Home / Rumah Tangga / Rujak Pedas di Muka Istriku / Bab 7: Kejutan dari Ana

Share

Bab 7: Kejutan dari Ana

Author: Nendia
last update Last Updated: 2025-04-17 04:10:00

Bab 7: Kejutan dari Ana

Pertengkaran dengan Mas Radit membawa emosi sampai rumah. Aku mencengkeram rambut dan terus mondar-mandir di ruang tamu.

Punya kakak kok sialan sekali. Istri dan anakku dia jadikan lelucon. Meski aku mencintai Ketrin, aku tak ikhlas kalau Ana menikah dengannya. Mana mungkin kubiarkan anakku memanggil ayah pada orang lain.

Aku menepuk-nepuk jidat. Ke mana lagi harus kucari Ana.

“Ustazah ... Ustazah ....” suara panggilan anak-anak terdengar ramai di depan rumah.

Aku segera menghampiri mereka. “Cari siapa kalian?”

“Ustazahnya belum pulang, Om?”

“Belum. Tidak ada Ustazah di sini.”

“Yaaah ....” Mereka mengeluh, lalu pergi meninggalkan halaman rumah.

“Ana...!” Aku menggaruk kepala agak kasar. “Semua orang mencarimu.”

*

Bulan berganti. Ana tak juga kembali. Ibu tetap sakit. Hubunganku dengan Mas Radit juga kurang baik. Aku tak memiliki keberanian untuk datang ke kampung Ana karena mereka pasti menolak kehadiranku.

Sedikit sekali yang kutahu tentang Ana. Selain tempat kajian yang sama dengan ibuku, aku tak tahu dia suka pergi ke mana lagi. Berhubung hanya masjid itu yang kutahu, maka setiap minggu aku datang ke sana untuk mencarinya.

Empat minggu berlalu, Ana tak juga muncul. Sepertinya dia sudah meninggalkan kota ini. Karena tak ingin membuang-buang waktu dengan terus datang ke kajian, maka kuminta saja bantuan anggota kajian ini untuk menghubungi jika dia melihat Ana. Aku menjanjikan sejumlah imbalan kalau dia bisa membantu.

“Kenapa sih kamu masih mencari Ana?” tanya Ketrin ketika kami sedang makan malam bersama.

“Ibu masih ingin menemuinya.” Tentu saja ini bukan karena Ibu semata. Melainkan karena ikatan pernikahan, dan juga bayi dalam kandungannya.

“Nanti juga reda sendiri. Harusnya kamu berpikir untuk segera menceraikannya dan merancang kehidupan sama aku, Sayang.” Ketrin memelas dengan sangat manja. Lucu sekali.

“Nanti, ya.” Aku berkata pelan.

“Oh iya, kamu kan bisa menceraikan dia dengan langsung bicara sama ayahnya kan? Secara agama akan jatuh talak kalian. Kalau kalian sudah pisah, aku yakin wanita kampungan itu akan menampakkan diri.”

“Tidak semudah itu. Ibu pasti makin parah kalau aku mengambil jalan seperti itu.”

Ketrin memutar bola mata. “Terus kapan dong ngurusin hidup kita, bosen deh.”

Aku menggenggam tangannya, “sabar, ya.”

“Sabar, sabar mulu. Bete!”

*

Tiga bulan setelah kepergian Ana, aku mendapat kabar kalau Ana kembali menghadiri kajian. Saat mendapat kabar itu, aku sedang jalan-jalan di mall bersama Ketrin.

“Ada yang melihat Ana.” Aku memasukkan ponsel kembali pada kantung celana.

“Yang bener?”

“Ya. Kamu lanjut sendiri, ya. Aku pergi dulu.” Aku mencoba melepaskan tangan Ketrin.

“Gak boleh!”

“Ini demi Ibu.”

“Aku ikut!”

“Ana tidak akan mau balik kalau aku datang sama kamu.”

“Aku gak akan ganggu.”

Aku mengangkat kedua tangan tanda penolakan. “Tidak untuk hari ini. Please, demi Ibu.”

Ketrin tampak cemberut. Aku buru-buru mengambi langkah mundur, lalu balik kanan dan berlari ke parkiran.

Sesaat kemudian, aku sudah ada di depan masjid tempat kajian berlangsung.

