Ketika sampai di depan Rumah Kos itu.
~ Rumah Kos 103 ~
Begitulah yang tertulis di papan itu.
Lalu Virza melihat ke sekeliling rumah itu, ternyata tidak ada orang yang bisa dijadikannya untuk tempat bertanya. Virza memutuskan untuk duduk di teras rumah itu.
"Hai, kamu cari siapa?" Tanya seseorang. Itu adalah suara seorang laki-laki. Virza menoleh ke kanan dan ke kiri namun tidak menemukan seorang pun.
Sampai suara itu terdengar kembali.
"Saya ada di atas ini, kamu lihat ke atas," kata suara laki-laki itu lagi.
Mendengar itu Virza langsung menoleh ke arah atas. Dia melihat seorang Pemuda memakai kaos oblong dan celana pendek sambil menggosok-gosokan rambutnya dengan handuk. Virza tersenyum padanya.
"Maaf Mas saya sedang cari tempat kos. Saya mau tanya ini tempat kos putra atau campuran?" Tanya Virza pada pemuda itu.
"Kamu carinya tempat kos apa?" Pemuda berkaos oblong polos itu balas bertanya.
"Tempat kos putra, Mas," jawab Virza.
"Sebentar ya, saya turun ke bawah," sahut Pemuda itu.
Virza berdiri di depan pintu rumah itu menunggu laki-laki muda yang berbicara dengannya tadi membukakan pintu.
Tidak berapa lama kemudian Ibu Ida menghampiri Virza.
"Loh Mas Virza kok masih di sini? Belum dapat tempat kos ya Mas? Mau ke tempat saya saja?" Ibu Ida kembali menawarkan kepada Virza.
Virza melempar senyum kepada Ibu Ida.
"Saya belum dapat tempat kos, Bu. Saya sudah coba Ketuk pintu rumah itu tapi tidak ada yang membukakan. Sudah satu jam saya menunggu tapi tidak ada orang yang keluar. Sekarang Saya sedang mencoba ke rumah yang ini." Jawab Virza.
Pintu rumah kos 103 itu pun akhirnya terbuka. Muncul seorang Pemuda yang tadi menyapa Virza.
"Eh Ibu Ida," siapa Pemuda itu kepada Ibu Ida.
"mas Ajie, di rumah ini masih ada kamar kosong tidak? Kasihan Mas ini sedang cari tempat, dari tadi dia belum mendapatkannya. Padahal hari sudah hampir gelap," kata Ibu Ida kepada perempuan yang dipanggil Ajie.
"Oh iya Bu, ada. Kebetulan saya mau mengantarkan dia ke rumah pemilik kos, biasa Bu untuk permisi dulu," Sahut Ajie sambil tersenyum kepada Bu Ida.
"Oh syukurlah kalau begitu. Sebaiknya cepat, ini sudah hampir gelap ya nak Ajie," kata Ibu Ida lagi.
Ibu Ida pamit pada Virza untuk kembali ke rumahnya, "Saya pulang dulu ya Mas Virza, warung sudah tutup kalau sudah sore begini,"
"Baik Bu, silahkan. Terima kasih ya Bu atas bantuannya," ucap Virza.
"Sebaiknya barang-barangmu ditinggal di sini dulu saja, kita simpan di ruang tamu saja dulu. Tenang, di sini aman kok," ujar Ajie dengan ramah kepada Virza.
Virza mengangguk. Dia menghargai kebaikan Ajie. Akhirnya mereka berdua pun berkenalan. Ternyata Ajie adalah senior Virza 1 tahun di atasnya.
"Di sini masih ada dua kamar kosong, saya akan mengantarkan kamu ke pemilik tempat kos ini jika kamu cocok dengan tempat kos ini. Kalau tidak cocok, kamu tetap harus kos di sini dulu selama 1 bulan. Itu juga kalau boleh sama pemilik kos-nya," Ajie menjelaskan sambil membantu membawakan barang-barang Virza ke dalam rumah.
Mereka meletakkan barang-barang itu di ruang tamu.
"Memangnya kenapa tidak boleh sama pemiliknya?" Tanya Virza heran.
"Biasanya pemiliknya minta minimal 3 bulan kamu kos di sini," Ajie menjelaskan. Virza hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Hari juga sudah mulai gelap, kalau menurut daerah sini, tidak baik berada di luar saat Maghrib. Makanya, kita harus segera bergegas ke tempat pemilik kos. Agar saat petang nanti kita sudah berada di dalam rumah," Virza diantarkan Ajie menemui pemilik kos yang rumahnya tidak jauh dari rumah kost yang akan ditempati oleh Virza.
