Hentakan suara musik mengalun memekakkan gendang telinga. Hampir semua orang baik lelaki dan perempuan berbaur tanpa etika. Belum lagi bau minuman beralkohol yang mengganggu indera penciuman.
Seorang pemuda terlihat muak karena harus berada di tempat ini. Kalau bukan karena urusan pekerjaan malas sekali rasanya, dia menginjakkan kaki di tempat maksiat seperti sekarang.
"Oke Pak T**o kita sepakat dengan kerjasama kita kan?" ucap seorang pria berusia tiga puluh lima tahunan. Feri namanya.
"Saya sepakat. Pokoknya masalah pembukaan perkebunan baru, beres. Anda tinggal tunggu kabar baik dari saya," ucap Pak T**o.
Keduanya bersalaman. Setelah itu, Pak T**o menghampiri beberapa wanita penghibur dan asik bermain dengan mereka. Huh, dasar bos-bos perut gendut doyan perempuan! Umpat Bagas dalam hati.
Feri heran dengan raut muka Bagas.
"Kamu kenapa Gas, kecut amat mukanya." Feri memecah kebisuan diantara mereka.
"Kenapa sih Bang, harus ketemuan di tempat kayak gini? Kenapa gak di cafe atau restoran aja?"
"Hahaha. Kamu ini ya, udah lima tahun kerja disini gak tahu aja kelakuan bos-bos besar. Ya kayak gitu itu. Pak T**o contohnya."
"Ckckck. Besok-besok Bang Feri jangan ajak aku. Ajak orang lain. Pokoknya aku gak mau ikut lagi."
"Ah, sok suci kau Gas. Kelamaan gaul sama para ASN sok suci jadi kamu ikut-ikutan sok suci."
"Aku gak sok suci, Bang. Gak suka aja, aku ke tempat kayak gini. Dan jangan bawa temen-temen kontrakanku, Bang. Aku malah senang gaul sama mereka. Mereka itu gak banyak ulah." Memang semua teman kontrakan Bagas adalah ASN. Ricky guru SMA, Hasan di departemen pertanian, Zidan perawat di sebuah puskesmas sedangkan Mateo di dinas ketenagakerjaan.
"Hahahaha. Terserah kamu lah Gas. Pokoknya kita disini dulu sampai Pak T**o pergi."
"Astaga Bang, Pak T**o aja udah sibuk sendiri noh disana ngapain ditungguin? Kayak kita kurang kerjaan aja," sewot Bagas.
"Pokoknya kita tunggu beliau sampai keluar!" tegas Feri.
Tak berselang lama, seorang wanita cantik dengan rambut sebahu bergelombang. Menggunakan gaun panjang sexy yang menampakkan bahu mulusnya. Bahkan terdapat salah satu belahan gaun sampai ke paha kanan wanita tersebut. Jangan lupakan bibir tipis namun menggoda yang terpoles lipstik warna merah. Wanita itu menaiki panggung hiburan.
Sang biduan naik ke atas panggung mulai memperdengarkan suara emasnya. Suaranya begitu indah dan mempesona. Hampir semua lelaki yang memandangnya akan berkata kalau dia sangat cantik pun demikian dengan Bagas. Bagas sering berjumpa dengan wanita cantik tapi entah kenapa wanita ini sangat cantik. Bahkan Seruni saja yang menurut Bagas cantik, kalah cantik dengan sang biduan. Mau tak mau Bagas terhanyut oleh suara merdunya sedang matanya tertawan akan paras cantiknya. Hingga tak mampu berkedip sekalipun.
"Primadona sini itu." Seorang pria yang duduk tak jauh dari Bagas berbicara.
"Mawar namanya. Cantik ya," sahut temannya.
"Wah. Aku mau kenalan ah."
"Jangan mimpi kamu, dia itu kelasnya bos-bos besar bukan kacung macam kita."
"Ah. Sialan!" makinya.
Bagas hanya mendengarkan saja tanpa berniat ingin tahu lebih lanjut. Tapi tatapannya masih tertuju pada sang Mawar yang menjadi primadona bernama club 'Borneo Rasta'.
