Prawira marah dan menatap tajam puterinya, Nana.
"Kamu hamil? Dengan siapa?"
"Nana ... tidak tahu."
"Bodoh kamu! Sekarang siapa yang akan tanggungjawab."
"Bagas."
"Apa maksudmu?"
"Bagas, ayah anak ini."
"Baik. Lukman panggil Bagas ke sini!" titah Prawira.
****
Bagas menatap Nana dingin, dia sudah tahu maksud Pak Prawira memanggilnya.
"Bagas, kamu harus bertanggungjawab dengan kehamilan Nana."
"Maaf Pak, saya tak pernah menyentuh puteri anda. Saya menolak, lagian saya sudah punya istri."
"Kalau begitu jadikan Nana yang kedua."
"Maaf saya tidak mau."
"Kamu ... Saya akan penjarakan kamu. Karena menghamili anak saya."
"Silakan coba saja atau saya umumkan kepada semua orang seperti apa kelakuan puteri anda. Karena saya punya banyak bukti dan saksi." Aslinya ini hanya gertakan Bagas.
Tapi sepertinya berhasil membuat Prawira khawatir bahkan Nana nampak pucat.
"Gas, s
Bagas turun dari mobil bersama Nawang. Mereka telah sampai disebuah desa terpencil di kecamatan Kalibening, Banjarnegara."Kamu ternyata orang kaya ya Gas," sinis Nawang."Hehehe. Sayangnya semua ini bukan punyaku. Ini milik eyang kakungku."Bagas dan Nawang berjalan menuju gerbang sebuah rumah besar bergaya kuno.Saat sampai di gerbang, Wanto tergopoh-gopoh membuka gerbangnya."Ya Allah Den, ayo masuk. Juragan kakung pasti seneng." Wanto tergopoh menghampiri Bagas dan membawakan barang-barangnya.Saat akan melangkahi pintu, Bagas tertegun sesaat kemudian menapakkan kakinya pada rumah yang penuh kenangan akan luka pada diri Bagas."Bagas!" teriak seseorang."Hohoho, gak nyangka kamu balik ke sini Gas." Sapa Budi kakak sepupu Bagas yang berusia tiga puluh tahun. Satu tahun lebih tua dari Bagas yang kini usianya menginjak dua puluh sembilan tahun."Mas Bagas, Bowo kangen sama Mas Bagas," ucap Bowo yang dua tahun lebih muda
"Kita bakalan tidur di paviliun ini?" tanya Nawang sambil menyisir rambutnya."Iya? Kenapa? Kamu gak suka.""Enggak. Cuma aneh. Eh.. Kamu itu anak yang tak diharapkan ya?""Kenapa kamu bisa berkesimpulan seperti itu?""Kelihatan banget kok dari reaksi semua orang.""Iya kamu betul. Aku ini anak yang tak diharapkan karena terlahir bukan dari rahim wanita kaya atau berdarah bangsawan.""Hem pantes. Semua orang kayaknya benci banget sama kamu. Kecuali satu orang.""Hah ... Siapa?""Seorang wanita cantik, bergelar istri dari Bisma. Kamu tahu gak. Matanya tak lepas menatap kamu penuh cinta. Penuh kerinduan. Huh. Dasar. Kalau suaminya tahu gimana coba?" ucap Nawang berapi-api.Bagas hanya menatap Nawang sambil cengengesan. Bagas suka sekali melihat Nawang kalau sedang kesal entah kenapa justru kecantikannya bertambah jika dia sedang marah atau kesal."Kamu cemburu.""Gak""Terus kenapa sewot."