Dari harga yang diajukan oleh pemilik kos, Virza merasa cocok. Kemudian mereka kembali ke rumah kos. Ajie menunjukkan dua kamar kosong kepada Virza agar Virza bisa memilihnya. Kamar kosong itu adalah Kamar nomor 1 dan kamar nomor 6 Virza memilih kamar nomor 1. Kamar itu dekat dengan pintu masuk rumah kos.
“Virza, kamu tidak terganggu nanti kalau memilih kamar ini?"
“Memangnya kenapa, Mas Ajie?"
“Kamar ini kan dekat pintu masuk, jadi akan banyak yang keluar masuk lewat pintu ini dan melewati kamarmu. Meskipun ada satu pintu akses masuk di belakang, tapi kawan-kawan yang tinggal disini lebih suka keluar masuk lewat pintu ini. Belum lagi teman-teman mereka juga sering datang berkunjung, juga melalui pintu ini. Kamar kamu akan selalu dilewati oleh orang yang berlalu Lalang," ujar Ajie.
Mendengar pendapat Ajie akhirnya Virza mempertimbangkan lagi pilihannya. Dia kembali ke kamar nomor 6 untuk melihat situasinya.
“Kalau kamu di kamar ini lebih baik, karena disini sepi. Tidak banyak yang berlalu lalang di depan kamar ini. Paling-paling hanya para penghuni kos saja yang sering berlalu Lalang di depan kamarmu. Mungkin karena letaknya di pojok ujung rumah ini. Tapi di sini paling enak karena dekat dengan kamar mandi, jadi kamu tidak kejauhan saat menuju kamar mandi." Ajie menjelaskan kepada Virza.
“Ada berapa kamar mandi di rumah kos ini, Mas?" tanya Virza.
“Ada dua kamar mandi di sini. Yang satu di atas untuk dipakai teman-teman yang tinggal di kamar atas. Sedangkan kamar mandi bawah untuk dipakai teman-teman yang tinggal di kamar bawah. Kamar mandi yang atas terhubung dengan kamar mandi yang bawah, Jadi kamu jangan heran kalau kamu bisa mendengar ada teman kita yang sedang mandi di kamar mandi atas sambil bernyanyi-nyanyi," sahut Ajie sambil tersenyum.
“Sekarang mereka semua ada di mana,Mas?"
“Mereka siapa? Oh maksud kamu kawan-kawan kita si para penghuni kos ini? Jadi begini, Ini kan tahun ajaran baru, jadi teman-teman di sini pada mudik, pulang kampung, karena libur panjang." Ajie tersenyum ramah.
'Pantas saja sepi. Kenapa ya aku merasakan rumah ini tidak ramah denganku meskipun Ajie berbuat baik padaku,' batin Virza.
Tiba-tiba Virza merasa bulu kuduk punggungnya merinding, dia merasa ada sesuatu yang siap - siap menyerangnya.
“Aku pilih kamar nomor satu saja Mas, aku tidak suka sesuatu yang sepi,"
“Kamu tidak takut terganggu saat belajar? Kalau mereka semua sudah masuk dan perkuliahan sudah aktif, lingkungan di sini seperti pasar," Ajie memberi informasi lebih banyak kepada Virza.
"Tidak apa-apa, Mas. Saya kalau di rumah harus menyalakan tv dan musik baru bisa belajar, Kalau sepi saya malah tidak bisa berkonsentrasi," sahut Virza sambil tersenyum.
Ajie tertawa merasa heran dengan alasan Virza. Namun Ajie memaklumi karena setiap orang berbeda-beda caranya saat belajar.
"Oke deh, silahkan kalau kamu ingin menata kamar dulu," Ajie berkata pada Virza.
"Mas Ajie cuma sendirian di rumah ini? Tidak ikut mudik?" Tanya Virza heran.
Ajie hanya tersenyum dan menggelengkan kepala.
"Rumah aku jauh, butuh banyak biaya kalau sering pulang. Kalau kamu butuh apa-apa, aku ada di atas ya. Aku menonton TV di atas." Ucap Ajie memberitahu.
"Kamarnya Mas Ajie di mana?" Tanya Virza sebelum Ajie pergi.