Masjid itu tidak terlalu besar. Parkirannya pun sempit. Namun peserta kajian tampak penuh. Beberapa kendaraan diparkir di bahu jalan yang memang sepi ini. Aku memarkirkan kendaraan di bahu jalan seperti yang lain. Duduk di dalam kendaraan sambil menunggu kajian selesai.

Dari pengeras suara, terdengar ustadznya sudah berdoa tanda kajian usai. Aku turun dari mobil dan mulai mencari-cari Ana di dekat gerbang.

“Ana sudah ke luar masjid.” Kabar dari orang suruhanku.

Aku berjingkit. Mencari keberadaan Ana. Hatiku cukup berdebar. Sudah sebesar apa perut Ana sekarang. Apa bayinya sehat?

Aku mengernyit mempertajam pandangan. Ada hal yang terasa cukup janggal. Aku merasa melihat Ketrin dan Ana berjalan bersama. Setelah kupastikan dengan memangkas jarak, ternyata benar saja Ketrin ada di sana. Dia masih menggunakan pakaian yang tadi, hanya dibalut blazer dan selendang.

“Itu dia Mas Adrian.” Ketrin menarik Ana hingga sampai di hadapanku.

“Mas, Adrian.” Ana berseru lirih. 

“Ana?” Dada ini seperti tersentak memanggil nama itu di depan orangnya. Masih kuingat rujak yang memenuhi mukanya malam itu.

Mataku turun melihat perut Ana. Dia agak buncit, kehamilannya pasti sudah menginjak 7 bulan. Apa bayinya sudah bergerak?

“Ya, kan? Sudah kubilang kalau kami semakin bahagia tanpa kehadiranmu.” Ketrin tiba-tiba memeluk lenganku dengan sangat erat sampai aku kesulitan melepasnya.

“Syukurlah kalau kalian bahagia,” kata Ana dengan sangat dingin.

“Ibu mau ketemu sama kamu, Ana. Kamu sudah membuat Ibu sekarat, kamu harus bertanggung jawab.”

“Ana...!” Suara laki-laki dari belakang membuat aku dan Ketrin menengok. Kami sangat kaget karena yang ada di sana adalah Pak Rafasya, CEO perusahaan kami. Pria berpakaian kasual itu berdiri di depan gerbang masjid. Sekitar tiga meter jaraknya dari kami.

“Bukan saya yang harus bertanggung jawab atas kondisi Ibu. Permisi.” Ana beranjak pergi. Dia menghampiri Pak Rafasya.

“Kamu sudah selesai?” Pertanyaan Pak Rafasya masih bisa kudengar.

“Sudah, Mas.”

Mas?

Pak Rafasya membawa Ana menuju mobilnya. Sebuah rolls royce yang terparkir di bahu jalan. Pak Rafasya bahkan membukakan pintunya untuk Ana. Ana masuk mobil dan mereka pun pergi.

“Oh, ya, ampun. Aku gak salah lihat yang barusan kan?” Ketrin mengipas matanya.

“Itu beneran Pak Rafasya? CEO kita bukan sih?” Menepuk menepuk dadaku.

“Ya, itu Pak Rafa.”

“Kenapa dia bisa sama si cewek kampung sialan itu sih?”

Aku juga mempertanyakan hal yang sama.

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 8: Menyerah

    Bab 8: Menyerah (POV Anaya)Malam tragedi itu. Mataku sangat perih dan rasanya seperti terbakar. Aku buru-buru ke kamar mandi dan membilas muka. Seluruh wajahku terasa panas. Perihnya bahkan tidak bisa hilang dengan dibilas air. Apa lagi di bagian mata. Sangat sakit.Aku mengganti pakaian, lalu duduk di sofa sambil memeluk lutut. Tangan tidak henti-hentinya mengusap mata. Sebetulnya ada yang lebih sakit dari mataku ini, yaitu seonggok daging yang bernama hati. Nyeri sekali rasanya. Aku jarang sekali meminta, aku memohon hanya karena sudah tak kuasa menahan. Ini juga karena mengandung anaknya. Jika Mas Adrian tak punya kasih sayang seharusnya punya empati.Aku menunggunya dengan penuh harap dan air liur yang seperti meleleh. Aku begitu bahagia saat motornya kembali terdengar, terbayang saja bagaimana enaknya makan rujak setelah seharian tak ada makanan yang masuk. Namun seperti ini lah sikapnya.Air mataku mulai berderai. Merasakan hati yang seperti diiris-iris. Sakitnya bukan hanya di

