Home / Romansa / Roman (sa) Arunika / Episode 17 Memintal Rindu

Share

Episode 17 Memintal Rindu

last update Huling Na-update: 2021-06-11 13:38:18

           Captain Kavalery Kartiko Lazuardi hanya diam sembari menatap angkasa di atasnya. Pemandangan Boeing 737-800NG yang sedang climbing di langit membuat hatinya biru. Matanya sedikit berembun, bukan menangis hanya sedikit haru. Semakin detik hatinya makin menandaskan rasa cinta pada salah satu penumpang dalam pesawat yang melintas di atas kepalanya itu.

            Dari dalam mobil bercat biru dan berplat militer, dia hanya bisa meresapi perpisahan dengan Shanala yang baru saja terjadi. Perdana dalam hidupnya, merasakan rindu yang begitu hebatnya. Dulu dia hanya merindukan orang tua, sekarang sudah bertambah satu manusia. Seorang gadis patah hati yang mencoba bangkit dari depresi sedang menyita seluruh isi otaknya.

            Kalau ditanya sudah rindukah dia, pasti. Dia sangat ingin menaha

Locked Chapter
Ituloy basahin ang aklat na ito sa APP

Kaugnay na kabanata

  • Roman (sa) Arunika   Episode 18 Tak Perlu Kembali

    Kebanyakan aku tak mau bertemu pandang dengannya. Lebih suka menatap pesawat-pesawat yang sedang terparkir rapi di apron bandara. Tentu saja karena aku terlalu malas berada di titik ini. Namun, lelaki di depanku ini berhasil menahan langkahku menghindar, dengan sebuah dalih makan siang di sebuah resto cepat saji yang sepi.Sekuat tenaga menolak, tapi situasiku tak baik. Dia mengajakku di depan para awak kabin yang memandangi kami. Daripada aku mencoreng namaku lagi, lebih baik menurut tanpa banyak kata. Ternyata dia hanya hendak memandangiku seperti ini. Jujur aku tak nyaman dipandang olehnya. Apalagi saat mata itu menuju cincin emas putih di jemari manis tangan kananku. Serasa hendak disidang. Dia bak ingin menelurkan banyak tanya padaku. Silakan saja, aku takkan menjawab apa pun seputar pernikahan dan Cap

    Huling Na-update : 2021-06-11
  • Roman (sa) Arunika   Episode 19 Berbagi Impian

    Mataku menerawang lurus ke pemandangan di luar. Pemandangan kota Kuala Lumpur di sore hari membuat hatiku damai. Lalu lintas ramai, tapi teratur. Gedung berjajar indah, ditata rapi dan asri. Pengagum kesempurnaan sepertiku merasa terpuaskan. Sinar matahari senja yang menerpa kaca hotel lantai 15 ini membuatku hangat. Karena itulah kupegang kaca lebar dan meresapi rasanya. Mataku terpejam cukup lama untuk meresapi suhu ini. Daripada meninggalkan kamar dan ikut yang lain berburu makanan khas kota ini, mendingan aku ngendon sendiri. Berteman kesendirian sebelum Mbak Olia datang dan meramaikan kamar. Aku tak ikut jalan-jalan. Pertama, aku tak nyaman berada di keramaian kota yang asing. Kedua, aku tak nyaman dengan salah satu orang di kerumunan itu. Bena

    Huling Na-update : 2021-06-11
  • Roman (sa) Arunika   Episode 20 Pesan-pesan Rindu

    Mata ini menatap bangga rangkaian baja ringan yang berada lima meter di depan badanku. Ia terlihat ringkih dan lemah, tapi sangat kuat menghadang kerasnya angin. Badannya memang kecil kalau dibanding luasnya angkasa, tapi sanggup menjelajah ribuan jarak. Memindahkan manusia dari satu titik ke titik yang lain. Mengantar manusia menjemput dan meraih impiannya. Ya, aku bangga bekerja dengan benda ini. Pagi ini kujelang penerbangan rute Jakarta – Denpasar – Denpasar – Timika. Sejenak transit di Timika dan terbang lagi dari Timika ke Ujung Pandang. Tugasku akan berakhir di Jakarta. Empat hari kerja yang pasti sangat menguras tenaga. Namun, sekali lagi aku selalu bahagia. Semakin aku menjalani hari, semakin aku berusaha lupa dengan rindu yang makin menyiksa ini. Kujalani

    Huling Na-update : 2021-06-11
  • Roman (sa) Arunika   Episode 21 Memecah Tabungan Rindu