"Ayo ikut aku.""Kemana?" tanya Nawang."Ada deh."Nawang mengikuti langkah Bagas. Mereka menaiki mobil menuju ke sebuah perkebunan teh yang dimiliki oleh keluarga Bagas."Hemmm ... sejuknya. Ini milik Eyang semua Gas?""Iya."Mereka menikmati suasana sepi dan udara pegunungan yang sejuk. Nawang merentangkan kedua tangannya menikmati hembusan semilir angin nan sejuk. Bagas mengamati tingkah istrinya dan tersenyum.Kemudian mendekati Nawang dan memeluknya dari belakang. Tak lupa menopangkan dagunya pada pundak sang istri."Gas ....""Hem ....""Lepas!""Gak mau. Nyaman kayak gini."Nawang hanya bisa pasrah melihat perlakuan Bagas padanya. Karena mencoba menolak pun, ia akan tetap kalah.Tak jauh dari mereka hanya berjarak sekitar 20 meter terdapat sepasang
Suasana di meja makan berlangsung hening. Semua orang sibuk dengan makannya. Binna dan Betty saling melirik, Eyang putri memasang wajah dingin sedangkan Eyang Kakung memilih makan dengan lahap dibantu oleh mbah Maman."Bagas.""Iya Eyang""Bagaimana perkebunan kita?""Bagas masih berusaha Eyang.""Hehehe. Baiklah. Eyang tunggu kabarnya.""Kamu gak usah merendah Gas, kita semua tahu kok dalam sebulan ini perkebunan sudah mulai stabil. Pabrik teh pun sudah mulai berproduksi lagi khan?" Bisma bersuara."Wuihhhh. Keren. Gak percuma ya Gas kamu kuliah di Biologi." Budi berkata sambil berkelakar namun terlihat jelas nada sindiran pada setiap kata-katanya.Bagas hanya menanggapi keduanya bagai angin lalu. Dia sudah hafal kelakuan semua sepupunya itu."Asal gak kamu jual aja, nanti mau makan apa kamu kalau dijual," ketus Bulik Bet
Hari ini ada sedikit masalah diperkebunan, mau tak mau Bagas harus turut menyelesaikan ditemani oleh Wanto."Den Bagas kelihatan capek sekali?" tanya wanto mengiringi langkah Bagas menuju ke mobil."Iya To, Nawang sama istrimu kan?""Iya Den, saya sudah minta Sri menemani den Nawang. Bahkan Wisnu dan Wati ikut menemani. Mereka suka sama den Nawang."Bagas hanya tersenyum."Den Bagas pinter nyari istri. Saya dulu takut den Bagas gak mau kawin gara-gara dikhianati den Seruni. Tapi syukurlah gak terjadi.""Saya juga gak nyangka To, ternyata rasa sakit itu sudah tidak ada." Ya Bagas akui dulu dia sangat mencintai Seruni sampai susah move on darinya. Tapi entah kenapa, setelah kenal bahkan menikah dengan Nawang rasa cinta Bagas pada Seruni entah menguap begitu saja. Bahkan Bagas sering menertawakan dirinya kenapa terlalu hanyut akan cintanya dulu.Saat mobil mulai melaju dan mulai memasuki kawasan jalan yang dilewati hutan yang masih rimbu
Tak terasa sudah enam bulan Bagas berada di Banjarnegara. Kondisi Eyang kakung semakin membaik, tak dipungkiri semua berkat Nawang. Istrinya itu penuh perhatian menjaga dan merawat Eyangnya. Meski sindiran sinis masih selalu menerpa Bagas dan Nawang, mereka berdua kompak tutup telinga."Gas.""Iya Eyang." Bagas menghampiri Eyangnya yang tengah duduk di kursi roda."Kamu sudah berapa bulan nikahnya?""Mau jalan 7 bulan Eyang? Kenapa?""Kamu gak pengin punya anak, Gas."Bagas menarik nafasnya dalam."Ya kepengin Eyang. Tapi belum di kasih mau bagaimana lagi.""Hehehe. Eyang doakan, anakmu nanti banyak ya Gas. Dan akur.""Amin Eyang."****Bagas tengah mengamati Nawang yang tengah mendorong kursi roda Eyang kakungnya. Budi dan Bowo ikut serta. Tampaknya mereka sangat akrab dengan Nawang. Bahkan si playboy itu terlihat beberapa kali menggoda Nawang. Sedangkan Bowo tertawa lepas. Suatu hal yang baru diliha
