Sepuluh tahun yang lalu, saat itu usiaku masih 15 tahun. Aku baru saja pulang dari les di sekolah karena sebentar lagi ujian nasional. Ketika membuka pintu pagar, aku melihat sebuah mobil terparkir di samping mobil Papa. Mungkin teman Papa datang berkunjung.
Aku pun memasuki rumah dengan mengucap salam. Mengulas sebuah senyuman dan menyapa semua orang, menyalami kedua orang tuaku dan pasangan suami istri yang berkunjung. Tak lupa seorang remaja yang masih berseragam SMA disana. Aku pun menyalaminya dan tersenyum padanya.
DEG!
Ada yang aneh dengan jantungku. Dia berdetak sangat keras terutama saat kulihat sang pemuda mengulas senyum hangatnya. Satu kata untuknya, tampan.
“Kenalin, Jeng, anak pertamaku, Lily namanya,” Mama memperkenalkanku pada kedua tamunya.
“Ly, ini temen Mama dan Papa. Om Hermawan, rekan seprofesi Papa. Cuma dinasnya di Ajibarang. Baru saja mutasi ke Wangon. Ini istrinya, Tante Rani dan ini anak bungsunya, Ricky,
“Bu Lily. Makin cantik aja deh,” Gema si murid tengil mulai beraksi.“Makasih, Gema. Ibu kan’ cewek ya cantik lah masa ganteng?” Terdengar suara tawa murid lain.Saat ini, kami sedang praktek pemisahan campuran di lab Kimia. Letak lab berada paling ujung timur bersebelahan dengan lab Biologi dan lab Matematika/Fisika.Kami menggambil sub tema kristalisasi. Kristalisasi adalah proses pemisahan campuran dengan cara menguapkan pelarutnya hingga di peroleh kristal-kristal zat padat. Contoh kristalisasi air laut menjadi garam dapur.Namun, kali ini praktik kristalisasi aku modifikasi. Dimana campuran yang digunakan adalah sari buah atau tanaman tertentu seperti jahe, kunyit, asam atau rempah yang lain. Sari tersebut diperoleh dengan cara diblender, saring airnya kemudian panaskan dengan api sedang. Jangan lupa tambahkan gula pada campuran. Selalu diaduk, kondisi api tidak boleh terlalu panas. Aduk terus sampai diperoleh butiran kr
Hari ini kami akan pergi ke Pangandaran buat liburan. Libur semester adalah berkah tersendiri bagi kami sekeluarga.Aku cemberut, mengerucutkan bibirku sebagai bentuk protes. Tapi sepertinya tidak mempan. Sebal.“Ish, enggak usah cemberut gitu. Ntar cantiknya ilang,” ucap Mama sambil berbisik.“Masa’ Mama ngajak dia?” bisikku lirih.“Kamu enggak kasihan sama Papa disuruh nyetir ke Pangandaran sendirian? enggak ada yang gantiin. Kamu kan masih belajar nyetir belum ahli,”“Iya, Mbak. Harusnya kita bersyukur ada sopir sukarelawan. Ganteng lagi,” Lala ikut menimpali.Aku menatap mereka berdua sebal, sedangkan yang ditatap hanya cengengesan jahil.“Udah siap semua. Ayok berangkat,” titah Papa.“Siap!” kompak Mama dan Lala antusias. Sedang aku memilih diam. Moodku sudah ambyar.Kami akhirnya berangkat menuju Pangandaran. Ricky jadi sopir, Pa
“Bikin apa?” bisik suara tepat di samping telingaku.Aku menatapnya sebal. Memilih fokus membuat jus mangga. Kulirik jam di dinding ternyata sudah jam sembilan, pagi sekali udah ngapelin.“Ckckck. Orang nanya itu dijawab, dosa tahu!”“Udah lihat kan’ aku lagi ngapain?”“Lihat. Bikin jus mangga. Pasti pakai bumbu cinta. Jangan lupa bagi ya,” ucapnya dengan seringai menggoda.“Enggak boleh. Sana beli sendiri!”“Pelit. Jangan pelit-pelit kenapa?”“Bodo! Orang mangga aku sendiri kok, kenapa situ sewot?”“Duh. Galaknya calon istriku. Tambah manis aja,” ucapnya sambil menoel daguku. Otomatis aku memukul tangannya.“Udah dibilangin bukan muhrim. Jangan pegang-pegang!”“Makanya mau tak halalin biar akunya bisa sering khilaf,”“Ogah!”“Ckckckck. Masi
