya! Apa kabar? Aku harap kalian baik-baik saja dan semoga hari kalian menyenangkan. Aku ingin meminta tolong kepada kalian jika menyukai ceritaku tolong memberikan ulasan terhadap karyaku ini ya dan tambahkan juga ke koleksi kalian agar tidak ketinggalan update!^^ Feel free untuk memberikan saran dan komentar kalian juga^^ Dan jangan lupa untuk menshare cerita ini jika menurut kalian cerita ini menarik^^ Mohon maaf sebelumnya, jika karyaku ini masih banyak kesalahan ataupun alur ceritanya yang tidak sesuai ekspetasi kalian. Namun, sekali lagi, jika kalian mempunyai saran dan kritikan untukku ataupun karyaku jangan sungkan ya untuk memberitahuku di kolom komentar. Aku akan sangat berterimakasih kepada kalian^^ Aku juga ingin mengucapkan terimakasihku dengan setulus tulusnya kepada para pembaca yang setia membaca karyaku sampai di chapter 9 ini. Kuharap kalian tidak bosan dan menemaniku hingga akhir cerita ini^^ Aku akan berusaha semaksimalku untuk karya ini^^ Salam hangat Chasalla16
“Kejadiannya subuh tadi, kan? Tapi kenapa kalian baru menemukannya sekarang? Bahkan kalian tidak bisa menemukan penyebabnya? Apa yang kalian harapkan dari menginterogasiku seperti ini? Percuma saja, kalian hanya membuang waktu dan mungkin saja membuat pelaku yang sebenarnya benar-benar dapat melarikan diri.” Klevance menghujani mereka dengan semua pertanyaan yang menyudutkan Zelus dan Argan. Khususnya Zelus yang sedari tadi juga memojokkannya. “Kalian sedang menyembunyikan sesuatu dariku, ya? Tidak seperti biasanya Ibukota Irish mengutus para elite penjaga Sungai Arthur dengan jumlah sebanyak seperti yang kau sebutkan tadi untuk mengurus sungai dan perbatasan hutan.” Klevance terdiam sebentar, menatap Zelus dalam-dalam. “Mencurigakan sekali. Apa yang sedang kalian semua rencanakan akhir-akhir ini? Dan apa yang sedang mati-matian kalian sembunyikan dariku disini?” Klevance menatap mereka satu persatu. Mereka semua terdiam mendengar Klevance yang sudah sangat
Istana Orava, kediaman Dewi Aegle, Wali Kota sekaligus Dewi yang memberkati kesembuhan dan kesehatan kaum Bangsa Kahyangan. “Apa maksudmu aku juga tidak boleh menetap di istanamu, Aegle?” ucap Klevance meminta penjelasan kepada Aegle. “Bukan tidak boleh Klevance, tapi tidak untuk saat ini. Situasi dan kondisi saat ini sudah cukup runyam karenamu. Kau masih ingat kan mengenai Lucifer yang kau bawa pagi tadi? Setidaknya pikirkan juga nyawa Lucifer itu yang sedang sekarat. Aku tidak bisa mengizinkanmu menetap di tempatku sementara waktu ini demi kebaikan kita bersama. Kumohon mengertilah sedikit.” Klevance mendengus kesal. Dia menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. “Lalu aku akan pergi kemana disaat seperti ini, Aegle?” “Tentu saja ke Istana Lismore, kediaman ibumu,” jawab Dewi Aegle santai. “Sungguh? Setelah semua yang telah kuucapkan dan kuperbuat padanya beberapa saat yang lalu? Aku tidak yakin dia masih menerimaku di temp
Di perjalanan menuju Istana Lismore, kediaman Ratu Larissa, Ratu kaum Bangsa Kahyangan sekaligus ibu Klevance. Klevance mendengus sebal di sepanjang perjalanan Ibukota yang menuju ke tempat kediaman Ratu Larissa. Bukannya apa, wanita berdarah campuran itu harus berjalan kaki ke Istana Lismore yang jaraknya sangat jauh dari Istana Orava---kira-kira sekitar tujuh kilometer jauhnya. Alasan lainnnya yang membuat wanita berdarah campuran satu ini merasa sebal di sepanjang jalan adalah karena dia harus kembali ke Istana Lismore setelah apa yang sudah dia perbuat di Istana Orava sebelumnya---dirinya menyinggung dan menyindir ibunya habis-habisan. Sayap Klevance juga masih dalam tahap pemulihan dan belum bisa digunakan saat ini. "Kenapa aku bisa sesial ini di hari pertamaku kembali?!" desisnya kesal. Klevance mencoba mengepakkan sayapnya untuk memastikan apakah sayapnya sudah dapat berfungsi seperti semula atau belum. Saat dirinya mulai mengepakkan sayapnya