    10 Agustus 2019, tanpa terasa sudah lima bulan aku berstatus sebagai istri pilot. Namun, aku masih bekerja seperti biasa. Kesibukanku tetap, tidak berubah menjadi yang lain. Sibuk naik turun ketinggian, memacu adrenalin siang atau malam. Kadang berangkat pagi, pulang malam. Berangkat dini hari, pulangnya empat hari kemudian. Kesibukan kontinyu yang kusukai sebab tak melulu mengingat tentang rindu. Kalau bisa rasa aneh itu netral saja, karena terlalu malu. Dia sibuk, teramat sibuk. Kami jarang bertukar suara lebih banyak melalui pesan tulisan. Sebab dia terbang dari pagi sampai siang. Kadang dapat jadwal latihan malam. Dilanjut latihan yang lain. Katanya, kesibukan itu untuk mengisi hari ulang tahun negeri ini yang jatuh pada 17 Agustus nanti. Banyak rangkaian kegiatan yang harus dia jalani.Rangkaian kegiat

    Huling Na-update : 2021-06-11
  • Roman (sa) Arunika   Episode 22 Malam yang Pertama

    Pernahkah kalian mengalami sebuah kejadian yang unik, saat kalian terdiam dan tiba-tiba mendengar ada lagu yang terputar dari benak? Padahal di kenyataan tidak ada musik yang sedang terputar, hanya terdengar dari suara hati. Saat ini aku mengalaminya, saat berada di pelukan hangat besarnya ini. Sebuah lagu kesukaannya, “Andaikan Kau Datang Kembali” terputar merdu dan mendayu rasaku. Itu bukan lagu cinta, melainkan lagu religi. Isinya tentang ketakwaan pada Sang Khalik. Kelak apa yang akan kita tunjukkan saat Dia memanggil kita kembali. Sudah jadi apakah kita? Sudah bermanfaatkah kita di dunia ini? Apa yang sudah kita beri selain hanya menerima dan menerima? Semua makna itu kudapatkan dari dia. Mas Kavalah yang menjelaskannya saat

    Huling Na-update : 2021-06-11
  • Roman (sa) Arunika   Episode 23 Pernikahan Sesungguhnya

    “Kav, mamak pu mantu so hamilkah? Mamak mimpi dapat burung puyuh terus ini.” Celotehan ibu paruh baya dari seberang telepon membuat Captain Kava mesem. Seperti biasa, kalau sedang rindu si ibu bisa makin ceriwis bertanya ini dan itu. Lelaki gagah yang sedang duduk di tepi jendela itu mengubah gaya duduknya seraya menyiapkan jawaban yang menyebalkan. Sebagai anak tunggal, hobinya memang menggoda si mamak hingga berteriak kesal. “Ah, Mamak tipu saja mo. Mana ada kaitan antara burung puyuh dengan sa pu istri hamil.” Sesekali lelaki itu melirik ke arah kamar mandi dengan pintu yang tertutup. (Ah, Mamak bohong saja nih. Mana ada kaitan antara burung puyuh dengan kehamilan istri saya) 

    Huling Na-update : 2021-06-11
  • Roman (sa) Arunika   Episode 24 Berhenti

    Pagi ini kujelang dengan dua rasa, bahagia dan sedikit sedih. Bahagia sebab aku masih terbangun di pelukannya yang masih lelap di pagi buta pukul tiga. Sedih karena ini hari terakhirnya di Jakarta. Esok dia harus kembali ke Magetan untuk kembali bertugas. Kami segera terpisah jarak yang tak dekat, lagi. Belum-belum aku sudah menitik air di mata, sedih. Pasti aku akan merindukan pagi, siang, dan malamku bersamanya. Saat dia terlihat sangat bahagia saat menerima setiap buah tanganku meski roti sisa penerbangan. Saat di mana dia setia menungguku di pintu keluar bandara saat aku pulang terbang jam 2 dini hari. Saat aku pulang malam dan dia sibuk memasakkan air untukku mandi. Semua kasih sayang dan perhatiannya pasti sangat kurindukan.&n

    Huling Na-update : 2021-06-11
  • Roman (sa) Arunika   Episode 25 Hari yang Buruk Tlah Kembali

    Berulang-ulang pintu itu diketuk tangan berotot Kava, masih tak ada jawaban. Bujukan manis lembutnya menguap ke udara. Tak ada jawaban berarti dari dalam kamar mandi dingin itu. Hanya terdengar suara air gemericik tanpa suara manusia. Membuat lelaki itu makin cemas dari detik hingga detik. “Dek … buka pintunya, ya? Saya mohon, Dek!” Kava kembali mengetuk pintu sambil menggenggam sebuah kresek kecil. Bujukan dengan suara lembutnya terus mengalir, tapi Nala hanya diam. Keputusannya pergi ke apotek untuk membeli obat luka berbuah sesal. Sepeninggal Kava, Nala beranjak lemas dari ranjang menuju kamar mandi. Dia mengguyur sekujur badannya dengan dinginnya air. Matanya kosong tak ada ekspresi. Tak hanya itu, tangis dan pandangan datar adalah hia

    Huling Na-update : 2021-06-11

Pinakabagong kabanata

  • Roman (sa) Arunika   Special Part 2 Benarkah Tidak Seindah Harapan?