"Aku kamar nomor 2, hehehe" Sahut Ajie Sambil tertawa.
"Oh tetangga kamarku ya. Ya ampun! Kenapa tidak bilang dari tadi? Syukurlah berarti aku tidak tidur sendirian," ujar Virza sambil tertawa juga.
"Hmm." Sahut Ajie sambil mengangguk dan tersenyum.
Kemudian Ajie berlari meninggalkan Virza sendirian.
Virza merasa heran kenapa Ajie harus berlari meninggalkannya.
'Mungkin dia sedang menonton acara TV kesukaannya,' pikir Virza.
Virza segera menata barang bawaannya. Tubuhnya merasa sangat lelah dan perutnya sangat lapar. Udara petang itu sudah mulai dingin.
Barang-barangnya belum semua ditata, tapi Virza memutuskan untuk mandi terlebih dahulu sebelum suhunya semakin dingin.
Setelah selesai mandi, Virza melihat ada sepasang alas kaki di depan kamar Ajie.
'Oh mungkin Ajie sudah kembali ke kamarnya,' pikir Virza.
Selesai bersiap-siap Virza mengetuk kamar Ajie.
"Mas Ajie …. Mas Ajie." Virza memanggil-manggil nama Ajie sambil mengetuk pintu kamarnya.
Namun tidak ada jawaban dari dalam kamar. Sebagai orang baru Virza tidak ingin berbuat tidak menyenangkan hingga mengganggu Ajie dengan mengetuk pintu kamarnya terus menerus . Akhirnya Virza memutuskan untuk pergi keluar sendirian untuk membeli makan malam.
Baru saja Virza mengunci pintu rumahnya, dari balkon atas ada yang memanggilnya. "Virza, mau ke mana, Za?" Suara itu akrab di telinga Virza. Virza menoleh ke kanan dan ke kiri namun tidak melihat siapa-siapa. Virza langsung mendongakkan kepalanya mencari siapa yang memanggilnya. Ternyata Ajie yang memanggilnya. Seperti biasanya, Ajie berdiri di balkon rumah kos yang terbuka itu. "Eh, Mas Ajie ada di atas? Aku kira ada dibawah tadi. Aku mau cari makan dulu. Lapar nih, takut keburu malam. Mas Ajie mau ikut?" Tanya Virza beramah tamah. Ajie melihat ke arah belakang punggung Virza, kemudian dia tersenyum dan menggeleng. "Tidak ah, takut berubah gendut kalau makan malam. Aku udah naik lagi timbangannya ini. Ya sudah ya, kamu hati-hati di jalan," sahut Ajie. Ajie benar-benar sangat ramah pada Virza, membuat Virza merasa nyaman di hari pertamanya. Bahkan Virza merasa tidak sabar ingin bertemu yang lain saat mereka datang kembali. "Penghuni rumah kos ini ramah orangnya. Semoga para pen
Pemuda itu menoleh pada Virza dan dia tersenyum lagi. Virza langsung membalas senyumnya. "Kamu anak baru ya? Nama kamu siapa?" Pemuda itu menghentikan langkahnya sejenak, lalu dia mengulurkan tangannya pada Virza. "Namaku Andra," dia memperkenalkan dirinya saat jabatan tangannya disambut oleh Virza. "Namaku Virza Wardani, panggil aja Virza," sahut Virza sambil tersenyum. "..." Seketika suasana di antara mereka menjadi hening karena sibuk dengan pikirannya masing-masing. "Mas Andra cukup terkenal juga ya," Virza membuka pembicaraan. "Terkenal bagaimana? Emangnya kamu tahu aku?" tanya Andra tersenyum heran. "Eng … Enggak juga sih, hehehe," sahut Virza sambil tertawa dan menggelengkan kepalanya. Virza merasa pertanyaan dirinya sangat bodoh, mengapa dia menyebut kata T-E-R-K-E-N-A-L padahal dia sendiri tidak mengenalnya. Andra menghentikan langkahnya lagi dan memandang Virza dengan wajah bingung. "Terus, kenapa kamu bilang aku terkenal?" tanya Andra itu lagi. "Eng…" Vi