"Rahasia," ujar Argan sambil tersenyum meledek Klevance. Klevance memicingkan matanya kesal melihat dirinya berulang kali berhasil dipermainkan oleh seorang pria hibrida di hadapannya ini. "Cih, dasar sialan!" Dia menatap tajam pria tersebut. Klevance lantas memaksa kembali dirinya untuk mencoba melebarkan sayapnya dan berusaha pergi dari hadapan Argan. Dia mencoba untuk pergi secepatnya darisana dengan cara memanfaatkan sayap hitam miliknya tersebut dan terbang mengudara di langit Ibukota. Dirinya meringis kesakitan bukan main dan amat sangat luar biasa saat memaksakan untuk terbang dengan sayap yang masih belum pulih tersebut. Belum sampai sayap Klevance berhasil mengudara dengan sempurna di langit, wanita berdarah campuran tersebut kehilangan keseimbangan dirinya dan bersiap jatuh menghantam tanah yang sudah menunggunya. Argan yang melihat Klevance akan segera jatuh tersebut segera sigap mengubah dirinya dan bertransformasi menjadi seekor n
Bangunan termegah di seantero Ibukota Irish, terlihat sangat sibuk mempersiapkan pesta penyambutan kembalinya tuan putri mereka. Para pelayan dari berbagai macam ras kaum Bangsa Kahyangan sibuk kesana-kemari mengerjakan tugas mereka. Para pelayan yang ada di kediaman Ratu Larissa, menggunakan sihir-sihir mereka untuk mempercantik acara. Mereka juga beterbangan dan mengudara dengan bebas di langit Istana Lismore untuk mengatur angle dan juga view yang tepat. Menghiasi langit dengan cuaca dan juga pemandangan yang indah dan mendukung, menumbuhkan semua tanaman kesukaan Tuan Putri Klevance, hingga membuat kata sambutan dengan sihir mereka dan dibuat seperti kembang api yang terus menyala di langit. Ratu Larissa meminta semua persiapan pesta tersebut ditata dengan sesempurna mungkin dan juga harus meninggalkan kesan yang mendalam bagi putrinya, Klevance. Dia menyuruh semua pelayannya dengan permintaan yang sangat spesifik, tidak terkecuali kepad
Halo semuanya! Apa kabar? Author baru saja mengedit dan merevisi hampir semua bab. Barangkali bingung, mungkin bisa dibaca dari awal lagi sambil menunggu chapter selanjutnya di update. Ada beberapa perubahan juga dalam ceritanya tetapi tidak terlalu jauh berbeda dari sebelumnya. Author juga tidak mengubah alurnya, hanya merevisi bagian-bagian yang harus dan perlu direvisi. Jadi tidak perlu khawatir mengenai alur ceritanya. Seperti sebutan untuk kaum hasil perkawinan Bangsa Kahyangan dengan Bangsa Manusia yang tadinya disebut Half-Vier, sekarang author ganti menjadi Half-Angel. Saran dan masukan sangat author terima ya^^ Semoga bermanfaat^^ Jika ada pertanyaan ataupun apapun, kalian bisa memberitahu author melalui kolom komentar ataupun kolom ulasan yang tersedia. Terima kasih banyak author ucapkan, sampai jumpa^^