    Blak! Sebuah pintu kayu dibanting dengan kuat oleh dua buah tangan yang gemetaran. Bibir wanita ayu bermata lentik itu bergetar, berusaha dikatupkan erat, dan digigit kuat-kuat. Dia jua menempelkan punggungnya kuat-kuat pada pintu pembatas antara kamar dan ruang tengah rumah dinas itu. Matanya yang lentik perlahan menelurkan bulir bening tiga kali. Kini ada sebuah aliran air mata yang seperti sungai di pipi tembam itu. Wanita ayu itu sedang menangis. Pagi ini sebuah harapannya dipatahkan oleh sebuah kenyataan pahit. Dia kira anak bayi itu adalah sosok yang menyenangkan bila di dekatnya. Nyatanya, wanita ayu bernama Shanala itu merasa salah besar. Justru dia merasa tertekan saat harus menghadapi bayinya yang menangis keras. Suara tangisnya tetap tembus kendat

  • Roman (sa) Arunika   Special Part 1 Momen Pertemuan

    Pagi baru saja mendatangi hari saat aku tercenung sendiri di kamar mandi. Dari kejauhan terdengar merdu suara azan Subuh yang menentramkan hati. Saking syahdunya, air mata satu tetes jatuh di pipi. Apalagi pemandangan alat kecil di atas ubin kamar mandi itu sejenak menimbulkan haru. Dua garis merah nan terang, positif. Aku sedang mengandung buah hati mas Kava. Tentu saja napasku tertahan tak percaya. Untung saja terantisipasi dengan hasil dari alat yang satunya. Aku menoleh ke gelas satunya dan mendapati hasil yang sama. Dua bahkan lima alat kecil pipih itu tetap bergaris dua merah terang. Aku hamil. Jadi, inilah

  • Roman (sa) Arunika   Episode 31 Hari Penebusan Rindu

    Jika bekerja di udara yang penuh risiko itu seperti tidur, maka berkumpul dengan keluarga seperti mimpi yang indah. Setelah menikmati pekerjaan yang menyenangkan itu, serasa mimpi bisa berkumpul dengan bapak, mamak, dan juga dia, Mas Kava. Sekarang kami berempat duduk di meja makan bulat. Sedang menikmati ikan kuah kuning, nasi beras merah, ikan bakar, dan juga kerupuk bawang. Tak lupa mamak memotong buah semangka merah dan kuning. Bapak memecah beberapa kelapa muda dan dibuat es kuwut bali. Makan sederhana seperti ini sudah membuatku sangat bahagia. Mereka lebih mahal dari makanan restoran super mewah. Sebab tak setiap hari aku menikmatinya. “Non, makan yang banyak. Kenapa ko pu badan makin kurus ka?” Mamak membelai pipiku lembut. (Kenapa badanm

  • Roman (sa) Arunika   Episode 30 Cinta

    Dini hari pukul 1 sudah menyapa langit Makassar. Burung besi itu sedang mengarungi langit setinggi 37.000 kaki dengan kecepatan sekitar 600 kilometer/jam. Udara kabin terasa dingin menusuk, sebab udara ketinggian bisa di suhu minus derajat. Rerata penumpang NA-990 sedang terlelap meski di tengah desing mesin jet. Namun, ada sebuah suara yang berbeda dan terasa sedikit mengganggu suasana bising itu. Berisik di tengah kebisingan. Tangis bayi berusia lima bulan terasa menyayat sebagian hati, sebagian lagi memilih tak peduli. Namun, ada jua yang merasa sangat terganggu hingga menoleh ke kursi belakang – tempat si bayi berusaha ditenangkan. Ada si ibu yang frustrasi sebab bayi mungilnya tak henti menangis. Entah karena apa, si ibu sedang menerka-nerka. Mana

