Maxime merasa kasihan sekaligus tidak tega kepada Yansen, jadi dia mengatakan, "Ayo."Yansen kemudian mengikuti Maxime pergi.Jovan merasa agak aneh, kenapa Maxime malah mencoba melindungi Yansen?Bagaimanapun juga, Yansen adalah saingan cintanya.Setelah kembali, Maxime memberitahu Jovan bahwa istri Yansen meninggal dunia karena melahirkan.Ketika Jovan mengetahui hal tersebut, dia merasa bersalah untuk beberapa saat.Meskipun dia tidak menyukai Yansen, dia merasa tidak etis menaburkan garam ke dalam lukanya....Yansen mengikuti Maxime keluar dan berterima kasih kepadanya. Lalu, dia bertanya, "Tuan Maxime, kenapa minta Melisha menulis surat pernyataan?"Menurut Yansen, hal semacam ini hanya digunakan oleh anak-anak, atau dilakukan istri kepada suaminya."Ini bukan pertama kalinya hal semacam ini terjadi," kata Maxime.Melisha bukan hanya sekali dalam menuduh dan menjebak Reina.Maxime membuatnya menulis surat pernyataan agar jika hal yang sama terjadi lagi suatu hari nanti, dia bisa
Hening sejenak di ujung telepon.Jantung Sisil berdegup kencang dan dia sedikit gugup.Dia takut dengan jawaban Deron nantinya. Apa yang harus dia lakukan jika Deron tidak menginginkan anak ini?Setelah beberapa saat, akhirnya orang di ujung telepon berbicara, "Kenapa tiba-tiba begini?"Jantung Sisil tergagap.Bagian bawah matanya berkaca-kaca, tetapi di detik berikutnya, dia mendengar Deron berkata, "Aku belum menyiapkan apa pun. Kita saja belum nikah, jadi sepertinya rencana pernikahan harus dimajukan."Suasana hati Sisil seperti rollercoaster, tiba-tiba jatuh ke bawah dan tiba-tiba naik ke udara.Hatinya masih tidak percaya."Apa maksudmu?""Ayo kita menikah, lebih cepat lebih baik. Kalau kita nikah saat perutmu sudah besar, pasti kamu nggak nyaman pakai baju pengantin. Kamu juga akan jadi bahan omongan keluargamu," kata Deron.Deron pernah mendengar Sisil mengatakan bahwa keluarga mereka lebih konservatif dan kolot.Mata Sisil sedikit memerah saat mendengarnya berkata seperti itu.
Sisil akan menikah, Reina pun mulai sibuk, dari membantunya memilih gaun pengantin, memilih semua jenis perhiasan, serta mempersiapkan hadiah pernikahannya.Di tempat kerja, dia tidak berani bersantai terlalu lama. Lagi pula, belum lama ini dia baru mengambil alih Grup Yinandar.Satu-satunya alasan dia bisa mempertahankan karyawan veteran dan pemegang saham perusahaan adalah karena genggaman tangan para pemegang saham utama perusahaan yang ditinggalkan ibunya di masa lalu.Dengan itu, para pemegang saham utama perusahaan tidak akan berani melakukan apa pun.Namun, Reina tahu bahwa dia harus memiliki keterampilan yang nyata atau dia tidak akan bisa mengendalikan orang-orang tua itu terlalu lama.Sisil akan menikah dan Hanna menjadi yang paling bersemangat."Sisil, kamu juga mau nikah, selamat. Sayangnya, sekarang cuma aku yang masih lajang."Sisil hanya bisa geleng-geleng kepala. "Hanna, kamu bicara apa, sih? Bukannya kamu sudah sama Adrian?"Hanna sedang bersantai di sofa rumah yang di
Hanna baru bereaksi setelah dia selesai berbicara.Dia sedikit tidak enak hati. "Itu, maafkan aku. Aku nggak bisa masak."Ketika berada di luar negeri, dia juga selalu memesan makanan.Ketika tidak ada yang bisa dimakan, dia makan makanan instan.Adrian tersenyum lembut. "Nggak apa-apa. Aku juga nggak minta kamu buat masak. Aku senang karena kamu ingat buat menyiapkan makanan untukku. Tapi, lain kali kamu pesan buat kamu sendiri saja, aku bisa makan di tempat kerja."Dia tidak tega mengatakan pada Hanna bahwa makanan yang dipesannya agak mahal.Bagi Hanna, pesan makanan seharga dua juta itu murah, tetapi bagi kebanyakan orang, itu sudah termasuk mahal.Adrian tidak bisa membiarkan Hanna menderita, tetapi dia sedikit sayang jika harus menghabiskan terlalu banyak uang. Namun, dia tidak keberatan jika harus kelelahan dan tidak bisa makan enak."Mana bisa begitu. Aku makan sendirian juga nggak nafsu makan," kata Hanna.Mendengarnya mengatakan itu, Adrian mengangguk, "Baiklah kalau begitu.
