"Nggak sabaran banget? Masih pagi lho, ngapain buru-buru?" tanya Maxime.Di telinga Reina, ucapan Maxime ini aneh."Maxime, kayaknya kamu sudah keterlaluan deh. Aku ini mama Riki, aku berhak ketemu dia.""Aah ... jadi kamu juga tahu arti kata keterlaluan?" Nada bicara Maxime menjadi dingin, "Kalau gitu, kamu yang sudah misahin aku sama anak-anak sampai lima tahun bisa dibilang keterlaluan nggak?"Hati Reina seolah tertindih batu raksasa, sesak rasanya.Dia mundur selangkah. "Ya sudah, aku tungguin. Siang nanti aku baru ketemu dia."Maxime melangkah maju dan kembali melanjutkan dengan nada dingin."Siang nanti aku mau bawa Riki pulang ke kediaman utama."Pulang ke kediaman utama?Reina langsung teringat apa yang dikatakan Tuan Besar Latief pada Joanna kemarin lusa, "Nggak. Riki harus tinggal sama aku.""Tinggal sama kamu? Ngapain? Liatin kamu pacaran sama pria lain?" Maxime mulai berkata kasar.Reina tercengang.Pacaran?Kapan dia pacaran sama pria lain?"Kamu ngomong apaan sih?""Kalau
"Hah? Kita harus ganti rugi semahal itu?" Ari membelalak tidak percaya."Ya kalau nggak? Uangmu itu kalau nggak dipakai buat donasi yang buat hura-hura. Sekarang kamu nggak punya uang buat bayar ganti rugi." Manajer Ari menghela napas.Ari meminta manajernya menghitung dan ternyata satu-satunya cara untuk membayar ganti rugi cuma dengan menjual rumahnya."Ya udah, kalau gitu jual aja rumahku."Baginya, properti seperti rumah dan mobil tidak begitu penting."Kamu bercanda ya!"Manajer Ari pun malas berdiskusi dengan Ari lagi dan mulai mencari perusahaan mitra yang sebelumnya mengajak Ari kerja sama.Namun setelah semua perusahaan itu tahu skandal Ari, mereka memperkirakan pamor Ari akan meredup dan enggan untuk membantunya. Mereka semua akan menunggu sampai masalah tersebut selesai sebelum membahas kerja sama.Akhirnya manajer bertanya pada Grup IM dan mendapat jawaban berbeda."Ari harus menandatangani kontrak selama tiga tahun, setelah itu perusahaan kami akan bertanggung jawab atas s
Reina yang malu langsung ingin mengecilkan volume ponselnya. Tapi sialnya ponselnya tergelincir dan jatuh ke bawah kursi.Pesan-pesan suara Alana pun terus terputar."Kalau akhirnya kamu mutusin mau pacaran sama dia, kasih tahu aku ya. Aku juga mau ketemu langsung sama si tengil tampan itu.""Eh, katanya dia belum pernah pacaran lho. Polos banget kan, anak ini pasti ratusan kali lebih baik dari Maxime ...."Reina membungkuk untuk mengambil ponselnya, tetapi ponselnya tersangkut di bawah kursi sehingga Reina butuh waktu meraihnya.Wajah Reina merah padam.Si sopir tidak tahu apa yang terjadi di kursi belakang, dia melirik sekilas dan sepertinya tahu kalau akan terjadi bencana. Jadi, dia menaikkan kaca pemisah antara kursi depan dan belakang.Reina akhirnya berhasil mengambil ponselnya dan langsung mematikan pesan suara Alana.Wajah Maxime jadi pucat pasi, "Katanya bahas kerja sama? Ternyata kamu suka daun muda?""Sudah kubilang, ini semua salah paham."Reina langsung mengirim pesan teks