Andra mendengus perlahan, sebenarnya perasaannya sangat kesal, tapi dia tetap ingin bersikap ramah pada Virza dipertemuan pertamanya ini. 'Waduh, masih muda sih tapi pelupa. Padahal belum lama loh. harus diingatkan lagi sepertinya,' Pikir Andra. "Begini Virza, sewaktu kamu mau beli makan, kamu lewat depan kos saya kan tadi?" Tanya Andra dengan sabar. Virza mengangguk. "Saya lihat kamu jalan berdua dengan seseorang, dia cewek sepertinya seusia dengan kamu, rambutnya panjang, sepinggang, pakai kaos putih dan celana panjang," Andra mencoba memberi tahu. Virza malah mengerutkan dahinya dan menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal sambil mencerna yang dikatakan oleh Andra. "Mungkin dia kebetulan saja jalan bersamaku tadi, Mas. padahal bisa saja sebenarnya perempuan itu cuma lewat," Sahut Virza dengan polos. "Tidak mungkin, Virza. Ketika kamu menyapaku di depan rumah kos aku tadi, dia juga ikut berhenti bersamamu tepat di sampingmu dan tersenyum kepadaku." Andra memberi waktu kep
Ajie yang menyimak perkataan Andra, hanya mengangguk-angguk dan sesekali memakan gorengan yang di beli Andra. Sedangkan Virza hanya tertegun mendengar apa yang mereka katakan. "Mari kita luruskan, memangnya temannya Virza yang kamu lihat itu seperti apa? Perempuan atau laki-laki?" tanya Ajie serius. Virza ikut memandang ke arah Andra dengan serius. "Perempuan," sahut Andra. Kemudian Andra menyebutkan ciri-ciri perempuan yang diduganya adalah temannya Virza. "Persis sama dengan yang aku lihat, hanya saja aku tidak ingat bawahan yang dipakainya," sahut Ajie sambil menepuk lengan Andra. Virza masih tertegun saat menyimak pembicaraan keduanya itu. "Masak sih kamu tidak melihatnya?" tanya Andra dan Ajie hampir bersamaan. Virza hanya menggelengkan kepalanya. Virza memikirkan sambil membayangkan ciri-ciri perempuan itu. ‘Seperti pernah tau, tapi dimana ya? Siapa dia ya?' pikir Virza. "Mungkin dia kelelahan, Ndra. Kan dia juga baru sampai hari ini, kita malah sudah membuatnya bingung,
Setelah Virza menunggu beberapa saat. "Sepertinya Mas Ajie masih lama di toilet. Aku akan ke kamarku dulu sebentar saja kalau begitu," akhirnya Virza memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Namun saat Virza akan keluar dia berpapasan dengan Ajie. Ajie merasa keheranan mendapati Virza keluar dari dalam kamarnya. 'Waduh, Mas Ajie pasti ingin bertanya bahwa aku akan pergi ke mana,' pikir Virza. “Sebentar ya Mas, aku mau ambil bantal dulu," kata Virza terburu-buru. Dia mengabaikan wajah Ajie yang kebingungan. “Loh sejak kapan kamu berada di dalam kamarku?" Tegur Ajie kebingungan. Tapi Virza tidak terlalu mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh Ajie. Virza langsung masuk ke dalam kamarnya. Saat di dalam kamarnya, Virza malah sibuk mengingat-ingat barang apa saja yang akan dibawanya ke kamar Ajie. Mulai dari bantal, guling, sleeping bag, ponsel, hmm… bawa apalagi ya?" Gumamnya. Tiba-tiba Virza teringat pakaian yang dikenakan Ajie saat berpapasan tadi. "Mas Ajie tadi pakai pak
Ajie segera mengambil kertas dan pulpen didekatnya. Dia menuliskan sesuatu, lalu diberikan kepada Virza.“Please, kamu baca dalam hati saja ya,” Ajie berpesan sebelum memberikan selembar kertas itu kepada Virza. Virza mengangguk.‘Jangan menyebut kata TAKUT atau menunjukkan kalau kita TAKUT di waktu malam hari. Karena dia bisa mendengarnya, dan dia akan menakutimu,’Begitu yang tertulis di kertas itu.Ajie sangat tahu, pasti banyak pertanyaan di kepala Virza yang ingin ditanyakan kepada Ajie. Seperti halnya saat dia menjadi