"Kita sudah sampai," ucap seorang pria makhluk hibrida yang masih bertransformasi menjadi seekor naga berwarna amethyst yang sangat besar---makhluk hibrida tersebut adalah Argan. Dari atas langit tempat tersebut, Argan yang masih mengudara memberitahu Klevance bahwa mereka telah sampai di tempat yang dia maksud sebelumnya. "Dimana ini, Argan?" Klevance mengedarkan pandangannya ke sekeliling tempat tersebut, mengamati lebih jelas tempat yang dimaksud oleh pria hibrida yang sedang ia tumpangi saat ini. Argan lalu mendaratkan tubuhnya di tanah tepat di hadapan bangunan tersebut. Klevance segera turun dari tubuh Argan dan berdiri di sampingnya, menunggu pria tersebut berubah menjadi wujud manusianya. Setelah selesai mengubah wujudnya menjadi manusia kembali, Argan berkata, "Masuklah, akan kuberi tahu nanti tempat apa ini." Klevance mengernyitkan keningnya dan menatap Argan sejenak. Dia bingung apa tujuan Argan mengajak nya ke tempat tersebut. Klev
Keheningan menyelimuti taman belakang Istana Orava. Hanya embusan angin dan gemerisik dedaunan yang berjatuhan memenuhi atmosfer disana. Para Healer dan Nymph penjaga kepercayaan Dewi Aegle telah menunggu jawaban darinya mengenai pertanyaan yang Neva lontarkan sebelumnya. Mereka sama penasaran nya dengan Neva, terutama Nymph penjaga yang terlibat langsung di tempat kejadian tersebut. Dewi Aegle menatap para asisten kepercayaannya itu satu-persatu. Dia menyadari bahwa mereka sudah tidak sabar mendengar jawabannya. Lantas Dewi Aegle pun menghela napasnya dalam-dalam. "Apa kalian sangat penasaran bagaimana Lucifer tersebut bisa kabur tanpa terlihat oleh satupun penjaga?" tanya Dewi Aegle kepada mereka semua. Dengan serentak para asisten nya tersebut segera menganggukkan kepala mereka. "Tentu saja. Kami sangat penasaran, Dewi!" ucap mereka begitu antusias dengan kompak dan bersamaan. Kemudian para Healer dan Nymph
"Jadi kau benar-benar putri tersebut! Pantas saja kau sangat berani juga sedikit tidak tahu sopan santun dengan seorang Dewi. Sudah lama tidak berjumpa, Putri Klevance.""Apa kau mengenalku?" Klevance memasang raut wajah bingung dengan pernyataan sang dewi yang seperti sudah mengenalnya sejak lama."Tentu saja aku mengenalmu. Kau adalah Putri pewaris tahta Bangsa Kahyangan. Tidak ada dewi atau pun dewa yang tidak mengenalmu.""Tapi kau tidak mengenalku di awal dan baru mengetahuiku saat aku memperkenalkan diri beberapa saat yang lalu!" sindir Klevance."Ya, tentu saja! Wajahmu sedikit berubah jika dibandingkan dengan dirimu waktu kecil. Aku bahkan tidak bisa mengenalimu sebelumnya."Klevance mengembuskan desah napas berat mendengar pernyataan sang dewi penjaga yang kini seperti seorang teman dekat yang telah lama tidak berjumpa satu sama lain.'Tetap fokus, Hitam. Waktu kita tidak tersisa banyak. Ingatlah bahwa Lucifer masih belum kau ke
"Selamat datang di duniaku. Kau bukanlah Baginda Ratu Larissa. Siapa kau? Mengapa memasuki dunia simbol yang bukan kawasanmu?" ujar seorang Dewi penjaga dunia simbol kepada Klevance.Klevance mengedarkan pandangannya dan mencari-cari dari mana asal suara yang sedang mengajaknya berbicara tersebut. Namun dia tidak dapat menemukan kehadiran siapapun di dalam dunia simbol tersebut. Dia hanya bisa melihat cahaya putih yang tak berujung di dalam dunia simbol tersebut. Sepi dan sunyi seperti tidak ada kehidupan apapun.Ya, tak heran, bukan. Dunia simbol adalah pertahanan terakhir dari sistem keamanan gerbang belakang Istana Lismore yang jarang dikunjungi oleh siapapun. Tentu saja tidak ada kehidupan di dalam dunia tersebut selain dewi penghuninya."Siapa kau? Kenapa aku tidak bisa melihatmu?" tanya Klevance pada akhirnya karena dia tidak dapat menemukan orang yang mengajaknya berbicara."Tentu saja kau tidak bisa melihatku. Hanya Ratu Larissa yang dapa melihat kehadira