"Ternyata pria sok alim ada disini juga." Sinis suara perempuan. Nana begitu cemburu karena melihat Bagas tengah menatap sang biduan dengan tatapan terpesona. Sedang pada dirinya Bagas selalu menatapnya dingin.
Bagas tak mau menggubris wanita yang malam ini berbaju kurang bahan yang bahkan mengekspos d*da dan pahanya. Matanya tak pernah lepas dari sang biduan.
"Ckckck. Munafik kamu Gas."
"Lalu kamu apa, hem? Kalau aku munafik kamu sendiri apa?"
"Kamu ...." Nana mulai tersulut emosi.
"Beb. Kamu disini rupanya." Seorang laki-laki menghampiri Nana. Bahkan tanpa malu mencium pipinya.
"Halo Beb. Aku udah nunggu kamu." Ucap seorang lelaki berperawakan tinggi besar.
"Hai Beb, iya aku nunggu kamu. Yuk ah kita kesana aja." Ajak Nana sambil memeluk mesra pinggang teman lelakinya. Tak lupa memandang sinis ke arah Bagas.
"Dasar cewek gak bener!" umpat Bagas.
ππππππ
"Ayolah Sayang, pergi sama saya ya? Kamu mau apa pun, aku kasih."
Nampak seorang bos besar tengah mencoba merayu sang biduan. Dan kegiatan mereka terekam oleh Bagas yang tengah berjalan menuju mobilnya.
"Maaf Pak Sanjaya tapi hari ini saya sibuk. Bapak tenang saja hubungi saya lagi kapan-kapan. Oke," ucap sang biduan dengan genit.
"Baiklah demi kamu Sayang." Ucap Pak Sanjaya sambil mengecup tangan sang biduan.
Kemudian pak Sanjaya berlalu menuju ke dalam club. Sedang raut muka sang biduan yang awalnya tersenyum manis langsung berubah sinis.
"Dasar tua bangka gila!" umpatnya pelan.
Sang biduan langsung bergegas ke mobilnya. Bahkan dengan sedikit berlari tanpa melihat dari arah samping kanannya Bagas berjalan dengan menunduk. Mereka akhirnya bertabrakan.
"Aw ... punya mata gak sih?" umpat sang wanita kasar.
"Situ yang gak punya mata." Bagas menjawab dengan tak kalah kasar.
Tampan. Mirip Lee Min Ho. Batin sang wanita merasakan kekaguman pada sang pria. Sang pria pun tak kalah terpesona pada wanita di depannya, cantik mirip Song Hye Kyoo, sexy lagi. Cukup lama mereka terdiam saling mengagumi dalam hati.
"Minggir!" Akhirnya sang wanita berkata kasar.
"Jalanan lebar. Kamu cukup geser bisa kan?" Bagas tak kalah kasar.
"Kenapa gak kamu aja yang geser?"
"Dasar gak punya etika. Sok cantik. Gak minta maaf lagi, udah tahu situ yang nabrak saya."
"Emang aku cantik. Semua orang juga tahu. Dan ngapain minta maaf, orang kamu juga salah. Jalan kok lihatnya kebawah." Sang biduan tak mau kalah.
"Ada apa Mawar?" Seorang pria lemah gemulai mendekat ke arahnya.
"Gak papa Bang. Udah yuk pulang," ajak Mawar.
"Oke Cin..Eh ada abang ganteng. Boleh kenalan gak?"
Iwan nama pria itu. Ia langsung mendekati Bagas dan menoel dagunya. Bagas tentu saja syok dibuatnya.
"Jangan pegang-pegang!" bentak Bagas.
"Eleh-eleh si abang. Udah cakep, sangar lagi. Tipe aku banget," ucap si lemah gemulai, Iwan.
"Naj*s!" umpat Bagas.
"Hahahaha. Udahlah Bang, pulang yuk. Ngapain Abang main-main ma tuh cowok. Palingan serdadunya juga cepet KO."
"Eh, kamu! Bilang apa kamu? Dasar cewek murahan!"