Adrian tidak marah ketika mendengar ini, hanya berjalan menghampirinya."Hanna, kamu nggak perlu melakukan ini untukku. Kamu hanya perlu tinggal di rumah dan aku masih bisa menghidupi mu."Dia membungkuk dan mengambil kain lap di tangan Hanna. "Sudah, kamu keluar saja, biar aku yang bereskan."Hanna terdiam di tempat, hatinya sangat sedih."Adrian, apa kamu mau mengajariku?"Sejak dulu, Hanna selalu merasa bahwa dia adalah putri idaman, menguasai empat bahasa, mampu berbicara dengan fasih dengan banyak eksekutif, mengetahui banyak pengetahuan di bidang keuangan dan sebagainya. Dia bahkan bisa menari, bermain piano dan beberapa keahlian lain.Namun, kini dia menyadari bahwa dia bahkan tidak bisa melakukan hal-hal yang paling mendasar dalam hidup.Namun, Adrian menggelengkan kepalanya. "Aku nggak bisa mengajarimu pekerjaan semacam ini.""Kenapa?" Hanna tidak mengerti. Dia menggenggam tangan Adrian. "Adrian, kamu nggak perlu merasa bersalah padaku, aku juga ingin mempelajari hal-hal ini.
"Maaf, apa baju ini masih ada?" tanya Hanna sambil mengeluarkan ponselnya, menunjukkan salah satu foto pakaian yang sudah rusak di dalamnya.Pelayan toko memeriksanya dengan cermat untuk waktu yang lama, lalu mengangguk. "Ya, masih ada. Tapi, pakaian ini nggak boleh dicuci, kenapa Nona malah mencucinya?"Mendengar itu, Hanna merasa sedikit bersalah."Aku nggak tahu.""Ini tertulis di dalam pakaiannya, kenapa nggak dibaca dulu?" Pegawai itu menghela napas. "Harga satu pakaian ini lebih dari dua ratus juta.""Lebih dari dua ratus juta?" Hanna menunjukkan ekspresi terkejut.Jika sebelumnya, jumlah ini hanya akan menjadi uang jajan sehari baginya. Namun, sekarang dia hanya memiliki sisa puluhan juta saja.Sebelumnya, Adrian memang memberinya uang, tetapi dia tidak menghabiskan semuanya. Dia meminta Adrian mengambil sebagian besar uang itu untuk memulai sebuah perusahaan.Pelayan toko mengangguk. "Hmm, aku pun sangat menyayangkan. Apa Nona masih ingin membeli satu lagi yang persis seperti i
Mungkin seperti inilah rasanya jatuh cinta.Hanna menutup telepon setelah berbicara dengan Reina cukup lama, kemudian kembali ke toko untuk membeli pakaian itu.Pegawai toko agak terkejut.Awalnya, ketika pegawai toko melihatnya pergi, dia mengira bahwa harga pakaian itu terlalu mahal, jadi Hanna tidak rela jika harus membelinya.Namun, tidak disangka Hanna kembali dengan cepat dan membeli pakaian itu tanpa ragu.Hanna tidak meminta pegawai toko mengemas pakaian itu, dia hanya memintanya untuk menyetrikanya.Pegawai toko melakukan apa yang dia katakan meskipun dia pikir keinginan Hanna cukup aneh."Hati-hati saat menyetrika pakaian ini." Pegawai toko berkata sambil memberikan pakaian itu.Hanna memperhatikan dengan penuh perhatian, lalu mengangguk mengerti. "Baik, aku mengerti, terima kasih."Setelah semuanya selesai, dia bahkan tidak meminta tas, dengan tidak sabar kembali dengan pakaian di tangan.Di dalam kamar sewaan.Adrian sedang duduk di sofa menunggu Hanna kembali sambil menyib