Bunyi kicauan burung yang begitu nyaring menandakan hari sudah kembali pagi dalam pergantian waktu di Bangsa Kahyangan. Namun sinar matahari masih terlihat begitu redup dan juga belum menampakkan diri serta keluar dari tempat persembunyian nya. Klevance terlihat tengah menyelinap untuk keluar dari kediaman sang ratu. Dia dengan sangat hati-hati melangkah perlahan menuju gerbang belakang Istana Lismore. Di mana pada gerbang belakang tersebut tidak ada satu pun bawahan sang ratu yang berjaga. Gerbang belakang Istana Lismore adalah tempat yang sangat jarang dikunjungi oleh sang ratu sehingga keamanan di sana jauh dari kata ketat. Dengan melewati gerbang belakang tersebut memudahkan Klevance untuk keluar dari istana milik ibunya tanpa ketahuan oleh satu penjaga pun. 'Abu-abu, apa kau tidak berniat membantuku?! Cepat bertukar jiwa, akan sangat merepotkan jika aku ketahuan sekarang!' ucap si Hitam kepada si Abu-abu. 'Ck, kau payah sekali, Hitam! Kenapa tidak bertuk
"Hei, Aegle. Menurutmu apa maksud dari ucapan Zelus padaku beberapa saat yang lalu? Apa yang harus kusiapkan besok? Apa mereka semua berspekulasi bahwa aku yang melakukan pembantaian terhadap kaumku dan juga bangsa manusia sekaligus Half-Angel di Hutan Aurora?" tanya Klevance dengan begitu penasaran akan maksud dari perkataan Zelus kepadanya. Dewi Aegle mengeluarkan desah napas berat. "Sepertinya begitu, Klevance." Klevance sontak tertegun sejenak. 'Mereka benar-benar mengira aku yang melakukan pembantaian itu? Sungguh? Kenapa tidak ada satu pun yang mempercayai diriku. Terutama Ibu ....' Dewi Aegle kemudian menoleh sekilas ke arah Klevance yang masih terdiam dan sedang bergelut dalam pikirannya. Dia lalu menepuk pelan pundak Klevance dan berkata, "Menurut informasi yang kudapatkan dari kantor Wali Kota, Zelus menemukan beberapa helai sayapmu di tempat kejadian tersebut dan dia telah melaporkannya kepada Ratu." Klevance lalu memandan
Dor ... dorr ... dorrr .... Bunyi kembang api yang meledak di langit-langit Bangsa Kahayangan terdengar dengan jelas hingga ke penjuru sisi. Semua orang, terutama penduduk Bangsa Kahyangan terlihat memenuhi Istana Lismore sang Ratu. Para tamu yang hadir sangat menikmati pesta yang dibuat oleh sang Ratu Bangsa Kahyangan tersebut. Lantaran pesta tersebut adalah pesta termegah kedua selain pesta pernikahan sang Ratu dengan Raja Bangsa Kegelapan. Alih-alih ikut menikmati dan merasakan suasana yang meriah, Klevance tampak murung dan sama sekali tidak bersemangat. Dia berulang kali menghelakan napas berat sembari memandang ke langit-langit yang dipenuhi dengan kembang api yang indah. Akan tetapi, tatapannya terlihat sangat kosong. Bukannya tidak ingin menikmati, tetapi dia tidak bisa berpesta di tengah situasi yang sedang kacau dan tidak terkendali pada Bangsa Kahyangan. Selain itu, banyak sekali fakta dan juga misteri yang baru saja terungkap serta dia ket