"Aku emang murahan. Kenapa emangnya? Situ pengin nyoba main sama saya. Oke, tapi tarifku mahal."
"Cih ... jijik aku. Mending aku kelon sama kambing daripada sama kamu."
"Br*ngsek kamu!" Mawar mulai emosi.
"Apa?!" Bagas tak kalah emosi.
Kedua orang itu masih adu mulut di parkiran.
"Oke stop-stop. Udah yuk Cin kita pulang aja. Dah ganteng." Iwan mencubit gemas perut Bagas.
Bagas melotot marah sekaligus jijik. Dalam hati Bagas berjanji tidak akan mengunjungi tempat ini lagi dan semoga tidak ketemu dengan cewek itu lagi.
"Sepi banget Bang. Pada kemana?" Bagas baru sampai kontrakan."Kamu tahu sendiri, Hasan udah pindah ikut Syarifah, Ricky sibuk ngurusi mutasi, Zidan sibuk pedekate, ya cuma kamu sama abang yang free," ucap Mateo."Hahaha. Benar juga ya Bang. Bagas masuk dulu ya. Mau mandi.""Oke. Mandi yang harum. Lumayan siapa tahu dirimu diapelin sama nyamuk betina. Hahaha.Mateo tertawa sedangkan Bagas hanya geleng-geleng kepala. Bagas lalu masuk ke kamarnya, membersihkan badan dan berbaring. Melepas lelah setelah seharian bekerja.Bulan-bulan ini Bagas sangat sibuk karena akan ada pengujian produk dari dinas kesehatan dan BPOM. Sebagai tenaga bagian riset dan teknologi, Bagas harus menyiapakan segala hal agar kualitas produk sesuai standar mutu. Pekerjaannya menjadi semakin menumpuk karena kemarin ada beberapa kesalahan dalam pelabelan waktu uji coba jadi Bagas dan timnya harus mulai menguji dari awal
Tak terasa hampir 8 bulan Bagas di Pontianak. Hidupnya memang terasa sepi tapi dia merasa lebih baik karena sudah tak diganggu lagi oleh Nana.Minggu kemarin dia baru saja ke Jawa mengunjungi sahabat baiknya yang baru saja menikah. Ternyata perjuangan hampir setahun lebih akhirnya sampai pelaminan juga. Bagas geleng-geleng kepala ketika mendengar Ricky pernah digigit ular karena insiden yang tak terduga. Bahkan menurutnya konyol dan tidak heroik sama sekali.Padahal dulu mereka berlima pernah mengalami insiden jatuh dari perahu motor bersama tiga penumpang lain dan ketemu buaya muara. Ricky menjadi salah satu pahlawan penyelamat mereka. Dia dan bang Mateo berupaya mengecoh bahkan menghalau si buaya yang hendak menerkam salah satu penumpang dan berakhir dengan tertangkapnya sang buaya.Berarti diantara semua teman sekontrakan tinggal Bagas yang belum menikah atau setidaknya memiliki pacar. Bagas menghembuskan nafas kasar. A
Bagas bernafas lega karena bisa lepas dari Nana dan rasa sialan itu. Rupanya air mendinginkan hasratnya. Mawar pun sudah duduk dan tidak lagi berpura-pura pingsan."Kita langsung ke mana Cin?" tanya Bara."Jangan ke apartemen aku Bang, kita ke rumah aku aja. Aku takut Kevin masih nyari aku.""Anda mau saya antar kemana?" Bara menanyai Bagas."Kost saya di daerah Patimuan," jawab Bagas pendek."Ckckck. Jauh itu sudah turunkan saja dia disini," ketus Mawar."Enak saja. Kamu harusnya berterima kasih sama aku yang udah menyelamatkan akting kamu. Kalau enggak. Beneran mati kamu.""Apa kamu bilang?"Mawar sangat marah pada Bagas, dia memukul Bagas tanpa ampun. Bagas pun mencoba menghindari amukan Mawar. Dengan mencengkeram kedua lengan Mawar.Ciiittttt. Brukk."Aw." Bagas dan