Aku melenggang santai dan beberapa kali berhenti untuk mengambil barang belanjaan sesuai daftar, Ricky yang mendorong troli. Aku cek satu persatu daftar dan belanjaan takut ada yang tertinggal.Setelah membayar semuanya, Ricky mendorong troli menuju tempat penitipan barang.“Kok malah dititipin?”“Aku mau ke bagian bookstore dulu, mau beli beberapa buku pendamping buat UN,”Okelah. Lagian aku juga suka ke toko buku. Buat nyari referensi novel maksudnya, hahaha...Sampai dibagian bookstore, aku langsung melenggang ke bagian novel. Aku senang sekali, melihat-lihat novel dan membaca sinopsisnya. Walau aku ini orang eksak tapi jujur, membaca novel adalah hobiku. Aku terlalu asik memilah dan memilih sampai tak mengenal waktu.Saat secara tak sengaja aku melihat pantulan seseorang melewati kaca di depanku. Orang itu tengah bersidekap mengamati sembari tersenyum. Aku menole ke arahnya.
“Lily....” teriakan Resa memekakkan telingaku.“Apa, Non? Udah jadi ibu, tapi kelakuan masih bar-bar,” sahutku.“Kangen tahu! Lama enggak ketemu,” ucapnya cengengesan.“Perasaan hampir tiap minggu aku nemenin kamu deh?”“Hahaha... Iya sih. Eh, Mbak Ning gimana?”“Katanya udah mulai sering kontraksi palsu. Tinggal nunggu aja,”“Haduh, kalah saing aku sama dia. Dia sekali mbrojol langsung dua,”“Iya, Mbak Ning hamil anak kembar, cewek katanya, Aduh bikin iri,”“Kamu sama Pak Kutub kapan diresmikan?” seketika aku mengerutkan dahi,“Pak kutub?” tanyaku tak mengerti.“Ckckck, Mas Ricky. Itu julukan anak-anak buat dia,” jawab Resa.Aku melongo. Sebegitu mengerikankah dia? Kok kalau sama aku beda ya? Adanya jahil dan mesum.“Eh, Ly. Mas Ricky kalau sama kamu gima
“Ly,” Seseorang di belakangku berbisik. Aku acuh, berusaha mendengarkan pidato Pak Kepsek saat briefing pagi.“Ly,” bisiknya lagi.Bodo amat, anggap angin lalu. Semenjak pertemuan kami di mall tiga hari yang lalu. Aku memang menjaga jarak. Segala akses komunikasi sengaja kuputus kecuali masalah pekerjaan. Nomer HP-nya bahkan kublokir. Dua kali ia mendatangi rumahku tapi aku selalu menghindar dengan alasan menginap di rumah Resa.Di sekolah pun, ia tidak bisa mengobrol berdua denganku, karena Resa selalu menjadi garda terdepan pemutus usahanya. Dengan berbagai alasan, Resa selalu bisa membuatku tak pernah jauh dari radius jarak pandangnya.Kulihat tingkah laku sang mantan yang nampak frustasi, dan aku tak peduli.Genap satu bulan aku bisa menghindari Ricky. Di hadapan orang lain kami tampak biasa saja. Bahkan sejak seminggu yang lalu, praktis kami tidak pernah bertemu untuk satu bulan ke depan. Karena saat ini, ia ha
Persiapan ujian praktek sekolah dan ujian sekolah sedang kami persiapkan, sibuk sekali rasanya. Bener-bener butuh refreshing. Resa berulang kali mengeluh, katanya waktu buat Aurora jadi berkurang. Cie... Sindrom mahmud alias mamah muda.Dari Mas Tama, aku tahu Ricky baru saja menyelesaikan ujian PPG-nya. Paling sebentar lagi pulang kesini. Mas Tama bercerita di ruang guru, tapi lirikan matanya jelas tertuju padaku. Ah Mas Tama, tahu saja kalau ada yang rindu.“Nih ya, Dek, kalau Ricky lulus PPG. Tahun depan sertifikasinya turun. Lumayan enggak tuh? bisa nyicil buat beli rumah,” Mas Tama melirikku.“Iya ya, Mas? Wah, calonnya Ricky mesti seneng ini. Habis nikah langsung pindah rumah,” Mbak Ning ikut mengompori.Astaga mereka ini. Sengaja betul menyindirku. Kalau Resa adalah garda terdepan melebarkan jarak jangkauan. Pasangan ini justru garda terdepan buat mendekatkan jarak jangkauan.***Saat aku baru saja mem