    Last Updated : 2025-04-17
  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 9: Rumah Baru

    Bab 9. Rumah BaruIstana. Ini terlalu mewah jika dibilang yayasan. Ini rumah konglomerat. Sangat megah, besar, dan luas.“Ana, karena yayasan sudah tutup, jadi malam ini kamu tidur di rumahku. Besok saya berjanji akan mengantarkanmu ke yayasan.”Aku sungkan. Memangnya boleh orang asing masuk ke rumah semegah ini. Mbak Diana menjelaskan kalau ini biasa baginya, dia tak khawatir memasukkan orang yang butuh bantuan karena niatnya tulus.Aku langsung dijamu begitu memasuki rumah megah itu. Banyak sekali makanan yang mereka sediakan, aku tidak bisa makan banyak karena selalu mual. Beberapa kali menahan muntah saat makan sepotong apel.Mbak Diana melihatku dengan aneh.“Maaf, Mbak, Bukan tak sopan. Saya sebenarnya sedang hamil muda.”“Hamil muda?” Mbak Diana mengernyit. “Terus suamimu melakukan KDRT saat kamu hamil begini?”“Saya tadi mengganggu tidurnya karena pingin rujak. Tapi suami saya marah dan malah menumpahkan semua rujaknya ke muka saya.”“Astagfirullah. Kok ada ya lelaki sejahat i

    Last Updated : 2025-04-19
  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 10: Upah Ngaji

    Bab 10: Upah NgajiAku melihat Mas Adrian ada di parkiran bersama dengan kekasihnya. Ketrin memakai selendang dan kaca mata hitam, Mas Adrian membetulkan letak selendang Ketrin dengan sangat perhatian.Aku mengusap perut. Menghela napas dengan berat. Kuurungkan niat bertemu Bu Santi. Untuk apa aku peduli pada ibunya Mas Adrian sementara Mas Adrian saja berusaha menggantikan namaku di hati ibunya.Aku mengawasi mereka dari kejauhan sampai mereka pulang. Aku harus bisa menerima dengan ikhlas kesakitan ini. Rasanya dicampakkan memang tidak enak, tapi inilah yang terbaik. Kita bisa saling melepaskan.“Ya Allah, jika istri yang dicampakkan suaminya termasuk orang yang terdolimi, maka tolong kabulkan doaku. Engkau tak perlu menghukum Mas Adrian, cukup limpahkan rezeki anakku hingga tumpah ruah, sehatkan badannya, sempurnakan fisiknya, jadikan di sebagai qurotaayun-ku yang akan mengganti setiap air mata ini.”Aku pulang dan kembali mengabari ibu. “Ana tak bisa menengok Bu Santi karena Ketrin

    Last Updated : 2025-04-19
  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 11a. Minta Maaf

    Bab 11: Minta MaafMas Radit turun dari mobil dan menghampiriku. “Astaga, Ana. Susah sekali mencarimu.”“Untuk apa mencari Ana, Mas?”“Ibu selalu menangis ingin bertemu kamu.”“Ana sudah memaafkan Ibu.”“Ibu ingin bertemu denganmu langsung. Kalau kamu benci pada Adrian, seharusnya tidak perlu membenciku dan Mbak Yuri, apa lagi Ibu.”“Ana tidak membenci kalian.”“Kalau begitu jangan menghindar. Kasihan Mbak Yuri, Ana. Ibu selalu mengamuk. Dimandiin ingin Ana, disuapin nolak pengin Ana. Pokonya Mbak Yuri gak bisa istirahat karena ibu selalu mengamuk ingin ketemu Ana.”Aku menghela napas. Aku bisa membayangkan kesulitan Mbak Yuri yang harus mengurus orang tua stroke yang punya keinginan.“Please, Ana. Kalau tidak bisa datang buat ibu setidaknya datanglah untuk Mbak Yuri.”Aku menimbang. “Oke, Ana akan datang. Tapi ada syaratnya.”“Apa?”“Jangan bilang Mas Adrian kalau kalian bertemu Ana. Ana tidak mau bertemu dengan Mas Adrian. Dan kedatangan Ana hanya untuk menengok, tidak untuk yang la

    Last Updated : 2025-04-19
  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 11b. Minta Maaf