Bagas dan Mawar duduk sebagai tersangka di hadapan warga desa Bernai. Bingung harus ngomong apa karena memang mereka telah berbuat zina. Jadi mereka hanya diam."Loh ... loh ada apa ini?" Nenek pemilik rumah datang sepertinya dari kebun karena membawa berbagai sayuran."Nek. Nenek membiarkan mereka berzina di rumah nenek?" tanya seseorang yang ternyata adalah kepala desa."Lah kenapa memangnya, mereka kan cucuku.""Jangan bercanda, Nek. Kami tahu nenek tinggal seorang diri.""Iya, tapi kamu juga ingat kalau aku punya anak perempuan yang merantau ke Jawa, ini anaknya Sinai. Lihat ini mukanya sama kayak anakku."Nenek mengambil foto puterinya. Dan benar saja ternyata mukanya mirip dengan Mawar. Semua warga yang hadir mulai percaya dengan penuturan sang nenek."Mereka itu pengantin baru tahu. Lagi Honeymoon disini. Baru nyampe tadi malam. Malah kalian menggan
"Gimana Bang, sudah dapat tiket buat aku pulang?""Sabar Cin, beberapa daerah lagi terkena dampak asap. Kita belum bisa pergi jauh-jauh bandaranya belum buka.""Iya Bang. Oh iya makasih ya Bang Iwan udah mau bantuin Nawang selama Nawang ada disini.""Udah gak usah kayak gitu Cin ... kamu juga bantu abang. Kalau gak ada kamu abang mungkin udah jadi almarhum."Mereka saling menggenggam tangan. Hubungan mereka memang seperti saudara kandung. Mereka saling menjaga dan melindungi dengan cara mereka masing-masing.****"Kamu mau beli apa aja, Cin?""Aku gak pengen beli apa-apa Bang. Aku cuma mau jalan-jalan aja."Malam ini, Iwan dan Mawar berjalan berdua di mall terbesar di Pontianak. Disaat yang sama Bagas pun tengah menuju ke mall untuk membeli sepatu kets.Iwan bertemu beberapa temannya yang sama-sama melambai. Mereka ngobrol seru. Karena bosan Mawar memutuskan melihat-lihat sepatu.Mawar ingin mengambil sebuah s
Bagas dan Mawar berenang menuju tepian sungai dengan bertopang pada ban mobil. Entah ini kebetulan atau memang nasib mujur, Setyo menaruh ban mobil yang baru Bagas beli di jok belakang.Dengan terengah-engah akhirnya mereka sampai juga di tepian sungai. Bagas langsung rebah di rerumputan, sungguh ini hari yang sial baginya. Bagaimana bisa dia tadi terjun dan berusaha menyelamatkan diri. Lama dia rebahan hingga menyadari kalau dia bersama Mawar. Refleks dia bangun dan mendekati Mawar yang berada di sampingnya."Mawar... Bangun Mawar." Bagas mengguncang bahu dan menepuk pipi Mawar."Mawar! Hei ... mawar buka matamu."Bagas mulai panik. Ia meraba nadi Mawar masih ada lalu nafasnya. Nafasnya lemah."Bagaimana ini, ah ayolah Gas cuma nafas buatan. Kalian bahkan pernah melakukan lebih dari ini." Bagas berucap untuk dirinya sendiri.Bagas melakukan heimlich manuver untuk mengeluarkan air dalam tubuh Mawar setelah itu ia memberinya nafas
Bagas akhirnya bisa menghubungi salah satu temannya untuk membantu membawanya pergi dari desa dimana dia harus menikah dengan Mawar.Bagas sengaja membawa Mawar ke tempat tinggalnya. Sesampainya di sana ternyata Iwan dan Bara sudah berada di sana."Cin ... kamu gak papa? Ada yang luka?" Iwan nampak cemas melihat kondisi Mawar."Lebih baik kita masuk, Bang. Kita bicara di dalam." Bagas memberi saran.Kemudian mereka masuk ke dalam rumah."Mereka siapa Bang? Orang yang berusaha menculikku?" tanya Mawar."Kevin," jawab Bara."Apa? Bukannya Mawar sudah memberikan apa yang dia minta Bang? Satu milyar. Lalu kenapa ...?""Kamu jangan sepolos itu Nawang. Kevin terlalu terobsesi padamu. Tapi sayangnya, istrinya juga terlalu cemburu padamu. Salah satu suruhan Kevin rupanya berbalik arah menuruti perintah Mayang," lanjut Bara."Yang penting sekarang kamu sembunyi dulu, Cin. Kami sudah menemukan tempat persembunyian untuk kamu semen