Kejadian kemarin masih memberikan efek trauma bagi beberapa penghuni sekolah. Terutama siswa yang melihatnya secara langsung.Kronologis kenapa ular bisa menggigit Ricky ternyata berawal dari ulah Satria. Ketika menunggu, namanya disebut saat ujian praktek. Dia bermain ke belakang lab Matematika. Kebetulan disana ada sedikit lahan dengan lebar dua meter.Banyak rumput yang tumbuh subur disitu dan belum sempat dibersihkan mengingat letak lab di bagian paling belakang jadi mendapat prioritas terakhir untuk dibersihkan.Terdapat beberapa lubang yang sepertinya menjadi tempat sarang ular. Dengan sikap sok’ jagoannya, dia menyodok lubang-lubang tersebut dengan sebilah ranting yang ia bawa dari luar. Ternyata di dalam salah satu lubang ada ular yang cukup besar.Mengira bahwa itu hanya ular jali, Satria bertingkah seperti Panji si penakluk ular. Ia menggunakan ranting untuk mengangkat hewan melata tersebut. Ternyata si ular langsung menegakkan tubuhnya. R
Aku hanya bisa menahan kekesalanku. Demi Allah, ingin rasanya meluapkan segala amarahku tetapi aku memilih diam. Aku tak mau mempermalukan diriku sendiri. Cukup dia yang tidak tahu malu, bukan aku.Saat ini sedang diadakan reuni angkatan matematika beberapa angkatan. Mas Ricky tentu saja datang bahkan dialah ketuanya. Aku, ikut datang tentu saja. Selain karena di rumah aku tidak ada kegiatan apa-apa, aku juga rindu sama ketiga anakku.Ina sekarang menjadi dosen di almamaterku. Iya, dia jadi dosen kimia. Sementara adiknya Ana, kini sedang menempuh S2 matematika. Sementara Gamma, dia kuliah di Undip ambil teknik kimia. Eh, aku lupa bilang ya, kalau aku udah jadi nenek-nenek. Udah punya cucu cowok satu usianya kini tiga tahun. Meski udah beruban dan kerutan dimana-mana tetep gerakanku masih gesit. Makanya cucuku manggil aku neli alias nenek lincah."Dek. Kok gak makan?" Sebuah suara terdengar dan sedikit mengagetkanku."Males.""Eh, itu so
Aku baru saja memarkirkan motorku di halaman rumah. Kulirik jam tanganku, pukul lima lewat lima menit. Segera saja aku masuk ke dalam rumah.Aku mengedarkan pandang mata. Tumben sepi, ngomong-ngomong duo krucilku mana? Mungkin sedang jalan-jalan dengan Eyang Kakung dan Eyang Putrinya. Jadi, aku memutuskan ke kamar dan segera mandi.“Bunda,”Aku tersenyum menatap ke arah dua gadis cilik, mereka langsung berlari ke arahku. Si sulung sampai lebih dulu, adiknya pun menyusul.“Bunda, Ina kangen,” ucap si sulung yang kini berusia tujuh tahun.“Ana juga kangen, bunda,” ucap si nomer dua. Alkana Betania Mehrunissa adalah nama yang kami berikan untuk putri kedua kami yang kini berusia tiga tahun.“Bunda juga kangen sama kalian,” ucapku dan memeluk keduanya.Kami bertiga masih berpelukan seperti Telletubies. Pelukan kami terhenti karena suara salam dari satu-satunya lelaki dalam keluarga ini.