"Apa Klevance sudah sampai di kediaman Ratu Larissa? Kenapa aku tiba-tiba mengkhawatirkan perempuan menyebalkan itu?!" desis Dewi Aegle pelan kepada dirinya sendiri. "Aku akan meminta Kilorn untuk memastikannya," lanjut Dewi Aegle bergumam dan segera menghubungi Kilorn melalui telepatinya. Seteleh selesai melakukan telepati dengan Kilorn, Dewi Aegle mendapatkan sebuah pesan dari Bangsa Kegelapan. Surat itu diberikan oleh Kilorn kepadanya saat mereka berdua sedang melakukan telepati satu sama lain. Dewi Aegle segera membaca surat yang sudah terpapar dengan jelas isinya di dalam benaknya tersebut. Namun, sepertinya pesan tersebut dikirimkan oleh seorang Dewi juga. Yang mana Dewi yang mengirimkan pesannya kepada Dewi Aegle berasal dari Bangsa Kegelapan. Sehingga pesan tersebut dapat berbunyi dan terhubung satu sama lain seperti sedang berkomunikasi dua arah dalam jangkauan jarak yang dekat. 'Ini aku Mahakali, Aegle. Apakah kau yang menyembuhkan L
Tak berselang lama, Klevance dan Argan pun keluar dari dalam dunia khusus jiwa si Putih Klevance.Angin kencang menyambut kedatangan mereka setibanya mereka di dunia normal---Bangsa Kahyangan. Si Putih menggunakan kesempatan ini untuk bertukar lagi dengan si Hitam, sementara Argan masih berusaha beradaptasi kembali dengan dunia normal ini.Tak butuh waktu lama untuk si Putih dan si Hitam bertukar, kini si Hitam sudah sepenuhnya mengendalikan tubuh Klevance kembali.Seperti sudah diperhitungkan dengan matang oleh si Putih sebelumnya, pergantian jiwa dirinya dan si Hitam selesai tepat sebelum Argan benar-benar tersadar dari adaptasi nya. Si Hitam---Klevance menghela napas lega setelahnya.Untung saja! Waktunya sangat tepat! Kalau tidak, aku tidak tahu harus bagaimana, batin si Hitam.'Jangan lengah, Hitam. Cepat kembali ke Istana Lismore dan temui Ibu. Lalu malam nanti kau harus bergegas mencari Lucifer yang menghilang,' sahut si Pu
'HAHAHA, DASAR BODOH!' teriak si Putih sambil tertawa terbahak-bahak melihat si Hitam tidak mengetahui cara keluar dari dunia khususnya ini. Diam kau, Putih! Cepat katakan padaku bagaimana keluar dari tempat ini?! 'Tidak ada cara lain untuk keluar dari dunia khususku selain menyentuh pedang yang berada di puncak kubus bewarna ungu.' Brengsek kau! Bukankah sebelumnya kau mengatakan padaku untuk tidak menyentuh pedang apapun di dunia khususmu ini?! Dan sekarang dengan mudahnya kau mengatakan padaku untuk menyentuh pedang yang berada di puncak kubus? Kau berencana membunuhku, ya?! "Klevance? Ada apa dengan raut wajahmu itu? Apakah ada masalah?" ujar Argan yang membuat perbincangan si Hitam dengan si Putih menjadi terhenti sejenak. Si Hitam---Klevance sontak sedikit terkesiap dan segera menatap Argan dengan sewajarnya agar tidak dicurigai oleh pria itu. Kemudian dia menggeleng pelan, sebagai tanda dirinya tidak
Si Hitam mencoba berjalan menyusuri dunia elpízo milik si Putih terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk keluar dari sana. Dia ingin melihat dan mengamati cara kerja dunia ini. Dengan penuh hati-hati, si Hitam melewati jalan yang masih dalam bentuk labirin tersebut. Namun, saat dia menelusurinya selama beberapa saat, dia tidak berhasil menemukan ujung dari labirin tersebut. Dia pun lantas menggunakan sayapnya dan terbang mengudara di dunia elpízo untuk melihat lebih jelas segala sesuatu yang berada di sana. Si Hitam mengedarkan pandangannya ke segala penjuru di dunia elpízo dengan saksama. Matanya menyisir segala sisi tanpa ada yang terlewat sedikit pun dari penglihatannya yang tajam. Begitu banyak pedang di dunia ini. Sebenarnya apa fungsi dari pedang-pedang tersebut? Aku jadi penasaran! Kemudian dia mengehentikan pengamatannya saat melihat seorang laki-laki yang masih terjebak di dalam dunia elpízo milik Klevance. Laki-laki itu terlihat ber