Prawira marah dan menatap tajam puterinya, Nana."Kamu hamil? Dengan siapa?""Nana ... tidak tahu.""Bodoh kamu! Sekarang siapa yang akan tanggungjawab.""Bagas.""Apa maksudmu?""Bagas, ayah anak ini.""Baik. Lukman panggil Bagas ke sini!" titah Prawira.****Bagas menatap Nana dingin, dia sudah tahu maksud Pak Prawira memanggilnya."Bagas, kamu harus bertanggungjawab dengan kehamilan Nana.""Maaf Pak, saya tak pernah menyentuh puteri anda. Saya menolak, lagian saya sudah punya istri.""Kalau begitu jadikan Nana yang kedua.""Maaf saya tidak mau.""Kamu ... Saya akan penjarakan kamu. Karena menghamili anak saya.""Silakan coba saja atau saya umumkan kepada semua orang seperti apa kelakuan puteri anda. Karena saya punya banyak bukti dan saksi." Aslinya ini hanya gertakan Bagas.Tapi sepertinya berhasil membuat Prawira khawatir bahkan Nana nampak pucat."Gas, s
Aku hanya bisa menahan kekesalanku. Demi Allah, ingin rasanya meluapkan segala amarahku tetapi aku memilih diam. Aku tak mau mempermalukan diriku sendiri. Cukup dia yang tidak tahu malu, bukan aku.Saat ini sedang diadakan reuni angkatan matematika beberapa angkatan. Mas Ricky tentu saja datang bahkan dialah ketuanya. Aku, ikut datang tentu saja. Selain karena di rumah aku tidak ada kegiatan apa-apa, aku juga rindu sama ketiga anakku.Ina sekarang menjadi dosen di almamaterku. Iya, dia jadi dosen kimia. Sementara adiknya Ana, kini sedang menempuh S2 matematika. Sementara Gamma, dia kuliah di Undip ambil teknik kimia. Eh, aku lupa bilang ya, kalau aku udah jadi nenek-nenek. Udah punya cucu cowok satu usianya kini tiga tahun. Meski udah beruban dan kerutan dimana-mana tetep gerakanku masih gesit. Makanya cucuku manggil aku neli alias nenek lincah."Dek. Kok gak makan?" Sebuah suara terdengar dan sedikit mengagetkanku."Males.""Eh, itu so
Aku baru saja memarkirkan motorku di halaman rumah. Kulirik jam tanganku, pukul lima lewat lima menit. Segera saja aku masuk ke dalam rumah.Aku mengedarkan pandang mata. Tumben sepi, ngomong-ngomong duo krucilku mana? Mungkin sedang jalan-jalan dengan Eyang Kakung dan Eyang Putrinya. Jadi, aku memutuskan ke kamar dan segera mandi.“Bunda,”Aku tersenyum menatap ke arah dua gadis cilik, mereka langsung berlari ke arahku. Si sulung sampai lebih dulu, adiknya pun menyusul.“Bunda, Ina kangen,” ucap si sulung yang kini berusia tujuh tahun.“Ana juga kangen, bunda,” ucap si nomer dua. Alkana Betania Mehrunissa adalah nama yang kami berikan untuk putri kedua kami yang kini berusia tiga tahun.“Bunda juga kangen sama kalian,” ucapku dan memeluk keduanya.Kami bertiga masih berpelukan seperti Telletubies. Pelukan kami terhenti karena suara salam dari satu-satunya lelaki dalam keluarga ini.