Hanna tidak punya pilihan lain selain mengirimkan resumenya ke perusahaan-perusahaan kecil.Perusahaan kecil biasanya dimiliki oleh perseorangan, yang sebagian besar tidak tahu apa-apa tentang menjalankan perusahaan. Mereka mencemooh gaji di atas dua ratus juga satu bulan yang diminta Hanna.Hanna menyadari bahwa rata-rata perusahaan kecil tempat dia melamar pekerjaan hanya memberikan gaji paling banyak sekitar empat puluh hingga enam puluh juta.Jumlah itu adalah yang tertinggi karena dia menguasai beberapa bahasa dan dapat bertindak sebagai penerjemah luar negeri.Hanna enggan untuk melakukannya, tetapi karena dia tidak punya uang, dia harus menjadi sekretaris di sebuah perusahaan kecil.Ketika Hanna menceritakan ini kepada Adrian, sorot mata Adrian berubah. "Hanna, kamu nggak perlu kerja, aku masih bisa menghidupi mu."Dia tahu bahwa jenis pekerjaan yang didapatkan Hanna adalah pekerjaan yang sangat biasa.Sebagai orang biasa, dia mengerti seberapa banyak kejengkelan dan ketidakadil
Keluarga Sunandar sebenarnya tidak pernah memisah-misahkan anggota keluarga mereka yang sudah memiliki keluarga sendiri. Karena istri Aarav tidak ada, jadi semua urusan di dalam rumah diserahkan kepada Joanna.Jadi, para pelayan, sopir, pengasuh dan pekerja lainnya, mereka berada di bawah kendali Joanna.Melisha langsung marah saat mendengar sopir itu mengatakan akan mengantar Tommy setelah dia selesai mengantarkan Riki dan Riko.Sudut mulutnya tertarik, dia berpura-pura marah, "Tante Joanna nggak adil sekali. Aku sama Tommy juga bagian dari keluarga ini, kenapa dia minta sopir nganter cucu menantunya dulu? Lagi pula, sopir di rumah juga nggak cuma satu."Pengemudi itu mendengar hal ini dan langsung berkata kepada Melisha."Semua sopir lain ada keperluan hari ini, jadi hanya saya yang masuk. Kalau nggak, Nyonya Joanna nggak akan meminta saya mengantar Den Riki sama Den Riko dulu, baru mengantar Nyonya sama Den Tommy."Wajah Melisha menegang lagi.Dia kesal, tetapi tidak mungkin melampi
Ekspresi di wajah Morgan berubah saat mendengar Riko mengatakan bahwa Talitha adalah putrinya.Meskipun itu adalah perubahan suasana hati yang sangat kecil, Riko tetap menyadarinya."Riko, siapa yang bilang kalau aku ayah Talitha?" tanya Morgan.Riko menjawab, "Nggak dikasih tahu pun aku tahu."Dia berbicara ceplas-ceplos.Riki yang ada di sampingnya merasakan dengan jelas bahwa ada arus gelap di meja makan.Dia menundukkan kepalanya dan melanjutkan sarapan, tidak berani menatap keduanya.Dia sedikit bingung kenapa kakaknya sengaja berusaha membuat Om Morgan marah.Morgan baru akan mengatakan sesuatu, tiba-tiba Reina dan Maxime datang.Reina agak terkejut saat melihatnya. Namun, keterkejutan itu hilang dengan cepat dan dia pun duduk, makan bersama kedua anaknya.Maxime juga duduk, tepat di seberang Morgan.Morgan memperhatikan mereka untuk waktu yang lama sebelum mengalihkan pandangannya.Sarapan berlalu dalam keheningan.Setelah makan, Reina mengantar Riki dan Riko ke mobil untuk perg
Riki merasa agak sedih."Kak, aku mau tidur sama Mama saja.""Nggak boleh," jawab Riko dengan tegas.Maxime ikut bicara, "Riko benar. Semalam itu pengecualian, nggak ada lain kali."Riki mengiakan, terlihat sangat terpukul.Dia turun dan duduk di sebelah Riko."Kak, tahu nggak semalam aku mimpi buruk apa?"Riko tidak terlalu tertarik dengan omong kosong itu. Lagi pula, semua mimpi itu palsu."Nggak tahu.""Aku mimpi ada yang mencoba membunuhku dan kamu. Aku sangat takut, aku pikir aku nggak akan