Ajie segera mengambil telepon genggamnya dan kembali mengirim pesan kepada Andra. Ajie : Kamu sudah di depan rumah kosku, kan? Andra : Iya sudah. Kamu ngapain sih pakai kirim pesan segala. Katanya aku disuruh datang, tapi kenapa kamu tidak menunggu aku di depan rumah? Kalau ketangkap sama petugas keamanan kampung bisa bahaya ini. Ajie : Andra, kamu ke jendela kamarku deh, aku kasih kamu kunci pintu depan. Andra : Tunggu, kenapa malah akan memberikan kunci kepadaku? Apa ada orang yang masuk ke dalam rumah? Ajie : Sepertinya iya. Andra : Ya sudah kalau begitu aku pulang dulu, aku akan bawa temanku, dan juga beberapa alat untuk membela diri. Kamu dan Virza tetap tenang di kamar, jadikan apa saja yang ada di kamar untuk alat bela diri. Ajie : Oke, Ndra. Terima kasih ya. 10 menit kemudian Andra datang bersama kedua temannya, Dewa dan Sugeng. Mereka membawa beberapa tongkat kayu. Sementara itu, Virza dan Ajie tidak lagi mendengar suara orang yang berjalan mondar-mandir di depan
Sosok yang ada di hadapannya terlihat samar'Bangun!' Suara itu seperti ada di kepala Virza. Namun Virza mempercayai suara itu berasal dari sosok Ajie yang kini sedang membangunkannya. "Eh kok sudah bangun sih, Mas? Perasaan aku belum lama melihat kamu masih tertidur dengan pulas," sahut Virza dengan malas. Ajie menarik selimutnya dengan kasar dan membuang selimut itu ke lantai. Sebenarnya Virza merasa tersinggung dengan sikap Ajie yang seperti itu. Namun, rasa kantuk nya mengalahkan emosinya, dan dia memilih untuk mengalah pada pemilik kamar. Virza juga memutuskan melanjutkan tidurnya di dalam kamarnya sendiri. Virza mengangkut barang-barang bawaannya dari dalam kamar Ajie.Saat sampai di dalam kamarnya, Virza langsung merebahkan tubuhnya ke lantai beralaskan sleeping bag. Namun baru saja dia akan memejamkan matanya kembali, tiba-tiba suara pintunya diketuk dengan kasar. BRUG, BRUG, BRUG.Virza menghela nafas dengan kesal. Virza merapatkan giginya menahan marah. Dia merasa ti
Jaya dan yang lainnya tampak meringis saat dimintai penjelasan oleh Virza tentang sikap mereka.“Wah, ada apa ini? Mengapa sikap kalian seperti itu?” tanya Virza lagi menatap satu per satu orang yang ada di sana, termasuk penjual warung makan.Penjaga warung makan pun berpaling dari Virza. Dia seperti tidak ingin ikut campur dalam pembicaraan antara Jaya dan Virza. Sementara yang lain ikut bersikap sama, mereka malah memunggungi Virza dan melanjutkan makan.Virza gelisah karena ada di situasi yang canggung, dia merasa benar-benar asing di tempat yang baru pertama kali dia kunjungi. Namun Virza tidak mau menyerah, dia terus menatap pada Jaya, menuntut penjelasan yang sudah membuatnya penasaran.“Ehm, memangnya sudah berapa lama kamu tinggal di rumah kos itu?” tanya Jaya sambil berpindah tempat duduk ke dekat Virza.“Hampir 6 bulan,” sahut Virza ragu. Jaya menatap kedua mata Virza dengan saksama. Virza tidak tahu apa yang dipikirkan oleh Jaya, namun dia yakin ada sesuatu yang penting in
# Esok hari.“Za, Za, bangun.” Seseorang membangunkan Virza yang tertidur di teras depan rumah kos.Virza terbangun dari tidurnya sambil menggeliat. Dia menyipitkan matanya menatap orang yang baru saja membangunkannya dari tidur. Cahaya matahari membuatnya tidak mampu membuka lebar kelopak matanya.“Mas Delta?” Virza bergumam sambil menggosok-gosok matanya.Delta duduk di samping Virza yang menatapnya heran.“Kenapa menatapku seperti itu?” tanya Delta bingung. Virza menggelengkan kepala.Tiba-tiba Roy sudah berada di hadapan Virza dan Delta sambil tersenyum. “Kita ke kampus yuk, ada yang mau aku bicarakan dengan kalian,” ujar Roy.“Aku tidak ada kelas hari ini. Bagaimana kalau kita bicara disini saja?” Delta memberikan penawaran.