POV LilyTiga bulan sudah aku berstatus menjadi seorang istri dari Alfaricky Ramadhan. Alhamdulillah aku bahagia. Walaupun masalah rumah tangga selalu ada, tapi sampai saat ini kami masih bisa melewatinya.Kami dalam perjalanan ke Purwokerto, mau memeriksakan diri ke dokter. Seminggu ini Mas Ricky mengalami gejala mual-mual parah setiap pagi. Tak ada sesendok nasi pun yang bisa masuk. Kalau dipaksa pasti muntah. Bahkan bubur ayam yang biasanya menjadi sarapan favoritnya ditolak mentah-mentah.Akhirnya kami memaksanya ke dokter. Saat di bawa ke dokter yang praktek di Jatilawang, beliau malah menyarankan aku untuk diperiksa. Bahkan memberikan rujukan dokter siapa saja yang bisa aku hubungi. Karena menurut dugaan dokter Anwar, suamiku terkena gejala 'ngidam' alias aku hamil.Setelah itu, aku langsung memborong 5 testpeck dan paginya kucoba semua dan hasilnya dua garis semua. Alhamdulilah. Karena itulah hari ini kami dalam perjalanan ke dokter k
POV RickyDini hari aku terbangun. Kurasakan seseorang berada dalam dekapanku. Istri tercinta sekaligus cinta pertamaku. Seorang gadis istimewa yang membuatku jatuh cinta sampai gagal move on.Pikiranku berkelana ke masa lalu. Bagaimana pertemuan pertama kami, hingga kami bisa pacaran lalu akhirnya putus. Semua masih terekam jelas dalam memori ingatan.Kuingat hari-hari setelah putus dengannya adalah hari terberat bagiku. Salahku juga, kenapa aku lebih perhatian pada Mutia daripada pacarku sendiri. Ini semua karena permintaan Tante Fania. Seorang janda yang rumahnya masih satu kompleks dengan rumahku. Hanya karena rasa simpati yang berlebihan justru jadi bumerang untukku.Mutia sangat gencar menemuiku dan memintaku jadi pacarnya setelah aku putus dari Lily. Bahkan beberapa kali memohon sambil berurai air mata. Aku menolak dengan tegas bahkan menjauhinya. Apalagi setelah mengetahui sifat asli dari Tante Fani
Aku menggeliat mencoba membuka mata. Merasakan ada seseorang yang menyentuhkan tangannya pada pipiku.“Bangun, Sayang.”“Hem,” Aku menatap suamiku yang masih bertelanjang dada. Ya Tuhan nikmat-Mu sungguh luar biasa.“Bangun. Tuh denger suara ngaji di masjid sudah kedengaran. Bentar lagi subuh. Ayok mandi junub!” Dia membangunkanku sambil memainkan hidung mancungnya pada ujung hidungku. Geli sekali.Akhirnya aku bangun dan mencoba duduk, sedikit meringis. Kemudian menatap sekeliling kamar. Berantakan sekali, baju yang semalam kami pakai berantakan di lantai, kertas tissu yang menumpuk di tempat sampah bahkan ada sedikit yang bernoda merah, belum lagi rambutku yang awut-awutan. Ah, malu sekali.“Kenapa hem? Masih sakit?”Aku hanya menggeleng.“Mandi yuk! Mau bareng apa mau sendiri-sendiri?” tanyanya dengan seringai menggoda.“Sendiri aja, Mas.”“