pernah bisa ketemu Mama lagi. Riki masih terguncang saat memikirkan mimpi buruk itu.Riko awalnya tidak peduli, tetapi ketika dia mendengar apa yang dikatakan Riki, dia menatapnya. "Benarkah?""Tentu saja.""Lalu, siapa yang mencoba menyakiti kita?" tanya Riko.Riki menjawab dengan suara pelan, "Aku nggak tahu, tapi orang itu sangat menakutkan."Mendengar ini, Riko pun bertanya lagi."Kemarin siang kamu ngapain aja? Siapa saja yang kamu temui?"Mendengar itu, Riki teringat bahwa dia bertemu den
Reina melingkarkan lengannya pada Maxime dan memejamkan matanya.Mereka berdua sudah tertidur hampir sepanjang malam, tiba-tiba ada ketukan di pintu.Reina membuka matanya dengan bingung. "Siapa?""Mama ...." Suara Riki terdengar dari balik pintu."Sayang, kamu kenapa?" Reina buru-buru bangkit dari tempat tidur.Maxime mengikutinya dan membuka matanya, ikut turun dari tempat tidur.Reina berjalan ke pintu dan membukanya. Dia melihat Riki yang mengenakan piyama katun lucu tengah mengusap matanya sambil menangis, "Mama, aku mimpi buruk. Apa hari ini aku boleh tidur sama Mama?"Reina langsung tidak tega saat melihat ini.Dia baru saja akan mengiakan, tetapi tiba-tiba Maxime menggendong Riki. "Kamu anak laki-laki atau bukan?"Tubuh Riki menggantung di udara, tangan dan kakinya meronta."Ayah, turunkan aku, aku takut.""Berapa umurmu dan kamu masih mau tidur sama Mama? Aku antar balik ke kamar.""Hiks, aku nggak mau. Mama, Mama, hiks ...."Riki tidak sering meminta tidur dengan Reina. Itu k
Sudut mulut Erik terangkat tinggi. "Nggak mau, biarkan aku memelukmu sebentar."Dia hanya ingin memeluk Jess di depan umum, membiarkan orang lain mengetahui bahwa Jess adalah istrinya.Morgan berjalan di belakang keduanya dan melihat mereka menunjukkan cinta mereka di depan umum. Ini benar-benar berbeda dari cara mereka bergaul, yang terkesan sopan dan berjarak.Morgan tahu bahwa dia sudah benar-benar kalah.Sebelumnya Reina, sekarang Jess.Mata Morgan yang dalam dipenuhi dengan es. Dia tidak mengerti kenapa mereka mengubah hati mereka pada akhirnya.Selangkah demi selangkah, dia berjalan keluar dan masuk ke mobil, lalu duduk.Morgan bersandar di sandaran kursi, tampak lelah.Dia berpikir lama, tetapi akhirnya memilih kembali ke kediaman Keluarga Sunandar.Suasana di dalam rumah sangat ramai karena ada banyak anak-anak.Morgan baru masuk dan ada seorang anak yang sedang bermain petak umpet dengan mata tertutup, melompat ke dalam pelukannya."Ah, aku dapat!" Wajah Riki sangat senang. Sa
Sadar Jess sudah melihatnya, Morgan hanya bisa menghentikan langkahnya.Dia tidak berbalik dan menjawab, "Nggak apa-apa.""Kenapa kamu jadi begini sekarang?" tanya Jess lagi.Morgan menarik napas dalam-dalam dan berbalik, matanya yang dalam menatapnya. "Kenapa kamu tanya begitu? Kamu kasihan padaku?"Jess menggelengkan kepalanya. "Aku nggak bermaksud begitu."Dia masih mencoba menjelaskan sesuatu, ketika Erik sudah berlari ke mari."Jess, sudah selesai belum?"Erik berlari ke sini dan menyadari bahwa ada Morgan di sini.Sikapnya yang santai dan nyaman berubah dalam sekejap, seluruh tubuhnya penuh dengan aura dingin."Jess, kamu janjian sama temanmu?"Jess tahu bahwa dia salah paham, jadi dia menjelaskan, "Nggak kok. Aku cuma ambil kalung dan mau pulang, tapi tiba-tiba melihatnya di sini."Hati Morgan terasa getir saat melihat cara Jess sangat ingin menjelaskan karena takut Erik salah paham."Ini cuma kebetulan." Morgan membantunya menjelaskan.Keduanya mengatakan hal yang sama, sekaran