Nawang berkaca-kaca melihat keadaan suaminya. Banyak gigitan pada tangan kirinya. Meski cukup parah tapi tidak sampai meremukkan tulang."Hai," sapa Nawang."Hai," jawab Bagas lemah.Bagas refleks mengusap pipi Nawang."Aku pikir aku bakalan jadi janda.""Gak akan kubiarkan, benihku saja belum ada yang tertanam di rahimmu.""Dasar mesum.""Hehehe. Aw....""Sakit." Terlihat Nawang sangat khawatir."Hem ...." Bagas memilih menggenggam jemari Nawang daripada menjawab pertanyaan Nawang.Nawang menemani Bagas hingga dia tertidur."Mas Bagas terlihat sayang banget sama mbak Nawang." Bowo yang dari tadi diam bersuara."Kamu juga bisa kaya Bagas kok Wo. Tapi cari istri dulu."Bowo menggelengkan kepalanya."Gak akan ada wanita yang mau sama Bowo Mb
"Kok bisa?""Ya bisalah.""Ruwet bener hidupmu. Aku pikir cuma masalah gagal move on.""Memangnya kamu ky."Kedua sahabat itu tengah menikmati secangkir kopi sambil memandang belahan jiwa masing-masing yang tengah bermain di ayunan bersama seorang bayi cantik berumur 4 bulan."Putrimu cantik ya Ky." Bagas tersenyum melihat Zahra putri Ricky.Dua bulan sejak kejadian serangan anjing gila, Bagas dan Nawang memutuskan mengunjungi Ricky dan Lily di Wangon, Banyumas."Kamu juga bisa punya kayak gitu kok Gas."Bagas menarik nafasnya pelan."Kenapa? Jangan bilang kalian belum ngapa-ngapain. Soalnya melihat bagaimana kamu natap Nawang. Fix kamu sudah berhasil move on dan jatuh cinta sama istrimu itu. Jadi, gak mungkin kamu gak ngapa-ngapain dia.""Kok tahu.""Tahulah, khan aku lebih berpengalaman.
Aku hanya bisa menahan kekesalanku. Demi Allah, ingin rasanya meluapkan segala amarahku tetapi aku memilih diam. Aku tak mau mempermalukan diriku sendiri. Cukup dia yang tidak tahu malu, bukan aku.Saat ini sedang diadakan reuni angkatan matematika beberapa angkatan. Mas Ricky tentu saja datang bahkan dialah ketuanya. Aku, ikut datang tentu saja. Selain karena di rumah aku tidak ada kegiatan apa-apa, aku juga rindu sama ketiga anakku.Ina sekarang menjadi dosen di almamaterku. Iya, dia jadi dosen kimia. Sementara adiknya Ana, kini sedang menempuh S2 matematika. Sementara Gamma, dia kuliah di Undip ambil teknik kimia. Eh, aku lupa bilang ya, kalau aku udah jadi nenek-nenek. Udah punya cucu cowok satu usianya kini tiga tahun. Meski udah beruban dan kerutan dimana-mana tetep gerakanku masih gesit. Makanya cucuku manggil aku neli alias nenek lincah."Dek. Kok gak makan?" Sebuah suara terdengar dan sedikit mengagetkanku."Males.""Eh, itu so
Aku baru saja memarkirkan motorku di halaman rumah. Kulirik jam tanganku, pukul lima lewat lima menit. Segera saja aku masuk ke dalam rumah.Aku mengedarkan pandang mata. Tumben sepi, ngomong-ngomong duo krucilku mana? Mungkin sedang jalan-jalan dengan Eyang Kakung dan Eyang Putrinya. Jadi, aku memutuskan ke kamar dan segera mandi.“Bunda,”Aku tersenyum menatap ke arah dua gadis cilik, mereka langsung berlari ke arahku. Si sulung sampai lebih dulu, adiknya pun menyusul.“Bunda, Ina kangen,” ucap si sulung yang kini berusia tujuh tahun.“Ana juga kangen, bunda,” ucap si nomer dua. Alkana Betania Mehrunissa adalah nama yang kami berikan untuk putri kedua kami yang kini berusia tiga tahun.“Bunda juga kangen sama kalian,” ucapku dan memeluk keduanya.Kami bertiga masih berpelukan seperti Telletubies. Pelukan kami terhenti karena suara salam dari satu-satunya lelaki dalam keluarga ini.