“Tidak bisa. Aku tidak ingin membicarakannya disini. Bagaimana denganmu, Virza? Apakah kamu bisa ikut denganku ke kampus?” sahut Roy. Virza langsung mengerti tujuan Roy, dia mengangguk setuju. Akhirnya Delta pun mengikuti mereka setelah Virza selesai mandi
Roy dan Ajie tidak berbuat apa-apa, karena mereka sudah kelelahan menghadapi tingkah Virza yang sebelumnya. “Mas, aku…” Ajie tidak meneruskan kalimatnya karena Roy melarang. ‘Aku takut,’ batin Ajie. Sepanjang malam itu Ajie dan Roy terus berdoa. Akhirnya, mereka melalui malam panjang itu hingga pagi menjelang. Tanpa disadari, Ajie dan Roy tertidur karena kelelahan. Virza terbangun dan seperti tidak terjadi apa-apa. Dia merasa bingung karena kedua temannya duduk sambil tertidur mendampinginya. Virza merasa sakit di sekujur tubuh sehingga dia harus berusaha keras untuk bangkit dari tempat tidur itu. Dengan perlahan dia membantu kedua temannya berbaring berdampingan. “Mereka akan merasakan sakit juga di sekujur tubuhnya kalau tertidur dengan cara begini,” kata Virza sambil merebahkan mereka. Diam-diam Virza keluar dari kamar Roy. Tiba-tiba bulu kuduk di sekujur tubuhnya merinding saat keluar kamar dan menatap lorong itu. Padahal, letak tangga berada di ujung lorong itu. Ada ras
Ajie menghembuskan nafas panjang. Dia merasa lega karena ternyata Roy yang berada di depan pintu. Dia melihat sosok Roy yang rambut serta pakaiannya dalam keadaan basah.‘Tapi, mengapa diam dan tertunduk saja? Mengapa dia tidak memanggilku?’ pikir Ajie. ‘Ah, sudahlah! Aku berpikir terlalu berlebihan. Normal saja dia dalam keadaan basah begitu setelah berwudhu,’ pikir Ajie sambil menepis pikiran yang sebelumnya.Kemudian dia segera membuka pintu kamar mengingat waktunya yang sudah tinggal sedikit lagi. Ketika pintu dibuka, Roy segera masuk ke dalam kamar dan berdiri menatap Virza yang masih terbaring dan memejamkan mata.“Mas, waktunya tinggal sedikit lagi. Cepatlah! Sebelum masuk Isya,” Ajie mengingatkan Roy sambil memberikan sarung setelah membantunya menggelar sajadah di lantai. Tapi Roy hanya terdiam dan menerima sarung itu. Ajie terus melawan perasaan-perasaan yang menurutnya ada yang aneh dengan sikap Roy. Dia menepis dugaan pada Roy.Ajie menyingkir dari hadapan Roy dan memili
“Brug!” Roy segera menarik Virza, karena terburu-buru, Roy menariknya hingga terjatuh ke lantai. Mereka berdua tersungkur.Namun Virza langsung bangun kembali dan mencoba membuka pintu. Dia seperti sedang dikendalikan oleh sesuatu. Melihat itu, Roy segera bangkit dan meraih tangan Virza dengan susah payah.‘Dia seperti terpengaruh dengan suara itu,’ pikir Roy.“Aku mau buka pintu, ada temanku diluar!” Virza menghardik Roy karena dirinya merasa terganggu dengan Roy yang selalu menghalanginya. Matanya terbuka lebar dan menatap marah pada Roy, bahkan Virza sempat menggeram ke arah Roy, membuat Roy semakin yakin bahwa Virza sedang dikuasai oleh sesuatu meskipun keadaannya setengah sadar.“Dia bukan temanmu, Za!” Roy memperingatkan. Tangannya terus ditepis oleh Virza ketika berusaha menggenggamnya, sehingga tangan mereka tampak seperti sedang saling memukul.Roy memutuskan untuk bertindak lebih kasar dan mendekap Virza.“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar!” Roy berseru di telinga Vi