    Aku membuka bingkisan yang dikemas keresek ini. Begitu membuka isinya aku langsung merasa mual sampai ulu hatiku terasa nyeri. Aku masih ingat bentuk, rasa, dan pedasnya rujak yang diberikan Mas Adrian. Aku masih hafal bagaimana menyambutnya dengan segenap suka cita berharap bisa memakan rujak. Aku juga tak akan pernah melupakan Mas Adrian yang menumpahkan seluruh rujak pedas ke mukaku. Perut mual dan ulu hatiku sakit. Aku tak bisa menahan diri hingga aku mengotori mobil Mas Radit. Mas Radit langsung turun dan membuka pintu belakang. Mulanya aku menduga bahwa dia akan marah atau memaki-maki karena sudah membuatnya jijik, tapi Mas Radit malah menyerahkan tisu. "Cium ini Ana." Mas Radit buru-buru menyerahkan obat oles. Dia mengajakku ke luar karena mobil jadi kotor. "Maaf Mas, aku mengotori mobilnya." "Kamu bicara apa? Itu hanya mobil." Mas Radit menyerahkan tisu basah. "Bersihkan diri kamu ke toilet, Mas akan membersihkan mobil." "Jangan, Mas. Mas Radit tunggu saja, biar Ana yang

    Last Updated : 2025-04-19
  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 12a: Pamer Kemesraan

    Bab 12: Pamer KemesraanAwalnya aku akan menumpang tinggal di yayasan sementara saja, setidaknya sampai punya uang sendiri, tapi Mbak Diana memintaku tetap tinggal di yayasan mengingat aku yang sering bantu-bantu para pengurus.“Dari pada kamu tinggal di luar, harus bayar kontrakan dan makan, mending kamu tinggal di sini, Ana. Mbak lihat para pekerja merasa terbantu dengan adanya kamu,” seru Mbak Diana.“Sebetulnya Ana mau-mau saja, tapi tempat ini kan untuk orang yang membutuhkan, Mbak. Ana sudah punya uang dan Ana tidak termasuk pada orang yang membutuhkan itu.”“Ya tak apa-apa kamar juga masih banyak yang kosong. Kita saling membutuhkan. Apa lagi kamu harus ngajar ngaji malam hari, Mbak khawatir ada masalah sama kandungan kamu. Mbak sering lihat kamu memberikan motivasi buat anak-anak yatim dan pengidap kanker di sini. Pak Tomo, yang kemarin selalu ngamuk gara-gara kecewa tak diurusi keluarganya saja sekarang bisa adem ayem kok habis ngobrol sama kamu.”Aku tersenyum sambil berpiki

    Last Updated : 2025-04-22
  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 12.b: Pamer Kemesraan

    “Mangganya terlihat enak, ya?”“Mangga punya orang lain, Mas. Ayo sebaiknya kita pulang.” Aku takut air liurku meleleh.“Tunggu dulu.” Mas Radit menghampiri sekuriti, lalu dia meminta mangga yang ada di sana. “Adik saya sedang hamil muda, Pak. Boleh saya minta?”“Boleh saja, Mas. Asal petik sendiri.”“Gampang.”“Mas, tidak perlu.” Aku menghadangnya.“Kamu tunggu di sini. Mas manjat sebentar.” Mas Radit menaikkan lengan sweter. Kemudian dia langsung manjat. Memetik tiga mangga dengan mudah. Setelahnya dia loncat turun.“Tiga ya, Pak.” Mas Radit menunjukkan Mangga muda yang dipetiknya pada sekuriti.“Ya,” seru sekuriti pendek.“Punya kantong keresek. Ini masukkan.”“Ada kantung obat.” Aku mengemasi mangga muda itu dengan perasaan sangat bahagia. Aku memang tak bisa makan rujak, tapi mangga muda ini bukan rujak. Jadi aku pasti bisa memakannya.Sepanjang jalan, aku memeluk tasku dengan amat senang. Aku akan langsung memotongnya begitu sampai di yayasan.Mas Radit mengantarkanku sampai ger

    Last Updated : 2025-04-22
  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 13.a: Radit Keterlaluan