Aku menghembuskan nafas lelah. Hari ini capek sekali. Tamu yang datang benar-benar tak ada henti-hentinya.Selepas ashar, banyak teman SD, SMP dan SMA-ku yang datang. Termasuk Fida dengan membawa gandengan baru. Syok aku dibuatnya. Waktu itu dia datang ke rumah dan curhat kalau mau pisah dengan suaminya, padahal mereka sudah punya anak berusia 2 tahun. Alasannya karena tidak ada kecocokan.Selepas isya, kami pun masih kedatangan tamu. Sekarang malah kebanyakan tamunya Mas Ricky. Ada salah satu tamunya yang sangat ganteng. Sama gantengnya dengan suamiku. Bedanya kalau suamiku kulitnya eksotis tapi kelihatan macho, kalau yang ini putih bersih kaya Lee Min Ho, ahohoho.“Bukan muhrim. Enggak usah kayak gitu mandangnya!” Pak suami mulai cemburu.“Habisnya dia ganteng, Mas. Kayak Lee min Ho,” bisikku.Dia menatapku tajam. Aku meringis. Aduh salah ngomong nih.“Oh ya, Ky. Aku rencana mau balik juga ke kampung,” k
Suara berisik di dapur rumah menandakan penghuninya sedang sibuk. Ya, hari ini keadaan di rumahku sibuk sekali. Semua orang nampaknya begitu sibuk.Mama sibuk memberikan instruksi sedangkan Papa menyambut tamu. Bahkan Lala pun sibuk. Iya, sibuk selfi dan pasang segala aktivitas di rumah ke akun sosmednya.Lalu aku? Aku sedang duduk cantik menikmati elusan terampil si ahli henna pada kedua telapak tangan. Ya, besok aku akan menikah. Akhirnya jodohku fixed ketemu di usiaku yang genap ke-26 sebulan yang lalu.Ternyata jodoh memang seunik itu. Aku dan Mas Ricky. Uhuk... Setelah kejadian di pantai beberapa bulan yang lalu dimana tanpa sadar aku memanggilnya 'Mas' jadinya keterusan hingga sekarang.Kalau diingat-ingat konyol sekali. Aku mengenalnya saat usia 15 tahun, pacaran diusia 17 tahun lalu putus setelah 3 tahun pacaran gara-gara kesalah pahaman yang disengaja. Iya disengaja oleh Mutia. Sebel aku kalau ingat sama dia. T
“Uh, seger banget anginnya ya, Ly?”“Heem,” ucapku sambil sesekali mencium pipinya gemas.“Wah, kamu kayaknya seneng banget, Ly? pakai acara cium-cium juga,”“Hehe, habis dianya lucu. Pipinya gembul lagi,”“Ya iyalah, anak aku gitu. Ya kan, Aurora?” Resa mencubit gemas putrinya yang sudah berusia delapan bulan.Saat ini kami sedang menikmati semilir angin di Jetis. Pulang sekolah, aku langsung menuju ke Jetis. Sebelumnya aku ke rumah Resa untuk meminjam bajunya. Malas soalnya kalau harus pakai seragam keki ke pantai.“Noh, lihat,” bisik Resa.“Apa?” Aku pun ikut berbisik.“Ada orang yang kesel rupanya. Kayak pengin nyemprot orang,”“Iya. Kamu yang bakalan disemprot,” Kami terkikik.Aku sesekali melirik Ricky yang memilih duduk sangat jauh dari kami berdua. Jangan lupakan muka kesalnya. Ya. Akhi
Saat ini aku sedang berkutat di dapur, mencoba membersihkan cumi-cumi dari tintanya. Setiap libur, aku sering bereksperimen. Mencoba memasak hal yang aneh-aneh dan agak rumit. Minggu kemarin aku mencoba memasak rica-rica ayam, kali ini aku mencoba memasak cumi saus tiram. Mama sudah tahu kebiasaanku ini.“Nah, gitu. Wanita mau punya jabatan apapun tetep harus bisa masak. Biar suaminya betah,” Mama selalu ngomong begitu, tapi tidak berlaku untuk Lala, karena itu anak selalu punya argumen.Sambil memasak, aku berdendang lagu Caka milik Novi Ayla. Oh, jangan lupakan gerakan seluruh badan, goyang sana-goyang sini. Aseeekkkk. Mama sering menegurku. Katanya ora ilok atau pamali masak sambil nyanyi tapi tak kugubris.Aku pun mematikan kompor setelah yakin rasa masakanku sudah pas, sip. Tinggal eksekusi dan minta saran dari sang koki utama yaitu Mama. Aku pun memasukkan hasil masakanku ke dalam mangkok, berbalik badan dan tara ....