POV LilyTiga bulan sudah aku berstatus menjadi seorang istri dari Alfaricky Ramadhan. Alhamdulillah aku bahagia. Walaupun masalah rumah tangga selalu ada, tapi sampai saat ini kami masih bisa melewatinya.Kami dalam perjalanan ke Purwokerto, mau memeriksakan diri ke dokter. Seminggu ini Mas Ricky mengalami gejala mual-mual parah setiap pagi. Tak ada sesendok nasi pun yang bisa masuk. Kalau dipaksa pasti muntah. Bahkan bubur ayam yang biasanya menjadi sarapan favoritnya ditolak mentah-mentah.Akhirnya kami memaksanya ke dokter. Saat di bawa ke dokter yang praktek di Jatilawang, beliau malah menyarankan aku untuk diperiksa. Bahkan memberikan rujukan dokter siapa saja yang bisa aku hubungi. Karena menurut dugaan dokter Anwar, suamiku terkena gejala 'ngidam' alias aku hamil.Setelah itu, aku langsung memborong 5 testpeck dan paginya kucoba semua dan hasilnya dua garis semua. Alhamdulilah. Karena itulah hari ini kami dalam perjalanan ke dokter k
POV RickyDini hari aku terbangun. Kurasakan seseorang berada dalam dekapanku. Istri tercinta sekaligus cinta pertamaku. Seorang gadis istimewa yang membuatku jatuh cinta sampai gagal move on.Pikiranku berkelana ke masa lalu. Bagaimana pertemuan pertama kami, hingga kami bisa pacaran lalu akhirnya putus. Semua masih terekam jelas dalam memori ingatan.Kuingat hari-hari setelah putus dengannya adalah hari terberat bagiku. Salahku juga, kenapa aku lebih perhatian pada Mutia daripada pacarku sendiri. Ini semua karena permintaan Tante Fania. Seorang janda yang rumahnya masih satu kompleks dengan rumahku. Hanya karena rasa simpati yang berlebihan justru jadi bumerang untukku.Mutia sangat gencar menemuiku dan memintaku jadi pacarnya setelah aku putus dari Lily. Bahkan beberapa kali memohon sambil berurai air mata. Aku menolak dengan tegas bahkan menjauhinya. Apalagi setelah mengetahui sifat asli dari Tante Fani
Aku menggeliat mencoba membuka mata. Merasakan ada seseorang yang menyentuhkan tangannya pada pipiku.“Bangun, Sayang.”“Hem,” Aku menatap suamiku yang masih bertelanjang dada. Ya Tuhan nikmat-Mu sungguh luar biasa.“Bangun. Tuh denger suara ngaji di masjid sudah kedengaran. Bentar lagi subuh. Ayok mandi junub!” Dia membangunkanku sambil memainkan hidung mancungnya pada ujung hidungku. Geli sekali.Akhirnya aku bangun dan mencoba duduk, sedikit meringis. Kemudian menatap sekeliling kamar. Berantakan sekali, baju yang semalam kami pakai berantakan di lantai, kertas tissu yang menumpuk di tempat sampah bahkan ada sedikit yang bernoda merah, belum lagi rambutku yang awut-awutan. Ah, malu sekali.“Kenapa hem? Masih sakit?”Aku hanya menggeleng.“Mandi yuk! Mau bareng apa mau sendiri-sendiri?” tanyanya dengan seringai menggoda.“Sendiri aja, Mas.”“
