"Sepi banget Bang. Pada kemana?" Bagas baru sampai kontrakan.
"Kamu tahu sendiri, Hasan udah pindah ikut Syarifah, Ricky sibuk ngurusi mutasi, Zidan sibuk pedekate, ya cuma kamu sama abang yang free," ucap Mateo.
"Hahaha. Benar juga ya Bang. Bagas masuk dulu ya. Mau mandi."
"Oke. Mandi yang harum. Lumayan siapa tahu dirimu diapelin sama nyamuk betina. Hahaha.
Mateo tertawa sedangkan Bagas hanya geleng-geleng kepala. Bagas lalu masuk ke kamarnya, membersihkan badan dan berbaring. Melepas lelah setelah seharian bekerja.
Bulan-bulan ini Bagas sangat sibuk karena akan ada pengujian produk dari dinas kesehatan dan BPOM. Sebagai tenaga bagian riset dan teknologi, Bagas harus menyiapakan segala hal agar kualitas produk sesuai standar mutu. Pekerjaannya menjadi semakin menumpuk karena kemarin ada beberapa kesalahan dalam pelabelan waktu uji coba jadi Bagas dan timnya harus mulai menguji dari awal lagi.
Rasa lelah yang tak tertahankan akhirnya membawanya ke pulau mimpi. Dalam tidurnya Bagas tersenyum, entah dia sedang bermimpi apa hanya Bagas yang tahu.
ππππππ
"Aduh!" pekik Bagas karena terkena pintu mobil yang tiba-tiba terbuka.
"Makanya kalau jalan jangan ngelamun."
"Kamu lagi. Dasar cewek gak punya etika!"
"Dan kamu pria dingin arogan," balas Mawar.
Mereka lagi-lagi adu mulut tak peduli banyak pasang mata yang tengah melihat mereka di sebuah mall terbesar di kota provinsi.
"Gas, udah cukup. Ayok katanya mau cari HP," ajak Ricky. Ricky mengulas senyum tipis pada Mawar. Mawar tersenyum balik.
Mereka pun berpisah. Selama menuju kedalam mall, Bagas terus saja ngomel-ngomel tak jelas. Ricky hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah lakunya.
Setelah menemukan apa yang mereka cari. Mereka tengah duduk di bagian foodcourt.
"Gas, aku cari toilet dulu ya?"
"Oke." Ucap Bagas, tapi matanya tak mau lepas dari Hp.
Ricky menuju arah toilet, sampai disana dia mendengar kegaduhan di dalam sana. Ingin berusaha membantu tapi urung ia lakukan, akhirnya dia bersembunyi di balik dinding.
"Ckckck. Kamu tuh ya. Kenapa gak hati-hati sih Cin? Coba kalau kamu diapa-apain ma ni orang." Seorang lelaki berpembawaan kemayu namun saat ini terlihat garang baru saja memukul tengkuk lelaki yang ingin berbuat kurang ajar.
"Maaf Bang, aku kurang hati-hati," jawab wanita cantik penuh penyesalan.
"Udah abang bilang jangan pergi sendirian. Kalau mau pergi minta tolong sama abang atau minta ditemani sama Bara."
Sang wanita hanya menangis terisak. Akhirnya kemarahan Iwan surut dan kembali menjadi pria kemayu dan memeluk Mawar dengan penuh kasih sayang.
"Cup cup cup. Udah Cin ... gak papa. Gak usah nangis."
"Bang, Nawang capek, Nawang pengen pulang ke Tasik,Bang. Nawang pengen jadi orang biasa aja kayak dulu, Nawang kangen sama Bapak dan Ibu. Hiks ... hiks."
"Kamu tahu ini susah. Bos besar bakalan marah, kamu itu sumber uangnya. Lagian lunasi dulu tuh utang kamu! Ingat perjanjian kamu sama tuh lelaki."
"Nawang pengen pulang Bang. Nawang takut gak bisa jaga diri. Kalau ada Abang, Abang bisa jagain Nawang. Tapi kalau ada orang jahat kayak gini lagi gimana Bang? Nawang gak mau kehormatan Nawang diambil sama yang gak berhak Bang. Nawang emang banyak dosa. Tapi Nawang gak mau Zina."