  • Roman (sa) Arunika   Episode 29 KruArga

    Terbiasa bekerja dalam risiko membuat semua hal kecil berarti pertanda. Kukira firasat tak enak itu terjadi karena perubahan kecil mas Kava yang senang memanggilku “Sayang” belakangan ini. Ternyata bukan. Ternyata perasaan buruk itu karena sebuah musibah akan menimpa salah seorang sahabat terbaikku. Mbak Astri, yang super ceriwis nan cantik itu telah pergi. Bersama dengan 42 orang penumpang burung besi nahas itu. Mereka terbang terlalu tinggi hingga tak bisa mendarat lagi di dunia. Menyakitkan harus bertutur seperti ini. Lagi, mataku membasah jika menceritakannya. Tak hanya itu, ada rekan baik Mas Kava yang tanpa sadar sering dia ceritakan. Turut pergi selamanya dalam musibah itu. Semua terasa kebetulan, tidak, ini sudah ta

  • Roman (sa) Arunika   Episode 28 Bagaimana Harimu, Sayang?

    “Selamat pagi Desember tanggal 28, semoga baik dan lancar untuk semuanya,” harap Nala sambil menghimpun kedua tangannya di depan hidung dan mulut. Dia memejamkan matanya yang lentik lalu membukanya perlahan. Menghadap ke arah pukul tiga, ada Senior Flight Attendant Donna yang sedang tersenyum manis. Pagi ini, Donna menjadi cabin 1 penerbangan rute Surabaya – Jakarta – Jakarta – Surabaya. Pramugari semampai itu menyapa Nala dengan ramahnya. “Sudah siap, Dek? Lavatory?” Nala mengangguk penuh hormat dengan senyuman indah. “Siap, Mbak. Sudah bersih dan siap digunakan.” Nala menjawab dengan sig

  • Roman (sa) Arunika   Episode 27 Arunika Saya

    Terima kasih Matahari Pagi yang Hangat telah menyapaku di permulaan Desember. Tak terasa, tlah sampailah aku di penghujung tahun ini, bulan Desember tanggal 1. Masih di tahun yang sama, 2019. Tahun penuh kejutan, setelah kesakitan dan air mata. Tahun aku melepas predikat gadis dan lajang, menjadi seorang wanita bersuami. Aku bahagia meski musim sedang hujan. Meski arunika pagi jarang menyapaku, menyisakan hawa dingin di jajaran embun. Tak mengapa sebab sudah ada yang memelukku siang dan malam – saat sedang tak bekerja. Untung saja pagi ini matahari itu menyapaku dengan hangat bahagia. Ini adalah bulan keduaku pindah ke base 2 di Surabaya. Jarak yang lebih dekat dari Magetan. Hanya beberapa jam aku bisa bertemu dengannya, kami tak lagi didera j

  • Roman (sa) Arunika   Episode 26 Bangkit dari Luka

    Nelayan yang sudah berpengalaman pasti sudah terbiasa dengan datangnya badai. Mereka bersiap, mereka telah kuat. Mereka mempersiapkan, membangun tiang-tiang kapal nan kuat. Jika diterjang, mereka akan mudah untuk hidup dan bertahan. Kapal dan nelayannya selamat melewati samudera. Pun sama denganku, badai yang datang lagi ini berusaha kuatasi sekuat tenaga. Meski rasanya sama, sakit sekali. Aku berusaha melewati badai kehidupan seperti seorang nelayan yang berpengalaman. Bukankah sejak kecil aku sudah hidup dalam badai. Maka, air mata di pipiku terasa sudah kering. Mata hanya bisa kosong terpaku pada suatu titik saat mereka sibuk mengurusi “badai”. “Badai” dari masa laluku itu bernama ibu. Dan aku telah terlibat dengannya

  • Roman (sa) Arunika   Episode 25 Hari yang Buruk Tlah Kembali

    Berulang-ulang pintu itu diketuk tangan berotot Kava, masih tak ada jawaban. Bujukan manis lembutnya menguap ke udara. Tak ada jawaban berarti dari dalam kamar mandi dingin itu. Hanya terdengar suara air gemericik tanpa suara manusia. Membuat lelaki itu makin cemas dari detik hingga detik. “Dek … buka pintunya, ya? Saya mohon, Dek!” Kava kembali mengetuk pintu sambil menggenggam sebuah kresek kecil. Bujukan dengan suara lembutnya terus mengalir, tapi Nala hanya diam. Keputusannya pergi ke apotek untuk membeli obat luka berbuah sesal. Sepeninggal Kava, Nala beranjak lemas dari ranjang menuju kamar mandi. Dia mengguyur sekujur badannya dengan dinginnya air. Matanya kosong tak ada ekspresi. Tak hanya itu, tangis dan pandangan datar adalah hia

DMCA.com Protection Status