“Kamu kenapa, Za? Jangan bikin orang panik!” Roy meninggikan suaranya agar Virza segera sadar. Roy langsung berinisiatif untuk menutup pintu kamarnya dan mendorong Virza agar segera duduk di atas tempat tidurnya. Perlahan tatapan mata Virza pun berubah normal kembali, meskipun masih ada sisa-sisa ketakutan yang tertinggal. Setelah kondisi Virza tampak normal kembali, Roy mulai mengajaknya berbicara. “Ada apa? Mengapa kamu seperti itu tadi? Apakah kamu melihat sesuatu lagi?” desak Roy sambil duduk di samping Virza. “ Apakah mas Roy pergi untuk menonton televisi setelah Mas Roy mandi tadi?” Virza malah balik bertanya. Roy menggelengkan kepala. Virza terdengar mendengus. ‘Ah, pasti aku melihat hal lain lagi nih!’ batin Virza. “Kamu melihat sesuatu di ruang nonton televisi ya?” tanya Roy dengan nada rendah. Virza menundukkan kepala. Dia malah mengingat hal lain. Ternyata Virza menyadari, bahwa di sisi kiri kamar Roy tidak ada kamar lagi. Di Sisi kiri kamar Roy hanya terdapat sebua
Roy mengedarkan pandangannya ke dalam ruang tamu itu, karena penasaran dengan sikap Virza yang tampak kebingungan.“Mencari apa?” tanya Roy sambil mengerutkan dahinya.“Aku mencari … ah sudahlah!” Virza tampak bingung. Kemudian dia membuka pintu kamarnya karena mengira ibunya sudah masuk dalam kamar tanpa dia ketahui. Virza mengabaikan perkataan Roy, yang mengatakan bahwa keluarganya sudah diantar ke stasiun.Saat Virza membuka pintu kamarnya.K O S O N G !Tidak ada satupun orang disana.Virza berdiri, tertegun. Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dia masih yakin bahwa dia melihat bayangan ayah dan adiknya yang terus bergerak di dalam kamarnya. Virza yakin bahwa dirinya tidak salah lihat.Roy menepuk pundak Virza. Dia seperti mengetahui apa yang Virza alami.“Sebaiknya kita duduk dulu,” Roy menekan cengkeramannya agar Virza tetap tersadar dan mengikuti ajakannya untuk duduk. Dan itu berhasil.Virza duduk di kursi tamu masih dalam keadaan tertegun. Dia masih belum bisa mence
Roy sudah berdiri di belakang mereka. Kedua matanya memancarkan kecemasan. “Kemari, nak," panggil Dedy sambil menepuk-nepuk lantai di sampingnya. Vina dan Farel langsung bergeser duduknya, untuk memberikan ruang kepada Roy agar bisa duduk dekat Dedy. Roy mengangguk hormat kepada Dedy dan Vina. “Ada apa nak Roy?" tanya Dedy, setelah Roy duduk disampingnya. “Begini, Pak. Ada yang ingin saya sampaikan kepada Bapak, tentang Virza," kata Roy membuka pembicaraannya. “Ada apa dengan Virza? jangan takut ya untuk menyampaikannya, karena apapun yang kamu sampaikan bisa saja itu sangat penting buat kami," kata Vina dengan merendahkan suaranya. Dia tidak ingin Virza mendengarkan pembicaraan mereka. “Ayah, Ibu. Virza pamit mau ke kampus sebentar," Tiba-tiba Virza muncul di belakang mereka dengan berpenampilan rapi. Mereka langsung menoleh ke arah Virza dengan tatapan heran. “Bukannya hari ini libur, kak?" tanya Farel. “Ada buku yang harus dikembalikan hari ini, sekalian ada janji dengan tem
Setelah Vina mengetahui bahwa semalam bukan Virza yang dilihatnya, Vina mengajak diskusi suaminya tentang firasat buruknya.“Mungkin memang sudah saatnya dia mengetahui yang sebenarnya. Sehingga kedepannya, dia dapat mengatasi gangguan itu sendiri,” ujar Dedy menanggapi kegelisahan Vina. Tidak memberitahukan tentang kejadian yang menimpa Virza malam itu di tempat kerjanya pada Vina adalah hal yang tepat, menurut Dedy sebagai suaminya. Karena, tentang ‘tamu’ yang menyerupai Virza saja sudah membuat Vina terus merasa gelisah dan cemas. “Kapan kita akan menyampaikannya? Apakah itu tidak akan mengganggu kuliahnya?” tanya Vina.“Mengganggu bagaimana?” Dedy mengerutkan dahinya.“Bisa jadi, setelah kita memberitahukan kepadanya, ini akan menambahkan beban pikirannya. Apakah itu tidak mengganggu namanya?” ujar Vina.“Baiklah, kita akan mencari waktu saat dia luang saja. Setahu Ayah kalau tidak salah selain hari ini, pada hari Sabtu dan Minggu, Virza juga libur,” sahut Dedy. Dia menunggu unt