"Udah kita pergi dulu aja dari sini ntar kalau ada orang lihat, kita bisa kena masalah. Kita pasti jadi tersangka utama karena ada di sekitar orang mati 'kan gawat. Yuk, pergi!"
"Tapi itu orang gak mati 'kan Bang?"
"Alah mati pun gak masalah, malah jadi mengurangi penjahat kelamin."
"Hahaha. Abang bisa aja."
"Udah ayok kita cepet pergi dari sini, mumpung masih sepi. Dan hei kamu yang bersembunyi di pojok situ, kalau mau selamat jangan kasih tahu siapapun apa yang lihat dan dengar sama siapapun. Mengerti?"
Ricky terkejut karena ketahuan mengintip. Dia memilih menganggukkan kepala dan pergi menjauh. Bukan. Bukan karena takut adu fisik dengan Iwan. Dia cuma agak risih dengan penampilan Iwan yang ... hiiii ... bias gender. Raga pria tapi tampilan seperti kaum hawa, bagi Ricky itu lebih menakutkan daripada ketemu malaikat Izrail.
"Lama bener Ky," celetuk Bagas.
"Habis antri banget."
"Owh. Habis ini mau kemana?"
"Temani aku ngecek bengkel dulu ya?"
"Oke. Sekalian aku mau nengok kebun aku juga."
Mereka pun meninggalkan mall dan segera menuju tempat tujuan selanjutnya.
πππππ
Hari ini pembukaan PT. Nusa Bahtera di Pontianak. Bagas akhirnya dipindahkan juga ke cabang ini. Sebenarnya Bagas tidak rela berpisah dengan teman satu kost-nya. Tapi mau bagaimana lagi, hidup terus berputar. Tak terasa satu tahun telah berlalu lagi. Genap 6 tahun 6 bulan dia di bumi Borneo.
Zidan sudah menikah dan membeli rumah Ricky. Bang Mateo sebentar lagi juga menikah. Ricky sudah balik ke Jawa dan sepertinya sedang asik liburan ke Pangandaran. Beberapa kali dia mengirim fotonya selama di Pangandaran. Ckckck. Pantas Ricky gagal move on, orang Lily itu cantik sekali. Bagas tersenyum melihat foto dua gadis dan satu lelaki. Dia yakin Lily itu yang ada di tengah karena tatapan mata sahabatnya begitu penuh cinta ke arahnya.
"Dasar bucin kau Ky." Bagas kemudian terkekeh.
Perhatian Bagas dari ponsel teralihkan ketika mendengar suara sang pembawa acara.
"Mari kita sambut sang biduan kita ... Mawar!" seru sang pembawa acara.
Seorang wanita cantik berpenampilan sexy melangkah menuju panggung. Dia mulai menyanyikan lagu dengan sepenuh penghayatan. Meski Bagas tidak menyukai wanita itu tapi mau tak mau dia memang mengakui pesona sang biduan. Tatapan matanya pun tak pernah bisa lepas dari sang biduan.
Di ujung meja lain. Nana menahan cemburu melihat tatapan Bagas pada sang primadona. Nana benci akan hal itu, karena Nana tak pernah mendapatkan tatapan kekaguman seperti itu dari Bagas.
"Kamu harus jadi milik aku Bagas. Bagaimana pun caranya," ucap Nana dengan senyum jahat.
Tepuk tangan disertai dengung pujian menyertai langkah Mawar yang tengah turun dari panggung.
"Gas."
"Pak Adi."
Kedua lelaki itu berjabat tangan kemudian ngobrol dalam satu meja.
"Gimana Gas di tempat baru? Betah?"
"Betah Pak."
"Syukurlah. Ngomong-ngomong kamu udah punya calon belum?"
Bagas memilih tersenyum dan tak menanggapi omongan Pak Adi.
"Kalau belum, anakku masih berharap sama kamu loh?"