Joanna dan Daniel hendak mengatakan sesuatu yang lain, tetapi tiba-tiba Morgan menguatkan diri dan duduk dari tempat tidur."Dia benar, kalian nggak perlu peduli padaku," kata Morgan dengan suara dingin.Joanna berjalan mendekat dan mengulurkan tangan untuk membantunya.Morgan menepisnya dengan tidak sabar. "Nggak perlu."Mata Joanna terlihat sedih. "Morgan, dengarkan Ibu, jangan terlalu keras kepala, ya?"Sejak kecil, kesehatan Morgan memang sudah tidak baik, jadi Joanna sangat mengkhawatirkannya.Awalnya, dia merasa Morgan orang yang lembut, tetapi sekarang dia jadi begitu kasar.Morgan menarik napas dalam-dalam."Bu, kalau kalian ingin keadaanku membaik, berhenti mengirim orang untuk memata-mataiku."Mendengar ini, Daniel langsung setuju. "Ya, selama kamu nggak merusak kesehatanmu lagi, kami akan melakukan semua yang kamu inginkan."Joanna langsung memelototinya, tetapi tidak mengatakan apa-apa.Ekspresi Morgan menjadi lebih tenang kali ini.Melihat dia akan beristirahat, Joanna, Da
Joanna orang yang mudah panik."Katakan, apa yang sebenarnya terjadi?"Dia tidak tahan dengan sikap bertele-tele Daniel.Daniel berkata, "Kesehatan Morgan memburuk lagi. Sekarang, dia nggak mau melanjutkan pengobatan, padahal aku sudah membujuknya dengan segala cara."Mendengar itu, seberkas kekhawatiran muncul di mata Joanna."Apa kondisinya belum stabil? Bagaimana bisa kambuh lagi? Kapan itu terjadi?""Tadi malam, kalau rumah sakit nggak ngabarin, aku pasti nggak akan tahu," jawab Daniel.Selama lebih dari satu tahun ini, kesehatan Morgan memang tidak kunjung membaik. Dia sering bolak-balik ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan.Namun, setiap kali dia diperiksa, Joanna-lah yang memaksanya.Jika Joanna tidak memaksanya, Morgan tidak akan mau pergi ke rumah sakit. Dia benar-benar tidak peduli dengan kesehatannya sendiri."Nana, kamu di rumah saja dan jaga anak-anak. Aku mau maksa Morgan ke dokter," kata Joanna kepada Reina.Reina mengangguk mengiakan. "Ya."Joanna bahkan tidak sem
Sudah lewat jam empat sore ketika Reina turut bermain kartu. Melihat sudah hampir jam lima, para istri kaya itu berniat untuk pulang.Mereka tidak perlu mencuci tangan dan memasak, tetapi mereka masih harus melayani suami mereka."Besok cari waktu lagi, ya?"Beberapa orang berpisah dengan enggan.Reina mengantar mereka pergi, tiba-tiba berpikir bahwa kehidupan mereka yang santai dan nyaman seperti ini cukup baik, tanpa tekanan.Melakukan perawatan kulit dan bermain kartu setiap hari, hari-hari berlalu begitu saja.Ketika mereka kembali, ibu Hanna belum pergi dan mengeluh kepada Joanna."Tahu nggak, Hanna sekarang kerja di perusahaan kelas tiga. Sepetinya gajinya cuma empat puluh juta satu bulan. Aku nggak tahu bagaimana dia bisa bertahan hidup."Ibu Hanna mengatakan bahwa dia sudah memutuskan hubungan dengan Hanna, tetapi dia selalu bertanya kepada orang-orang tentang Hanna, karena takut akan melewatkan sesuatu."Setiap anak punya keberuntungan mereka sendiri, kamu nggak perlu khawatir