Aku menghembuskan nafas lelah. Hari ini capek sekali. Tamu yang datang benar-benar tak ada henti-hentinya.Selepas ashar, banyak teman SD, SMP dan SMA-ku yang datang. Termasuk Fida dengan membawa gandengan baru. Syok aku dibuatnya. Waktu itu dia datang ke rumah dan curhat kalau mau pisah dengan suaminya, padahal mereka sudah punya anak berusia 2 tahun. Alasannya karena tidak ada kecocokan.Selepas isya, kami pun masih kedatangan tamu. Sekarang malah kebanyakan tamunya Mas Ricky. Ada salah satu tamunya yang sangat ganteng. Sama gantengnya dengan suamiku. Bedanya kalau suamiku kulitnya eksotis tapi kelihatan macho, kalau yang ini putih bersih kaya Lee Min Ho, ahohoho.“Bukan muhrim. Enggak usah kayak gitu mandangnya!” Pak suami mulai cemburu.“Habisnya dia ganteng, Mas. Kayak Lee min Ho,” bisikku.Dia menatapku tajam. Aku meringis. Aduh salah ngomong nih.“Oh ya, Ky. Aku rencana mau balik juga ke kampung,” k
Suara berisik di dapur rumah menandakan penghuninya sedang sibuk. Ya, hari ini keadaan di rumahku sibuk sekali. Semua orang nampaknya begitu sibuk.Mama sibuk memberikan instruksi sedangkan Papa menyambut tamu. Bahkan Lala pun sibuk. Iya, sibuk selfi dan pasang segala aktivitas di rumah ke akun sosmednya.Lalu aku? Aku sedang duduk cantik menikmati elusan terampil si ahli henna pada kedua telapak tangan. Ya, besok aku akan menikah. Akhirnya jodohku fixed ketemu di usiaku yang genap ke-26 sebulan yang lalu.Ternyata jodoh memang seunik itu. Aku dan Mas Ricky. Uhuk... Setelah kejadian di pantai beberapa bulan yang lalu dimana tanpa sadar aku memanggilnya 'Mas' jadinya keterusan hingga sekarang.Kalau diingat-ingat konyol sekali. Aku mengenalnya saat usia 15 tahun, pacaran diusia 17 tahun lalu putus setelah 3 tahun pacaran gara-gara kesalah pahaman yang disengaja. Iya disengaja oleh Mutia. Sebel aku kalau ingat sama dia. T
“Uh, seger banget anginnya ya, Ly?”“Heem,” ucapku sambil sesekali mencium pipinya gemas.“Wah, kamu kayaknya seneng banget, Ly? pakai acara cium-cium juga,”“Hehe, habis dianya lucu. Pipinya gembul lagi,”“Ya iyalah, anak aku gitu. Ya kan, Aurora?” Resa mencubit gemas putrinya yang sudah berusia delapan bulan.Saat ini kami sedang menikmati semilir angin di Jetis. Pulang sekolah, aku langsung menuju ke Jetis. Sebelumnya aku ke rumah Resa untuk meminjam bajunya. Malas soalnya kalau harus pakai seragam keki ke pantai.“Noh, lihat,” bisik Resa.“Apa?” Aku pun ikut berbisik.“Ada orang yang kesel rupanya. Kayak pengin nyemprot orang,”“Iya. Kamu yang bakalan disemprot,” Kami terkikik.Aku sesekali melirik Ricky yang memilih duduk sangat jauh dari kami berdua. Jangan lupakan muka kesalnya. Ya. Akhi
Saat ini aku sedang berkutat di dapur, mencoba membersihkan cumi-cumi dari tintanya. Setiap libur, aku sering bereksperimen. Mencoba memasak hal yang aneh-aneh dan agak rumit. Minggu kemarin aku mencoba memasak rica-rica ayam, kali ini aku mencoba memasak cumi saus tiram. Mama sudah tahu kebiasaanku ini.“Nah, gitu. Wanita mau punya jabatan apapun tetep harus bisa masak. Biar suaminya betah,” Mama selalu ngomong begitu, tapi tidak berlaku untuk Lala, karena itu anak selalu punya argumen.Sambil memasak, aku berdendang lagu Caka milik Novi Ayla. Oh, jangan lupakan gerakan seluruh badan, goyang sana-goyang sini. Aseeekkkk. Mama sering menegurku. Katanya ora ilok atau pamali masak sambil nyanyi tapi tak kugubris.Aku pun mematikan kompor setelah yakin rasa masakanku sudah pas, sip. Tinggal eksekusi dan minta saran dari sang koki utama yaitu Mama. Aku pun memasukkan hasil masakanku ke dalam mangkok, berbalik badan dan tara ....