Lagi, Bagas memilih tak menanggapi. Kedatangan para petinggi perusahaan menyelamatkan Bagas dari cecaran Pak Adi.
Bagas memincingkan matanya, karena melihat sosok wanita yang selalu membuatnya emosi jika bertemu sedang berjalan menuju ke mejanya.
"Kita gabung ya Pak Adi, Bagas."
"Iya, Pak."
Para petinggi itu membicarakan banyak hal. Termasuk Bagas pun ikut dalam obrolan. Sesekali pandangan mata Bagas dan Mawar bertemu namun mereka saling melengos. Mereka bahkan mampu berakting baik-baik saja.
Tak terasa hampir 8 bulan Bagas di Pontianak. Hidupnya memang terasa sepi tapi dia merasa lebih baik karena sudah tak diganggu lagi oleh Nana.Minggu kemarin dia baru saja ke Jawa mengunjungi sahabat baiknya yang baru saja menikah. Ternyata perjuangan hampir setahun lebih akhirnya sampai pelaminan juga. Bagas geleng-geleng kepala ketika mendengar Ricky pernah digigit ular karena insiden yang tak terduga. Bahkan menurutnya konyol dan tidak heroik sama sekali.Padahal dulu mereka berlima pernah mengalami insiden jatuh dari perahu motor bersama tiga penumpang lain dan ketemu buaya muara. Ricky menjadi salah satu pahlawan penyelamat mereka. Dia dan bang Mateo berupaya mengecoh bahkan menghalau si buaya yang hendak menerkam salah satu penumpang dan berakhir dengan tertangkapnya sang buaya.Berarti diantara semua teman sekontrakan tinggal Bagas yang belum menikah atau setidaknya memiliki pacar. Bagas menghembuskan nafas kasar. A
Bagas bernafas lega karena bisa lepas dari Nana dan rasa sialan itu. Rupanya air mendinginkan hasratnya. Mawar pun sudah duduk dan tidak lagi berpura-pura pingsan."Kita langsung ke mana Cin?" tanya Bara."Jangan ke apartemen aku Bang, kita ke rumah aku aja. Aku takut Kevin masih nyari aku.""Anda mau saya antar kemana?" Bara menanyai Bagas."Kost saya di daerah Patimuan," jawab Bagas pendek."Ckckck. Jauh itu sudah turunkan saja dia disini," ketus Mawar."Enak saja. Kamu harusnya berterima kasih sama aku yang udah menyelamatkan akting kamu. Kalau enggak. Beneran mati kamu.""Apa kamu bilang?"Mawar sangat marah pada Bagas, dia memukul Bagas tanpa ampun. Bagas pun mencoba menghindari amukan Mawar. Dengan mencengkeram kedua lengan Mawar.Ciiittttt. Brukk."Aw." Bagas dan
Bagas dan Mawar duduk sebagai tersangka di hadapan warga desa Bernai. Bingung harus ngomong apa karena memang mereka telah berbuat zina. Jadi mereka hanya diam."Loh ... loh ada apa ini?" Nenek pemilik rumah datang sepertinya dari kebun karena membawa berbagai sayuran."Nek. Nenek membiarkan mereka berzina di rumah nenek?" tanya seseorang yang ternyata adalah kepala desa."Lah kenapa memangnya, mereka kan cucuku.""Jangan bercanda, Nek. Kami tahu nenek tinggal seorang diri.""Iya, tapi kamu juga ingat kalau aku punya anak perempuan yang merantau ke Jawa, ini anaknya Sinai. Lihat ini mukanya sama kayak anakku."Nenek mengambil foto puterinya. Dan benar saja ternyata mukanya mirip dengan Mawar. Semua warga yang hadir mulai percaya dengan penuturan sang nenek."Mereka itu pengantin baru tahu. Lagi Honeymoon disini. Baru nyampe tadi malam. Malah kalian menggan