Saat Melisha melihat Riki, dia berbisik pada Elly, "Bu, itu dia anaknya. Meski badannya kecil, dia cukup berbahaya."Elly pun menatap tajam Riki."Nak, apa kamu yang menyakiti Tommy?"Hari ini Tommy duduk di sebelah neneknya, Elly. Melihat ada orang yang mendukungnya, Tommy pun berani memasang wajah sombong.Dalam hati Tommy membatin, "Dasar bocah sialan, mau bersaing denganku untuk posisi pemimpin Keluarga Sunandar? Cih! Dasar anak bawang!"Semalam Melisha memberi tahu Tommy kalau Reina, ibu Riki, hanya orang biasa yang tidak punya dukungan. Jadi, Keluarga Sunandar masih akan tetap menjadi milik Tommy.Reina menggandeng Riki dan menjawab, "Bukannya penjelasanku kemarin lusa sudah cukup jelas?""Kakek mau aku mengulangi penjelasanku?"Tuan Besar Latief tidak menyukai sikap arogan Reina, dia menjawab, "Reina, kemarin itu Tommy nggak sadarkan diri. Perkataanmu cuma penjelasan sepihak dari Riki. Sekarang, Tommy bilang kalau sebenarnya dia nggak pernah berniat menghajar Riki.""Terus ngapa
Riki melanjutkan rekaman itu, "Kamu manggil aku? Kenapa aku harus nurut sama kamu?""Dasar anak haram, berani banget kamu melototin aku!""Tommy, kamu berani masuk sendirian nggak?""Kenapa takut?"Rekaman itu akhirnya membuat semua orang mengerti apa yang terjadi hari itu.Tommy dan yang lainnya sungguh tidak menyangka ternyata Riki akan merekam kejadian hari itu."Bohong! Ini rekaman palsu ...." Tommy menatap Tuan Besar Latief dengan tatapan memelas sambil menangis tersedu-sedu. "Kakek buyut, anak haram ini bohongin Kakek!"Anak haram ....Sama persis dengan yang terdengar di rekaman itu.Meski Tuan Besar Latief ingin pilih kasih, dia tidak punya alasan lain."Pak Fandy, Bu Elly. Kalian sudah dengar sendiri 'kan, Tommy yang duluan cari gara-gara."Orang tua Melisha datang ke sini khusus untuk mencari keadilan bagi cucunya, jadi wajar kalau mereka tidak menerima hasil ini.Fandy mendengus dingin, "Rekaman itu nggak bisa membuktikan apa-apa! Bisa aja anak ini sengaja minta Tommy ngomon
Maxime terlalu malas berdebat omong kosong dengan mereka, jadi dia berkata pada Reina, "Ayo pergi."Reina mengangguk, "Oke."Keduanya membawa Riki pergi.Rendy mencibir, "Cih, masih saja berlagak. Dipikir dia masih CEO Grup Sunandar? Konyol."Mereka tidak menyadari badai apa yang menunggu mereka.Dalam perjalanan pulang, Reina dengan tulus berterima kasih pada Maxime, "Terima kasih ya sudah melindungi Riki.""Dia 'kan anakku, pasti aku lindungi. Nggak perlu berterima kasih," jawab Maxime dengan dingin.Reina sangat kesal dijawab seperti ini, tapi dia diam saja.Maxime melanjutkan, "Kamu percaya Riki nggak nipu Tommy ke bebatuan?""Riki mana mungkin kepikiran hal kayak gitu?" kata Reina.Di mata Reina, Riki seperti anak kelinci yang putih dan mungil, sangat polos dan tidak berbahaya.Maxime terdiam, dia tidak menunjukkan pada Reina video rekaman lanjutan kamera pengawas.Sebenarnya di video itu, setelah Riki membawa Tommy ke bebatuan, dia tidak langsung pergi. Sebaliknya, dia berdiri ti
Dia 'kan penyanyi terkenal, masa iya dia harus berperan sebagai ambasador merek obat penyembuh penyakit ginjal khusus pria ...Selain itu, slogan iklan ini terlalu ambigu, gimana kalau sampai salah diartikan?Ari jadi muram. "Katanya kalian minta aku jadi ambasador perusahaan?"Manajer Ari juga terhenyak saat melihat iklan itu."Ah, halo. Sepertinya ada kesalahan di sini. Ari ini penyanyi internasional, kalau kami menerima iklan semacam ini, citranya akan makin buruk."Kalau bukan karena skandal semalam