    Bab 13: Radit Keterlaluan (Pov Adrian)Jujur aku sangat syok melihat Ana bersama Pak Rafasya. Kok bisa dia berkenalan dengan orang atas. Aku pun sulit sekali ingin berbicara dengan Pak Rafasya—harus menunggu berjam-jam.Istri kurang ajar. Apa dia selingkuh dengan bosku?"Mas, Kok, diam saja." Ketrin menghempas tanganku yang sejak tadi dia peluk."Aku juga tidak tahu kenapa Ana kenal sama Pak Rafasya.""Jangan-jangan mereka selingkuh? Lihat Pak Rafasya hari ini bawa mobil apa? Itu mobil yang gak pernah dia bawa ke kantor loh. Masa orang yang gak spesial diajak pake mobil mewah itu. Pak Rafasya bukain pintunya pula." Ketrin jadi gusar. Dia buru-buru ke jalan raya untuk melihat kepergian Ana."Aku harus cari tahu kenapa Pak Rafa bisa kenal sama si kampungan itu. Masa iya jadi selingkuhannya Pak Rafa. Gak mungkin selera Pak Rafa rendahan begitu. Dia lagi buncit pula."Aku tidak suka mendengar perkataan Ketrin yang terakhir. Ana bukan buncit, dia hamil anakku.Aku segera naik mobil dengan

    Last Updated : 2025-04-22

Latest chapter

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 13.b

    Minggu berikutnya. Aku kembali menunggu Ana di depan masjid. Aku tak yakin dia akan kembali. Tapi usaha saja.Ana ternyata datang. Aku segera menghampirinya. Menangkap tangan wanita yang buru-buru mau kabur ini."Tunggu, Ana!""Ada apa lagi sih, Mas. Mau pamer kebahagiaan lagi?"“Ayo kita pulang!”“Pulang? Sejak kapan aku punya tempat di rumah itu?”“Mas minta maaf, Ana. Mas hanya emosi malam itu.” Aku tidak mengerti perasaanku, tapi rumah itu harus diisi kembali oleh Ana. Rumahku terlalu sepi tanpa Ana.“Tapi perbuatan Mas Adrian membuat aku mengerti kalau Mas Adrian tidak akan pernah mencintaiku dan bayi yang aku kandung.” Ana selalu bilang ‘Ana’ pada dirinya sendiri. Sekarang dia menyebut ‘aku’ seolah menunjukkan kalau aku bukan orang terdekatnya lagi.“Itu tidak benar, Ana.”“Itu artinya Mas mencintaiku?”Aku terdiam. Bimbang.“Aku tahu jawabannya. Mas Adrian hanya minta aku kembali untuk Ibu kan? Agar aku bisa menemani Ibunya Mas Adrian. Maaf, Mas. Aku tidak bisa.” Ana kembali be

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 13.a: Radit Keterlaluan

    Bab 13: Radit Keterlaluan (Pov Adrian)Jujur aku sangat syok melihat Ana bersama Pak Rafasya. Kok bisa dia berkenalan dengan orang atas. Aku pun sulit sekali ingin berbicara dengan Pak Rafasya—harus menunggu berjam-jam.Istri kurang ajar. Apa dia selingkuh dengan bosku?"Mas, Kok, diam saja." Ketrin menghempas tanganku yang sejak tadi dia peluk."Aku juga tidak tahu kenapa Ana kenal sama Pak Rafasya.""Jangan-jangan mereka selingkuh? Lihat Pak Rafasya hari ini bawa mobil apa? Itu mobil yang gak pernah dia bawa ke kantor loh. Masa orang yang gak spesial diajak pake mobil mewah itu. Pak Rafasya bukain pintunya pula." Ketrin jadi gusar. Dia buru-buru ke jalan raya untuk melihat kepergian Ana."Aku harus cari tahu kenapa Pak Rafa bisa kenal sama si kampungan itu. Masa iya jadi selingkuhannya Pak Rafa. Gak mungkin selera Pak Rafa rendahan begitu. Dia lagi buncit pula."Aku tidak suka mendengar perkataan Ketrin yang terakhir. Ana bukan buncit, dia hamil anakku.Aku segera naik mobil dengan