"Gimana Bang, sudah dapat tiket buat aku pulang?""Sabar Cin, beberapa daerah lagi terkena dampak asap. Kita belum bisa pergi jauh-jauh bandaranya belum buka.""Iya Bang. Oh iya makasih ya Bang Iwan udah mau bantuin Nawang selama Nawang ada disini.""Udah gak usah kayak gitu Cin ... kamu juga bantu abang. Kalau gak ada kamu abang mungkin udah jadi almarhum."Mereka saling menggenggam tangan. Hubungan mereka memang seperti saudara kandung. Mereka saling menjaga dan melindungi dengan cara mereka masing-masing.****"Kamu mau beli apa aja, Cin?""Aku gak pengen beli apa-apa Bang. Aku cuma mau jalan-jalan aja."Malam ini, Iwan dan Mawar berjalan berdua di mall terbesar di Pontianak. Disaat yang sama Bagas pun tengah menuju ke mall untuk membeli sepatu kets.Iwan bertemu beberapa temannya yang sama-sama melambai. Mereka ngobrol seru. Karena bosan Mawar memutuskan melihat-lihat sepatu.Mawar ingin mengambil sebuah s
Bagas dan Mawar berenang menuju tepian sungai dengan bertopang pada ban mobil. Entah ini kebetulan atau memang nasib mujur, Setyo menaruh ban mobil yang baru Bagas beli di jok belakang.Dengan terengah-engah akhirnya mereka sampai juga di tepian sungai. Bagas langsung rebah di rerumputan, sungguh ini hari yang sial baginya. Bagaimana bisa dia tadi terjun dan berusaha menyelamatkan diri. Lama dia rebahan hingga menyadari kalau dia bersama Mawar. Refleks dia bangun dan mendekati Mawar yang berada di sampingnya."Mawar... Bangun Mawar." Bagas mengguncang bahu dan menepuk pipi Mawar."Mawar! Hei ... mawar buka matamu."Bagas mulai panik. Ia meraba nadi Mawar masih ada lalu nafasnya. Nafasnya lemah."Bagaimana ini, ah ayolah Gas cuma nafas buatan. Kalian bahkan pernah melakukan lebih dari ini." Bagas berucap untuk dirinya sendiri.Bagas melakukan heimlich manuver untuk mengeluarkan air dalam tubuh Mawar setelah itu ia memberinya nafas
Bagas akhirnya bisa menghubungi salah satu temannya untuk membantu membawanya pergi dari desa dimana dia harus menikah dengan Mawar.Bagas sengaja membawa Mawar ke tempat tinggalnya. Sesampainya di sana ternyata Iwan dan Bara sudah berada di sana."Cin ... kamu gak papa? Ada yang luka?" Iwan nampak cemas melihat kondisi Mawar."Lebih baik kita masuk, Bang. Kita bicara di dalam." Bagas memberi saran.Kemudian mereka masuk ke dalam rumah."Mereka siapa Bang? Orang yang berusaha menculikku?" tanya Mawar."Kevin," jawab Bara."Apa? Bukannya Mawar sudah memberikan apa yang dia minta Bang? Satu milyar. Lalu kenapa ...?""Kamu jangan sepolos itu Nawang. Kevin terlalu terobsesi padamu. Tapi sayangnya, istrinya juga terlalu cemburu padamu. Salah satu suruhan Kevin rupanya berbalik arah menuruti perintah Mayang," lanjut Bara."Yang penting sekarang kamu sembunyi dulu, Cin. Kami sudah menemukan tempat persembunyian untuk kamu semen
Prawira marah dan menatap tajam puterinya, Nana."Kamu hamil? Dengan siapa?""Nana ... tidak tahu.""Bodoh kamu! Sekarang siapa yang akan tanggungjawab.""Bagas.""Apa maksudmu?""Bagas, ayah anak ini.""Baik. Lukman panggil Bagas ke sini!" titah Prawira.****Bagas menatap Nana dingin, dia sudah tahu maksud Pak Prawira memanggilnya."Bagas, kamu harus bertanggungjawab dengan kehamilan Nana.""Maaf Pak, saya tak pernah menyentuh puteri anda. Saya menolak, lagian saya sudah punya istri.""Kalau begitu jadikan Nana yang kedua.""Maaf saya tidak mau.""Kamu ... Saya akan penjarakan kamu. Karena menghamili anak saya.""Silakan coba saja atau saya umumkan kepada semua orang seperti apa kelakuan puteri anda. Karena saya punya banyak bukti dan saksi." Aslinya ini hanya gertakan Bagas.Tapi sepertinya berhasil membuat Prawira khawatir bahkan Nana nampak pucat."Gas, s