menyebabkan banyak endorse mengakhiri kontrak untuk mendapatkan kompensasi, Ari tidak mungkin buru-buru menandatangani kontrak dengan Grup IM.Ekki menatap Ari dengan tatapan mengejek. Sudah merayu wanita yang sudah menikah masih ingin menjadi ambasador perusahaan?"Kami nggak salah kok. Sekarang Pak Ari memang cuma cocok melakukan iklan seperti ini. Kalau dia menjadi ambasador perusahaan kami, justru malah citra perusahaan kami yang akan rusak."Ari langsung bangkit berdiri, "Apa maksu
Awalnya Reina sudah menolak, tapi dia akhirnya setuju karena tidak bisa menahan bujukan Alana.Malamnya Alana datang menjemput Reina, dia bertanya khawatir saat melihat perban yang membalut wajah Reina, "Nana, mukamu sekarang gimana?""Jauh lebih baik. Kata dokter, beberapa hari lagi boleh dilepas kok perbannya.""Syukurlah."Alana masih bergidik setiap kali teringat wajah Reina yang berdarah-darah hari itu."Yuk berangkat.""Oke."Reina naik ke mobil dan menanyakan kabar Riko akhir-akhir ini."Riko bahagia banget, dia disayang di mana-mana. Hari ini Tuan Besar Latief juga membawa Riko ke pesta. Jangan khawatir, kami sudah menyiapkan keamanan yang berjaga 24 jam, jadi nggak mungkin terjadi apa-apa sama Riko," kata Alana.Reina mengangguk, lalu berkata, "Alana, aku sudah kasih tahu kamu 'kan kalau Maxime sudah tahu identitas Riko dan Riki. Kurasa sebentar lagi mereka akan mengakui Riko, jadi mungkin Riko nggak bisa tinggal lagi sama kamu."Alana mempertimbangkannya dan terdiam beberapa
Begitu Diego menyebutkan kata cicit, Nyonya Liz langsung mengubah pendapatnya tentang Sophia. Dia tertawa dan mengatakan, "Ya, bagus sekali. Kamu harus punya beberapa anak laki-laki, dengan begitu masa depan keluarga masih bisa dilanjutkan. Jangan seperti kedua Om mu itu, anak mereka perempuan semua. Lihatlah, dia sampai diusir sama mertuanya. Bikin malu saja."Diego mengangguk berulang kali."Ya, Nenek tenang saja."Nyonya Liz mengalihkan pikirannya untuk berbicara dengannya tentang hal lain. "Oh ya, kalau kamu sama dia, bagaimana dengan Hanna?"Nyonya Liz tidak melupakan putri tunggal dari keluarga kaya ini.Diego juga ingin menikahi Hanna. Selama dia menikahinya, dia tidak perlu terlalu bekerja keras dalam beberapa tahun. Namun, kenyataan terlalu kejam. Orang tua Hanna tidak menyukainya."Lupakan saja, nona kaya sepertinya sulit buat dilayani, Sophia jauh lebih baik darinya."Nyonya Liz menganggukkan kepalanya berulang kali. "Ya, nona kaya memang sulit dilayani. Lebih baik sama wani
Keheningan yang mencekam menyelimuti ruangan.Diego takut Sophia akan marah kepadanya, jadi dia langsung berjanji, "Sophia, masa lalu sudah berlalu, aku sudah benar-benar berubah sekarang. Jangan khawatir, aku nggak akan pernah mengecewakanmu, aku juga nggak akan pernah melakukan semua hal buruk itu lagi."Mendengar itu, Sophia berkata, "Aku sudah setuju untuk bersamamu, jadi aku nggak akan mempermasalahkan hal-hal yang pernah kamu lakukan sebelumnya.""Aku marah sama dirimu yang sekarang.""Sekarang aku kenapa memangnya?"Diego tidak mengerti."Bagaimana mungkin kamu meminta kakakmu buat kasih izin buat kita melangsungkan pernikahan di sana? Itu 'kan rumah dia dan suaminya," kata Sophia."Cuma karena masalah ini?" Diego tidak habis pikir. "Dia kakakku, hal sekecil ini bukan masalah baginya."Melihat sikap keras kepalanya, Sophia makin marah, "Jangan nggak peduli begitu. Aku kasih tahu, setelah kita bersama, kamu nggak boleh minta tolong apa pun lagi sama kakakmu. Jangan menganggap rem