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 12.b: Pamer Kemesraan

    “Mangganya terlihat enak, ya?”“Mangga punya orang lain, Mas. Ayo sebaiknya kita pulang.” Aku takut air liurku meleleh.“Tunggu dulu.” Mas Radit menghampiri sekuriti, lalu dia meminta mangga yang ada di sana. “Adik saya sedang hamil muda, Pak. Boleh saya minta?”“Boleh saja, Mas. Asal petik sendiri.”“Gampang.”“Mas, tidak perlu.” Aku menghadangnya.“Kamu tunggu di sini. Mas manjat sebentar.” Mas Radit menaikkan lengan sweter. Kemudian dia langsung manjat. Memetik tiga mangga dengan mudah. Setelahnya dia loncat turun.“Tiga ya, Pak.” Mas Radit menunjukkan Mangga muda yang dipetiknya pada sekuriti.“Ya,” seru sekuriti pendek.“Punya kantong keresek. Ini masukkan.”“Ada kantung obat.” Aku mengemasi mangga muda itu dengan perasaan sangat bahagia. Aku memang tak bisa makan rujak, tapi mangga muda ini bukan rujak. Jadi aku pasti bisa memakannya.Sepanjang jalan, aku memeluk tasku dengan amat senang. Aku akan langsung memotongnya begitu sampai di yayasan.Mas Radit mengantarkanku sampai ger

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 12a: Pamer Kemesraan

    Bab 12: Pamer KemesraanAwalnya aku akan menumpang tinggal di yayasan sementara saja, setidaknya sampai punya uang sendiri, tapi Mbak Diana memintaku tetap tinggal di yayasan mengingat aku yang sering bantu-bantu para pengurus.“Dari pada kamu tinggal di luar, harus bayar kontrakan dan makan, mending kamu tinggal di sini, Ana. Mbak lihat para pekerja merasa terbantu dengan adanya kamu,” seru Mbak Diana.“Sebetulnya Ana mau-mau saja, tapi tempat ini kan untuk orang yang membutuhkan, Mbak. Ana sudah punya uang dan Ana tidak termasuk pada orang yang membutuhkan itu.”“Ya tak apa-apa kamar juga masih banyak yang kosong. Kita saling membutuhkan. Apa lagi kamu harus ngajar ngaji malam hari, Mbak khawatir ada masalah sama kandungan kamu. Mbak sering lihat kamu memberikan motivasi buat anak-anak yatim dan pengidap kanker di sini. Pak Tomo, yang kemarin selalu ngamuk gara-gara kecewa tak diurusi keluarganya saja sekarang bisa adem ayem kok habis ngobrol sama kamu.”Aku tersenyum sambil berpiki

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 11b. Minta Maaf

    Aku membuka bingkisan yang dikemas keresek ini. Begitu membuka isinya aku langsung merasa mual sampai ulu hatiku terasa nyeri. Aku masih ingat bentuk, rasa, dan pedasnya rujak yang diberikan Mas Adrian. Aku masih hafal bagaimana menyambutnya dengan segenap suka cita berharap bisa memakan rujak. Aku juga tak akan pernah melupakan Mas Adrian yang menumpahkan seluruh rujak pedas ke mukaku. Perut mual dan ulu hatiku sakit. Aku tak bisa menahan diri hingga aku mengotori mobil Mas Radit. Mas Radit langsung turun dan membuka pintu belakang. Mulanya aku menduga bahwa dia akan marah atau memaki-maki karena sudah membuatnya jijik, tapi Mas Radit malah menyerahkan tisu. "Cium ini Ana." Mas Radit buru-buru menyerahkan obat oles. Dia mengajakku ke luar karena mobil jadi kotor. "Maaf Mas, aku mengotori mobilnya." "Kamu bicara apa? Itu hanya mobil." Mas Radit menyerahkan tisu basah. "Bersihkan diri kamu ke toilet, Mas akan membersihkan mobil." "Jangan, Mas. Mas Radit tunggu saja, biar Ana yang

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 11a. Minta Maaf

    Bab 11: Minta MaafMas Radit turun dari mobil dan menghampiriku. “Astaga, Ana. Susah sekali mencarimu.”“Untuk apa mencari Ana, Mas?”“Ibu selalu menangis ingin bertemu kamu.”“Ana sudah memaafkan Ibu.”“Ibu ingin bertemu denganmu langsung. Kalau kamu benci pada Adrian, seharusnya tidak perlu membenciku dan Mbak Yuri, apa lagi Ibu.”“Ana tidak membenci kalian.”“Kalau begitu jangan menghindar. Kasihan Mbak Yuri, Ana. Ibu selalu mengamuk. Dimandiin ingin Ana, disuapin nolak pengin Ana. Pokonya Mbak Yuri gak bisa istirahat karena ibu selalu mengamuk ingin ketemu Ana.”Aku menghela napas. Aku bisa membayangkan kesulitan Mbak Yuri yang harus mengurus orang tua stroke yang punya keinginan.“Please, Ana. Kalau tidak bisa datang buat ibu setidaknya datanglah untuk Mbak Yuri.”Aku menimbang. “Oke, Ana akan datang. Tapi ada syaratnya.”“Apa?”“Jangan bilang Mas Adrian kalau kalian bertemu Ana. Ana tidak mau bertemu dengan Mas Adrian. Dan kedatangan Ana hanya untuk menengok, tidak untuk yang la