Bagas turun dari mobil bersama Nawang. Mereka telah sampai disebuah desa terpencil di kecamatan Kalibening, Banjarnegara."Kamu ternyata orang kaya ya Gas," sinis Nawang."Hehehe. Sayangnya semua ini bukan punyaku. Ini milik eyang kakungku."Bagas dan Nawang berjalan menuju gerbang sebuah rumah besar bergaya kuno.Saat sampai di gerbang, Wanto tergopoh-gopoh membuka gerbangnya."Ya Allah Den, ayo masuk. Juragan kakung pasti seneng." Wanto tergopoh menghampiri Bagas dan membawakan barang-barangnya.Saat akan melangkahi pintu, Bagas tertegun sesaat kemudian menapakkan kakinya pada rumah yang penuh kenangan akan luka pada diri Bagas."Bagas!" teriak seseorang."Hohoho, gak nyangka kamu balik ke sini Gas." Sapa Budi kakak sepupu Bagas yang berusia tiga puluh tahun. Satu tahun lebih tua dari Bagas yang kini usianya menginjak dua puluh sembilan tahun."Mas Bagas, Bowo kangen sama Mas Bagas," ucap Bowo yang dua tahun lebih muda
Aku hanya bisa menahan kekesalanku. Demi Allah, ingin rasanya meluapkan segala amarahku tetapi aku memilih diam. Aku tak mau mempermalukan diriku sendiri. Cukup dia yang tidak tahu malu, bukan aku.Saat ini sedang diadakan reuni angkatan matematika beberapa angkatan. Mas Ricky tentu saja datang bahkan dialah ketuanya. Aku, ikut datang tentu saja. Selain karena di rumah aku tidak ada kegiatan apa-apa, aku juga rindu sama ketiga anakku.Ina sekarang menjadi dosen di almamaterku. Iya, dia jadi dosen kimia. Sementara adiknya Ana, kini sedang menempuh S2 matematika. Sementara Gamma, dia kuliah di Undip ambil teknik kimia. Eh, aku lupa bilang ya, kalau aku udah jadi nenek-nenek. Udah punya cucu cowok satu usianya kini tiga tahun. Meski udah beruban dan kerutan dimana-mana tetep gerakanku masih gesit. Makanya cucuku manggil aku neli alias nenek lincah."Dek. Kok gak makan?" Sebuah suara terdengar dan sedikit mengagetkanku."Males.""Eh, itu so
Aku baru saja memarkirkan motorku di halaman rumah. Kulirik jam tanganku, pukul lima lewat lima menit. Segera saja aku masuk ke dalam rumah.Aku mengedarkan pandang mata. Tumben sepi, ngomong-ngomong duo krucilku mana? Mungkin sedang jalan-jalan dengan Eyang Kakung dan Eyang Putrinya. Jadi, aku memutuskan ke kamar dan segera mandi.“Bunda,”Aku tersenyum menatap ke arah dua gadis cilik, mereka langsung berlari ke arahku. Si sulung sampai lebih dulu, adiknya pun menyusul.“Bunda, Ina kangen,” ucap si sulung yang kini berusia tujuh tahun.“Ana juga kangen, bunda,” ucap si nomer dua. Alkana Betania Mehrunissa adalah nama yang kami berikan untuk putri kedua kami yang kini berusia tiga tahun.“Bunda juga kangen sama kalian,” ucapku dan memeluk keduanya.Kami bertiga masih berpelukan seperti Telletubies. Pelukan kami terhenti karena suara salam dari satu-satunya lelaki dalam keluarga ini.
