Pagi itu, sinar matahari menyusup lembut melalui celah-celah tirai jendela, menciptakan pola-pola indah di lantai kayu ruang tamu. Marcel membuka matanya perlahan, merasakan kehangatan yang menyelimuti tubuhnya. Ia tersenyum, menyadari bahwa hidupnya kini telah berubah menjadi lebih baik.Dua bulan telah berlalu sejak perusahaan milik Ruswanda, sahabat sekaligus rekan bisnisnya, kembali pulih dari krisis yang hampir menghancurkan segalanya. Marcel ingat betapa beratnya masa-masa itu, ketika mereka harus berjuang keras untuk mempertahankan perusahaan dari kebangkrutan. Namun, berkat kerja keras dan ketekunan, mereka berhasil bangkit kembali.Marcel bangkit dari tempat tidur, melangkah pelan menuju dapur. Aroma kopi yang baru diseduh menyambutnya, mengisi udara dengan keharuman yang menenangkan. Di meja dapur, Rihana, istrinya, sedang sibuk menyiapkan sarapan. Wajahnya berseri-seri, memancarkan kebahagiaan yang tak bisa disembunyikan.“Selamat pagi, sayang,” sapa Marcel sambil mencium p
Hari-hari berlalu, dan Destia akhirnya menemukan seorang perempuan yang sesuai dengan rencana Abidin. Namanya adalah Lila, seorang wanita muda yang cantik dan cerdas. Lila setuju untuk membantu Abidin dengan imbalan yang besar.Pertemuan pertama antara Lila dan Marcel diatur dengan sangat hati-hati. Lila berpura-pura menjadi seorang klien potensial yang tertarik untuk berinvestasi di perusahaan milik Ruswanda. Marcel, yang selalu berusaha untuk menarik investor baru, menyambut Lila dengan ramah.“Senang bertemu dengan Anda, Lila,” kata Marcel sambil menjabat tangan Lila. “Apa yang bisa saya bantu?”Lila tersenyum manis. “Saya tertarik untuk berinvestasi di perusahaan Anda, Pak Marcel. Saya telah mendengar banyak hal baik tentang perusahaan ini.”Marcel merasa senang mendengar pujian itu. Mereka berbicara panjang lebar tentang bisnis dan peluang investasi. Lila memainkan perannya dengan sangat baik, membuat Marcel merasa nyaman dan percaya padanya.Namun, di balik senyum manisnya, Lila
Di rumah sakit, dokter segera menangani Rihana. Marcel, yang diberitahu tentang kejadian itu, tiba dengan wajah penuh kecemasan. Ia menggenggam tangan Rihana dengan erat, berdoa agar semuanya baik-baik saja.Namun, saat dokter keluar dari ruang perawatan dengan wajah serius, Marcel merasakan jantungnya berdegup kencang. “Bagaimana keadaan istri dan bayi saya, Dok?” tanyanya dengan suara gemetar.Dokter menatap Marcel dengan tatapan penuh simpati. “Kami telah melakukan yang terbaik, tetapi…”Marcel merasa dunia seakan runtuh di sekelilingnya. “Tetapi apa, Dok?” desaknya, suaranya hampir pecah.“Rihana mengalami pendarahan hebat dan kondisinya sangat kritis. Kami tidak berhasil menyelamatkan bayinya yang baru berusia tiga bulan dalam kandungan. Kami akan terus memantau kondisi Rihana selama beberapa jam ke depan,” jelas dokter dengan hati-hati.Marcel terdiam, mencoba mencerna kata-kata dokter. Ia merasa hancur mengetahui bahwa mereka telah kehilangan bayi mereka. Ia menatap Rihana yang
Di rumah sakit, Rihana terbaring lemah di tempat tidurnya. Marcel duduk di sampingnya, menggenggam tangannya dengan erat. Meskipun tubuhnya lemah, Rihana tahu bahwa ia harus memberitahu Marcel tentang sesuatu yang sangat penting.“Kak Marcel,” bisik Rihana dengan suara serak. “Aku harus memberitahumu sesuatu.”Marcel menatap istrinya dengan penuh perhatian. “Apa itu, sayang? Apa yang ingin kamu katakan?”Rihana menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan kekuatannya. “Aku mendengar sesuatu yang sangat penting. Abidin… dia berencana menjebakmu.”Marcel terkejut. “Menjebakku? Apa maksudmu?”“Abidin ingin menghancurkan reputasi mu agar kamu diturunkan dari jabatanmu. Dia bekerja sama dengan seorang wanita bernama Lila,” jelas Rihana dengan suara lemah.Marcel merasa darahnya mendidih. “Lila? Siapa dia? Bukankah dia yang ingin berinvestasi di perusahaan kita?”“Tidak sayang, Lila adalah seorang wanita yang Abidin kenal. Dia berencana untuk menjebakmu dalam skandal yang akan merusak re