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 10: Upah Ngaji

    Bab 10: Upah NgajiAku melihat Mas Adrian ada di parkiran bersama dengan kekasihnya. Ketrin memakai selendang dan kaca mata hitam, Mas Adrian membetulkan letak selendang Ketrin dengan sangat perhatian.Aku mengusap perut. Menghela napas dengan berat. Kuurungkan niat bertemu Bu Santi. Untuk apa aku peduli pada ibunya Mas Adrian sementara Mas Adrian saja berusaha menggantikan namaku di hati ibunya.Aku mengawasi mereka dari kejauhan sampai mereka pulang. Aku harus bisa menerima dengan ikhlas kesakitan ini. Rasanya dicampakkan memang tidak enak, tapi inilah yang terbaik. Kita bisa saling melepaskan.“Ya Allah, jika istri yang dicampakkan suaminya termasuk orang yang terdolimi, maka tolong kabulkan doaku. Engkau tak perlu menghukum Mas Adrian, cukup limpahkan rezeki anakku hingga tumpah ruah, sehatkan badannya, sempurnakan fisiknya, jadikan di sebagai qurotaayun-ku yang akan mengganti setiap air mata ini.”Aku pulang dan kembali mengabari ibu. “Ana tak bisa menengok Bu Santi karena Ketrin

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 9: Rumah Baru

    Bab 9. Rumah BaruIstana. Ini terlalu mewah jika dibilang yayasan. Ini rumah konglomerat. Sangat megah, besar, dan luas.“Ana, karena yayasan sudah tutup, jadi malam ini kamu tidur di rumahku. Besok saya berjanji akan mengantarkanmu ke yayasan.”Aku sungkan. Memangnya boleh orang asing masuk ke rumah semegah ini. Mbak Diana menjelaskan kalau ini biasa baginya, dia tak khawatir memasukkan orang yang butuh bantuan karena niatnya tulus.Aku langsung dijamu begitu memasuki rumah megah itu. Banyak sekali makanan yang mereka sediakan, aku tidak bisa makan banyak karena selalu mual. Beberapa kali menahan muntah saat makan sepotong apel.Mbak Diana melihatku dengan aneh.“Maaf, Mbak, Bukan tak sopan. Saya sebenarnya sedang hamil muda.”“Hamil muda?” Mbak Diana mengernyit. “Terus suamimu melakukan KDRT saat kamu hamil begini?”“Saya tadi mengganggu tidurnya karena pingin rujak. Tapi suami saya marah dan malah menumpahkan semua rujaknya ke muka saya.”“Astagfirullah. Kok ada ya lelaki sejahat i

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 8: Menyerah

    Bab 8: Menyerah (POV Anaya)Malam tragedi itu. Mataku sangat perih dan rasanya seperti terbakar. Aku buru-buru ke kamar mandi dan membilas muka. Seluruh wajahku terasa panas. Perihnya bahkan tidak bisa hilang dengan dibilas air. Apa lagi di bagian mata. Sangat sakit.Aku mengganti pakaian, lalu duduk di sofa sambil memeluk lutut. Tangan tidak henti-hentinya mengusap mata. Sebetulnya ada yang lebih sakit dari mataku ini, yaitu seonggok daging yang bernama hati. Nyeri sekali rasanya. Aku jarang sekali meminta, aku memohon hanya karena sudah tak kuasa menahan. Ini juga karena mengandung anaknya. Jika Mas Adrian tak punya kasih sayang seharusnya punya empati.Aku menunggunya dengan penuh harap dan air liur yang seperti meleleh. Aku begitu bahagia saat motornya kembali terdengar, terbayang saja bagaimana enaknya makan rujak setelah seharian tak ada makanan yang masuk. Namun seperti ini lah sikapnya.Air mataku mulai berderai. Merasakan hati yang seperti diiris-iris. Sakitnya bukan hanya di

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status