Sophia mengulurkan tangan dan menarik tangan Diego. "Diego, kita adakan acara sederhana saja."Setelah mengatakan itu, dia menoleh ke arah Reina."Kak, jangan dengarkan Diego. Kita nggak akan menyelenggarakan pernikahan atau apa pun itu. Kita hanya akan menyediakan beberapa meja saja. Diego bilang Kak Reina adalah satu-satunya keluarga yang dia miliki saat ini, jadi Kakak harus datang untuk merayakan hari bahagia kami."Sophia adalah orang yang punya harga diri tinggi dan tidak ingin bergantung pada siapa pun, apalagi kakak Diego.Dia juga bisa melihat bahwa Reina tidak bersedia meminjamkan rumah lama mereka untuk melangsungkan pernikahan. Dia tahu bahwa dia tidak bisa memaksanya.Namun, Diego sedikit enggan. "Tapi ...."Sophia memelototinya, membuatnya mengerucutkan bibirnya dan tidak mengatakan apa-apa lagi.Reina memperhatikan interaksi keduanya dengan jeli. Setelah mengobrol sebentar dengan mereka, dia mengantar mereka pergi sampai ke depan.Begitu mereka pergi, Sisil datang."Bos,
Waktu berlalu dalam sekejap mata.Tidak lama setelah kembalinya Reina, Diego datang bersama Sophia.Reina langsung berdiri ketika melihat gadis berpakaian sederhana dan agak ceroboh yang berdiri di depannya. Setelah itu, dia mempersilakannya duduk."Sini, duduk saja nggak perlu sungkan."Dia berkata dengan lembut.Sophia sebelumnya mengira bahwa Reina adalah seorang wanita paruh baya, tetapi tidak disangka bahwa Reina masih muda dan cantik. Dia bahkan tidak terlihat seperti bos-bos wanita yang biasanya muncul dalam berita."Terima kasih, terima kasih." Dia gugup dan sedikit gemetar.Melihat hal ini, Diego menggandeng tangan Sophia dan menuntunnya untuk duduk."Ayo, jangan gugup, Kakak baik kok."Sophia mengangguk, lalu menyerahkan hadiah yang dibawanya pada Reina. Itu adalah sebuah set perawatan kulit mahal yang mungkin berharga puluhan juta."Kak, aku nggak tahu mau bawa apa, tapi ini tanda penghargaan kecil dariku. Terima kasih sudah membantuku menemukan orang tuaku."Dia juga tahu b
Reina melihat ke luar jendela dan bertanya pada Diego, "Diego, menurutmu apa yang akan kamu lakukan kalau kamu nggak punya kakak sepertiku. Bagaimana kalau aku, sebagai kakakmu nggak bisa melunasi semua utangmu?"Diego tidak merasa begitu. "Nggak perlu berandai-andai, Kak. Tolong aku untuk yang terakhir kalinya. Aku janji nggak akan pernah melakukannya lagi."Setelah mengatakan itu, dia menunggu dengan tenang.Tidak ada jawaban dari seberang telepon untuk waktu yang lama.Diego mengira sudah tidak ada harapan lagi, tiba-tiba Reina akhirnya berbicara.Dia menghela napas panjang sebelum berkata, "Terakhir kali kamu juga bilang kalau itu yang terakhir kalinya. Aku nggak tahu apakah aku harus mempercayaimu.""Kak, kamu harus percaya padaku." Diego mencoba meyakinkan Reina."Begini saja, kita buat perjanjian saja," kata Reina.Meskipun Reina tidak berpikir bahwa perjanjian adalah sesuatu yang bisa ditepati oleh Diego, itu lebih baik daripada tidak melakukannya sama sekali."Perjanjian apa?"