POV LilyTiga bulan sudah aku berstatus menjadi seorang istri dari Alfaricky Ramadhan. Alhamdulillah aku bahagia. Walaupun masalah rumah tangga selalu ada, tapi sampai saat ini kami masih bisa melewatinya.Kami dalam perjalanan ke Purwokerto, mau memeriksakan diri ke dokter. Seminggu ini Mas Ricky mengalami gejala mual-mual parah setiap pagi. Tak ada sesendok nasi pun yang bisa masuk. Kalau dipaksa pasti muntah. Bahkan bubur ayam yang biasanya menjadi sarapan favoritnya ditolak mentah-mentah.Akhirnya kami memaksanya ke dokter. Saat di bawa ke dokter yang praktek di Jatilawang, beliau malah menyarankan aku untuk diperiksa. Bahkan memberikan rujukan dokter siapa saja yang bisa aku hubungi. Karena menurut dugaan dokter Anwar, suamiku terkena gejala 'ngidam' alias aku hamil.Setelah itu, aku langsung memborong 5 testpeck dan paginya kucoba semua dan hasilnya dua garis semua. Alhamdulilah. Karena itulah hari ini kami dalam perjalanan ke dokter k
POV RickyDini hari aku terbangun. Kurasakan seseorang berada dalam dekapanku. Istri tercinta sekaligus cinta pertamaku. Seorang gadis istimewa yang membuatku jatuh cinta sampai gagal move on.Pikiranku berkelana ke masa lalu. Bagaimana pertemuan pertama kami, hingga kami bisa pacaran lalu akhirnya putus. Semua masih terekam jelas dalam memori ingatan.Kuingat hari-hari setelah putus dengannya adalah hari terberat bagiku. Salahku juga, kenapa aku lebih perhatian pada Mutia daripada pacarku sendiri. Ini semua karena permintaan Tante Fania. Seorang janda yang rumahnya masih satu kompleks dengan rumahku. Hanya karena rasa simpati yang berlebihan justru jadi bumerang untukku.Mutia sangat gencar menemuiku dan memintaku jadi pacarnya setelah aku putus dari Lily. Bahkan beberapa kali memohon sambil berurai air mata. Aku menolak dengan tegas bahkan menjauhinya. Apalagi setelah mengetahui sifat asli dari Tante Fani
Aku menggeliat mencoba membuka mata. Merasakan ada seseorang yang menyentuhkan tangannya pada pipiku.“Bangun, Sayang.”“Hem,” Aku menatap suamiku yang masih bertelanjang dada. Ya Tuhan nikmat-Mu sungguh luar biasa.“Bangun. Tuh denger suara ngaji di masjid sudah kedengaran. Bentar lagi subuh. Ayok mandi junub!” Dia membangunkanku sambil memainkan hidung mancungnya pada ujung hidungku. Geli sekali.Akhirnya aku bangun dan mencoba duduk, sedikit meringis. Kemudian menatap sekeliling kamar. Berantakan sekali, baju yang semalam kami pakai berantakan di lantai, kertas tissu yang menumpuk di tempat sampah bahkan ada sedikit yang bernoda merah, belum lagi rambutku yang awut-awutan. Ah, malu sekali.“Kenapa hem? Masih sakit?”Aku hanya menggeleng.“Mandi yuk! Mau bareng apa mau sendiri-sendiri?” tanyanya dengan seringai menggoda.“Sendiri aja, Mas.”“