POV LilyTiga bulan sudah aku berstatus menjadi seorang istri dari Alfaricky Ramadhan. Alhamdulillah aku bahagia. Walaupun masalah rumah tangga selalu ada, tapi sampai saat ini kami masih bisa melewatinya.Kami dalam perjalanan ke Purwokerto, mau memeriksakan diri ke dokter. Seminggu ini Mas Ricky mengalami gejala mual-mual parah setiap pagi. Tak ada sesendok nasi pun yang bisa masuk. Kalau dipaksa pasti muntah. Bahkan bubur ayam yang biasanya menjadi sarapan favoritnya ditolak mentah-mentah.Akhirnya kami memaksanya ke dokter. Saat di bawa ke dokter yang praktek di Jatilawang, beliau malah menyarankan aku untuk diperiksa. Bahkan memberikan rujukan dokter siapa saja yang bisa aku hubungi. Karena menurut dugaan dokter Anwar, suamiku terkena gejala 'ngidam' alias aku hamil.Setelah itu, aku langsung memborong 5 testpeck dan paginya kucoba semua dan hasilnya dua garis semua. Alhamdulilah. Karena itulah hari ini kami dalam perjalanan ke dokter k
POV RickyDini hari aku terbangun. Kurasakan seseorang berada dalam dekapanku. Istri tercinta sekaligus cinta pertamaku. Seorang gadis istimewa yang membuatku jatuh cinta sampai gagal move on.Pikiranku berkelana ke masa lalu. Bagaimana pertemuan pertama kami, hingga kami bisa pacaran lalu akhirnya putus. Semua masih terekam jelas dalam memori ingatan.Kuingat hari-hari setelah putus dengannya adalah hari terberat bagiku. Salahku juga, kenapa aku lebih perhatian pada Mutia daripada pacarku sendiri. Ini semua karena permintaan Tante Fania. Seorang janda yang rumahnya masih satu kompleks dengan rumahku. Hanya karena rasa simpati yang berlebihan justru jadi bumerang untukku.Mutia sangat gencar menemuiku dan memintaku jadi pacarnya setelah aku putus dari Lily. Bahkan beberapa kali memohon sambil berurai air mata. Aku menolak dengan tegas bahkan menjauhinya. Apalagi setelah mengetahui sifat asli dari Tante Fani
Aku menggeliat mencoba membuka mata. Merasakan ada seseorang yang menyentuhkan tangannya pada pipiku.“Bangun, Sayang.”“Hem,” Aku menatap suamiku yang masih bertelanjang dada. Ya Tuhan nikmat-Mu sungguh luar biasa.“Bangun. Tuh denger suara ngaji di masjid sudah kedengaran. Bentar lagi subuh. Ayok mandi junub!” Dia membangunkanku sambil memainkan hidung mancungnya pada ujung hidungku. Geli sekali.Akhirnya aku bangun dan mencoba duduk, sedikit meringis. Kemudian menatap sekeliling kamar. Berantakan sekali, baju yang semalam kami pakai berantakan di lantai, kertas tissu yang menumpuk di tempat sampah bahkan ada sedikit yang bernoda merah, belum lagi rambutku yang awut-awutan. Ah, malu sekali.“Kenapa hem? Masih sakit?”Aku hanya menggeleng.“Mandi yuk! Mau bareng apa mau sendiri-sendiri?” tanyanya dengan seringai menggoda.“Sendiri aja, Mas.”“