Marcel duduk di sebuah teras, menikmati angin sepoi-sepoi yang membawa aroma bunga dari taman. Hari itu adalah hari Minggu, dan suasana terasa tenang. Rihana, yang kini sudah mulai membaik, duduk di sampingnya. Mereka berdua sedang melamun, menikmati momen kebersamaan yang langka ini. Tiba-tiba, Rihana memecah keheningan dengan sebuah pernyataan yang membuat hati Marcel bergetar.“Andaikan kita punya anak, tentulah kita akan bahagia,” kata Rihana dengan suara lembut, matanya menatap jauh ke depan.Marcel terdiam sejenak, merenungkan kata-kata istrinya. Ia tahu bahwa Rihana sangat menginginkan anak, dan keguguran yang dialaminya adalah pukulan berat bagi mereka berdua. Marcel merasakan kesedihan yang mendalam, tetapi ia juga tahu bahwa mereka harus tetap kuat dan saling mendukung.“Ya sayang. Aku juga berpikir begitu. Kita akan menjadi keluarga yang bahagia,” jawab Marcel dengan suara penuh kasih sayang.Rihana tersenyum tipis, meskipun ada kesedihan yang masih tersisa di matanya. “Aku
Nenek dan cucunya kini dibawa oleh Nayla, atau Mrs. Andrian, ke sebuah mobil yang sangat mewah. Marcel hanya bisa melihat dengan perasaan campur aduk saat Nayla dengan angkuhnya meninggalkan tempat kejadian tanpa mengucapkan terima kasih. Orang kaya yang tadi marah-marah kini tampak lemas dan ketakutan setelah berhadapan dengan Nayla. Semua orang tahu bahwa Nayla adalah pengusaha sukses yang memiliki pengaruh besar, hampir semua negeri ini adalah miliknya.Marcel berdiri di sana, merasa bingung dan sedikit terluka oleh sikap Nayla. Ia tidak mengerti mengapa Nayla begitu dingin dan tidak menghargai bantuannya. Namun, ia juga merasa penasaran tentang nenek dan cucunya itu. Siapakah mereka sebenarnya? Mengapa Nayla begitu peduli pada mereka?Sementara itu, di dalam mobil mewah, Nayla duduk di kursi belakang bersama nenek dan cucunya. Nenek itu tampak cemas, sementara cucunya memeluk erat neneknya, masih ketakutan oleh kejadian tadi.“Tenang saja, kalian aman sekarang,” kata Nayla dengan
Sudarta terbaring lemah di ranjang rumah sakit, suara mesin-mesin medis yang berdetak pelan menjadi latar belakang yang menegangkan. Sudarta telah lama menderita penyakit jantung, dan hari ini kondisinya semakin memburuk. Marcel berjalan cepat di lorong rumah sakit, hatinya berdebar kencang. Di sampingnya yaitu Rihana menggenggam tangannya erat, mencoba memberikan kekuatan. Mereka berdua memasuki kamar Sudarta dengan hati-hati.“Ayah," suara Marcel bergetar saat melihat ayahnya yang terbaring lemah. Sudarta membuka matanya perlahan, senyum tipis terukir di wajahnya yang pucat."Marcel, Rihana," bisiknya lemah. "Aku senang kalian datang."Rihana mendekat, air mata menggenang di matanya. "Kami di sini, Pak. Kami selalu di sini untukmu."Namun, dibalik tatapan penuh kasih sayang itu, ada sesuatu yang tersembunyi. Marcel merasakan ada yang tidak beres. Tatapan Rihana yang biasanya penuh cinta kini tampak berbeda, seolah menyimpan rahasia besar."Ayah, ada yang ingin kau sampaikan?" tanya
Ruswanda termenung di ruang kerjanya yang sunyi. Pikirannya penuh dengan kekhawatiran dan ketidakpastian. Dia belum tahu bagaimana cara menyelamatkan PT. Ruswan Tekstil Indonesia (PT RSTI) dari kebangkrutan yang semakin dekat. Setiap hari, tekanan semakin besar, dan dia merasa semakin terpojok.Di sisi lain, Mrs. Andrian, yang sebenarnya adalah Nayla, mantan pacarnya, terus mendesak agar semua aset yang dimiliki Ruswanda dijual kepadanya. Nayla tidak hanya ingin mengambil alih perusahaan, tetapi juga ingin membalas dendam atas perlakuan Ruswanda di masa lalu. Desakan Nayla semakin membuat Ruswanda bingung dan tertekan.Ruswanda menghela napas panjang, mencoba mencari jalan keluar dari situasi yang semakin rumit ini. Dia merasa sendirian dalam menghadapi semua masalah ini. Teman dekatnya, Sudarta, yang biasanya menjadi tempatnya berbagi pikiran dan mencari solusi, kini sedang menjalani perawatan di sebuah rumah sakit. Sudarta mengalami kecelakaan beberapa minggu yang lalu dan kondisiny