Aku menghembuskan nafas lelah. Hari ini capek sekali. Tamu yang datang benar-benar tak ada henti-hentinya.Selepas ashar, banyak teman SD, SMP dan SMA-ku yang datang. Termasuk Fida dengan membawa gandengan baru. Syok aku dibuatnya. Waktu itu dia datang ke rumah dan curhat kalau mau pisah dengan suaminya, padahal mereka sudah punya anak berusia 2 tahun. Alasannya karena tidak ada kecocokan.Selepas isya, kami pun masih kedatangan tamu. Sekarang malah kebanyakan tamunya Mas Ricky. Ada salah satu tamunya yang sangat ganteng. Sama gantengnya dengan suamiku. Bedanya kalau suamiku kulitnya eksotis tapi kelihatan macho, kalau yang ini putih bersih kaya Lee Min Ho, ahohoho.“Bukan muhrim. Enggak usah kayak gitu mandangnya!” Pak suami mulai cemburu.“Habisnya dia ganteng, Mas. Kayak Lee min Ho,” bisikku.Dia menatapku tajam. Aku meringis. Aduh salah ngomong nih.“Oh ya, Ky. Aku rencana mau balik juga ke kampung,” k
Suara berisik di dapur rumah menandakan penghuninya sedang sibuk. Ya, hari ini keadaan di rumahku sibuk sekali. Semua orang nampaknya begitu sibuk.Mama sibuk memberikan instruksi sedangkan Papa menyambut tamu. Bahkan Lala pun sibuk. Iya, sibuk selfi dan pasang segala aktivitas di rumah ke akun sosmednya.Lalu aku? Aku sedang duduk cantik menikmati elusan terampil si ahli henna pada kedua telapak tangan. Ya, besok aku akan menikah. Akhirnya jodohku fixed ketemu di usiaku yang genap ke-26 sebulan yang lalu.Ternyata jodoh memang seunik itu. Aku dan Mas Ricky. Uhuk... Setelah kejadian di pantai beberapa bulan yang lalu dimana tanpa sadar aku memanggilnya 'Mas' jadinya keterusan hingga sekarang.Kalau diingat-ingat konyol sekali. Aku mengenalnya saat usia 15 tahun, pacaran diusia 17 tahun lalu putus setelah 3 tahun pacaran gara-gara kesalah pahaman yang disengaja. Iya disengaja oleh Mutia. Sebel aku kalau ingat sama dia. T
“Uh, seger banget anginnya ya, Ly?”“Heem,” ucapku sambil sesekali mencium pipinya gemas.“Wah, kamu kayaknya seneng banget, Ly? pakai acara cium-cium juga,”“Hehe, habis dianya lucu. Pipinya gembul lagi,”“Ya iyalah, anak aku gitu. Ya kan, Aurora?” Resa mencubit gemas putrinya yang sudah berusia delapan bulan.Saat ini kami sedang menikmati semilir angin di Jetis. Pulang sekolah, aku langsung menuju ke Jetis. Sebelumnya aku ke rumah Resa untuk meminjam bajunya. Malas soalnya kalau harus pakai seragam keki ke pantai.“Noh, lihat,” bisik Resa.“Apa?” Aku pun ikut berbisik.“Ada orang yang kesel rupanya. Kayak pengin nyemprot orang,”“Iya. Kamu yang bakalan disemprot,” Kami terkikik.Aku sesekali melirik Ricky yang memilih duduk sangat jauh dari kami berdua. Jangan lupakan muka kesalnya. Ya. Akhi
Saat ini aku sedang berkutat di dapur, mencoba membersihkan cumi-cumi dari tintanya. Setiap libur, aku sering bereksperimen. Mencoba memasak hal yang aneh-aneh dan agak rumit. Minggu kemarin aku mencoba memasak rica-rica ayam, kali ini aku mencoba memasak cumi saus tiram. Mama sudah tahu kebiasaanku ini.“Nah, gitu. Wanita mau punya jabatan apapun tetep harus bisa masak. Biar suaminya betah,” Mama selalu ngomong begitu, tapi tidak berlaku untuk Lala, karena itu anak selalu punya argumen.Sambil memasak, aku berdendang lagu Caka milik Novi Ayla. Oh, jangan lupakan gerakan seluruh badan, goyang sana-goyang sini. Aseeekkkk. Mama sering menegurku. Katanya ora ilok atau pamali masak sambil nyanyi tapi tak kugubris.Aku pun mematikan kompor setelah yakin rasa masakanku sudah pas, sip. Tinggal eksekusi dan minta saran dari sang koki utama yaitu Mama. Aku pun memasukkan hasil masakanku ke dalam mangkok, berbalik badan dan tara ....