Aku menghembuskan nafas lelah. Hari ini capek sekali. Tamu yang datang benar-benar tak ada henti-hentinya.Selepas ashar, banyak teman SD, SMP dan SMA-ku yang datang. Termasuk Fida dengan membawa gandengan baru. Syok aku dibuatnya. Waktu itu dia datang ke rumah dan curhat kalau mau pisah dengan suaminya, padahal mereka sudah punya anak berusia 2 tahun. Alasannya karena tidak ada kecocokan.Selepas isya, kami pun masih kedatangan tamu. Sekarang malah kebanyakan tamunya Mas Ricky. Ada salah satu tamunya yang sangat ganteng. Sama gantengnya dengan suamiku. Bedanya kalau suamiku kulitnya eksotis tapi kelihatan macho, kalau yang ini putih bersih kaya Lee Min Ho, ahohoho.“Bukan muhrim. Enggak usah kayak gitu mandangnya!” Pak suami mulai cemburu.“Habisnya dia ganteng, Mas. Kayak Lee min Ho,” bisikku.Dia menatapku tajam. Aku meringis. Aduh salah ngomong nih.“Oh ya, Ky. Aku rencana mau balik juga ke kampung,” k
Suara berisik di dapur rumah menandakan penghuninya sedang sibuk. Ya, hari ini keadaan di rumahku sibuk sekali. Semua orang nampaknya begitu sibuk.Mama sibuk memberikan instruksi sedangkan Papa menyambut tamu. Bahkan Lala pun sibuk. Iya, sibuk selfi dan pasang segala aktivitas di rumah ke akun sosmednya.Lalu aku? Aku sedang duduk cantik menikmati elusan terampil si ahli henna pada kedua telapak tangan. Ya, besok aku akan menikah. Akhirnya jodohku fixed ketemu di usiaku yang genap ke-26 sebulan yang lalu.Ternyata jodoh memang seunik itu. Aku dan Mas Ricky. Uhuk... Setelah kejadian di pantai beberapa bulan yang lalu dimana tanpa sadar aku memanggilnya 'Mas' jadinya keterusan hingga sekarang.Kalau diingat-ingat konyol sekali. Aku mengenalnya saat usia 15 tahun, pacaran diusia 17 tahun lalu putus setelah 3 tahun pacaran gara-gara kesalah pahaman yang disengaja. Iya disengaja oleh Mutia. Sebel aku kalau ingat sama dia. T
“Uh, seger banget anginnya ya, Ly?”“Heem,” ucapku sambil sesekali mencium pipinya gemas.“Wah, kamu kayaknya seneng banget, Ly? pakai acara cium-cium juga,”“Hehe, habis dianya lucu. Pipinya gembul lagi,”“Ya iyalah, anak aku gitu. Ya kan, Aurora?” Resa mencubit gemas putrinya yang sudah berusia delapan bulan.Saat ini kami sedang menikmati semilir angin di Jetis. Pulang sekolah, aku langsung menuju ke Jetis. Sebelumnya aku ke rumah Resa untuk meminjam bajunya. Malas soalnya kalau harus pakai seragam keki ke pantai.“Noh, lihat,” bisik Resa.“Apa?” Aku pun ikut berbisik.“Ada orang yang kesel rupanya. Kayak pengin nyemprot orang,”“Iya. Kamu yang bakalan disemprot,” Kami terkikik.Aku sesekali melirik Ricky yang memilih duduk sangat jauh dari kami berdua. Jangan lupakan muka kesalnya. Ya. Akhi
Saat ini aku sedang berkutat di dapur, mencoba membersihkan cumi-cumi dari tintanya. Setiap libur, aku sering bereksperimen. Mencoba memasak hal yang aneh-aneh dan agak rumit. Minggu kemarin aku mencoba memasak rica-rica ayam, kali ini aku mencoba memasak cumi saus tiram. Mama sudah tahu kebiasaanku ini.“Nah, gitu. Wanita mau punya jabatan apapun tetep harus bisa masak. Biar suaminya betah,” Mama selalu ngomong begitu, tapi tidak berlaku untuk Lala, karena itu anak selalu punya argumen.Sambil memasak, aku berdendang lagu Caka milik Novi Ayla. Oh, jangan lupakan gerakan seluruh badan, goyang sana-goyang sini. Aseeekkkk. Mama sering menegurku. Katanya ora ilok atau pamali masak sambil nyanyi tapi tak kugubris.Aku pun mematikan kompor setelah yakin rasa masakanku sudah pas, sip. Tinggal eksekusi dan minta saran dari sang koki utama yaitu Mama. Aku pun memasukkan hasil masakanku ke dalam mangkok, berbalik badan dan tara ....