Sophia menatap wajah tampan Diego, menekan pemikiran di dalam hatinya dan menggelengkan kepalanya. "Lupakan saja, aku benar-benar nggak punya rencana buat nikah."Dia merasa bahwa dia dan Diego memang tidak ditakdirkan untuk bersama.Diego sekarang menjadi seperti ini, tetapi dia masih memiliki kakaknya yang seorang presdir, tidak berada di kelas sosial yang sama dengannya."Bukannya aku sudah bilang, kita nggak perlu sampai mendaftarkan pernikahan kita. Selain itu, kamu juga harus menghadapi orang tuamu, ya nggak?"Mendengar itu, Sophia terlihat ragu-ragu cukup lama, lalu bertanya lagi, "Apa kamu menyukaiku?"Diego membeku.Sophia menatapnya dan berkata dengan tegas, "Kalau kamu menyukaiku dan ingin bersamaku, kamu bisa mengatakannya. Kalau hanya sebatas bantuan di antara teman, aku rasa lebih baik kita lupakan saja"Menghabiskan hari-hari bersama, Sophia merasa Diego cukup baik, setidaknya pria itu memperlakukannya dengan baik.Diego membutuhkan waktu lama untuk kembali tersadar. Buk
Awalnya Sophia hanya mengambil cuti lima hari, tetapi dia harus kembali minta cuti karena ingin mencari orang tuanya. Sekarang, cutinya telah habis.Sophia segera mengangkat telepon dan berbicara dengan manajer, menatap orang tuanya dengan permintaan maaf."Ibu, Ayah, kalian harus menjalani pengobatan di rumah sakit. Manajer memintaku kembali bekerja.""Ya, jangan sampai kelelahan.""Hmm."Sophia mengangguk beberapa kali, lalu meninggalkan rumah sakit bersama Diego.Sesampainya di luar, dia bertanya lagi kepada Diego apa yang dikatakan orang tuanya.Kali ini, Diego tidak mengatakan yang sebenarnya. Dia hanya menjawab, "Om sama Tante khawatir aku akan meninggalkanmu karena kalian menyulitkanku. Jadi, aku janji sama mereka hal seperti itu nggak akan terjadi.""Oh."Sebuah kegelapan melintas di mata Sophia."Ayah sama Ibu terlalu memikirkan yang nggak perlu. Sebenarnya, aku nggak punya rencana buat menikah, aku juga nggak khawatir orang nggak suka denganku."Mendengar Sophia mengatakan ba
Akhirnya, Sophia merasa lega setelah berhasil meyakinkan orang tuanya untuk kembali ke rumah sakit. Dalam perjalanan pulang, dia menggenggam erat tangan ayah dan ibunya, tidak mau melepaskannya."Dokter bilang kalau penyakit kalian disebabkan karena kelelahan jangka panjang. Selama kalian menerima perawatan satu atau dua tahun, kalian bisa pulang dengan sehat."Sophia tersedak, lalu melanjutkan, "Sekarang, pengobatan tinggal setengah tahun lagi, lalu kita bisa hidup dengan baik. kalian jangan pernah punya pikiran buat melarikan diri lagi.""Ya." Erna menghibur dan memeluknya dengan lembut, "Maafkan Ibu karena sudah membuatmu khawatir, Nak."Robi juga berkata, "Kali ini Ayah dan Ibu memang salah, kami minta maaf sama kalian."Sophia tersenyum. "Lain kali kalian nggak boleh seperti ini lagi.""Hmm, ya." Robi mengangguk berulang kali, nadanya lembut.Diego yang duduk di kursi depan menatap Sophia, Erna dan Robi yang terlihat bahagia, entah kenapa jadi teringat masa kecilnya.Dia teringat
Reina langsung menghubungi Diego setelah meminta pengawal itu mengirimkan alamat hotel di mana keduanya berada.Saat itu masih pagi sekali.Diego dan Sophia masih berada di luar.Ketika Diego menerima telepon itu, bagian bawah matanya berbinar. "Kak, terima kasih banyak, kamu benar-benar sangat membantuku."Reina tidak banyak bicara saat mendengar ucapan terima kasihnya."Cepat pergi dan jemput mereka kembali. Selain itu, perlakukan temanmu itu dengan baik.""Ya, ya, ya."Diego langsung mengiakan. Karena cuaca terlalu dingin, jadi suaranya sedikit bergetar.Setelah menutup telepon, Diego langsung memberi tahu Sophia."Ayo, aku tahu di mana Om sama Tante."Wajah Sophia pucat, pipinya memerah karena kedinginan. Dia mencoba mengucapkan terima kasih, tetapi ia terlalu dingin untuk berbicara.Diego segera menghentikan taksi.Keduanya duduk di dalam, penghangat di dalam mobil sangat memadai, membuat tubuh Sophia menghangat. Dia berkata, "Di mana orang tuaku sekarang? Apa mereka baik-baik saj